Anda di halaman 1dari 138

363.

72
Ind
k

KURIKULUM DAN
MODUL PELATIHAN
FASILITATOR

STBM
Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat
di
indonesia

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2014
i
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
363. 72 Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Ind
k Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) di Indonesia._
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2014
ISBN 978-602-235-525-0
1.Judul I. SANITATION – EDUCATION
II. SANITARY ENGINEERING III. WASTE MANAGEMENT
IV. ENVIRONMENT AND PUBLIC HEALTH

ii
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kata Pengantar Direktur
Jenderal
PP & PL Kemenkes

P emerintah
percepatan
Indonesia
peningkatan
melakukan
akses
upaya
terhadap
sanitasi yang layak. Tahun 2005, pendekatan
Community-Led Total Sanitation (CLTS) diujicobakan
di 6 kabupaten dan selanjutnya direplikasi pada tahun
2006 dan 2007. Hasilnya, pada tahun 2007 ada 680 desa
yang telah mendeklarasikan kondisi terbatas dari praktek buang air
besar sembarangan (BABS) atau biasa disebut Open Defecation Free
(ODF). Ini memperlihatkan bahwa pendekatan subsidi dan penyediaan
sarana fisik (hardware), yang sebelumnya dilakukan pemerintah,
ternyata tidak mampu menjamin perubahan perilaku masyarakat
maupun meningkatkan akses sanitasi.

Tahun 2009, pemerintah menekankan perhatian kepada aspek sanitasi


dan higiene dengan memasukkan pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010 – 2014) prioritas 3 bidang
kesehatan memprioritaskan upaya preventif dan promotif terpadu
melalui peningkatan akses air minum 67% dan sanitasi 75% pada
tahun
2014. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam pencapaian
target MDG’s 2015.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan


yang cukup efektif untuk mempercepat akses terhadap sanitasi yang
layak melalui perubahan perilaku secara kolektif dan pemberdayaan
masyarakat. Saat ini STBM dilaksanakan melalui berbagai program
pembangunan sanitasi, diantaranya program Penyediaan Air Minum
dan Sanitasi Masyarakat (PAMSIMAS), PAM STBM, program Urban
Sanitation and Rural Infrasructure (USRI), program Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS), dan program-program yang dilakukan oleh
mitra seperti Water Sanitation Program-Bank Dunia, Wes UNICEF,
IUWASH, High Five-USAID, Plan Internasional Indonesia, WVI, Simavi,
USDP, YPCII, CD Bethesda, Yayasan Dian Desa dan lain-lain.
STBM yang mengutamakan pendekatan perubahan perilaku
membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik sebagai fasilitator STBM,
wirausaha sanitasi maupun tenaga pelatih yang akan menghasilkan
SDM STBM baru di masa depan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya


untuk menjaga kualitas pelatihan melalui proses akreditasi kurikulum
dan modul pelatihan sebagai berikut :

1. Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM


2. Kurikulum dan Modul TOT Fasilitator STBM
3. Kurikulum Pelatihan Wirausaha Sanitasi
4. Kurikulum Pelatihan TOT Wirausaha Sanitasi

Diharapkan peserta latih nantinya akan memiliki keterampilan di bidang


pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku
dan mampu berkontribusi dalam percepatan pencapaian target MDG
7c dan pembangunan kesehatan nasional khususnya untuk
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat mandiri dan
berkeadilan.

Terimakasih kami sampaikan kepada WSP-Bank Dunia, yang telah


memfasilitasi penyusunan kurikulum dan modul STBM, serta tim
penyusun yang telah berbagi pembelajaran dan pengalaman berharga
hingga modul STBM terakreditasi.

Semoga modul ini bermanfaat.

Jakarta, 21 November 2013


Direktur Jenderal PP dan PL

Prof. dr. Tjandra Yoga Adita ma


Bagian 2
MODUL PELATIHAN FASILITATOR SANITASI
TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

22
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
FASILITATOR STBM

MODUL
PELATIHAN
STRATEGI NASIONAL
KEBIJAKAN DAN
MD.1
STBM
Modul MD.1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM

23
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Bagian 2 - Modul Pelatihan Fasilitator
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ......................... 22
Modul MD.1 - Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ............... 23
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................... 25
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................... 25
A. Tujuan Pembelajaran Umum ...................................................................................... 25
B. Tujuan Pembelajaran Khusus..................................................................................... 25
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 26
A. Pokok Bahasan 1: Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia....... 26
B. Pokok Bahasan 2 : Peran dan Strategi STBM............................................................ 26
IV. BAHAN BELAJAR .......................................................................................................... 26
V. METODE PEMBELAJARAN.......................................................................................... 26
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN................................................. 26
A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit) ........................................................................ 26
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit).................................................... 26
C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit): ........................................................................... 27
VII. URAIAN MATERI............................................................................................................ 27
A. POKOK BAHASAN 1 : KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
SANITASI DI INDONESIA ........................................................................................ 27
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi .......................... 27
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM..................................................................... 28
B. POKOK BAHASAN 2 : PERAN DAN STRATEGI STBM ............................................
28 a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C..........
28 b. Strategi STBM .....................................................................................................
29 c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan di
Masing-Masing Tingkatan.................................................................................... 31
VIII. REFERENSI ................................................................................................................... 33

24
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MD.1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat
memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam
kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia.

STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang


mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi dari hasil
uji coba Community Led Total Sanitation (CTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi
proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat
untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di
jamban yang saniter dan layak.

STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs
tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air
bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM. Adapun tujuan
penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter
secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Selanjutnya, pada tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki
akses sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam
kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) Indonesia 2005-2025.

Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses
sanitasi, dan 3) penciptaan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam
naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4)
Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah
Tangga (PLC-RT).

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi nasional STBM.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi Indonesia.
2. Menjelaskan peran dan strategi STBM.

25
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. POKOK BAHASAN 1: KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI
DI INDONESIA
a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi.
b. Arah kebijakan dan strategi STBM.

B. POKOK BAHASAN 2 : PERAN DAN STRATEGI


STBM
a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C,
b. Strategi STBM,
c. Pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kebijakan di masing-masing tingkatan.

IV. BAHAN BELAJAR


Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, komputer / laptop, modul.

V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab dan curah pendapat.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran (T=2 jp, P=0jp,
PL=0jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi
seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

A. LANGKAH 1: PENGKONDISIAN (20


MENIT)
a. Fasilitator memperkenalkan diri,
b. Perkenalan dan pencairan suasana,
c. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang
digunakan, d. Menggali pendapat peserta tentang kebijakan STBM dan
mendiskusikannya. Proses
pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif,
e. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan tentang kebijakan STBM.

B. LANGKAH 2: PENGKAJIAN POKOK BAHASAN (60


MENIT)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan:
• Arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia,
• Peran dan Strategi STBM.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi
diskusi dan interaksi yang baik.
26
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. LANGKAH 3: RANGKUMAN (10
MENIT):
1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator
memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang
telah disediakan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi
ini.

VII. URAIAN
MATERI
A. POKOK BAHASAN 1 : KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI
DI INDONESIA
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014 yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia No. HK.03.01/160/1/2010
ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Adapun Misi Kemenkes adalah 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani; 2) Melindungi
kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna,
merata, bermutu dan berkeadilan; 3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya
kesehatan; dan 4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air
minum, higienis dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation
Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku
buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di
Indonesia, kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan
pakai sabun pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare
yaitu 423 per seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar
Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.

Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari
pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi
daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi
pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan
perilaku higienis.

Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation
(CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini
telah
27
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-ODF),
sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci
tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun
2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008. Pada
tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 3 Tahun 2014 tentang STBM.

b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higienis
dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM
memiliki indikator outcome dan indikator output.

Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut:


1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat
(SBS).
2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman
di rumah tangga.
3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci
tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan
benar.
4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

B. POKOK BAHASAN 2 : PERAN DAN STRATEGI


STBM

a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C


STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan sanitasi
di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat,
mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat
serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar
yang layak dan berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian
target pembangunan milennium (Millenium Development Goal), khususnya target 7C, yaitu
mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan
sanitasi pada ahun
2015. Komitmen pemerintah terkait sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat Indonesia pada
tahun 2025.
28
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah:

Goal 7
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
Target Menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga tanpa akses

10 terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta


fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015

Baseline Capaian Target MDGs


INDIKATOR 1993 2010*) 2015

Proporsi rumah Kota 50,58% 42,51% 75,29%


tangga dengan
akses berkelanjutan Desa 31,61% 45,85% 65,81%
terhadap air minum
layak (Kota & Desa) Total 37,73% 44,19% 68,87%

Proporsi rumah Kota 53,64% 72,78% 76,82%


tangga dengan
akses berkelanjutan Desa 11,10% 38,50% 55,55%
terhadap sanitasi
layak (Kota & Desa) Total 24,81 55,54% 62,41%

*) BPS; Susenas

Tabel 1: Tujuan MDG

b. Strategi STBM
Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 3 strategi, yaitu :

1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)


Prinsip :
• Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya
dalam meningkatkan perilaku higienis dan saniter.
Pokok Kegiatan :
• Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya secara berjenjang,
• Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah,
• Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta.

29
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
Prinsip :
• Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung
terciptanya sanitasi total.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan
• Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan
buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan
perilaku komunitas,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan
biaya sarana sanitasi yang sehat.
• Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat.
• Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total.
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement)
Prinsip :
• Meningkatkan kertersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana
sanitasi
• Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga
keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi
• Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk
pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.

30
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peningkatan
lingkungan
yang kondusif

Institusionalisasi

Peningkatan Peningkatan
kebutuhan sanitasi penyediaan sanitasi

Gambar 1: Strategi STBM

Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian
5 (lima) pilar STBM, yaitu:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS);
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT);
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT);
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).

c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan di Masing-Masing


Tingkatan
STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas
pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga
keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.

31
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tahapan pelaksanaan STBM terlihat pada bagan dibawah :

Tabel 2: Tahapan Pelaksanaan STBM

32
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi penyelenggaraan STBM
di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah:

a. Advokasi kebijakan program, koordinasi dan


penyediaan bantuan teknis
b. Penyiapan NSPK, modul pelatihan, sistem monitoring
dan evaluasi
Tugas dan
a. Advokasi program, pendanaan dan koordinasi
Fungsi Pusat b. Menyapkan panel pelatih master STBM propinsi
c. Pemantauan dan fasilitasi pembelajaran
d. Bekerjasama dengan lembaga riset pasar untuk
mengembangkan strategi pemasaran & komunikasi
Tugas dan Fungsi perubahan perilaku
Propinsi
a. Mengelola dan memantau program
b. Advokasi dan komunikasi kepada Bupati/DPRD
untk pendanaan dan dukungan program.
Tugas dan Fungsi c. Mengorganisir pelatihan fasilitator CLTS
Memfasilitasi wirausaha sanitasi melayani
Kabupaten konsumen warga ekonomi rendah.
d. Memfasilitasi wirausaha sanitasi

Tugas dan Fungsi a. Memicu masyarakat & melakukan


Kecamatan pendampingan tindak lanjut pasca
pemicuan.
b. Memantauan , melaporkan data secara
regular ke kabupaten, verifikasi ODF.
c. Melakukan fasilitasi kepada masyarakat
Tugas dan Fungsi
dalam memilih teknologi sanitasi.
Puskesmas/Mitra di tingkat masyarakat d. Melakukan fasilitasi di antara masyarakat
yang dipicu dan wirausaha sanitasi

Gambar 2: Tupoksi STBM

VIII. REFERENSI
1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: 2003.
2. Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Jakarta: 2005.
3. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat, Jakarta: 2008.
4. Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008.
5. Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: 2009.
6. Kemenkes RI, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Jakarta: 2010.
7. Kemenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: 2013.
8. Kemenkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM. Jakarta: 2014.
9. Update terkait STBM, www.stbm-indonesia.org

33
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
34
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.1

PENDEKATAN STBM
KONSEP DASAR
MI.1
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM

35
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.1- Konsep Dasar Pendekatan STBM .......................... 35
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................... 38
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................... 38
A. Tujuan Pembelajaran Umum ...................................................................................... 38
B. Tujuan Pembelajaran Khusus..................................................................................... 38
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 38
A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM ......................................................................... 38
B. Pokok Bahasan 2: Tiga Strategi STBM ..................................................................... 38
C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM .......................................................................... 39
D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM ................................................................... 39
E. Pokok Bahasan 5: Tangga Perubahan Perilaku ......................................................... 39
IV. BAHAN BELAJAR .......................................................................................................... 39
V. METODE PEMBELAJARAN.......................................................................................... 39
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN................................................. 39
A. Langkah 1: Pengkondisian (30 menit) ........................................................................ 39
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (135 menit).................................................. 39
C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit) ............................................................................ 40
VII. URAIAN MATERI ........................................................................................................... 40
A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM ............................................................. 40
a. Pengertian STBM ................................................................................................ 40
b. Tujuan STBM....................................................................................................... 42
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi ........................................................... 43
d. Konsep STBM ..................................................................................................... 44
B. POKOK BAHASAN 2: TIGA Strategi STBM ...............................................................
46 a. Peningkatan Kebutuhan Sanitasi ........................................................................
46 b. Peningkatan Penyediaan Akses Sanitasi
............................................................ 46 c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif.
.............................................................. 46
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM .................................................................
48 a. Pengertian pilar – pilar dalam STBM...................................................................
48 b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM .........................................................
48 c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM ....................................................................
48
d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM ...................................................................... 48

36
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM .......................................................
49 a. Tanpa subsidi. .....................................................................................................
49 b. Masyarakat sebagai pemimpin............................................................................
49 c. Tidak menggurui/memaksa .................................................................................
49 d. Totalitas seluruh komponen masyarakat
............................................................. 49
E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU .......................................
50 a. Perilaku BABS
..................................................................................................... 51 b. Perilaku SBS
....................................................................................................... 52 c. Perilaku
Higienis dan Saniter .............................................................................. 52 d. Perilaku
Sanitasi Total ......................................................................................... 53
VIII. REFERENSI ................................................................................................................... 53
IX. LAMPIRAN...................................................................................................................... 53
a. Pembelajaran Penerapan STBM......................................................................... 53
b. Strategi STBM ..................................................................................................... 55
c. Kaitan Tiga Strategi STBM ..................................................................................
56
37
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MI.1.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami
pengertian, komponen-komponen pokok, pilar-pilar, prinsip-prinsip dasar, dan tangga perubahan
perilaku pada STBM secara lebih rinci dan mendalam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60% penduduk Indonesia
yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi antara 72,54% di perkotaan dan 38,97%
di perdesaan. Angka ini masih jauh dari target MDG yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan dan
55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk mencapai 20.000 desa SBS
pada tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan. Berdasarkan data Kemenkes, hingga
hingga November 2013, baru 14.189 desa yang sudah Stop Buang Air Besar Sembarangan.

Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting
agar peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi
penerapan STBM di masyarakat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar pendekatan STBM.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian STBM,
2. Menjelaskan strategi STBM,
3. Menjelaskan lima pilar STBM,
4. Menjelaskan prinsip-prinsip STBM, dan
5. Menjelaskan tangga perubahan perilaku.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN
STBM
1. Pengertian STBM,
2. Tujuan STBM,
3. Sejarah program pembangunan sanitasi,
4. Konsep STBM.
B. POKOK BAHASAN 2: TIGA STRATEGI
STBM
1. Peningkatan kebutuhan sanitasi,
2. Peningkatan penyediaan akses sanitasi, dan
3. Penciptaan lingkungan yang kondusif.

38
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR
STBM
1. Pengertian,
2. Penyelenggaraan pelaksanaan 5 pilar STBM,
3. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM,
4. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM.
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP
STBM
1. Tanpa subsidi,
2. Masyarakat sebagai pemimpin,
3. Tidak menggurui/memaksa,
4. Totalitas seluruh komponen masyarakat.
E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN
PERILAKU
1. Perilaku BABS,
2. Perilaku SBS,
3. Perilaku Higienis dan Saniter,
4. Perilaku Sanitasi Total.

IV. BAHAN BELAJAR


Bahan tayang (slide ppt, Film CLTS dan STBM), LCD, komputer / laptop, flipchart (lembar balik),
spidol papan tulis, meta plan, kain tempel, panduan diskusi dan panduan simulasi serta modul.

V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi dan simulasi.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 4 jam pelajaran (T=2 jp, P=2 jp,
PL=0 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi
seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

A. LANGKAH 1: PENGKONDISIAN (30


MENIT)
1. Penyegaran dan pencairan suasana,
2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai
melalui sesi ini,
3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan,
4. Fasilitator mengajak peserta untuk curah pendapat mengenai sejarah program sanitasi di
Indonesia dan lahirnya STBM,
5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang konsep dasar STBM.

B. LANGKAH 2: PENGKAJIAN POKOK BAHASAN (135


MENIT)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan:
• Pengertian STBM,
39
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Tiga Strategi STBM,
• Lima Pilar STBM,
• Prinsip-prinsip STBM,
• Tangga Perubahan Perilaku.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi
diskusi dan interaksi yang baik.
4. Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan diskusi kelompok tentang:
a. Pembelajaran Penerapan STBM (30 menit),
b. Strategi STBM (30 menit),
c. Kaitan Tiga Strategi STBM (15 menit).

C. LANGKAH 3: RANGKUMAN (15 MENIT)


1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator
memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah
disediakan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan bahwa TPU dan TPK sesi telah
tercapai.

VII. URAIAN MATERI


A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM
a. Pengertian STBM
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan
masyarakat dengan cara pemicuan.

Penyelenggara pelaksanaan pendekatan STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari
individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat.

Definisi Operasional STBM


• Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang air besar
sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan yang
aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga
dengan aman.
• Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas.
• Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil
keputusan dan penanggungjawab dalam rangka menciptakan/meningkatkan kapasitas
masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya.

