PENDAHULUAN
Anestesia spinal dihasilkan dengan menginjeksikan anestetik local kedalam cairan
serebrospinal, hal ini dicapai hanya dengan punksi subaraknoid lumbal. Tergantung dosis, local
anestetik dapat menghasilkan efek anesthesia ringan sampai dengan komplit pada daerah
dermatom atau seluruh tubuh.
Tehnik ini telah dilakukan awal abad dua puluh dan dokter dan penderita memutuskan bukan
berarti menghindari komplikasi-komplikasi anestesi umum. Setelah 1950 , penggunaan
anesthesia berkurang di AS, anesthesia umum menjadi aman dan lebih menyenangkan bagi
pasien. Pada 1975 telah dipertimbangkan bahwa faedah anestesi spinal dan epidural,
memberikan keuntungan terhadap pemakai dan tidak merupakan pilihan yang simple terhadap
anestesi umum, membuat tehnik ini penting pada penanganan penderita.
ANATOMI
Tulang Belakang.
Tulang belakang terdiri dari 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal dan 5 tulang sacrum yang bersatu.
Vertebra terdiri dari columna dan arkus vertebra. Arkus vertebra terdiri dari dua pedikel
dianterior dan dua lamina diposterior. Pada pertemuan lamina dan pedikel terdapat procesus
transversus, dan dari pertemuan kedua lamina pada garis tengah tubuh diposterior
terdapat procesus spinosus . Lekukan pada permukaan pedikel akan membentuk foramen
intervertebralis dengan lekukan pada permukaan pedikel vertebra diatas atau dibawahnya
sebagai tempat keluar nervus spinalis.
Medula Spinalis.
Kanalis spinalis terletak didalam columna vertebralis antara foramen magnum dan hiatus
sakralis.Dianterior dibentuk oleh columna vertebra, dilateral oleh pedikel dan diposterior oleh
lamina. Medula spinalis terbentang dari batang otak sampai permukaan L1-2 pada orang dewasa.
Akhir lumbal bawah dan akar-akar saraf sacral berlanjut didalam kanalis spinalis sebagai kauda
equina.
Medula spinalis dibungkus oleh tiga membran yaitu : piamater, arakhnoidmater, dan duramater.
Ketiganya membentuk tiga ruang. Ruang antara piamater yang menutup medula spinalis dan
arakhnoidmater. Ruang subarakhnoid berlanjut dari dasar kranium sampai S2 dan terdiri dari
akar saraf dan ciran serebrospinal (CSS). Ruang subarakhnoid terletak antara duramater dan
arakhnoidmater, ini merupakan ruang potensial khususnya obat-obatan yang diinjeksikan
keruang epidural atau subarakhnoid. Akibat subdural blok adalah kelemahan dan penyebaran
utama secara langsung kerah kepala.
Ligamentum-Ligamentum.
Ligamentum longitudinalis anterior dan posterior berjalan diantara aspek anterior dan
posterior columna vertebralis. Ligamentum supraspinosus membentang dari vertebra cervical 7
sampai sakrum dan mencapai ketebalan maksimum didaerah lumbal. Ligamentum
interspinosus menghubungkan dua procesus spinosus. Ligamentum flavum dikenal sebagai
serat elestik warna kuning berjalan di aspek anterior dan inferior tiap lamina vertebra
kepermukaan posterior dan superior bawah lamina dan menebal didaerah lumbal.
Blood Suply
Medulla spinalis mendapat suplai darah dari a. vertebral, a. servikal, a. interkostal dan a.
lumbalis.Cabang spinal ini terbagi ke dalam a. radikularis posterior dan anterior yang berjalan
sepanjang saraf menjangkau medulla dan membentuk pleksus arteri di dalam piameter.
Cerebrospinal Fluid
Serabut saraf maupun medulla spinalis terendam dalam LCS yang merupakan hasil ulktrafiltrasi
dari darah dan diekskresi oleh pleksusu choroideus pada ventrikel lateral, ventrikel III dan
ventrikel IV. Produksinya konstan rata-rata 500 ml/hari tetapi sebanding dengan
absorpsinya. Volume total LCS sekitar 130-150 ml, terdiri dari 60-75 ml di ventrikel, 35-40 ml
sebagai cadangan otak dan 25-30 ml di ruang subarakhnoid.