40
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah
kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air
besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit.
• Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit.
• Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air
bersih yang mengalir dan sabun.
• Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang
dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah.
• Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) ) adalah melakukan
kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan
menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip higiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah
tangga.
• Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah melakukan kegiatan pengolahan
sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan
mendaur ulang.
• Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah melakukan kegiatan
pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar
mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan yang mampu memutus mata rantai penularan penyakit.
• Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
• Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan
menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter.
• Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan
penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam
rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi.
• Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung
tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan
kemitraan antar pelaku STBM, termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta.
• Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya
sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan.

41
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat
indikator yang dijadikan standar.
• LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara
sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
• Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun kelompok masyarakat,
yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut.
• Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh
masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
• Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku hygiene dan sanitasi individu
atau masyarakat atas kesadaraan sendiri dengan menyentuh perasaan, pola piker, perilaku,
dan kebiasaan individu atau masyarakat.
• Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan intervensi pendekatan
STBM dan dijadikan target antara karena untuk mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan
pencapaian kelima pilar STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM:
(i) minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan
tersebut; (ii) ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi
STBM seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (natural leader) ataupun bentuk
komite; (iii) sebagai respon dari aksi intervensi STBM, masyarakat menyusun suatu rencana
aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen-komitmen perubahan perilaku pilar-pilar
STBM, yang telah disepakati bersama; misal: mencapai status SBS.
• Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar Sembarangan)
adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban
sehat,yaitu, mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM
• Desa STBM, selain menyandang status ODF,100% rumah tangga memiliki dan
menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku untuk
pilar lainnya seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100%
rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air minum rumah
tangga.
• Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100%
rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair domestik yang
aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait seluruh
Pilar 1-5
STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.

b. Tujuan STBM
Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah
perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 strategi yaitu
penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan
penyediaan akses sanitasi.

42
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi
Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah
terbiasa mandi ke sungai dan buang air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada
masa itu, masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalan-jalan kota atau air tergenang
untuk BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat bahwa orang Indonesia terbiasa
mandi
3 kali sehari, menggunakan bak, menyabun, membilas dan mengeringkan badannya. Pada akhir
tahun 1800an, pemerintah Belanda sudah membuat sambungan air ke rumah-rumah di kawasan
komersial di Jakarta dan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada
tahun
1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantri hygiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye
untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal sebagai mantri kakus. Di tahun 1936,
didirikanlah sekolah mantri higienis di Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan
sebelum mereka diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat dan
melakukan upaya- upaya pencegahan penyakit.

Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga
(SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya manusia dalam
melaksanakan program-program tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan sekolah-
sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan
(Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah melakukan beragam program pembangunan sanitasi.
Program-program tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan, sehingga
faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan rendahnya
peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil studi ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat
Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di
sembarang tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka diare dan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat keberhasilan yang


ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dari
keproyekan menjadi keprograman. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).

Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini terlihat pada
tabel di bawah ini:

Program-Program Terdahulu Kecenderungan Saat Ini


(biasanya Target Oriented)

Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan

Subsidi Solidaritas sosial

Model-model sarana disarankan oleh pihak Model-model sarana digagas dan


luar dikembangkan oleh masyarakat

43
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa
secara utuh

Top down (dari atas ke bawah) Bottom up (dari bawah ke atas)

Fokus pada: jumlah jamban Fokus pada: berhentinya BAB di sembarang


tempat

Pendekatannya bersifat ‘blue print’ Pendekatannya lebih fleksibel.

Tabel 3: Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia

d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah
disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep dan
prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS.

CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai berkembang
pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh
dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Salah satu negara bagian di India
yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah
secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara
lain seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS.

Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi yang
telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut
adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut subsidi
pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur
(jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar jamban yang nantinya akan dibangun
oleh masyarakat.

Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”.
Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.
Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi CLTS di Propinsi
Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di Indonesia (Awakening).

Community lead (dipimpin oleh masyarakat) tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal
lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain – lain, prinsip yang terpenting adalah:
• Inisiatif masyarakat,
• Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama,
• Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam pendekatan ini,
• Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan muncul

44
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
“natural leader”.

Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama PRA, yaitu:


1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan)
2. Sharing (berbagi)
3. Method (metode)

Personal

Profesional Perilaku dan


kebiasaan

Proses Penerapan
Berbagi Metode

Gambar 3: Tiga Pilar Utama PRA

Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
dari ketiganya yang paling penting adalah “perubahan perilaku dan kebiasaan” (Attitude and
Behavior Change)”, karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan
pernah mencapai tahap “berbagi (sharing)” dan sangat sulit untuk menerapkan “metode” yang
tepat.

Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi perilaku
personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau
yang berkaitan dengan profesi.

Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya:
• Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok yang
berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang “upper-lower” harus dirubah menjadi
“pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru” karena
masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
• Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong” masyarakat
untuk menemukan sesuatu.
• Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa tubuh
yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan
yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.

Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan

45
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan
sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut.

Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses
pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada
keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala
teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mecapai
perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan
masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya
harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.

Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang
berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat.

B. POKOK BAHASAN 2: TIGA STRATEGI


STBM
Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara ketiga komponen pokok
sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu, sebagai berikut:

a. Peningkatan Kebutuhan Sanitasi


Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan
perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa:
• Pemicuan perubahan perilaku;
• Promosi dan kampanye perubahan perilaku higienis dan sanitasi secara langsung;
• Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;
• Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;
• Memfasilitasi terbentuknya komite/ tim kerja masyarakat;
• Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi.

b. Peningkatan Penyediaan Akses Sanitasi


Peningkatan penyediaan akses sanitasi yang secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan
dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam
rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi, yaitu:
• Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau;
• Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi pedesaan;
• Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar sanitasi;

c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif.


Strategi ini mencakup advokasi kepada para pemimpin pemerintah, pemerintah daerah dan
pemangku kepentingan dalam membangun komitmen bersama untuk melembagakan kegiatan
pendekatan STBM yang diharapkan akan menghasilkan:

46
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk melaksanakan
program STBM yang dinyatakan dalam surat kepemintaan;
• Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati,
Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain;
• Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, menghasilkan
peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun
non-pemerintah;
• Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan kapasitas;
• Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan pembelajaran.

Strategi peningkatan kebutuhan sanitasi dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang kumuh, seperti
mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak higienis,
lingkungan yang kotor dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya
belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total Sanitation (CLTS)
yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu
membangun sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan.

Peningkatan penyediaan akses sanitasi dilakukan untuk mendekatkan pelayanan jasa


pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses oleh masyarakat, menyediakan bebagai
tipe sarana yang terjangkau oleh masyarakat dan opsi keuangan khususnya skema pembayaran
sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang sehat.
Pendekatan ini dapat dilakukan tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha
sanitasi, namun juga memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/opsi jenis sarana
yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen pasar. Infomasi
yang rinci, akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung
promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini
dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk menjaring konsumen.

Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan
dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran
dan pendekatan yang dikembangan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang
kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat
menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain:
• Kebijakan, • Produk dan perangkat,
• Kelembagaan, • Keuangan,
• Metodologi pelaksanaan program, • Pelaksanaan dengan biaya yang efektif,
• Kapasitas pelaksaan, • Monitoring dan evaluasi

47
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR
STBM
a. Pengertian pilar – pilar dalam STBM
Lima Pilar STBM terdiri dari:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku
buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk
memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air
minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses
pengelolaan makanan di rumah tangga.
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga
melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip
mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.
melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa
kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusa mata rantai penularan
penyakit.

b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM


Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu,
rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat.

c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM


Adanya lima pilar STBM akan membantu masyarakat untuk mencapai tingkat higiniene yang
paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan dan kematian akibat sanitasi
yang tidak sehat.

d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM


Dibaginya pelaksanaan STBM di bawah naungan lima pilar akan mempermudah upaya mencapai
tujuan akhir STBM, tidak hanya untuk meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik
tetapi juga merubah dan mempertahankan keberlanjutan praktik-praktik budaya hidup bersih dan
sehat. Sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat
yang mandiri dan berkeadilan.

48
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP
STBM
Prinsip-prinsip STBM adalah:
a. Tanpa subsidi.
Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk menyediakan sarana
sanitasi dasarnya.

Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu
masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian dan
kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi.

b. Masyarakat sebagai pemimpin


Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari masyarakat. Fasilitator maupun
wirausaha sanitasi hanya membantu memberikan masukan dan pilihan-pilihan solusi kepada
masyarakat untuk meningkatkan akses dan kualitas higienis dan sanitasinya. Semua kegiatan
maupun pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat. Sehingga ikut campur pihak luar
tidak diharapkan dan tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya, biasanya akan tercipta natural-
natural leader di masyarakat.

c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa
mereka untuk mempraktikkan budaya higienis dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka
membuat/ membeli jamban atau produk-produk STBM.

d. Totalitas seluruh komponen masyarakat


Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan-perencanaan-pelaksanaan
serta pemanfaatan dan pemeliharaan. Keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif
adalah kunci keberhasilan STBM.
Secara lebih rinci, keempat prinsip diatas bisa dipahami dari perbedaan antara sistem kejar
target/
protek dengan STBM yang dapat dilihat pada table di bawah:

Kriteria Sistem Kejar Target STBM


(Proyek)

Input dari luar Subsidi benda-benda untuk Pemberdayaan masyarakat


masyarakat jamban

Model Model ditentukan Muncul inovasi lain dari masyarakat.

Cakupan Sebagian Menyeluruh

Indikator keberhasilan Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB di sembarang
tempat

49
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kriteria Sistem Kejar Target STBM
(Proyek)

Bahan yang digunakan Semen, porselen, batu bata, Bisa dimulai dengan bambu, kayu, dan lain-
dan lain-lain lain

Biaya Berkisar antara Rp. 500.000- Relatif lebih murah


1.000.000 per model

Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat miskin

Waktu yang dibutuhkan Seperti yang ditargetkan oleh Ditentukan oleh masyarakat
proyek

Motivasi utama Subsidi / bantuan Harga diri

Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan
persaudaraan, perkawanan dan lain-lain

Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh masyarakat

Sanksi bila melakukan Tidak ada Disepakati oleh masyarakat. Contoh denda
BAB sembarangan Rp. 1.000.000 di desa Jombe, kecamatan
Turatea, kab. Jeneponto

Tipe monitoring Oleh proyek Oleh masyarakat (bisa harian, bulanan,


mingguan)

Tabel 4: Perbedaan Pendekatan Proyek dan Pendekatan STBM

E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN


PERILAKU
Tangga perubahan perilaku higienis dan sanitasi masyarakat adalah tahap perkembangan
perubahan perilaku dari kebiasaan awal yang masih buang air besar sembarangan, tidak
berperilaku cuci tangan dengan benar, tidak mengelola sampah dan limbah cair rumah tangga
berubah mempraktikkan perilaku higienis dan saniter dengan budaya sehari-hari hidup bersih dan
sehat.

Bila budaya masyarakat sudah mempraktikkan perilaku hieginies dan saniter secara permanen
maka sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan sehingga akan terjadi kondisi
sanitasi total sesuai dengan tujuan dari pendekatan STBM ini.

Tangga perubahan perilaku (terlihat dalam gambar dibawah), belajar dari pengalaman global,
diketahui perilaku higienis tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara
bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus pada satu atau dua perilaku
yang berkaitan pada saat bersamaan.

50
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Masyarakat

Tangga Perubahan Perilaku SANITASI


sudah
mempraktekk
an perilaku
TOTAL
Hygienes
Visi STBM sanitasi secara
permanen

• Terjadinya peningkatan
kualitas sarana sanitasi.
Improved • Terjadinya perubahan
+ perilaku hygienes lainnya
Perilaku di masyarakat.
Hygienes • Adanya upaya pamasaran
lainnya dan promosi sanitasi.
• Adanya pemantauan dan
evaluasi

• 100 % masyarakat sudah


berubah perilakunya
dengan status ODF
(terverifikasi).
• Adanya rencana untuk
ODF merubah perilaku
Hygienes lainnya.
• Adanya aturan dari
masyarakat untuk
menjaga status ODF
• Adanya pemantauan dan
• Adanya proses pemicuan verifikasi secara berkala
• Adanya Komite/”Natural
leaders” Diterbitkan oleh: Sekretariat STBM
• Adanya Rencana Aksi
OD • Adanya pemantauan terus
menerus
• Tersedianya supply

Gambar 4: Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM

a. Perilaku BABS
Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari
masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan tanpa ada
pengamanan tinja yang higienis.

Tempat terbuka untuk BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai
maupun di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban plung
lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke tempat terbuka seperti
sungai, rawa dll).

Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengamanan tinja yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan baik untuk individu
yang melakukan praktik BABS maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya.

Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan perubahan perilaku secara
kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa dilakukan dengan cara:
1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau masyarakat
yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite yang dibentuk oleh
komunitas masyarakat tersebut.

51
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam rangka menuju
status
SBS.
4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok dari masyarakat tersebut.
5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk masyarakat dengan
kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga yang terjangkau.

b. Perilaku SBS
Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-
hari masyarakat yang tidak lagi membuang kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah
dilakukan pengamanan tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.

Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang mempunyai kemampuan
untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai dari sarana jamban sehat paling
sederhana sampai dengan tingkat sarana jamban yang sudah bagus sistem pengelolaannya
seperti IPAL komunal maupun IPAL terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini
dilakukan secara kolektif dan partisipatif dalam mengambil keputusannya.

Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka dikatakan komunitas
tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF dimana kondisi komunitas tersebut dengan
kondisi sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah terverifikasi oleh
tim verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higienis lainnya,
3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan
4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala.

c. Perilaku Higienis dan Saniter


Perilaku Higienis dan Saniter dalam dokumen ini diartikan sebagai kebiasaan/praktik budaya
sehari-hari masyarakat yang sudah tidak lagi BAB sembarangan dengan akses sarana sanitasi
jamban yang sehat dan berperilaku higienis saniter lainnya yang merupakan bagian dari salah
satu 4 pilar yang lainnya seperti berperilaku cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan
makanan yang aman, mengelola sampah dan mengelola limbah cair rumah tangga.
Ketika masyakat secara keseluruhan sudah berperilaku higienis dan saniter maka dikatakan
komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dimana kondisi komunitas tersebut
dengan kondisi sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status Desa/Kelurahan SBS (sudah
terverifikasi oleh tim verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Terjadi peningkatan kualitas sarana sanitasi yang ada,
3. Terjadi perubahan perilaku higienis saniter lainnya di masyarakat,
4. Adanya upaya pemasaran dan promosi sanitasi untuk pilar-pilar STBM yang lainnya, dan

52
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
5. Adanya pemantauan dan evaluasi secara berkala.

d. Perilaku Sanitasi Total


Perilaku Sanitasi Total adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari masyarakat yang sudah
mempraktikkan perilaku higienis sanitasi secara permanen dimana kebiasaan ini meliputi (i) tidak
buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan
makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah
tangga dengan aman.

Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku sanitasi total maka dikatakan
komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dengan Kondisi Sanitasi Total.

VIII. REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper184, Subsidy or Self-Respect Total Community Sanitation in
Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003.
2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change Community
Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006.
3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta, 2009.
4. Kemenkes RI, Modul Higienis Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: 2012.
5. Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012.
6. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:enkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan
Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:2013.
7. Update STBM, www.stbm-indonesia.org
8. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23,www.ampl.or.id

IX. LAMPIRAN
Lembar Penugasan
a. Pembelajaran Penerapan STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pembelajaran/Refleksi
• Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi
penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja
peserta.
• Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil
pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami program /proyek
tersebut.
• Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan
didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang.

53
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek yang
menjadi pilihannya (selama 10 menit) dengan pokok-pokok kajian, sebagai berikut:
• Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu?
• Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan kenapa
kondisinya seperti itu?
• Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai
menempelkannya di dinding atau kain rekat.
• Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing kelompok
mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 3 menit. Berikan
kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi
bukan pertanyaan diskusi.
• Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi
pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang
membahas mengenai “kenapa”, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya.

Poin kunci untuk pemandu:


Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang pembelajaran penerapan STBM:
1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan penerapan
STBM tidak berkesinambungan atau tidak di replikasi,
2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai dan penerapan
STBM berkesinambungan atau akan menyebar ke wilayah lain.

2. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat


• Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil diskusi sebelumnya
bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis, target tercapai dan penerapan STBM
berkesinambungan, dan b) pesimis, target sulit tercapai dan penerapan STBM tidak
berkesinambungan.
• Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula untuk mendiskusikan
hal berikut selama 10 menit:
a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang optimis?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang pesimis?
• Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan dengan warna yang
berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan faktor penghambat.
• Sementara peserta berdiskusi, pemandu menyiapkan kain rekat dengan 2 kolom
terpisah dengan judul ”faktor pendukung” dan ”faktor penghambat” dalam kertas
metaplan panjang.
• Mintalah salah satu kelompok untuk menempelkan terlebih dahulu jawaban faktor
pendukung. Kemudian kelompok lain menambahkan jika ada jawaban yang berbeda.
Lakukan hal yang sama untuk jawaban faktor penghambat.

54
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika ada beberapa
jawaban yang kurang pas atau tidak jelas.

3. Penutup
Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang
faktor-faktor pendukung dan penghambat.

b. Strategi STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai strategi STBM.
Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai strategi STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.

Poin kunci untuk pemandu:

• Pilih peserta yang sudah mengenal 3 strategi STBM


• Giring diskusi untuk menyepakati 3 strategi STBM berikut: peningkatan
kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif.
• Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen tersebut
berdiri sendiri atau bagian dari dari salah komponen tersebut.