Nervus Spinalis.
Nervus spinalis meninggalkan kanalis spinalis menembus kedua foramen intervertebtralis, dan
mempersarafi kulit yang dikenal sebagai dermatom. Perjalanan nervus visceral lebih kompleks,
tergantung dan sesuai dengan perekembangan akhir embrionik organ dari pada posisi akhir
dalam tubuh. Sering terjadi , tingkat anestesia untuk operasi yang dikehendaki lebih tinggi dari
perkiraan dasar yang menutupi dermatom sensoris, Contoh : anestesia visceral abdomen bagian
atas dibutuhkan paling kurang tingkat spinal T4 walaupun insisi kulit pada T6 atau lebih. Afferen
simpatik kembali dari end organ melalui pleksus prevertebra dan ganglion para vertebra sehingga
mencapai medula spinalis pada setiap tingkat.
Saraf spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeal.
Pada spinal anestesi, paralysis motorik mempengaruhi gerakan bermacam sendi dan otot.
Persarafan segmental ini digambarkan sebagai berikut :
Bahu C6-8
Siku C5-8
Pergelangan tangan C6-7
Tangan dan jari C7-8, T1
Interkostal T1-11
Diafragma C3-5
Abdominal T7-12
Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3
Pinggul, pangkal paha ekstensi L5, S1
Lutut fleksi L5, S1
Lutut ekstensi L3-4
Pergelangan kaki fleksi L4-5
Pergelangan kaki ekstensi S1-2
Blokade somatic
Dengan menghambat transmisi impuls nyeri dan menghilangkan tonus otot rangka. Blok sensoris
mengkambat stimulus nyeri somatic atau visceral sementara blok motorik menyebabkan
relaksasi otot. Efek enstetik local pada serabut asaraf bervariasi tergantung dari ukuran serabut
saraf tersebut dan apakah serabut tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat dan
lamanya kontak
Blokade Otonom
Hambatan pada serabut eferen transmisi ototnom pada akar saraf spinal menimbulkan blockade
simpatis dan beberapa blok parasimpatis. Simpatis outflow berasal dari segmen thorakolumbal
sedangkan parasimpatis dari craniosacral. Serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1
sampai L2 sedangkan serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui
serabut cranial dan sacral. Perlu diperhatikan bahwa blok subarachnoid tidak memblok serabut
saraf vagal. Selian itu blok simpatis mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana
parasimpatis menjadi lebih dominant. Beberapa laporan menyebutkan bahwa bias terjadi aritmia
sampai cardiac arrest selama anestesi spinal. Hal ini terjadi karena vagotonia yaitu peningkatan
tonus parasimpatis nervus vagus.
EVALUASI PREOPERATIF
Pada umumnya setiap dilakukan pemeriksaan sebagaimana biasanya, evaluasi sebelum anestesi
spinal atau epidural mempertimbangkan perencanaan operatif, serta keadaan fisik pasien dan
beberapa kontraindikasi terhadap tehnik regional.
Pertimbangan Bedah.
Banyak operasi pada ekstremitas bawah , pelvis, abdomen bagian bawah dan perineum dapat
dilakukan dengan anestesi spinal. Operasi daerah diatas abdomen, dada, bahu dan ekstremitas
atas dapat ditangani dengan anestesi spinal dengan kesulitan yang besar. Walaupun tempat
operasi sudah teranestesi dalam banyak kasus pasien tetap merasa tidak nyaman. Selanjutnya ,
efek operasi atau spinal anesthesia yang tinggi mungkin akan mempengaruhi pernapasan,
sirkulasi bahkan intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.
Pemeriksaan Fisik.
Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan toraks dan vertebra lumbal serta kulit disekitar
tempat penusukan jarum. Anestesi spinal lebih sulit dan mungkin kesalahan lebih banyak jika
terdapat kelainan anatomic seperti scoliosis atau keterbatasan fleksi vertebra pasien. Infeksi pada
tempat punksi menghalangi spinal anestesi. Defisit neurology yang ada sebelumnya yang
ditemukan lewat anamnesa atau dengan pemeriksaan harus dicatat untuk mencegah kesalahan
diagnosis kelainan neurology post anestesi.