3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal berikut
dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat:
• Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan faktor pendukung dan
mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan.
5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 strategi STBM (demand, supply,
enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada kain rekat di 3 tempat berbeda
yang berbentuk segitiga.
Ilustrasi:

6. Pemandu meminta kelompok untuk menempelkan kegiatan-kegiatan yang sudah


diidentifikasi per komponen. Mulailah dengan komponen peningkatan kebutuhan,
mintalah

55
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
peserta untuk mengidentifikasi kegiatan mana yang masuk komponen peningkatan
kebutuhan, ingatkan peserta mengenai pengertian peningkatan kebutuhan dari diskusi
sebelumnya.
7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen penyediaan dan lingkungan yang mendukung.
8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang tepat.

Poin kunci untuk pemandu:


• Kegiatan peningkatan kebutuhan adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
penumbuhan kebutuhan terhadap sanitasi (perubahan perilaku), misalnya:
pemicuan, promosi kesehatan dan sanitasi, pendampingan tindak lanjut, dll.
• Kegiatan penyediaan layanan adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
peningkatan penyediaan layanan sanitasi (wirausaha sanitasi), misalnya:
memfasilitasi pemilihan opsi teknologi jamban sehat, menciptakan wirausaha
sanitasi, menghubungkan masyarakat dengan wirausaha sanitasi, dll.
• Kegiatan penciptaan lingkungan yang mendukung adalah kegiatan-kegiatan
yang terkait dengan penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung
(dukungan dan keterlibatan para pelaku), misalnya: advokasi kebijakan
dan pendanaan, peningkatan kapasitas (pelatihan, fasilitasi pembelajaran),
pemantauan, dll.

9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta
peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat
juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan)
tentang kegiatan-kegiatan untuk 3 strategi STBM

c. Kaitan Tiga Strategi STBM


Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 15 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu memulai sesi belajar dengan menanyakan apakah kegiatan-kegiatan di
masing-masing strategi dapat berdiri sendiri? Kenapa?
2. Mintalah 4-5 peserta untuk menanggapi dengan singkat (catatan untuk pemandu: jika
ada peserta yang menjawab bisa, biarkan jangan ditanggapi dulu).
3. Ajaklah peserta untuk mengetes jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan masyarakat terpicu,
namun pada saat bersamaan Bupati meluncurkan program bantuan jamban.
Apakah upaya pemicuan akan berhasil?

56
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
• Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat jamban
sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal.
Apakah upaya perubahan perilaku tidak terhambat?
• Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk untuk mendukung percepatan
program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit dan belum tersedia opsi teknologi
jamban yang terjangkau. Apakah tujuan programnya akan berhasil?
4. Dari hasil curah pendapat dengan 3 pertanyaan diatas, pemandu menanyakan kembali,
apakah peserta masih ragu bahwa 3 strategi STBM saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan?
5. Tegaskan kembali keterkaitan strategi STBM dengan membuat tulisan dalam kartu ke 3
strategi STBM dan menempelkan di kain tempel dalam bentuk segitiga besar.
6. Dari visualisasi ke 3 komponen tersebut, ajak peserta melakukan análisis bersama:
1. Strategi mana saja sudah dan belum dilaksanakan?
2. Mengapa itu terjadi?
3. Bagaimana seharusnya?
7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya.
8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa dalam
penerapan STBM ketiga strategi harus diterapkan secara terintegrasi. Pemandu dapat
memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang menerapkan ke 3 strategi STBM secara
lengkap.
9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.

57
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.4
PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS

PEMICUAN STBM DI
KOMUNITAS

MI.4

107
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul MI.4 - Pemicuan STBM di Komunitas ............................. 107
I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................... 110
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................... 110
A. Tujuan Pembelajaran Umum ...................................................................................... 110
B. Tujuan Pembelajaran Khusus..................................................................................... 110
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... 110
A. Pokok Bahasan 1: Kegiatan Pra Pemicuan................................................................ 110
B. Pokok Bahasan 2: Pemicuan...................................................................................... 110
C. Pokok Bahasan 3: Paska Pemicuan........................................................................... 110
D. Pokok Bahasan 4: Simulasi Pemicuan STBM di Komunitas ...................................... 111
E. Pokok Bahasan 5: Praktik Pemicuan di Lapangan..................................................... 111
IV. BAHAN BELAJAR .......................................................................................................... 111
V. METODE PEMBELAJARAN.......................................................................................... 111
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN................................................. 111
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) ........................................................................ 111
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (1050 menit)................................................ 111
C. Langkah 3 : Rangkuman (15 menit) ........................................................................... 112
VII. URAIAN MATERI ........................................................................................................... 112
A. POKOK BAHASAN 1: Kegiatan PRA PEMICUAN .....................................................
113 a. Observasi PHBS Masyarakat .............................................................................
113 b. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif
Sebelum Pemicuan ............................................................................................. 113
c. Persiapan Teknis dan Logistik .............................................................................
113
B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN............................................................................. 114
a. Alat-Alat Utama Partisipasi Untuk Pemicuan ...................................................... 114
b. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan....................................... 117
c. Langkah-langkah pemicuan ................................................................................ 118
d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM ................................................................... 125
e. Komposisi tim pemicu.......................................................................................... 142
C. POKOK BAHASAN 3: fasilitasi PASKA PEMICUAN ..................................................
142 a. Cara Membangun Ulang Komitmen ....................................................................
142 b. Pilihan Teknologi Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM
................................................... 143 c. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM
.................................................................. 143 d. Tangga Perubahan Perilaku Pilar-
Pilar STBM..................................................... 144 e. Desa/Kelurahan mencapai status
ODF/Stop BABS ............................................ 144
f. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total ................................................. 145

108
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. Opsi Teknologi untuk 5 Pilar STBM ............................................................................
146 a. Jamban Sehat .....................................................................................................
146 b. Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun.......................................................................
148 c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga
....................... 152 d. Cara membangun jejaring layanan penyediaan
sanitasi..................................... 160 e. Pendampingan dan
Monitoring............................................................................ 160 f. Media promosi
untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan ............................ 172
E. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS .....................
172 a. Pembentukan Kelompok dan Tim Pemicu...........................................................
172 b. Penyiapan Alat dan Bahan.
................................................................................. 173 c. Pembagian Peran Pada
Kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok..................... 173
F. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN ...................................
174 a. Praktik pemicuan di lapangan .............................................................................
174
VIII. REFERENSI ................................................................................................................... 174
IX. LAMPIRAN...................................................................................................................... 174
X. LAMPIRAN...................................................................................................................... 174
a. Panduan Persiapan Lapang ................................................................................
174 b. Panduan Pembentukan Kelompok .....................................................................
174 c. Panduan Praktik Lapang Dan Simulasi Kelompok
.............................................. 175 d. Panduan Pemicuan Di Masyarakat
..................................................................... 176 e. Panduan Kompilasi Temuan Dan
Pelaporan....................................................... 178 g. Pleno Dengan Masyarakat
.................................................................................. 179
109
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
MODUL MI-4
PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam
menerapkan pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat,
khususnya dalam melakukan pemicuan STBM di komunitas.
Dalam materi ini dibahas bagaimana melakukan prapemicuan, pemicuan, fasilitasi paska
pemicuan, simulasi pemicuan STBM di komunitas dan mempraktikkan pemicuan di lapangan
untuk pilar 1 (Stop Buang Air Besar Sembarangan/SBS).
Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pemicuan pada pilar-pilar lainnya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan pemicuan STBM di komunitas.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Memahami kegiatan pra pemicuan,
2. Memahami pemicuan,
3. Memahami fasilitasi paska pemicuan
4. Melakukan simulasi pemicuan STBM di komunitas
5. Mampu mempraktikkan pemicuan di lapangan.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. POKOK BAHASAN 1: KEGIATAN PRA
PEMICUAN
a. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat,
b. Persiapan pemicuan dan menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan.
c. Persiapan teknis dan logistic.
B. POKOK BAHASAN 2:
PEMICUAN
a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan,
b. Memahami elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan,
c. Langkah-langkah pemicuan,
d. Proses pemicuan lima pilar STBM,
e. Komposisi tim pemicu.
C. POKOK BAHASAN 3: PASKA
PEMICUAN
a. Cara membangun ulang komitmen,
b. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM,
c. Cara membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi,

110
Modul
Pelati
han
Fasilit
ator
STBM
d. Pendampingan dan monitoring,
e. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan.

D. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI


KOMUNITAS
a. Pembentukan kelompok dan tim pemicu,
b. Penyiapan alat dan bahan,
c. Pembagian peran pada kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok.

E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI


LAPANGAN.

IV. BAHAN BELAJAR


Bahan tayang (slide ppt, film), LCD, komputer/laptop, flipchart (lembar balik), spidol, metaplan,
lembar diskusi kelompok, tali, kain tempel, Alat-alat dan bahan untuk pemicuan, lembar
observasi, pedoman simulasi, dan panduan praktik kerja lapang.

V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, simulasi, putar film, pemilihan kelompok
secara
partisipatif, penugasan, dan praktik kerja lapang.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 24 jam pelajaran (T=6 jp, P=8 jp,
PL=10 jp) @45 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi
seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

A. LANGKAH 1: PENGKONDISIAN (15


MENIT)
1. Energizer penyegaran dan pencairan suasana,
2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai
melalui sesi ini,
3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan,
4. Menggali pendapat peserta tentang pemicuan STBM di komunitas, dan mendiskusikannya.
Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif,
B. LANGKAH 2: PENGKAJIAN POKOK BAHASAN (1050
MENIT)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan:
• Kegiatan pra pemicuan,
• Pemicuan,
• Kegiatan paska pemicuan,
• Simulasi pemicuan STBM di komunitas,
• Praktik pemicuan di lapangan.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan diskusi kelompok, simulasi, dan curah
pendapat.
111
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
4. Membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk simulasi terkait pemicuan
STBM di masyarakat.
5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi
kelompok dan simulasi yang dilakukan.
C. LANGKAH 3 : RANGKUMAN (15
MENIT)
1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran.
2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator
memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain.
3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang
telah disediakan.
4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi.

VII. URAIAN
MATERI
Pengantar
Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku hygiene dan sanitasi individu
atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola piker, perilaku dan
kebiasaan individu atas masyarakat. Di dalam modul ini, kita akan mengambil contoh pemicuan
di pilar 1 yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS). Metode ini dapat disesuaikan untuk
melakukan pemicuan di pilar-pilar lainnya.

Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari bahaya kebiasaan
buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan kebiasaan BABS, meskipun mereka
hanya melakukan BABS satu hari saja, dan sudah tiap hari.

Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan
menjadi buang air besar di jamban yang higienis dan layak.

Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai sulitnya mengubah kebiasaan
BABS karena beberapa alasan klise seperti: kita ini orang miskin dan tidak mampu untuk
membangun jamban. Apakah Anda bisa membantu untuk membangun jamban? kami akan
berhenti melakukan BABS secepatnya dan kami akan segera membangun lubang dll. Oleh
karena itu pemicuan dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang
sudah terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk menghentikan
kebiasaan BABS.

Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu
kegiatan pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan. Penjelasan lebih detail akan
dijabarkan pada pokok bahasan berikut.

112
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
A. POKOK BAHASAN 1: KEGIATAN PRA PEMICUAN

a. Observasi PHBS Masyarakat


Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat, peserta hendaklah sudah memiliki informasi dan
data-data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Untuk itu peserta pelatihan
sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan) maupun diskusi dengan masyarakat di lokasi
pemicuan untuk mendapatkan informasi. Beberapa informasi yang perlu dicari adalah:
• Jumlah KK / kependudukan dibedakan atas kaya, sedang, miskin.
• Pendidikan dan pekerjaan masyarakat setempat.
• Kondisi geografis.
• Kepemilikan jamban: cemplung terbuka, cemplung tertutup, leher angsa.
• Ada tidaknya aliran sungai, kolam, rawa.
• Tradisi/budaya : karakter, tokoh masyarakat.
• Sarana dan prasarana yang ada di masyarkat seperti sekolah, madrasah, masjid, gereja dll.
• Ada tidaknya program sanitasi 3 tahun terakhir (proyek/pemberian subsidi jamban).

b. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan


Persiapan pemicuan dan menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam proses pemicuan. Persiapan ini dilakukan dengan kunjungan kepada
pemerintah setempat yang akan digunakan sebagai lokasi pemicuan dan dijelaskan secara rinci
kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses pemicuan STBM termasuk proses
pemberdayaan masyarakat yang akan dilaksanakan di lapangan.

Kordinasi yang perlu dilakukan dengan pemerintah setempat lokasi pemicuan:


• Penting dan perlunya kegiatan pemicuan STBM ini dilakukan berdasarkan hasil data dan
fakta observasi PHBS yang dilakukan sebelumnya.
• Pemilihan prioritas lokasi pemicuan berdasarkan data dan masukan dari pemerintah setempat.
• Dukungan dari tokoh-tokoh utama yang ada di masyarakat, misalkan tokoh agama dan tokoh
adat.
• Penyusunan rencana jadwal dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah setempat antara lain:


• Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta.
• Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku
secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, produk yang akan diserah kepada
pemerintah daerah untuk ditindak lanjuti.
• Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya.
• Logistik yang disediakan.

c. Persiapan Teknis dan Logistik


Sebelum kita melakukan kegiatan pemicuan STBM di komunitas/masyarakat kita memerlukan
beberapa peralatan dan logistik yang akan digunakan untuk mendukung proses partisipatif

113
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
masyarakat. Persiapan teknis dan logistik ini menjadi bagian penting yang akan mendukung
proses analisa partisipatif yang membantu masyarakat untuk mengenal kondisi wilayahnya
beserta dengan permasalahan dan potensi yang ada sehingga diharapkan bisa membantu
masyarakat untuk menemukan solusi secara kolektif dari mereka sendiri.

Persiapan teknis dan logistik ini rinciannya tergantung dari lokasi dan rencana proses pemicuan
yang dilakukan oleh tim fasilitator sehingga tidak ada standar baku yang harus disiapkan,
misalnya bagaimana teknis pemberangkatan tim pemicu, teknis masuk sebelum pemicuannya
dan proses pemicuannya. Bisa jadi proses pemicuan dilakukan pada saat ada kegiatan
posyandu, PKK, temu warga dll.

Dalam pemicuan di masyarakat langkah-langkah pemicuan sebenarnya tidak dibakukan, namun


pemetaan sosial mesti dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di
lahan (halaman) terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano.

Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa
jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa
kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air
Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja,
menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai
Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan
simulasi cuci tangan pakai sabun. Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan
pemicuan yang akan dilakukan, baik untuk pilar 1,2,3,4, ataupun 5.

Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan,
seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas
metaplan, spidol, kertas potong, lem, dll.

Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang
diperlukan sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat.

B. POKOK BAHASAN 2:
PEMICUAN
a. Alat-Alat Utama Partisipasi Untuk Pemicuan
Dasar utama pemicuan adalah bagaimana masyarakat memahami alur penularan penyakit yang
disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat, sehingga masyarakat menjadi tahu dengan
sendirinya, terkait perilaku dan kondisi lingkungannya selama ini. Dengan mengetahui kondisi
tersebut, masyarakat diharapkan mempunyai komitmen secara kolektif untuk berubah perilakunya
dan mempunyai kemauan untuk membangun akses sanitasi secara mandiri dan bersama-sama.
Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan digunakan sebagai sarana untuk memfasilitasi
masyarakat dalam menganalisa kondisinya. Ada beberapa alat yang diperlukan, seperti:
 Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring (paska pemicuan, setelah ada mobilisasi
masyarakat),

114
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
 Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui lokasi yang paling sering
dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke lokasi BAB sembarangan
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Lebih jauh,
diharapkan orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu rasa malunya,
 Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana
kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

Gambar 6 : Alur Penularan Penyakit (Diagram F)

Penjelasan Tanda:
Alur Penularan Penyakit
G--a- m(gbaarirs 6m: eArlauhr):PpeennuglhaaramnbPatenyakit
(Diagram F)

Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun
meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu
anak yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang
mencapai
1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita meninggal karena
diare.
Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E.coli. E. coli
adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan
manusia. Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran
manusia dan hewan.

115
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Diagram penyebaran kuman diare biasa di sebut Diagram F. Diagram ini pertama ditemukan oleh
E.G. Wagner dan J.N. Lanoix pada tahun 1958. Diagram F menggambarkan bagaimana bakteri
E.coli yang ada di dalam kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke perut melalui beberapa
cara, antara lain melalui tangan (fingers), air (fluid), dan lalat (flies).

Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat
menempelkan kotoran manusia dan hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan
baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang tidak ditutup rapat, juga bisa
terkena udara yang mengandung kuman penyakin dan bisa menyebabkan diare.

Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat
mencemari air. Jika langsung diminum, air tersebut bisa berbahaya.

Sehabis buang air besar/ buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit
diare, yang bisa masuk ke tubuh kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air
besar sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu penyebaran bakteri E. Coli. Saat
turun hujan, E. Coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air
bawah tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik, maka E. Coli akan masuk ke
dalam makanan dan minuman kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja
masuk ke dalam mulut.

Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut?


1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia.
2. Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum.
3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan.
4. Mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting.
 Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk melihat
bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
 Diskusi Kelompok (FGD); bersama-sama dengan masyarakat melihat
kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya
masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.
Pembahasannya meliputi:
1. FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang
tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya.
2. FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain

Adapun alat yang digunakan dalam proses monitoring, diantaranya:


Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat terhadap tempat-
tempat BAB (dengan cara membandingkan antara akses sebelum pemicuan dan akses
yang terlihat paska pemicuan dan tindak lanjut masyarakat).

116
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Rating Scale atau Convinient, yang bertujuan untuk:
 melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan
antara yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan
sekarang ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
 mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang
dipunyai sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan
tangga sanitasi di masyarakat.
Langkah kerja dari masing-masing alat tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan lapangan) dalam lampiran “PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT KOMUNITAS”

b. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan.


Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga target
utama yang diharapkan dari pendekatan STBM, salah satunya, yaitu: merubah perilaku
sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat dapat
tercapai.

Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi
dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik,
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang,
o Perasaan takut sakit,
o Perasaan takut berdosa,
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.

Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang digunakan untuk
pemicuan faktor-faktor tersebut.

Hal – hal yang harus


dipicu Alat yang digunakan

Rasa jijik • Transect walk


• Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,
kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan /
beras, wudlu, dll

Rasa malu • Transect walk (mengelaborasi pelaku BAB sembarangan)


• FGD (terutama untuk perempuan)

Takut sakit FGD:


• Perhitungan jumlah tinja
• Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
• Alur kontaminasi

Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu
sendiri.

117
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)

Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan


masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.

Tabel 7: Elemen Pemicuan


Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga faktor-faktor
penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi,
sementara dalam pendekatan STBM tidak ada unsur subsidi sama sekali. Berikut adalah
beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif
solusi untuk mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut.

Hal-hal yang Menjadi Penghambat Pemicuan di


Solusi
Masyarakat

Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan

Faktor gengsi; malu untuk membangun jamban yang Gali model-model jamban menurut masyarakat
sangat sederhana (ingin jamban permanen) dan jangan memberikan 1 pilihan model
jamban

Tidak ada tokoh panutan Munculkan natural leader, jangan mengajari


dan biarkan masyarakat mengerjakannya
sendiri.

Tabel 8: Faktor Penghambat Pemicuan

c. Langkah-langkah pemicuan
1. Perkenalan dan penyampaian tujuan
Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin
“melihat” kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan
tim bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin
melihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat
mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar, dan
lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim dengan
maksud dan tujuan yang telah disampaikan
2. Bina suasana
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll)
3. Analisa partisipatif dan pemicuan
Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif
misalnya melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan
wilayah BAB masyarakatnya.

118
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Pemetaan
Tujuan:
Mengetahui/ melihat peta wilayah BAB masyarakat,
Sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat).

Alat yang diperlukan:


Tanah lapang atau halaman,
Bubuk putih untuk membuat batas desa,
Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk,
Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran,
Spidol,
Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi,
Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti daun, batu, ranting, kayu.

Proses:
Ajak masyarakat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampong, seperti batas desa/
dusun/kampong, jalan, sungai, dll.
Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk
mengambilnya, menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan
menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-
masing.
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BAB di luar rumahnya, baik itu di
tempat terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan tempatnya dan tandai
dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat
BABnya.
Tanyakan pula dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti
malam hari, saat hujan atau saat terserang penyakit perut.

Pendalaman/Analisa Partisipatif dari Kegiatan Pemetaan


Tanyakan berapa kira-kira jumlah “tinja” yang dihasilkan oleh setiap orang
setiap harinya. Sepakati jumlah rata-ratanya.
Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang
berisi nama KK dan berapa jumlah total “tinja” yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah
setiap harinya.
Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat)
yang paling banyak menghasilkan tinja. (Beri tepuk tangan).
Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.
Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi.
Picu masyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
Ajak masyarakat menghitung jumlah “tinja” dari masyarakat yang masih BAB
di sembarang tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak “tinja” yang
ada di desa/ dusun tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB
sembarangan
tempat berlangsung?
119
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tanyakan kemana kira-kira “perginya” tinja-tinja
tersebut.
Di akhir kegiatan, tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB?
Apakah mereka akan melakukan hal yang sama?

Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta
di atas lahan “harus” disalin ke dalam kertas flipchart,
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan
menggunakan kertas yang cukup besar.

Transect Walk
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB, dengan
mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan
masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut,
diharapkan akan terpicu rasa malunya.

Proses :
Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan
tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan),
Lakukan analisa partisipatf di tempat
tersebut,
Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah
BAB
di tempat tersebut.
Jika diantara masyarakat ada yang ikut transect walk ada yang biasa melakukan
BAB
di tempat tersebut, tanyakan:
o Bagaimana perasaannya,
o Berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
o Apakah besok akan melakukan hal yang sama?
Jika diatara masyarakat yang ikut transect tidak ada satupun yang biasa
melakukan BAB di tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat
wilayah tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan
dengan tempat yang sering dipakai BAB tersebut.
Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect atau berada tidak jauh dengan
tempat BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-
anak kecil menyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan
itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian
(lokal) lainnya.

Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian),
natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transect walk
dengan membawa “peta”. Transect walk ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah
120
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya
yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai
rumah masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.

Alur Kontaminasi (Oral Fecal)


Tujuan
Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh
manusia yang lainnya.

Alat yang digunakan:


Gambar tinja dan gambar
mulut,
Potongan-potongan
kertas,
Spidol
.

Proses
Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke
dalam mulut?
Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta
masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara
tinja sampai ke mulut.
Analisa hasilnya bersama-sama dengan masyarakat dan kembangkan
diskusi
(misalnya FGD untuk memicu rasa takut sakit).

Simulasi Air yang Telah Terkontaminasi


Simulasi dengan menggunakan air ini dapat dilakukan pada saat transect, saat pemertaan
atau pada saat diskusi kelompok lainnya/

Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan
sehari-hari.

Alat yang digunakan


Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air
masak/minum),
Polutan air
(tinja).

Proses
Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta
salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci
pakaian dan lain-lain yang biasa dilakukan warga disungai,
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang
peserta untuk melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya?
Apa bedanya dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun
waktu
tertentu? Apa yang akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?

121
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peragaam ini bisa ditambhakan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke
dalam gelas dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci
beras, sikat gigi atau berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran,
dll. Bila peragaan ini dilakukan pada saat transect ke wilayah sungai, untuk menunjukkan
bahwa air telah terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam
ember, melainkan bisa langsung mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.
Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan
dengan:

Diskusi Kelompok (FGD)


Tujuan
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya
sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang
sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.

Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat,
diantaranya:

FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pibadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat
terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang
tidak terlindung dan kegiatan uang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB
di tempat terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya
secara sengaja atau tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal
ia sedang mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan
yang sama?

Catatan
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling
terbebani (kehilangan privacy0, jadi perempuan termasuk kelompok yang paling
kompeten untuk dipicu.

FGD untuk memicu rasa “jijik” dan “takut sakit”


Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah “tinja di kampungnya”, dan
kemana perginya sejumlah tinja tersebut,
Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah
satu media penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya:
jumlah
dan anatomi kaki lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang kemana saja

122
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dengan membawa kotoran di kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumah-
rumah dan makanan-makan di dalam kampong itu dijamin bebas dari lalat, dsb.
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja
yang pernah terkena diare (2-3 tahun yang lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk
berobat, adakah anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare,
bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya.
Apa yang dilakukan kemudian?

FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan


(Contohnya dalam komunitas yang beragama Islam)
 Bisa dengan mengutip hadist atau pendapat para alim ulama yang
relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB
sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang fasilitator di
Sumbawa, yang intinya kurang lebih: “bahwa ada 3 kelompok yang karena
perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa
membuang air (besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di
bawah pohon (tempat berteduh)”,
 Bisa dengan mengajak untuk mengingat hokum berwudlu, yaitu
untuk menghilangkan “najis”. Tanyakan air apa yang selama ini digunakan
masyarakat untuk wudlu? Apakah benar-benar bebas dari najis?
 Apa yang akan dilakukan kemudian?

FGD Menyangkut Kemiskinan


FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakt sudah terpicu dan ingin berubah, namun
terhambat dengan tidak adana uang untuk membangun jamban.
 Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu
perlu dana besar, fasilitator bisa menanyakan apakah benar jamban itu mahal?
Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif yang paling sederhana).
 Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa
membangun jamban (meskipun dengan bentuk yang paling sederhana),
fasilitator bisa mengambil perbandingan dengan masyarakat yang “jauh lebih
miskin” daripada masyarakat Indonesia, misalnya Bangladesh. Bagaimana
masyarakat miskin di Bangladesh berupaya untuk merubah kebiasaan BAB di
sembarang tempat.
 Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada
mereka: tanggung jawab siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita
harus menunggu diurus oleh pemerintah dan pihak luar lainnya?

CATATAN PENTING SAAT PEMICUAN


Di setiap akhir fasilitasi (FGD) tanyakan kepada mereka
 “Bagaimana perasaan Ibu/Bapak terhadap kondisi ini?”
 “Apakah Bapak/Ibu ingin terus berapa dalam kondisi seperti ini?”

123
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau
berubah dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan:
Terima kasih telah memberikan kesempatan melakukan analisa tentang sanitasi di desa
bapak/ibu, silahkan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satu-
satunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya
saling mengkonsumsi kotoran.
Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa Bapak/Ibu ini kepada bapak
Camat/Bupati, dst. Bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau
bertahan dengan kondisi seperti ini.
4. Tindak lanjut oleh masyarakat
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun
rencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat
100% terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat.
5. Monitoring
Lebih kepada “memberikan energi” bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan
di bidang sanitasinya.

124
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

UNTUK SELANJUTNYA PENEKANAN PADA BLOKING YANG DIKEHENDAKI.


KEMUDIAN
FECAL ORAL YANG DIGUNAKAN SATU UNTUK SEMUA PADA TAHAP AWAL

Proses pemicuan akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.


Pemicuan bisa dilakukan untuk semua pilar STBM.
d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM
ALAT/ELEMEN STOP BABS CTPS PAM-RT SAMPAH LIMBAH

Pemetaan ++ ++ ++

Transect Walk ++ ++ ++

Oral fecal ( diagram F) ++ ++ ++ ++ ++

Hitung volume Tinja ++ -- -- -- --

Hitung volume sampah -- -- -- ++ --

Hitung Volume Limbah -- -- -- -- ++

Focus Group Discution ++ ++ ++ ++ ++

Simulasi/demo air + ++ -- -- -- --
tinja

Simulasi /cuci tangan ++

Simulasi

ELEMEN PEMICUAN Rasa Jijik, Rasa Malu, Takut Sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik, Takut sakit, Jijik,
Takut Dosa/ rasa Agama, Gaya hidup, Gengsi, Ekonomis, Najis,Bau, Banjir, Kotor, Najis, Bau,
bersalah/takut masuk Rasa malu. Hemat, Dosa Kecelakaan, Agama, Dosa,Tokoh
neraka, Takut sakit, terhadap keluarga, Air Pencemaran, Perda masyarakat/
Harga diri, Privasi, Hidup keteladanan
Rasa aman, Rasa Nilai ekonomi Pecemaran
gengsi, Faktor Keindahan lingkungan, kumuh,
ekonomi, Rasa takut/ nyaman, Perselisihan.
mistis, Perumpamaan
spt hewan (kucing,
anjing, babi dll)

Hasil yang diharapkan ODF = 100 % 100 % masyarakat 100 % masyarakat 100 % masyarakat 100 % KK mengelola
masyarakat akses CTPS, dengan benar mengelola air (...) mengelola sampah limbah secara aman.
ke wc dan pada saat yang dan melakukan 5 ditingkat keluarga/ Ada resapan atau
tepat kunci keamanan lingkungan dialirkan.
pangan Kawasan Bebas
Sampah.
125
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM PILAR 1 (STOP BABS)
126

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan dan  Agar masyarakat dengan fasilitator 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit -
penyampaian saling mengenal, 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang
tujuan.  Agar masyarakat mengetahui sesuai dengan situasi kondisi.
maksud kedatangan fasilitator.
 Agar masyarakat mengetahui bahwa
fasilitator tidak membawa bantuan apapun.

2. Pencairan  Agar masyarakat merasa senang 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang 15 menit Sesuai
suasana mengikuti acara pertemuan menimbulkan rasa lucu dan membuat gembira. kebutuhan
 Agar masyarakat tidak merasa 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/
rendah diri terhadap fasilitator lelucon.
 Agar tidak ada kekakuan
suasana acara pertemuan

3. Kesepakatan  Agar ada kesepakatn istilah tinja, BAB & 1. Tanyakan kebiasaan masyarakat setiap bangun pagi. 10 menit -
istilah tinja, Jamban antara masyarakat dengan fasilitator. 2. Gali intilah tinja, BAB & jamban yang dipakai sehari-
BAB & Jamban  Agar istilah tinja, BAB & Jamban yang hari masyarakat setempat.
digunakan betul-betul istilah sehari-hari dan 3. Sepakati istilah istilah tersebut yang akan dipakai
cenderung bahasa kasar sehingga efektif dipakai selama pertemuan berlangsung.
sebagai bahasa pemicu.
1. Minta beberapa sukarelawan untuk meng-gambarkan
4. Pemetaan  Digunakan untuk alat P.R.A. batas desa/dusun/RW. 25 menit Bahan
 Digunakan untuk mengetahui tempat- 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat setempat
tempat masyarakat biasa BABS. yang mungkin dipakai sebagai BABS.
 Digunakan sebagai alat bantu pemicuan 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan
 Digunakan sebagai alat monitoring pertemuan.
4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir
menandai rumah-nya masing-masing dengan benda
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

sesuai kesepakatan.

5. Pemicuan
dengan FGD :

a. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa malu melakukan BABS.  Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
Malu  Menimbulkan keinginan kuat untuk  Tanya kepada peserta pertemuan : siapa
merubah kebiasaan BABS-nya dengan yang pagi ini tadi BAB di sungai/sawah/kebun dll ?
melaksanakan Stop BABS. (Jangan sebut : tidak dijamban ). Minta untuk
 Menimbulkan keinginan kuat untuk tunjuk tangan.
membangun &
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

 Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju


satu langkah dari lingkaran (dipisahkan dari
lingkaran diharapkan sudah muncul rasa malu)
 Gali Rasa Malu mereka dengan per-
tanyaan- pertanyaan yang ada kaitannya dengan
rasa malu.
 Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan :
Apakah mau seperti ini terus ?
 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah,
berikan reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah
masyarakat
b. Elemen Rasa Jijik  Menimbulkan rasa jijik terhadap tinja yang  Kalau belum ada yang terpicu dengan 15 menit Visualisasi
dibuang sembarangan. elemen rasa malu, lanjutkan dengan elemen rasa tinja
 Menimbulkan keinginan kuat untuk jijik.
merubah kebiasaan BABS-nya dengan  Tanyakan berapa anggota keluarga dan
melaksanakan Stop BABS. berapa kali setiap hari BAB.
 Menimbulkan keinginan kuat untuk  Minta mereka membuat tumpukan bahan
membangun & menyerupai tinja (yang sudah disiapkan) sejumlah
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. anggota keluarganya.
 Minta mereka untuk melihat visualisasi
tumpukan tinja dan tanyakan perasaan mereka
 Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan :
Apakah mau seperti ini terus ?
 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah,
berikan
reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah
masyarakat
yang terpicu.
c. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa takut sakit karena tahu  Kalau belum ada yang terpicu dengan 15 menit Diagram
Takut Sakit bahwa tinja yang dibuang sembarangan bisa elemen rasa malu dan jijik lanjutkan dengan F, Meta
termakan dan mengakibatkan sakit. elemen rasa takut sakit. plan & alat
 Menimbulkan keinginan kuat untuk  Simulasikan air minum yang tercemar tinja tulis,
merubah kebiasaan BABS-nya dengan atau gali pengetahuan masyarakat bagaimana tinja Flip Chart
melaksanakan Stop BABS. seseorang bisa masuk kemulut.
 Menimbulkan keinginan kuat untuk  Tanyakan perasaan mereka setelah
membangun & melihat peragaan tinja bisa masuk mulut.
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.  Bila ada yang menyatakan jijik atau
takut sakit tanyakan : Apakah mau seperti ini
127

terus ?
128

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah,


berikan
reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah
masyarakat
yang terpicu.
 Bila belum terpicu juga, gunakan elemen
d. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu  Kalau belum ada yang terpicu dengan 15 menit -
Takut Dosa bahwa tinja yang dibuang sem-barangan bisa elemen rasa malu, jijik dan rasa takut sakit
membuat najis alat ibadah atau orang lain yang lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa.
mau beribadah.  Tanyakan perasaan mereka kalau tau
 Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang
bahwa tinja yang dibuang sem-barangan bisa lain dan menimbulkan sakit atau
membuat orang lain jatuh sakit.  Tanyakan perasaan mereka kalau tau
 Menimbulkan keinginan kuat untuk bahwa tinja mereka bisa membuat ibadah orang
merubah kebiasaan BABS-nya dengan lain tidak diterima Tuhan karena alat ibadah atau
melaksanakan Stop BABS. badannya tidak suci karena terkenan najisnya ?
 Menimbulkan keinginan kuat untuk atau
membangun &  Tanyakan perasaan mereka kalau tau
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang
lain dan menimbulkan sakit.
 Bila ada yang menyatakan takut dosa
tanyakan : Apakah mau seperti ini terus ?
 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah,
berikan
reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah
masyarakat
yang terpicu.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

e. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa jatuh harga diri karena  Kalau belum ada yang terpicu dengan 15 menit -
Harga Diri masih berperilaku BABS. elemen- elemen diatas lanjut-kan dengan elemen
 Menumbuhkan kebanggaan karena telah rasa harga diri.
mempunyai jamban dan telah melaksanakan Stop  Tanyakan perasaan mereka kalau ada
BABS. tamu yang sangat dihormatinya mau numpang
 Menimbulkan keinginan kuat untuk BAB dan ternyata nggak punya jamban atau
merubah kebiasaan BABS-nya dengan  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
melaksanakan Stop BABS. banyak orang yang lebih miskin darinya sudah mau
 Menimbulkan keinginan kuat untuk berubah atau sudah punya jamban ? atau
membangun &  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. dirinya tidak lebih baik dari kucing dalam hal BAB.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

 Bila ada yang menyatakan jatuh harga


diri/gengsi
tanyakan : Apakah mau seperti ini terus ?
 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah,
berikan
reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah
masyarakat
yang terpicu.
f. Elemen lain.  Menimbulkan keinginan kuat untuk  Tanyakan perasaan mereka dengan
merubah kebiasaan BABS-nya dengan menggunakan elemen-elemen pemicu lain yang
melaksanakan Stop BABS. sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
 Menimbulkan keinginan kuat untuk
membangun &
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
5. Transect Walk  Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/takut  Transect Walk adalah kegiatan mengajak 30 menit -
dosa/ peserta pertemuan untuk menelusuri
jatuh harga diri desa/dusun/kampung untuk melihat dimana
 Menimbulkan keinginan kuat untuk masyarakat biasa melakukan BAB.
merubah kebiasaan BABS-nya dengan  Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan,
melaksanakan Stop BABS. atau sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu
 Menimbulkan keinginan kuat untuk (setelah ada pemicuan) atau tidak usah dila-kukan
membangun & bila dengan pemetaan dan elemen pemicunya sudah
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. berhasil ada yang terpicu.
 Ditempat yang ada tumpukan tinja lakukan FGD
dengan elemen-ele-men pemicuan.
 Bila ada yang menyatakan mau berubah,
berikan reward/pujian.