Kontra Indikasi.
Diantara sedikit kontra indikasi absolut anesthesia spinal adalah pasien menolak dan infeksi pada
tempat insersi jarum anestesi spinal. Juga untuk penderita yang menderita koagulopati yang berat
dan ditakutkan terjadinya hematoma epidural. Tehnik ini juga tidak diindikasikan pada pasien-
pasien dengan gangguan pembekuan., hal ini dapat dilindungi dengan pemberian heparin
sesudahnya.
Jika hipovolemia tidak dikoreksi sebelum anestesi spinal, penekanan saraf sympatis
menghasilkan katastropik hipotensi, juga perdarahan dan dehidrasi harus ditangani sebelum
anesthesia dilakukan. Baktemremia tidak merupakan kontra indikasi absolut terhadap anestesi
spinal, penderita dapat diberikan antibiotik, tapi tehnik ini dihindari jika pasien ditakutkan
adanya bakteremia blood borne yang dilihat pada hematoma epidural yang kecil dan membentuk
abses. Herniasi discus vertebra atau pembedahan tulang sebelumnya tidak temasuk kontra
indikasi spinal anesthesia, walaupun jaringan parut dapat menghalangi penusukan jarum yang
berisi anestesi local atau pengaruhnya terhadap peningkatan akan terjadinya trauma akar saraf.
Dalam kasus ini kekhawatiran akan terjadinya eksaserbasi sakit belakang atau radikulitis, pasien
dan ahli naestesi akan memilih anestesi umum. Walaupun sedikit bukti bahwa anestesi spinal
menyebabkan keadaan penyakit neurology bertambah jelek. Banyak yang menghindari tehnik ini
bila terjadi eksaserbasi kelainan yang ada sebelumnya pada post operasi.
Tabel . Kontra indikasi Penggunaan Anestesi.
TEHNIK ANESTESI
Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak daerah operasi dan
densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal difleksikan untuk melebarkan ruang procesus
spinosus dan memperluas rongga interlamina. Pada posisi prone, menempatkan bantal dibawah
panggul untuk membantu fleksi vertebra lumbal.
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun medulla spinalis
berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2 untuk menghindari resiko kerusakan
medulla spinalis. Garis penghubung yang menghubungkan Krista iliaca memotong daerah
interspace L4-5 atau procesus spinosus L4.
Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non dominan
menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi interspace diinfiltrasi dengan
anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum spinal ditusukkan pada garis tengah secara
sagital, mengarah ke cranial (10o) menghadap ruang interlamina. Penusukan keruang sub
arachnoid melewati kulit, jaringan sub cutan, ligamentum supraspinosus, ligamentum
interspinosus dan ligamentum flavum. Ketika ujung jarum mendekati ligamentum flavum
terdapat peningkatan tahanan disertai perasaan poping, saat itu jarum menembus duramater
dengan kedalaman 4-7 cm. Jika ujung jarum menyentuh tulang harus ditarik kembali secukupnya
untuk membebaskan dari ligametum, sebelumnya diarahkan kearah cranial atau kaudal.
Setelah itu stylet ditarik, CSS mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS bercampur
darah hendaknya dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum mengenai vena epidural.
Setelah yakin aliran CSS ahli anestesi memegang jarum dengan tangan yang bebas , dengan
menahan belakang pasien, ibu jari dan telunjuk memegang pangkal jarum, dan menghubungkan
dengan spoit yang telah berisi larutan anestetik. Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung jarung
tetap dalam CSS. Injeksi dengan cepat menggunakan jarum kecil memudahkan bercampurnya
anestesi dengan CSS, ini memudahkan penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan
perbedaan densitas antara larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam
semenit atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS untuk lebih
menyakinkan posisi jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi ligamentum
atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal. Jarum ditusukkan kira-kira 1-1,5
cm dilateral garis tengah pada bagian bawah procesus spinosus dari interspace yang diperlukan.