6. Kesepakatan  Membangun komitmen dari masyara-  Minta kepada masyarakat yang terpicu 30 menit Flip Chart
kat yang mau berubah: kapan akan untuk menuliskan komitmen/ kesanggupan mereka & alat tulis
merealisasikan keinginannya untuk untuk mulai membangun jamban
berubah.  Minta kepada masyarakat yang terpicu :
 Membuat kesepakatan keberadaan kapan hasil karya mereka bisa dilihat oleh .......... ?
Komite Masyarakat yang akan  Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam
mempelopori pembangunan jamban di menyusun
komunitasnya. Struktur Organisasi Komite Masyarakat.
7. RTL  Memfasilitasi masyarakat yang  Minta kepada Komite untuk membu-at 30 menit Flip Chart
terpicu untuk membuat Rencana Tindak Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk & alat tulis
129

Lanjut untuk merealisasikan Komitmen merealisasikan komit-men mereka untuk


mereka mewujudkan ODF.
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (CTPS)
130

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit
Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking
beban mengikuti orientasi.Maksud dan tujuan diketahui yang sesuai dengan situasi kondisi.
oleh masyarakat.

2 Alur Penyakit Untuk mengetahui penyebab penyakit, cara penularan, 1. Fasilitator menanyakan beberapa penyakit o Kertas
pencegahan. yang sering muncul. meta plan
2. Masyarakat diminta menuliskan di kertas meta Spidol
plan. Stiky cloth
3. Pilih salah satu penyakit yang berkaitan
dengan sanitasi (contoh diare)
4. Buat alur penyakit tersebut
5. Fasilitator menanyakan bagaimana
cara pencegahannya dan masyarakat
menuliskannya.

3 Demo cuci Memberi penjelasan pentingnya cuci tangan pakai 1. Minta kesediaan dua orang (si A dan B) dari Aqua botol
tangan pakai sabun masyarakat Lem dari
sabun 2. Si A praktik ctps yang benar tepung
3. Si B praktik ctps yang tidak benar kanji
4. Fsilitator meminta masyarakat untuk menilai Betadin
dan memberikan tanggapan Ember
5. Fasilitator menyimpulkan perilaku CTPS yang Sabun
benar Tisu
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (PAM RT/AIR)
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan Saling mengenal 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan 15 menit


(antar masyarakat Note: Sampaikan akan belajar mengenai upaya warga disini dalam menyediakan air minum
dengan fasilitator), di rumah tangga Karena mau belajar maka kami sekelompok tidak membawa bantuan
Masyarakat/ Peserta 2. Perkenalan dimulai dari lead fasilitator dilanjutkan anggota kelompok. Cukup sebutkan
pertemuan merasa nama dan kota asal (jangan sebutkan asal instansi karena akan membangun gap anatar
senang, tanpa beban fasilitator dengan masyarakat)
mengikuti orientasi. 3. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi.
Maksud dan tujuan
diketahui oleh
masyarakat.

Pemetaan Fokus disamping wc/sumber air: 15 menit


Pemetaan rumah, tempat buang air besar, metode mendapatkan air minum di RT (gali mulai
dari pengolahan, wadah penyimpanannya dan perilaku pennganannya)
Lanjutkan dengan simulasi air minum yang terkontaminasi

Transect Diagram 5 F dimainkan oleh masyarakat 15 menit


Masyarakat diajak untuk menyusuri lokasi tempat BAB (upayakan cari yang masih ditempat
terbuka/sembarangan)
Lakukan simulasi minum air, lalat, tinja.

Alur kontaminasi Peserta menyusun alur kontaminasi 20 menit


Peserta membuat blocking kontaminasi
Peserta menyajikan dan menyimpulkan

FGD Gali informasi mengenai upaya penyediaaan air minum di rumah masing-masing peserta 30 menit
(pengolahan, penyimpanan dan perilaku penanganannya) --- grand tour
Tandai/ingat beberapa peserta yang belum melakukan upaya pengelolaan air minum dan gali
menuju 3 komponen PAM RT -- mini tour
Lemparkan kepada peserta yang telah melakukan upaya 3 komponen PAM RT
Lakukan simulasi minum air yang terkontaminasi
Takut Sakit

Kesepakatan Dilakukan penyediaan air minum di rumah tangga masing-masing


131
132

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

RTL Memperbaiki cara pengelolaan air minum di rumah tangga masing-masing

HASIL Perubahan sikap pengetahuan perilaku dalam pengelolaan air minum RT.
100 % masyarakat mengelola air minum dan melakukan 5 kunci keamanan pangan .

Total safe drinking water.


Modul Pelatihan Fasilitator STBM
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

STBM (PAMRT/Pengamanan MAKANAN DI RUMAH TANGGA)


WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit
dengan fasilitator), Masyarakat/ 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi
Peserta pertemuan merasa senang, kondisi.
tanpa beban mengikuti orientasi.
Maksud dan tujuan diketahui oleh
masyarakat.

Pemetaan.  Dimana Sumber airnya


 Dimana keluarga BAB 30 menit
 Dimana keluarga membuang sampah
 Dimana keluarga membuang limbahnya?
 Dimana keluarga memasak makanan
 Siapa yang memiliki tudung saji?

Pemutaran Fasilitator Memutar film tentang ”makanan yang dihinggapi lalat” 5 menit Media
Film audiovisual

Diagarma F Peserta diminta untuk membuat alur kontaminasi makanan dengan gambar- 5 menit Gambar
gambar diagaram lima F. Alur

FGD Takut Sakit, Rosa Jijik 20 menit Poster


• Fasilitator melakukan simulasi dengan menawarkan makanan yang diwadahi
pada tempat yang kotor
• Fasilitator melakukan simulasi mencuci buah yang langsung dimakan
menggunakan air yang kotor
• Fasilitator menanyakan Bagaimana keluarga melakukan Cara Pengamanan
Makanan Yang Baik di Rumahnya al :
 Menjaga Kebersihan
- CTPS sebelummengolah pangan dan sesering mungkin
- CTPS dari toilet
- Mencuci peralatan masak dan makan
- Menjaga dapur tetap bersih (dari serangga, hama dan binatang)
 Pisahkan makanan mentah dengan yang matang
- Memisahkan daging, ikan , pangan dari laut dengan pangan lain
- Menggunakan peralatan (pisau, talenan) terpisah untuk pangan
mentah
- Simpan pangan pada wadah untuk menghindari kontak pangan mentah
133

dan matang.
134

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

 Masaklah dengan benar


- Masaka pangan (daging, telur, ikan, unggas, dan pangan hasil laut)
- Rebus pangan seperti sup sampai mendidih, kalau daging usahakan
airnya bening tidak merah muda)
- Memasakan kembali pangan ( sisa) dengan benar.
 Jagalah Pangan Pada Suhu Yang Aman
- Jangan membiarkan pangan matang pada suhu kamar lebih dari dua
jam
- Simpan semua pangan yang cepat rusak dalam lemari es
- Sajikan makanan dengan suhu yang hangat
- Jangan menyimpan makanan di lemari es terlalu lama
- Makanan yang sudah beku harus dipanaskan kembali.
 Gunakan air dan bahan baku yang aman
- Gunakan air yang aman atau beri perlakuan agar air aman
- Pilih pangan yang segar dan bermutu
- Pilih pangan yang aman
- Cuci buah dan sayur yang dimakan mentah
- Jangan mengkonsumsi pangan kadaluwarsa

Kesepakatan - Fasilitator memfasilitasi peserta untuk membuat kesepakatan bahwa 10 menit Kertas
seluruh komunitas di desa tsb akan menerapkan CPMB (Cara flano
Pengamanan Makanan Yang Baik ) dengan menerapkan 5 kunci spidol
kemanan pangan

RTL - Buat RTL dengan masyarakat sbb : 10 menit Kertas


- kapan komunitas akan meimulai mengelola makanan makanan dengan flano
CPMB yaitu menerapkan 5 kunci kemanan pangan (CPMB) Cara spidol
Pengamanan Makanan yang Baik
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

- Siapa yang akan memonitoring

Merubah perilaku masyarakat untuk menjaga kebersihan makanan & minuman ( Total
Food Safety )
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATORSTBM ( LIMBAH)
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan • Saling mengenal ( antar 1. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa anggota 5 menit
masyarakat dengan masyarakat yang hadir
fasilitator), 2. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
• Maksud dan tujuan
diketahui oleh masyarakat.

2 Bina Masyarakat/peserta merasa Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi 10 menit
suasana senang, tanpa beban dalam
mengikuti pertemuan

3 Identifikasi Mengajak masyarakat • Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah? 25 menit • Kertas
limbah mengenali permasalahan • Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, flipchart
cair rumah pengamanan limbah cairnya fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel. • Spidol
tangga, sendiri • Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang • Kertas
Pemetaaan disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu metaplan
Hitung disalurkan?
Volume • Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari
limbah cair setiap jenis penyaluran?
• Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita
dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi?
• Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya?

3 Pemicuan:

A Alur Mengajak masyarakat untuk • Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke 10 menit • Gambar
kontaminasi melihat bagaimana kotoran dalam mulut? tinja dan
manusia dapat dimakan oleh • Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta gambar
manusia yang lainnya masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang menjadi perantara limbah cair mulut
sampai ke mulut. • Potongan
• Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi kertas
(misalnya FGD) • Spidol
135
136

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

C FGD Bersama dengan masyarakat, • Ajak semua peserta untuk berjalan-jalan mengelilingi kampung mereka. Tujuan 15 menit
mendiskusikan kondisi yang ada perjalanan adalah lokasi-lokasi dimana masyarakat membuang limbah cair tidak
dan menganalisisnya, sehingga pada tempatnya
diharapkan dengan sendirinya • Jika menemukan lokasi pembuangan limbah cair, ajukan pertanyaan: siapa yang
masyarakat dapat merumuskan buang limbah cair di sini?
yang sebaiknya dilakukan atau • Bagaimana perasaan kita dengan melihat kondisi lingkungan yang seperti ini?
tidak dilakukan

Penelusuran • Untuk melihat dan • Fasilitator bertanya: Apakah bapak/ibu mau terus dalam kondisi seperti ini? 20 menit
Wilayah mengetahui tempat yang • Apa yang akan dilakukan?
paling sering dijadikan • Apakah kita sepakat untuk melakukan tindakan tersebut?
tempat buang limbah cair.
• Dengan mengajak
masyarakat berjalan
ke sana dan berdiskusi di
tempat tersebut,
diharapkan masyarakat
akan merasa jijik, bau, dsb
• Memicu rasa malu bagi
yang membuang limbah
cair tidak pada tempatnya.

Kesepakatan • Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit • kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
• spidol

RTL • Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit • kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
• spidol
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

STBM KOMPONEN 4 ( SAMPAH RUMAH TANGGA )


WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan  Agar masyarakat dengan 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit -
dan fasilitator saling mengenal, 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai
penyampaian  Agar masyarakat mengetahui dengan situasi kondisi.
tujuan. maksud kedatangan fasilitator.
 Agar masyarakat mengetahui
bahwa fasilitator tidak membawa
bantuan apapun.

2. Pencairan  Agar masyarakat merasa 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang menimbulkan 15 menit Sesuai
suasana senang mengikuti acara rasa lucu dan membuat gembira. kebutuhan
pertemuan 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/lelucon.
 Agar masyarakat tidak
merasa rendah diri terhadap
fasilitator
 Agar tidak ada kekakuan
3. Pemetaan  Digunakan untuk alat P.R.A. 1. Minta bbrp sukarelawan untuk meng-gambarkan batas desa/ 25 menit Bahan
 Digunakan untuk mengetahui dusun/RW. setempat
tempat- tempat masy. biasa Buang 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat yang mungkin
Sampah. dipakai sebagai tempat buang sampah.
 Digunakan sbg alat bantu 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan pertemuan.
pemicuan 4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir menandai
 Digunakan sbg alat monitoring rumah-nya masing-masing dengan benda sesuai kesepakatan.

4. Pemicuan
dengan FGD :

a. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa malu  Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
Malu melakukan buang sampah  Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi ini tadi
sembarangan buang sampah di sungai/sawah/kebun dll ? Minta untuk tunjuk
 Menimbulkan keinginan kuat tangan.
untuk merubah kebiasaan buang  Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju satu langkah
sampah sembarangan. dari lingkaran (dipisahkan dari lingkaran diharap-kan sudah
 Menimbulkan keinginan kuat muncul rasa malu)
untuk mengelola sampah yang  Gali Rasa Malu mereka dengan per-tanyaan-pertanyaan
memenuhi syarat kesehatan. yang ada kaitannya dengan rasa malu.
 Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan : Apakah mau
137

seperti ini terus ?


138

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan


reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang
b. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa jijik  Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, 15 menit Visualisasi
Jijik terhadap sam- pah yang dibuang lanjutkan dengan elemen rasa jijik. sampah
sembarangan.  Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali
 Menimbulkan keinginan kuat setiap hari membuang sampah
untuk merubah kebiasaan buang  Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai
sampah sembarangan. sampah (yang sudah disiapkan) sejumlah berapa kali keluarga
 Menimbulkan keinginan kuat mereka buang sampah.
untuk mengelola sampah yang  Minta mereka untuk melihat visuali-sasi sampah
memenuhi syarat kesehatan. berserakan dan tanyakan perasaan mereka
 Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau
seperti ini terus ?
 Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang
terpicu.
 Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah
c. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa takut sakit  Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu 15 menit Diagram F,
Takut Sakit karena tahu bahwa sampah yang dan jijik lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit. Meta plan
dibuang sembarangan bisa  Simulasikan air minum yang terce-mar kotoran dari & alat tulis,
termakan dan mengakibatkan sakit. sampah atau gali pengetahuan masyarakat bagaima-na kotoran Flip Chart
 Menimbulkan keinginan kuat disampah seseorang bisa masuk kemulut.
untuk merubah kebiasaan buang  Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan
sampah sembarangan. kotoran disampah bisa masuk mulut.
 Menimbulkan keinginan kuat  Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan :
untuk mengelola sampah yang Apakah mau seperti ini terus ?
memenuhi syarat kesehatan.  Bila mereka menyatakan mau berubah, berikan
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang
terpicu.
 Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

d. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa takut dosa  Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, 15 menit Visualisasi
Takut Dosa karena tahu bahwa sampah yang jijik dan rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa. sampah
dibuang sembarangan bisa membuat  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang
najis mereka buang bibit penyakit yang dibawanya bisa masuk mulut
alat ibadah atau orang lain yang mau orang lain dan menimbulkan sakit atau
beribadah.  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang
 Menimbulkan rasa takut dosa mereka buang (misalnya ke sungai) bisa membuat ibadah orang
karena tahu bahwa sampah yang lain tidak diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya tidak
dibuang sembarangan bisa membuat suci karena terkenan najis dari sampah ? atau
orang lain jatuh sakit.  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa bibit penyakit
 Menimbulkan keinginan kuat yang ada disampah yang mereka buang sembarangan bisa masuk
untuk merubah kebiasaan buang mulut orang lain dan menimbulkan sakit.
sampah sembarangan.  Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan :
 Menimbulkan keinginan kuat Apakah mau seperti ini terus ?
untuk mengelola sampah yang  Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
memenuhi syarat kesehatan. reward/pujian.
 Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang
terpicu.
 Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau
e. Elemen Rasa  Menimbulkan rasa jatuh  Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen-elemen 15 menit -
Harga Diri harga diri karena masih diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga diri.
berperilaku buang sampah  Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang sangat
sembarangan. dihormatinya tau disekitar rumahnya banyak sampah berserakan.
 Menumbuhkan kebanggaan atau
karena telah mengelola sampah  Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak
dengan baik sehingga tidak orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah atau sudah
menimbulkan efek negatif bahkan mengelola sampahnya dengan baik/memenuhi syarat kesehatan
mendapatkan peningkatan nilai ? atau
ekonomis..  Bila ada yang menyatakan jatuh harga diri/gengsi
 Menimbulkan keinginan kuat tanyakan : Apakah mau seperti ini terus ?
untuk merubah kebiasaan buang  Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
sampah sembarangan. reward/pujian.
 Menimbulkan keinginan kuat  Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang
untuk mengelola sampah yang terpicu.
f. Elemen Nilai  Menimbulkan keinginan kuat  Tanyakan apakah masyarakat tau bahwa ada 15 menit Barang
Tambah dari untuk merubah kebiasaan buang kegiatan pengamanan sampah yang bisa mendatangkan hasil
sampah sampah sembarangan. keuntungan secara ekonomi ? Reuse &
 Menimbulkan keinginan kuat  Tanyakan apakah ada yang sudah kenal dengan 3 R Recycle
untuk mengelola sampah yang dan apa manfaat yang didapatkannya.
memenuhi syarat kesehatan dan
139

memberikan nilai ekonomi dengan 3 R.


140

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

g. Elemen lain.  Menimbulkan keinginan kuat  Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan elemen- -
untuk merubah kebiasaan buang elemen pemicu lain yang sesuai dengan situasi dan kondisi
sampah sembarangan. setempat.
 Menimbulkan keinginan kuat
untuk mengelola sampah yang
memenuhi syarat kesehatan dan
memberikan nilai ekonomi dengan 3 R.