Jarum ditusukkan kearah median dan ke cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum
mengenai tulang berarti mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke arah
superior atau inferior masuk ruang sub arachnoid.
Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral (taylor), yang
digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1. identifikasi spina iliaca posterior superior
dan kulit, dimulai 1 cm kemedian dan 1 cm inferior ketitik tersebut. Jarum diarahkan kemedial
dan ke superior sampai masuk ke kanalis spinalis pada midline L5-S1.
JARUM SPINAL
Pemilihan jarum spinal tergantung usia pasien, kebiasaan ahli anestesiologi dan biaya. Ujung
jarum quincle umumnya mempunayi bevel yang panjang yang menyatu dengan lubang. Dapat
dibagi dalam ukuran: 20G-29G; ukuran 22G dan 25G yang sering digunakan. Ujung jarum
quincle yang runcing menebus dengan mudah . untuk menjamin posisi yang tepat mengalirnya
CSS dilihat pada 4 kwadran dengan memutar jarum.
Tidak seperti jarum dengan bevel tajam, jarum bentuk pensil mempunyai ujung berbentuk
tapering dengan lubang disamping. Untuk insersi dibutuhkan tenaga yang lebih. Contoh jarum
bentuk pensil adalah Sprotte, Whitacre dan Gertie Marx. Perbedaan antara kedua jarum tersebut
adalah ukuran dan letak lubang dilateral. Meskipun lebih mahal dari pada bevel tajam, jarum ini
kurang menyebabkan kerusakan pada duramater dan lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala
post anesthesia spinal.
Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun harga yang lebih mahal
jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita yang mempunyai resiko yang besar terhadap sakit
kepala post anesthesia spinal.
Anestetik local.
Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan untuk memilih
obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan buvipakain biasanya dipilih untuk operasi yang lebih
lama dari 1 jam dan lidokain untuk operasi-operasi yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi
anestesi spinal tergantung pula pada penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal, variable individual
pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya lebih banyak anestetik local
akan menghasilkan anestesi yang lebih luas.
Tabel . Obat-obat anestesi local untuk anesthesia spinal
Konsentrasi Dosis Lama (jam)
Obat (%) (mg) Tanpa Dengan
Epinefrin Epinefrin
Lidokain, hyperbarik 5 25-100 1 2
Lidokain, isobaric. 2 20-100 1,5 2 – 3
Tetrakain, hyperbarik. 0,5 3-15 2 2 – 4
Tetrakain, isobaric. 1 3-20 2-3 4 – 6
Tetrakain, hypobarik. 0,3 3-20 2 4 – 6
Bupivakain, isobaric. 0,5 5-15 2-3 4 – 6
Bupivakain, hyperbarik. 0,75 3-15 1,5 3 - 4
Vasokonstriktor.
Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan penambahan larutan vasokonstriktor kelautan
yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,1-0,2 mg) maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg)
memperpanjang durasi anestesi spinal. Obat-obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah yang mensuplay dura dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan
eliminasi anestetik local. Penambahan untuk mengurangi aliran darah, vasokonstriktor menekan
secara langsung efek antinoceftif terhadap medulla spinalis.
Opioid.
Dalam decade terakhir ini, ahli anestesi telah menggunakan opioid subarachnoid untuk
memperbaiki kwalitas dari blok sensomotoris dan untuk analgesia postoperative. Kerja narkotik
subarachnoid adalah pada reseptor opiod didalam medulla spinalis. Morpin (0,1-0,2 mg)
menghasilkan analgesia signifikan yang baik pada periode postoperative, sebagaimana Fentanyl
(25-37,5 mikrogram) dan subfentanyl (10 mikrogram) . efek samping narkotik subarachnoid
termasuk pruritus, nausea, dan depresi pernapasan.
Tabel . Opioid Dalam ruang subarachnoid.
Obat Dosis. Lama kerja.
Morfin 0,1 – 0,2 mg 8 – 24 jam
Fentanyl 25 – 50 mg 1 – 2 jam
Subfentanyl 5 – 10- mg 2 – 3 jam
Hipotensi.