5. Transect  Menimbulkan rasa malu/jijik/takut  Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta 30 menit -
Walk sakit/ pertemuan untuk menelusuri desa/dusun/kampung untuk
takut dosa/jatuh harga diri melihat dimana masyarakat biasa melakukan buang sampah
 Menimbulkan keinginan kuat sembarangan.
untuk merubah kebiasaan buang  Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau
sampah sembarangan. sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu (setelah ada
 Menimbulkan keinginan kuat pemicuan) atau tidak usah dila-kukan bila dengan pemetaan
untuk mengelola sampah yang dan elemen pemicunya sudah berhasil ada yang terpicu.
memenuhi syarat kesehatan dan  Ditempat yang ada tumpukan sam-pah lakukan FGD
memberikan nilai ekonomi dengan 3 R. dengan elemen-elemen pemicuan.
 Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan
6. Kesepakatan  Membangun komitmen dari  Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan 30 menit Flip Chart
masyara- kat yang mau berubah : komitmen/ kesanggupan mereka untuk mulai melaksanakan 3 R & alat tulis
kapan akan merealisasikan dan membentuk PSRT-BM
keinginannya untuk berubah.  Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil karya
 Membuat kesepakatan mereka bisa dilihat oleh .......... ?
keberadaan Komite Masyarakat  Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun Struktur
yang akan mempelopori Organisasi PSRT-BM
Pengamanan Sampah Rumah
Tangga Berbasis Masyarakat
dengan 3 R ( Reduce, Reuse &
Recycle ) di komunitasnya.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

7. RTL  Memfasilitasi masyarakat yang  Minta kepada Komite PSRT-BM untuk membuat Rencana 30 menit Flip Chart
terpicu untuk membuat Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan komitmen & alat tulis
Tindak mereka untuk mewujudkan Kawasan Bebas Sampah (KBS).
Lanjut untuk merealisasikan Komitmen
mereka membentuk PSRT-BM.
LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

(LIMBAH)

WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT

1. Perkenalan • Saling mengenal ( antar masyarakat 3. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa 5 menit
dengan fasilitator), anggota masyarakat yang hadir
• Maksud dan tujuan diketahui oleh 4. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
masyarakat.

2 Bina suasana Masyarakat/peserta merasa senang, tanpa Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan 10 menit
beban dalam mengikuti pertemuan situasi kondisi

2 Identifikasi Mengajak masyarakat mengenali • Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air 25 menit • Kertas
limbah cair permasalahan pengamanan limbah cairnya limbah di rumah? flipchart
rumah tangga, sendiri • Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang • Spidol
Pemetaaan dihasilkan, fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan • Kertas
Hitung Volume menempelkan pada sticky cloth metaplan
limbah cair • Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan
wujud limbah yang disampaikan, kemudian diminta untuk
menggambarkan bagaimana air limbah itu disalurkan?
• Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya
limbah cair dari setiap jenis penyaluran?
• Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat
lingkungan kita dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam
bagan identifikasi?
• Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan
setiap harinya?

3 Pemicuan:

a Alur Mengajak masyarakat untuk melihat • Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja 10 menit • Gambar
kontaminasi bagaimana kotoran manusia dapat dimakan bisa masuk ke dalam mulut? tinja dan
oleh manusia yang lainnya • Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui gambar
apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang mulut
menjadi perantara limbah cair sampai ke mulut. • Potongan
• Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kertas
kembangkan diskusi (misalnya FGD) • Spidol

Tabel 9: Lembar Proses Pemicuan STBM


141
e. Komposisi tim pemicu
Komposisi tim pemicu yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas,
sebagai berikut:

Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1
orang
Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan
kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi
Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan
dokumentasi/pelaporan program
Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai
alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode
yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses
(sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye
STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan,
dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau
mengganggu proses, dsb.

C. POKOK BAHASAN 3: FASILITASI PASKA


PEMICUAN

a. Cara Membangun Ulang Komitmen


Membangun ulang komitmen masyarakat ini dimaksudkan untuk meningkatnya motivasi
masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun pada saat memberikan
komitmen mereka di kegiatan pemicuan sebelumnya. Hasil akhir dari tahap ini adalah
disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian rencana kegiatan
masyarakat.

Membangun komitmen ini diawali dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk
mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan. Selanjutnya
kita melakukan penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya:
mengajak peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka
untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan
masyarakat, dll.

Pada akhir kegiatan berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun komitmen bersama


semua pihak dalam upaya pencapaian bebas dari BAB terbuka di tingkat yang lebih luas.

Hasil komitmen yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh perwakilan
kelompok masyarkat kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses
yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat.

142
Modul
Pelati
han
Fasilit
ator
STBM
b. Pilihan Teknologi Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM
Pencapaian Desa/Kelurahan STBM dengan kondisi sanitasi total yang mencakup 5 pilar STBM
akan diikuti dengan pencapaian akses sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat. Pencapaian
sarana sanitasi ini akan ada di masyarakat mulai teknologi yang paling sederhana hingga
teknologi yang canggih dan terkelola dengan baik. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM
ini berprinsip harus sesuai dengan standar kesehatan, mudah dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam pemilihan opsi teknologi yang ada, masyarakat harus memahami tangga sanitasi. Tangga
sanitasi ini akan membantu masyarakat untuk mempraktikkan kebiasan pola hidup bersih dan
sehat, dengan bantuan alat yang sederhana hingga alat yang lebih canggih dan permanen.
Sebagai contoh, untuk pilar 1, masyarakat naik dari kebiasaan awal yang masih BAB
sembarangan hingga mencapai kondisi berperilaku higienis dan saniter dengan BAB di jamban
yang sehat dan permanen. Untuk pilar 2, masyarakat berubah perilakunya dari tidak mencuci
tangan hingga mencuci tangan pakai air dan sabun, dan naik lagi misalnya dengan
melakukannya di wastafel yang permanen. Begitupun dengan pilar-pilar lainnya, yang
menunjukkan adanya perubahan dan peningkatan perilaku menjadi lebih baik.

c. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM


Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang
digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat
layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.

Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya
mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah
mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan.

Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh,
permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak
menghambat animo masyarakat untuk membangun sarana sanitasi, seperti jamban, karena
alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat
yang tidak seharusnya tetap berlanjut.

Pada prinsipnya sebuah jamban yang saniter dan layak terbagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang
berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk
melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan
tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang
tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada
lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang
jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya
dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.

143
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint Monitoring
Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat :

 Tidak mengkontaminasi badan air.


 Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
 Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi
lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang.
 Menjaga buangan tidak menimbulkan bau.
 Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna.

d. Tangga Perubahan Perilaku Pilar-Pilar STBM


Kondisi perilaku masyarakat yang menjadi sasaran intervesi pelaksanaan STBM tentunya
berbeda satu dengan yang lainnya. Sasaran perubahan perilaku dalam STBM ada 5 pilar perilaku
yaitu :
• Menghentikan kebiasaan BAB sembarangan,
• Membiasakan cucitangan pakai sabun dengan air yang mengalir,
• Mengelola air minum dan makanan secara aman,
• Mengelola sampah rumah tangga secara aman,
• Mengelola air limbah cair denga aman.
Pencapaian masyarakat pada status sanitasi total adalah “pada kondisi masyarakat yang telah
mencapai 5 pillar STBM. Status sanitasi total tentunya tidak dicapai sekaligus, tapi memerlukan
tahapan proses. Tangga perubahan perilaku STBM berikut dapat menggambarkan proses
pencapaian tahapan status untuk mencapai suatu komunitas masyarakat yang telah bersanitasi
total.

e. Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS


Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah
• Semua masyarakat BAB hanya di jamban yang sehat dan buang tinja/kotoran bayi hanya ke
jamban yang sehat ( termasuk di sekolah),
• Tidak terlihat tinja/kotoran manusia di lingkungan sekitar,
• Ada penerapan sangsi, peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan
BAB di sembarang tempat,
• Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat,
• Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total.

144
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
f. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total
Indikator untuk mencapai Sanitasi Total sebagai berikut :

No. Pilar STBM Indikator Keberhasilan Indikator Keberhasilan terkait Indikator


terkait dengan perilaku dengan akses Keberhasilan

1 Stop Buang Jumlah dan • Jumlah dan persentase rumah 100%


Air Besar persentase penduduk tangga menggunakan jamban
Sembarangan tidak buang air besar sehat
sembarangan • Jumlah desa/kelurahan di
kabupaten /kota yang
mencapai Stop BABS/ODF,
dievaluasi setiap tahun setelah
deklarasi ODF

2 Cuci Tangan Setiap anggota • Jumlah dan persentase 100%


Pakai Sabun keluarga cuci tangan rumah tangga memiliki dan
pakai sabun pada menggunakan saran untuk
waktu kritis melakukan CTPS
• Setiap institusi pendidikan dan
kesehatan mempunyai sarana
untuk melakukan CTPS

3 Pengelolaan air • Jumlah dan • Jumlah dan persentase rumah 100%


minum/ Makanan persentase tangga yang mempunyai
yang aman ( rumah tangga sarana untuk melakukan
PAMM RT ) yang melakukan pengeloaan air minum dengan
pengamanan air aman,
dengan aman • Jumlah dan persentase rumah
• Jumlah dan tangga yang memiliki sarana
persentase untuk melakukan pengeloaan
rumah tangga makanan dengan aman
yang melakukan
pengamanan
makanan dengan
aman

4 Pengamanan Setiap rumah tangga Setiap rumah tangga dapat 100%


Sampah Rumah melakukan melakukan akses terhadap
Tangga pengamanan sampah sarana pengamanan sampah
dengan aman

5 Pengamanan Jumlah dan Jumlah dan prosentase rumah 100%


limba cair rimah prosentase rumah tangga yang mempunyai saran
tangga tangga yang pengelolaa limbah cair yang aman
mengelola limbah cait
dengan aman

Tabel 10: Indikator Sanitasi Total

145
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
D. OPSI TEKNOLOGI UNTUK 5 PILAR STBM
a. Jamban Sehat
Untuk pilar I STBM: Stop Buang Air Besar Sembarangan, jenis produk STBM yang bisa
ditawarkan ke masyarakat adalah jamban sehat.

Jamban sehat memiliki kriteria sebagai berikut:


1. Tidak mencemari air (badan air, air tanah),
2. Tidak mencemari tanah permukaan (air resapan),
3. Bebas dari serangga,
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan,
5. Aman digunakan oleh pemakainya,
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya,
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.

Berikut deskripsi singkat terkait dengan kriteria diatas:


1. Jamban individual yang tidak mencemari badan air dan air tanah memiliki lobang septiktank
yang dipadatkan dengan plester atau di cor semen dan pasir.

Gambar 7: Jamban Individual


2. Jamban komunal atau jamban individu di daerah padat permukiman, agar tidak mencemari
badan air dan air tanah haruslah memiliki dinding septiktank komunal yang kedap air atau
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal.

Gambar 8: Jamban Komunal

146
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Jamban yang bebas dari serangga memiliki lobang jamban yang tertutup atau berupa jamban
leher angsa. Lobang jamban yang terbuka akan memudahkan lalat masuk ke lobang
tersebut, sebagai contoh “jamban cubluk” haruslah dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain
agar serangga atau lalat tidak dapat menembusnya.

Gambar 11: jenis jamban


4. Agar jamban tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, untuk jamban cemplung harus
dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain sehingga bau tidak kemana-mana. Septiktank
harus dibuatkan lobang buangan atau ventilasi udara ke atas minimal 2 meter untuk
membuang bau. Namun, akan lebih baik jika menggunakan kloset leher angsa karena pada
permukaan selalu tertutup rapat oleh air. Ruang jamban harus bersih dari genangan air dan
tidak licin. Untuk itu perlu dibersihkan secara rutin.

Gambar 11: Septik tank dengan ventilasi


5. Jamban yang aman digunakan sebaiknya memiliki septiktank pada tanah yang tidak mudah

longsor, jambannya aman dari hujan dan panas.

Gambar 12: jamban permanen Gambar 13: desain lantai kamar mandi

147
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
6. Jamban hendaknya mudah dibersihkan, dimana lantai kamar mandi berada pada posisi
miring
1 derajat mengarah ke saluran pembuangan air supaya kamar mandi selalu bersih dan
kering. Disana juga dilarang membuang sampah, seperti plastik, puntung rokok atau benda
lainnya karena bisa menghambat saluran pembuangan.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga jamban sebaiknya memiliki
dinding yang lebih tinggi dari manusia dan memiliki pintu. Sebaiknya jamban
8. juga memiliki atap agar penggunanya aman dari hujan dan panas.

7.
8.
9.

Gambar 14: Jamban Yang Aman

b. Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun


Kriteria sarana cuci yangan yang memenuhi syarat kesehatan adalah:
1. Adanya air bersih yang dapat dialirkan,
2. Adanya sabun, dan
3. Adanya penampungan atau saluran air limbah yang aman.

Sarana cuci tangan tidak perlu terdiri dari keran dan wastafel yang mewah atau mahal. Sarana
CTPS yang sederhana dan yang tepat guna yaitu dibuat dari bahan/material yang dapat
diperoleh dengan mudah, misalnya: dapat dibuat dari ruas bambu, tempat-tempat bekas seperti
botol plastik besar, jerigen, gentong, kaleng besar dan lain sebagainya, yang dibolongi sehingga
air dapat mengalir dan ditutup kembali.

148
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Contoh-contoh sarana CTPS yang memenuhi persyaratan minimum adalah antara lain:

Kiri dan bawah: penyimpanan air menggunakan


potongan paralon sisa dilengkapi dengan penutup
dibagian bawah. Paralon dilubangi dan dilengkapi
penutup lubang.

Sarana CTPS ini digantung dekat sarana air


Sarana CTPS sederhana dari bersih dan dilengkapi dengan penampung limbah
ruas bambu yang dilubangi dan air. Sabun dimasukkan ke dalam jala plastik dan
dilengkapi penyumbat dan ember. digantung. Foto: WSP
Sabun dapat dimasukan jala
plastik dan digantung. Foto WSP.

Sarana CTPS ini ditemukan di restaurant di


Yogyakarta, dibuat dari tempat air tradisionil
dari keramik .
Sarana CTPS di sekolah.
Sumber foto ESP- USAID
Sumber foto: ESP- USAID

149
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sarana CTPS (CARE) dibuat dari jerigen
Sarana CTPS dibuat untuk acara gerakan dileng-kapi stand dan penampungan
CTPS serempak pada hari-hari perayaan air limbah untuk acara gerakan CTPS
khusus. Suplai air adalah melalui selang yang serempak pada hari-hari perayaan khusus.
disambung ke truk air. Sumber: Hari CTPS Sumber: PP&PL,
Sedunia 15 Oktober 2008/ Unilever Departemen Kesehatan

Sarana CTPS yang dibuat khusus dengan Sarana CTPS dari gentong plastik
ukuran tinggi untuk anak-anak sekolah. ditemukan di Posyandu Subang Cijambe.
Sumber foto: WSLIC-2 Foto: ESP-USAID

150
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tippy-tap – contoh dari Kenya.

Tippy-tap atau “keran miring” dikembang-


kan di tempat-tempat yang sulit air seperti
Sarana CTPS disekolah di Sambak, Magelang
Amerika Selatan dan Afrika dengan
dibuat dari bambu, diisi ulang dengan air
menggunaan bahan bekas (botol atau
bersih pakai ember.
jerigen platik). Lihat sketsa Tippy-tap
untuk rincian cara membuatnya. Sumber: ESP- USAID
Sumber: www.kwaho.org/t-tipitap.html

Sarana CTPS sederhana menggunakan


botol “gallon” dan ember yang dilubangi Sarana CTPS menggunakan bak sampah
untuk mengalirkan air, dilengkapi sumbat platik dilengkapi keran dan stand kerangka
dan ember penampungan air limbah. besi ditemukan di sekolah di Jawa Panggung
Sumber: Muhammdiyah, Jakarta. Rejo.

Gambar 9: Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak

151
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga
Hal penting untuk dilakukan :
- Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap.
- Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga.
- Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap dan mengolah
makan siap santap.
- Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum.
- Secara periodik meminta petugas untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.

(1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga


• Pengolahan air Baku
Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal :
1. Pengendapan dengan gravitasi alami.
2. Penyaringan dengan kain.
3. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas.

Gambar 10: Pengamanan Air Baku

• Pengolahan Air Minum Rumah Tangga


Pengolahan air minum di rumah tangga merupakan kegiatan mengolah air untuk
kebutuhan sehari-hari keluarga.
Masyarakat dapat melakukan dengan cara :
1. Mengolah air minum
2. Menyimpan air minum yang aman.

152
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
1. Bagaimana Mengolah Air Minum yang Saniter?
Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan
penyakit, selain itu wadah air harus bersih dan tertutup, air yang tidak dikelola
dengan standar Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAMRT) dapat
menimbulkan penyakit.

Gambar 11: Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga

(a). Filtrasi/ Penyaringan


- Biosan Filter
- Keramik Filter
(b). Khlorinasi
- Khlorine Cair
- Khlorine tablet
(c). Penggumpalan dan Disinfeksi
- SODIS (Solar Water Disinfektion)

- Merebus
Gambar 12: Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga

153
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Wadah Penyimpanan Air Minum :
- Wadah yang aman adalah bertutup, berleher sempit dan lebih baik juga
dilengkapi dengan keran.
- Air minum sebaiknya di simpan di wadah pengolahannya
- Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu
tertutup.
- Jangan minum air langsung dari mulut/wadah keran, gunakan gelas yang bersih
dan kering.
- Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit
terjangkau oleh binatang.
- Wadah air minum sebaiknya dicuci setiah tiga hari atau saat air habis. Gunakan
air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.