Hipotensi sering terjadi selama anestesi spinal, terutama akibat blok preganglion vasomotor
efferent sistim saraf simpatis dan kehilangan kompensasi vasokonstriksi eketremitas bawah.
Berkurangnya preload (venodilatasi) menunjukkan menurunnya curah jantung; berkurangnya
tonus arteriole sedikit kontribusinya terhadap terjadinya hipotensi, kecuali tahanan pembuluh
darah perifer meningkat sebelum anestesi spinal. Blok serat kardioakselator pada T1-T4
menyebabkan bradikardi dan kehilangan kontraktilitas.
Terapi hipotensi dimulai dengan tindakan yang cepat seperti koreksi posisi kepala, pemberian
cairan intravena dan pemberian vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan yang diberikan tidak
dapat mengoreksi bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi yang disukai untuk spinal
hipotensi adalah kombinasi cairan untuk mengoreksi hipovolemi dengan alfa dan beta
adrenergik agonis (seperti efedrin) dan atropin (untuk bradikardi) tergantung pada situasi.
Usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat face mask
Jika depresi pernapasan makin berat (blok motor C3-5 dengan paralysis nervus
phrenikus)perlu segera dilakukan intubasi endotrakeal dan control ventilasi untuk menjamin
oksigenasi yang adekuat
Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung
Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi
Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka
pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropin
Paresthesia.
Parestesia dapat terjadi selama penusukan jarum spinal atau saat menginjeksikan obat anestetik.
Pasien mengeluh sakit atau terkejut singkat pada ektremitas bawah, hal ini disebabkan jarum
spinal mungkin mengenai akar saraf. Jika pasien merasakan adanya parestesia persiten atau
paresthesia saat menginjeksikan anesthetik local, jarum harus digerakkan kembali dan
ditempatkan pada interspace yang lain untuk mengcegah kerusakan yang permanen. Ada atau
tidaknya paresthesia dicatat pada status anesthesia.
Kerusakan saraf.
Trauma saraf setelah anestesi spinal adalah jarang tapi dapat terjadi akibat trauma mekanik dan
kimiawi. Kerusakan langsung pada akar saraf mungkin disebabkan oleh jarum, mengakibatkan
radikulopati dengan defisit motoris atau sensoris sepanjang distribusi akar saraf. Kerusakan ini
bisanya membaik dalam 2-12 minggu.
Cauda Equina Sindrom
Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan. Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika
terjadi injeksi yang traumatic intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah
memasuki LCS, bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan sepeti deterjen atau antiseptic atau
bahan pengawet yang berlebihan.
Penanganan
Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda equine merupakan salah
satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equine waktu
melakukan penusukan jarum spinal
Meningitis
Munculnya bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis
dilakukan dengan baik. Meningitis aseptic mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi
dan telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan
anestesi murni local yang memadai.
Pencegahan
1. Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril
2. Menggunakan jarum spinal sekali pakai
3. Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik
Retensi urine.
Proses miksi tergantung dari utuhnya persarafan dari spincter uretra dan otot-otot kandung
kencing. Setelah anestesi spinal fungsi motor dan sensoris ekstremitas bawah pulih lebih cepat
dari fungsi kandung kencing, khususnya dengan obat anestesi spinal kerja cepat seperti tetracain
atau bupivacain. Lambatnya fungsi saraf pulih dapat mengakibatkan retensi urine dan distensi
kandung kencing. Untuk prosedur yang lebih lama dan pemberian cairan intravena yang banyak,
pemasangan kateter kandung kencing mencegah komplikasi ini.
REFERENSI
1. Gaiser RR. Spinal, Epidural, and caudal anesthesia. In : Introduction to
anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders Company,
1997.
2. Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical Anesthesia
Prosedures of the Massachusetts General Hospital, editor : Davison JK, Eukhardt WF,
Perese DA, ed 4 th, London, Little brown and Company, 1993.
3. Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor : Miller
RD, ed 5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.
4. Besrnards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical
Anesthesia, editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia, Lippincott
Williams and Wilkins, 2001.