(2) Pengamanan Makanan Rumah Tangga


Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan gangguan
kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengamanan makanan yang baik yaitu
dengan menerapkan prinsip higienis dan sanitasi makanan. Pengamanan makanan di
rumah tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus
menerapkan prinsip higienis sanitasi makanan.
Berbicara tentang higienis sanitasi makanan ada 4 (empat) aspek yang saling
berpengaruh satu sama lain yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang/penjamah makanan
dan bahan makanan, sedangkan prinsip higienis sanitasi makanan adalah :

1. Pemilihan bahan makanan


Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi
persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar,
tidak busuk,tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan
beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan makanan
dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai label dan merk, komposisi jelas,
terdaftar dan tidak kadaluarsa.

2. Penyimpanan bahan makanan


Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas maupun dalam
kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam penyimpanan harus
terhindar dari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan
hewan lainnya serta bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang
disimpan lebih dulu atau masa kadaluarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih
dahulu.

154
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
3. Pengolahan makanan
Empat aspek higienis sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses pengolahan
makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu :
• Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis
higienis sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta
dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan
lainnya.
• Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak
berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam
suasana asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta
peralatan harus utuh, tidak cacad, tidak retak, tidak gompel dan mudah
dibersihkan.
• Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas
Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higienis dan sanitasi
makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
• Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit
menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat

4. Penyimpanan makanan matang


Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu, pewadahan,
tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat
baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan
sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang.

5. Pengangkutan makanan
Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus
memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara
pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut. Hal ini untuk
menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.

6. Penyajian makanan
Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji
biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan
tersebut. Adapun yang dimaksud dengan :
• Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan
5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur,
keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa).
Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
• Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut
dinyatakan aman.
Modul Pelatihan Fasilitator STBM 155
• Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia
maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar
yang telah baku.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian,
waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan
disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera
dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali
makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari
tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pada kesehatan.

(3) Sarana Pengamanan Sampah di Rumah Tangga


Pengamanan sampah dapat dilakukan di skala rumah tangga dan skala komunitas. Prinsip
pengamanan sampah adalah Pilah-Pilih-Kumpul-Jual. Prinsip ini memandang sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya,
untuk energy, kompos, pupuk, ataupun untuk bahan baku industri, dsb.

Pengomposan Takakura (Skala Rumah Tangga)

Gambar 13: Pengomposan Takakura, Sumber ICWMRIP

Pengomposan ini diperkenalkan oleh Mr. Koji Takakura dari Jepang. Langkah-langkah
membuat kompos Tatakura:
a) Sampah sisa sayur/nasi, sebelum dimasukkan ke dalam keranjang/komposter perlu
dicacah terlebih dahulu,
b) Masukkan sisa makanan yang akan dikompos ke dalam keranjang, dan usahakan
sampah yang dimasukkan adalah sampah baru,
c) Tekan-tekan atau masukkan sampah ke dalam materi kompos dalam keranjang
atau aduk-aduk sehingga materi sampah tertutup oleh komps dalam keranjang.
Tutup dengan bantal sekam hingga rapat untuk mencegah lalat atau binatang lain
masuk.

156
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
d) Tutup dengan kain hitam.
Selain kompos, kita juga bisa mendaur ulang kertas. Berikut alat-alat dan langkah-
langkah daur ulang kertas yang bisa dilakukan di skala rumah tangga:

Alat-Alat:
1. Blender,
2. Sceen (Cetak saring),
3. Rekel (dapat dibeli di toko kertas),
4. Papan kayu yang dilapisi kain tipis (disebut sebagai kain hero),
5. Bak besar.

Bahan-Bahan:
1. Kertas bekas (sewarna dan sejenis lebih baik),
2. Lem kertas,
3. Air.

Langkah Pembuatan:
1. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 3 x 3 cm. Potongan kertas
direndam di dalam bak air selama sekitar tiga jam (tergantung jenis kertasnya).
Kertas dilunakkan dengan blender hingga halus hasilnya dan menyerupai bubur
kertas (pulp). Masukkan bubur kertas (pulp) ke dalam bak besar lagi. Bubur kertas
dan lem kemudian dimasukkan ke dalam bak besar berisi air. Perbandingan antara
air, bubur kertas dan lem adalah: 15 liter air : liter bubur kertas :
2 sendok makan lem. Masukkan karakteristik yang dipilih ke dalam bak, lalu aduk
hingga merata dengan campuran pulp dan lem.
3. Masukkan screen ke dalam bak. Angkat screen hingga pulp tinggal di atas screen.
4. Basahi papan yang telah dilapisi dengan kain hero. Tempelkan screen ke papan lalu
dirakel sehingga airnya turun. Angkat screen hingga kertas menempel di papan.
5. Ulangi langkah berkali-kali hingga papan dipenuhi oleh kertas secara merata, jemur
papan di tempat panas hingga kertas menjadi kering.
6. Setelah kering, cabut kertas dengan perlahan-lahan.

Pengolahan Sampah Mandiri Berbasis Komunitas

1. Mengurangi sampah mulai dari sumbernya


- Mengurangi sampah liar,
- Mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2. Pemilahan sampah; antara sampah basah dan sampah kering
3. Mengolah sampah;
- Sampah basah diolah menjadi kompos,
- Sampah kering dijual kepada pemulung atau dijadikan bahan daur ulang.

157
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Berikut adalah beberapa kegiatan pengamanan sampah berbasis komunitas:
 Pengomposan Skala Kawasan

 Pemanfaatan Plastik Kemasan

 Pemilahan & Pengomposan dengan Komposter

Gambar 14: Contoh Pengamanan Sampah Berbasis Komunitas

158
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
(4) Sarana Pengamanan Limbah Cair
Limbah cair rumah tangga dapat dibedakan menjadi black water dan grey water.

Black water dihasilkan dari WC sebagai buangan seperti urin, tinja, air guyuran, dan materi
pembersih lainnya yang dibuang ke toilet, seperti kain lap, pembalut, dll.

Grey water dihasilkan dari air bekas mandi, mencuci pakaian, dan buangan cair dari dapur.
Air seperti ini bisa mencapai 60% dari air yang dihasilkan rumah tangga.

Contoh sarana pengamanan limbah cair adalah bak perangkap lemak. Lemak dan minyak
bisa merusak sistem pengolahan, sehingga lemak dan minyak tidak boleh dimasukkan ke
dalam tempat cuci (sink). Perangkap lemak adalah metode sederhana yang dipakai dalam
sistem pengolahan grey water skala kecil.

Gambar 15: Bak Penangkap Lemak

Contoh lain adalah filter anaerobik, yaitu bak kedap air yang terbuat dari beton, fiberglas,
PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Ini
adalah tangki pengendapan, dan proses anaerobic membantu mengurangi padatan serta
material organik.

Gambar 16: Bio Filter, Sumber: Buku Opsi Teknologi Sanitasi

159
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Catatan:

Contoh-contoh yang disampaikan diatas hanya sebagian dari jenis pilihan produk
dan jasa sanitasi yang ada. Masih banyak sarana lain yang tersedia. Wirausaha
STBM dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat di
wilayah kerjanya.

d. Cara membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi


Setelah masyarakat terpicu dan mau berubah, secara otomatis masyarakat akan membutuhkan
sarana sanitasi yang higienis dan layak. Perlu dicatat bahwa tidak semua masyarakat memiliki
akses dan kemampuan keuangan untuk menyediakan sarana sanitasi yang dibutuhkannya. Oleh
karena itu, setelah dilakukan pemicuan, wirausaha STBM diundang untuk menyediakan opsi-
opsi pilihan sarana sanitasi yang dibutuhkan masyarakat dengan proses pembiayaan yang juga
sesuai dengan kemampuan masyarakat.

Disamping itu perlunya membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi untuk mensinergikan
potensi-potensi yang ada di masyarakat dalam percepatan pencapaian rencana yang sudah
disusun oleh masyarakat, hal ini bisa juga dilakukan dan dibantu oleh wirausaha STBM yang
ada dan muncul di masyarakat, jika belum muncul para wirausahawan di bidang sanitasi hal ini
bisa diawali dan difasilitasi oleh dinas kesehatan setempat yang sudah mendapatkan ketrampilan
terkait wirausaha STBM.

Keberadaan wirausaha STBM akan mendekatkan suplai sanitasi kepada masyarakat dan
mempermudah perwujudan niat mereka untuk merubah perilaku.

e. Pendampingan dan Monitoring


Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat tentang komitmen yang
telah dibangun melalui perubahan perilaku secara kolektif yang diaplikasikan dengan upaya
individu dalam upaya mewujudkannya. Disamping itu, dalam keadaan tertentu masyarakat
membutuhkan mitra untuk melakukan dialog dalam upaya mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapinya. Pada saat itu diperlukan pendampingan untuk melakukan dialog dan
mewujudkan komitmen masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator datang kembali untuk
mendampingi masyarakat melakukan monitoring terhadap progress dari rencana tindak lanjut
yang mereka buat.

Pendampingan dilakukan berdasarkan komitmen dengan masyarakat dan disesuaikan dengan


proses alur pemberdayaan. Alur dan Proses pendampingan masyarakat sebagai contoh untuk
perubahan perilaku menghilangkan Buang Air Besar Sembarangan (BABS):

160
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Tabel 11: Alur dan Proses Pendampingan Masyarakat

Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. Terutama
ditujukan pada ibu-ibu dan anak-anak sekolah sebagai kelompok sasaran sehingga kedua
kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah.
Pentahapan pendampingan dapat dilaksanakan sebagai berikut :

Tabel 12: Tahapan Pendampingan Pilar 1 dan Pilar 2

Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan
atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh
dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan
ke depan.

Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara
umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data

161
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing
tingkatan.

Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori oleh
masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan organisasi
masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap diharapkan
peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di tingkat
kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan kesehatan
lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang berjalan, fungsi
monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga konsultan/fasilitator di
tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik terhadap para
petugas PUSKESMAS/sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural leader/
organisasi masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan
monitoring program STBM seperti pada tabel 13 berikut.

162
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Modul Pelatihan Fasilitator STBM

Tahap 1 2 3 4 5 6
Tabel 13 : Alur pikir tata laksana monitoring dan pelaporan dari masyarakat hingga

Kabupaten/
Tingkatan Desa/ Kelurahan Kecamatan Provinsi Pusat
Kota

Dinas Kesehatan DInas


Pelaku Natural leader/ Kementerian
Staf Puskesmas Kabupaten/ Kota Kesehatan
pemantauan Fasilitator Komite Kesehatan
Provinsi

Workshop review
Konsolidasi data pembelajaran
Mengkompilasi melalui SMS tahunan dan analisis
update progress gateway komparatif Rakornas STBM:
Melalui pemicuan Analisis data: pencapaian hasil review tahunan dan
pemicuan
masyarakat ataupun Memantau antar kabupaten/
Memverifikasi klaim perbaikan kegiatan analisis komparatif
secara khusus ada perkembangan kota
STBM dan dan perencanaan pencapaian hasil
Aksi yang upaya untuk pemicuan di
melaporkan hasil kedepan Disseminasi kepada antar propinsi.
dilakukan melakukan masyarakat
verifikasi
tingkat pusat

Permintaan verifikasi Feedback kepada lintas program Disseminasi kepada


pengumpulan data Feedback temuan
STBM staf puskesmas terkait dan sektor lintas program
dasar STBM oleh Mengirim laporan
Disseminasi kepada AMPL terkait dan sektor
kabupaten/ kota pemantauan via
lintas program Evaluasi tahunan AMPL
SMS
terkait dan sektor kompetitif melalui
AMPL media massa
(contoh JPIP)

Mencatat Konsolidasi untuk


Data dasar Pelaporan
kemajuan dan Penilaian pencapaian MDG.
STBM (misal bulanan.
memperbaharui Pelaporan kinerja per tahun Penilaian kinerja
melalui peta Pelaporan
Pelaporan dalam peta sosial bulanan. (Benchmarking) per tahun
sosial), berisi tahunan
terhadap Verifikasi STBM. program sanitasi (Benchmarking)
akses sanitasi di Bahan untuk
perubahan yang kabupaten/kota program sanitasi
masyarakat publikasi
terjadi propinsi.
163
Peran dan fungsi pelaku dalam pelaksanaan STBM, terlihat sebagai berikut:

Penanggung
Pelaku Peran
Jawab

Pusat  Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian Staf Kemenkes


kinerja kabupaten/provinsi terhadap program sanitasi yang
yang berjalan, membidangi
 Memberikan umpan balik terhadap hasil Program STBM
analisis data dan informasi monitoring tersebut,
 Melakukan sharing informasi antar
kabupaten/
provinsi,
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
provinsi dan kabupaten yang telah mencapai ODF,
hingga Sanitasi Total (5 pilar).
Provinsi  Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian Staf Dinkes
kinerja kabupaten terhadap program sanitasi yang yang
berjalan, membidangi
 Menganalisis data dan informasi hasil Program STBM
monitoring, dan memberikan umpan balik terhadap
hasil analisis data dan informasi monitoring tersebut,
 Melakukan sharing informasi antar kabupaten,
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
kabupaten yang telah mencapai ODF, hingga
Sanitasi Total (5 pilar).

Kabupaten  Merekam/ entry data dan informasi hasil Staf Dinkes
monitoring kedalam database, yang
 Melakukan pemantauan rutin terhadap indikator- membidangi
indikator tertentu yang harus dilakukan oleh tim Program STBM
kabupaten1,
 Menganalisis data dan informasi hasil
monitoring,
 Memberikan umpan balik terhadap hasil
analisis data dan informasi monitoring,
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
kecamatan yang telah mencapai ODF, hingga
Sanitasi Total (5 pilar).
Resource  Melakukan bimbingan kepada pelaku di Fasilitator
Agency (RA) kabupaten, kecamatan dan masyarakat dalam Kabupaten
pelaksanaan monitoring keluaran program STBM,
 Membantu kecamatan dalam melakukan
pengumpulan data dan informasi monitoring di tingkat
masyarakat,
 Membantu kabupaten dalam menganalisis
data dan informasi hasil monitoring,
 Memonitor keefektifan kegiatan Program
melalui sistem monitoring rutin.

164
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Kecamatan  Melakukan pengumpulan data dan informasi Petugas
monitoring di tingkat masyarakat, PUSKESMAS/
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi hasil Sanitarian
monitoring yang dilakukan oleh masyarakat, sebelum
dikirimkan ke kabupaten untuk direkam/ di-entri
dalam database,.
 Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
komunitas yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi
Total (5 pilar).
Masyarakat Melakukan monitoring mandiri terhadap hasil Natural leader/
perkembangan kegiatan Program STBM. Organisasi
Masyarakat

Tabel 14: Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM

1) Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat/ desa

Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator monitoring
yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri, antara lain
terkait:

1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan
sehat, yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan
jamban sehat, memiliki dan menggunakan jamban tidak sehat, jumlah masyarakat yang
masih numpang ke jamban tetangga atau umum dibedakan menurut jenis jamban sehat
dan tidak sehat, dan terakhir masih BAB di sembarang tempat; b) data akses awal jumlah
keluarga (termasuk anggota keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai
sabun pada waktu-waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
air minumnya dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
sampahnya dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
limbah cair rumah tangganya dengan aman.
2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat.
Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan
sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan
perubahan perilaku pilar lainnya.
3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi.
Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa
bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/ atau ketrampilan membangun/ memperbaiki
sarana jamban.

165
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di
tingkat masyarakat.

Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

Monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran anak


batita

Masyarakat Persiapan: Setiap saat


ada perubahan
• Pihak kabupaten/ kecamatan/ desa menyediakan perilaku yang
kertas spot berwarna (merah, kuning, hijau), dengan terjadi pada
yang mudah terlihat dari jarak pandang cukup jauh, komunitas
misal: bentuk bulat dengan diameter 15 cm; bentuk tersebut.
bujursangkar dengan ukuran 15 cm X 15 cm.
• Menginformasikan penggunaan kertas berwarna
kepada masyarakat setelah proses pemicuan awal
atau saat monitoring lanjutan. Kertas merah (jamban
numpang), kuning (jamban blm sehat), hijau (jamban
sehat).

• Untuk aspek PHBS lain, seperti cuci tangan,


pengamanan dan penyimpanan air minum dan
makanan, pengamanan limbah RT dapat mengikuti
pola monitoring mandiri untuk perilaku BAB di jamban.
Untuk efektivitas monitoring dapat menggunakan “kartu
sehat”

Pelaksanaan Monitoring:
• Masyarakat yang telah berupaya berubah perilaku
untuk tidak BAB di sembarang tempat (termasuk
membuang kotoran anak batita tidak sembarangan),
menempelkan tanda kertas spot di depan rumah
mereka pada tempat yang tampak dari pandangan
orang yang berdiri di depan atau melalui rumah
tersebut. Warna yang ditempel sesuai kondisi
perkembangan upaya perubahan perilaku mereka.
• Pada kertas tersebut dapat dituliskan tanggal mereka
melakukan perubahan tersebut.
• Apabila pada keluarga tertentu ada peningkatan
perubahan perilaku dengan ditandai perubahan warna
kertas spot yang ditempel. Tempel warna baru diatas
warna lama, sehingga informasi warna awal masih ada.
• Natural leader atau komite secara berkala
memperbaharui informasi tersebut dalam peta
masyarakat (tanpa mengganggu informasi baseline)

Table 15: Model Pelaksanaan Monitoring di Masyarakat

166
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini menggunakan
pendekatan partisipatori dan mengangkat peran aktif masyarakat untuk melakukan monitoring
mandiri. Oleh karena itu, penting sekali bahwa selama proses kegiatan STBM, fasilitator
kabupaten membantu meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri
melalui on the job training.

2) Pelaksanaan monitoring di tingkat puskesmas/kecamatan


Pelaksanaan monitoring di tingkat puskesmas/ kecamatan akan lebih bertumpu kepada
mengumpulkan perkembangan informasi di tingkat desa dan menjaring indikator monitoring yang
terjadi di tingkat puskemas/ kecamatan, antara lain sebagai berikut:

Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

1. Perekaman monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan


kotoran anak batita (kemajuan pemicuan), perilaku cuci tangan pakai sabun, serta
pilar lainnya

Fasilitator Persiapan: Perekaman data


pemicu dasar (baseline) di
(Kecamatan/ • Pihak kecamatan/ puskesmas menyiapkan awal dan kemajuan
Puskesmas) dan memahami pengisian format monitoring hasil pemicuan
perkembangan perubahan perilaku pilar-pilar dilakukan bulanan
STBM (pilar 1 hingga pilar 5). (misal: minggu
ke-empat setiap
Contoh Pelaksanaan monitoring: bulannya)
• Mengacu kepada peta sosial masyarakat,
informasi perkembangan hasil pemicuan (akses
masyarakat kepada jamban) dipindahkan
kedalam format LB-1.
• Melakukan kunjungan ke rumah tangga yang
telah melakukan perubahan (berdasarkan
perkembangan data pada peta sosial) untuk
mengamati kondisi dan pemeliharaan jamban
dan lingkungan sekitarnya (lihat panduan
transect walk).
Penting: Monitoring perkembangan perubahan
perilaku masyarakat terkait kebiasaan BAB,
sekaligus sebagai kegiatan verifikasi ODF per
rumah tangga, yang digunakan sebagai dasar
verifikasi status ODF suatu komunitas.

2. Monitoring status ODF yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi ODF)

167
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

Tim kecamatan Persiapan: Sebaiknya


bersama dilakukan begitu
masyarakat. − Masyarakat melalui natural leader atau komite menerima informasi
menginformasikan pihak Puskesmas untuk dari masyarakat
dilakukan verifikasi status ke-ODF-an mereka bersangkutan
(akan lebih baik bila penginformasian dilakukan
melalui surat pernyataan yang diketahui oleh
kepala desa).
− Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan
ODF.

Pelaksanaan monitoring:

− Tim kecamatan melakukan pengecekan


informasi total masyarakat yang sudah berubah
perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial
dan ceklist jamban, tim mengunjungi rumah
masyarakat dan mencocokkan warna kertas
spot (kaitkan dengan proses monitoring no.1).
Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam
format LB-2.

− Tim melakukan penilaian terhadap total akses


masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada
masyarakat. Bila telah mencapai 100%
akses, tim dapat menempelkan stiker atau
menempatkan papan ODF dengan diisi tanggal
kapan mereka mencapai ODF dan verifikasi
dilakukan.

3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM)

168
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

Tim kecamatan Persiapan: Begitu menerima


bersama informasi dari
masyarakat. − Masyarakat melalui natural leader atau komite masyarakat
menginformasikan pihak Puskesmas untuk bersangkutan
dilakukan verifikasi status ke-STBM-an mereka
(akan lebih baik bila penginformasian dilakukan
melalui surat pernyataan yang diketahui oleh
kepala desa).
− Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan
pencapaian Desa STBM.

Pelaksanaan monitoring:

− Tim kecamatan melakukan pengecekan


informasi total masyarakat yang sudah berubah
perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial dan
ceklist capaian 5 pilar STBM, tim mengunjungi
rumah masyarakat dan mencocokkan warna
kertas spot (kaitkan dengan proses monitoring
no.1).
Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam
format rekam pilar-1 sampai pilar-5 STBM.

− Tim melakukan penilaian terhadap total akses


masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada
masyarakat. Bila telah mencapai 100% akses
kelima pilar STBM, tim dapat menempelkan
stiker atau menempatkan papan Desa STBM
dengan diisi tanggal kapan mereka mencapai
status tersebut dan verifikasi dilakukan.

4. Investasi jamban oleh masyarakat

Fasilitator Persiapan:
pemicu
(Kecamatan/ Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
Puskesmas) LB-3.

169
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

Pelaksanaan:

• Kegiatan ini dapat dilaksanakan saat fasilitator


pemicu memperbaharui (updating) informasi
kemajuan pemicuan.
• Pada saat kunjungan ke rumah tangga, dapat
menanyakan kepada keluarga bersangkutan
perkiraan biaya untuk membangun jamban.
(untuk membantu dapat melakukan perkiraan
bahan yang digunakan dan tenaga yang
dikeluarkan)

5. Pendataan tukang terkait jasa dan layanan sanitasi

Fasilitator Persiapan:
pemicu bekerja
sama dengan Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
natural leader LT-3.
(NL)/ komite
Pelaksanaan:

• Pendataan awal tentang tukang yang ada di


komunitas/ desa tersebut sebagai data
dasar, dilakukan selang 1 – 2 minggu setelah
pemicuan awal,
• Pembaharuan pendataan tukang dilakukan
setiap 3 bulan, baik ada pengurangan (karena
pindah atau bekerja diluar) atau penambahan
jumlah tukang.

6. Monitoring mandiri terhadap dampak yang dirasakan

Masyarakat Persiapan: Minimal 6 bulan


bekerja sama setelah ODF
dengan pihak • Masyarakat membuat tulisan gambaran kondisi
puskesmas/ masyarakat sebelum intervensi (pemicuan
kecamatan/ awal) dilakukan
kabupaten

Pelaksanaan monitoring:

• Masyarakat membuat tulisan perubahan kondisi


masyarakat yang dirasakan setelah intervensi
(pemicuan awal) dilakukan.
• Hasil tulisan masyarakat ini dapat
didokumentasi secara elektornik dan dipublikasi
dalam media daerah lokal hingga situs AMPL.

170
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

Tim kecamatan Persiapan: Berkala per triwulan

• Membuat pemberitahuan kepada setiap desa (pada pertemuan


agar mempersiapkan hasil capaian kegiatan regular yang ada di
program sanitasi di masing-masing wilayah kecamatan)

Pelaksanaan monitoring:

• Kegiatan review dan sharing hasil capaian


program sanitasi dapat dilakukan melalui forum
komunikasi tingkat kecamatan
• Kegiatan review dan sharing ini dapat diikutkan/
dititipkan dalam kegiatan rutin di tingkat
kecamatan yang meng-agenda-kan pertemuan
kemajuan desa

7. Pendataan toko dan produsen produk sanitasi

Tim Persiapan: Pendataan


puskesmas/ dilakukan secara
kecamatan • Menyiapkan dan memahami cara pengisian berkala per triwulan
format pendataan toko dan produsen produk
sanitasi

Pelaksanaan:

• Tim mengidentifikasi dan memetakan toko


bangunan dan produsen produk sanitasi yang
ada di wilayah kerja Puskesmas/ kecamatan
bersangkutan
• Tim membagi tugas kunjungan ke toko
bangunan dan/atau produsen produk sanitasi
• Petugas mewawancarai pemiliki toko dan/atau
produsen produk sanitasi dan mengisi informasi
yang dijaring sesuai dengan format LT-2A dan
2B.

8. Pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building)

Tim Persiapan:
Puskesmas/
kecamatan • Menyiapkan dan memahami cara pengisian
format pendataan kegiatan peningkatan
kapasitas (format LT-5)

171
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan

9. Monitoring institusionalisasi sistem monitoring

Tim • Pihak Puskesmas/ kecamatan mencatat dan


Puskesmas/ mengkompilasi data komunitas yang
kecamatan menggunakan peta sosial atau instrumen
lainnya dalam memonitor pencapaian ODF dan
perilaku cuci tangan pakai sabun oleh seluruh
masyarakat

Tabel 16: Model Pelaksanaan Monitoring di Tingkat Puskesmas

f. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan


Perubahan perilaku perlu terus dipromosikan agar masyarakat tetap mempraktikkan budaya
perilaku hidup bersih dan sehat. Biasanya setelah masyarakat terbiasa, masyarakat akan
otomatis berubah ke perilaku yang lebih baik tersebut, namun dalam jangka panjang jika
perubahan perilaku tidak terus dipromosikan, maka sangat mungkin sekali masyarakat akan lupa
dan kembali ke praktik budaya hidup yang tidak sehat.
Promosi bisa dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui iklan, penyebaran media
komunikasi, ataupun melalui kegiatan-kegiatan formal dan informal di masyarakat.

E. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI


KOMUNITAS

a. Pembentukan Kelompok dan Tim Pemicu


Sebelum melakukan simulasi pemicuan perlu disusun kelompok-kelompok praktik lapang yang
komposisinya mencakup seluruh komponen tim. Komposisi tim pemicu terdiri dari:
o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya
1 orang.
o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan
kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi.
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk
kepentingan dokumentasi /pelaporan program.
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai
alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-
kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses
(sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye
STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan,
dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau
mengganggu proses, dsb.

172
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang
idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang). Setiap kelompok diharapkan merupakan
gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang
keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok
memikili kapasitas yang berimbang.

Proses pembentukan/pembagian kelompok dilakukan dengan cara membentuk barisan


memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi
peserta berdasar komposisi (gender) dan unsur peserta. Misalnya, peserta dari bidang kesehatan
mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur
teknis, bidang perenanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak
terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu.

Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.

b. Penyiapan Alat dan Bahan.


Peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada saat pemicuan:
• Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial,
• Kertas potong (metaplan),
• Kertas plano,
• Spidol besar dan kecil,
• Ember berisi air bersih,
• Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas),
• Bubuk kuning untuk penanda tinja/kotoran manusia,
• Bubuk putih untuk penanda batas desa/wilayah,
• Bubuk biru/warna lainnya untuk penanda sungai, kebun atau wilayah-wilayah penting
lainnya.

c. Pembagian Peran Pada Kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok


Kelompok yang sudah membentuk tim pemicu menyusun strategi dan skenario proses pemicuan
yang akan dilakukan pada saat praktik lapang.

Masing-masing peserta memerankan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam tim. Skenario
dibuat berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan berdasarkan informasi yang didapatkan
dari petugas kesehatan atau dari tokoh pemerintah setempat yang sebelumnya sudah dilakukan
kordinasi.

Setelah skenario dan strategi tersusun, masing-masing kelompok melakukan simulasi praktik
pemicuan dengan dua kelompok yang berpasangan. Satu kelompok berperan sebagai tim pemicu
kelompok yang lain berperan sebagai masyarakat jika sudah selesai bisa bergantian untuk
bertukar peran dengan kelompok lainnya.

173
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
F. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI
LAPANGAN

a. Praktik pemicuan di lapangan


Praktik pemicuan di lapangan ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan
peserta dalam menerapkan pendekatan STBM, sehingga kegiatan ini banyak dilakukan dalam
diskusi dan praktik di kelompok. Sesi praktik lapang ini diawali dengan persiapan lapang, praktik
lapang itu sendiri, refleksi dan review proses dan hasil dari kegiatan praktik lapang tersebut dalam
bentuk laporan tertulis

VIII. REFERENSI
1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi:
2004.
2. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, 2005.
3. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, 2006.
4. Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.

IX. LAMPIRAN
X. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA

a. Panduan Persiapan Lapang


Persiapan lapang menjadi bagian yang terpisahkan dengan pesiapan penyelenggaran pelatihan.
Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai
lokasi praktik kerja lapangan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama
kunjungan lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat.

Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah antara lain :


• Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta,
• Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku
secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, dan produk yang akan diserah
kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti.
• Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya,
• Logistik yang disediakan.

b. Panduan Pembentukan Kelompok


1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa akan dilaksanakan Praktik Kerja Lapang Fasilitasi STBM
di masyarakat. Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan
praktik kerja lapang idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang) Setiap kelompok
diharapkan merupakan gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen
yang ada (berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya),
sehingga diharapkan semua kelompok memiliki kapasitas yang berimbang.

174
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
2. Laksanakanlah proses pembentukan/ pembagian kelompok, dengan cara membentuk barisan
memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi
peserta berdasarkan komposisi (gender) dan unsur peserta. Misal, peserta dari bidang
kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya
dari unsur teknis, bidang perencanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender,
sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu.
3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.

c. Panduan Praktik Lapang Dan Simulasi Kelompok

TUJUAN:
1. Tersusunnya panduan praktik lapang,
2. Peserta siap memfasilitasi proses STBM di masyarakat.

WAKTU:
Maksimum 90 menit

METODE:
Simulasi
Penugasan dan pendampingan.

MATERI:
Komposisi tim dalam memfasilitasi STBM di komunitas
Panduan Fasilitasi STBM di Komunitas

ALAT BANTU:
Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial:
Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Flagband,
Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas),
Video camera.

PROSES:
1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktik kerja lapang. Oleh karena itu setiap
kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah
gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi
STBM di komunitas, sebagai berikut:
o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi,
biasanya 1 orang,
o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai
dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan
situasi,
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk
kepentingan dokumentasi/pelaporan program,

175
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses
sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator
(dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang
perlu dikoreksi,
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi,
misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak
mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat
dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama,
meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah
partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb.
2. Panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana
keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll.),
3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan dampingilah
sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna menghidari kesan upper-lower,
bia perlu berpakaian seperti yang dikenakan oleh masyarakat yang akan dikunjungi.
4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan simulasi fasilitasi STBM di masyarakat. Minta salah
satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan peserta lainnya sebagai masyarakat (10 – 15
orang).

CATATAN PENTING
» Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial
semestinya dilakukan pertama,
» Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus
segera dipindahkan ke kertas plano,
» Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll.
tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa
mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.

d. Panduan Pemicuan Di Masyarakat

TUJUAN:
1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk
memecahkannya secara swadaya,
2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di
komunitasnya,
3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.

WAKTU:
4 jam di masyarakat

176
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
METODE:
Praktik Lapang:
1. Pemetaan
2. Transect walk
3. Fokus group discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut untuk
mendukung individu yang telah terpicu.
4. Alur kontaminasi

Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktik fasilitasi yang dilakukan peserta.

MATERI:
- Buku catatan
- Alat dokumentasi seperti kamera
- Spidol
- Kertas flipchart

ALAT BANTU:
- Tali rafia/plastik
- Bubuk/tepung berwarna : 3-4 warna

PROSES:
Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan
simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang
melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang
dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati
dengan para peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang
diharapkan namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus
memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi
oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.

177
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
CATATAN PENTING
» Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per
desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam
09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan
rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan,
sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa
sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan.
» Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai
bahan presentasi masyarakat.
» Hal ini bisa disesuaikan dengan rencana pelatihan yang akan dilaksanakan.

e. Panduan Kompilasi Temuan Dan Pelaporan

TUJUAN:
1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktik lapang setiap kelompok,
2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktik lapang setiap kelompok.

WAKTU:
Maksimum 60 menit

METODE:
Diskusi kelompok

MATERI:
Hasil praktik lapang.

ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta

PROSES:
1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan dilakukan
refleksi temuan praktik lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu menyusun laporan yang
menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran yang diperoleh dari praktik lapang
tersebut. Berikan penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya.
Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang
bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman).
2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya.
Fasilitaor pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benar-
benar terselesaikan dengan baik.

178
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
CATATAN PENTING
» Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang
mendampingi dalam praktik lapang.

f. Panduan Refleksi Temuan Praktik Kerja Lapang

TUJUAN:
1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi
STBM selanjutnya,
2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam
rangka optimalisasi STBM.

WAKTU:
Maksimum 60 menit

METODE:
Presentasi kelompok
Diskusi pleno

MATERI:
Laporan praktik lapang masing-masing kelompok

ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi

PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap
kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman)
2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab
pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan
sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya.
3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya
tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya dihindari’ serta ‘apa yang
spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.

g. Pleno Dengan Masyarakat

PENGANTAR
Dalam rangka memastikan rencana individu/ rumah tangga terkonsolidasi di tingkat RT dan
Kelurahan/ Desa, serta Kelurahan/Desa memiliki rencana yang jelas tentang target STBM dalam
perubahan perilaku yang lebih luas, maka dipandang perlu melakukan pleno masyarakat.
Pleno menjadi ajang kompetisi dan pemicuan ulang antar RT, sehingga akan melahirkan
komitmen

179
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
kongkrit dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di tingkat kelurahan/desa secara
bersama-sama (collective action).

TUJUAN : • Memicu kembali antar RT untuk memastikan target perubahan


perilaku yang lebih luas dan kongkrit.

• Mengkonsolidasikan RTL antar RT sehingga menghasilkan RTL di


tingkat Kelurahan.

• Meningkatnya motivasi masyarakat dan RT untuk melaksanakan


rencana kegiatan yang mereka susun.

WAKTU : Maksimum 120 menit

METODE : • Presentasi masyarakat


• Sharing pengalaman
• Diskusi pleno
• Feedback progresif.
ALAT/TOOLS/ : 3. Semua visual hasil pemicuan ditempel di dinding.
MEDIA 4. Matriks kompetisi antar kelompok (benchmark).

INDIKATOR : Rencana kongkrit dari masing-masing komunitas dalam mewujudkan


PENCAPAIAN ODF
TUJUAN

PERSIAPAN 5. Ruangan sudah disetting sedemikian rupa untuk dinamisnya proses


PENTING : pleno
FASILITATOR 6. Matriks kompetisi antar komunitas sudah disiapkan sebelumnya
7. Audio (sound system)dipastikan sudah berfungsi

PESERTA
Peserta pleno dari setiap RT yang dipicu sebanyak 4 orang yang terdiri dari unsure:
1. Natural Leader (Kampium) 3 orang
2. Ketua RT atau tokoh formal 1 orang

Peserta adalah mereka-mereka yang kita sebut tamu istimewa, karena mereka adalah pilihan
dan leader alami yang diharapkan akan menjadi pemicu lanjutan. Peserta dari Natural Leader
atau kampium umumnya mereka yang terpicu lebih awal atau memiliki semangat belajar dan
kerelawanan yang kuat. Nama-nya sangat tergantung siapa yang terpicu lebih awal dan muncul
tanda-tanda sebagai relawan untuk menjadi leader alami.

180
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Sedangkan peserta dari unsure RT atau tokoh formal, secara otomatis harus diinformasikan oleh
Peserta Latih. Peserta dari setiap RT diundang secara lisan oleh Tim Pemicu.

Peserta lainnya adalah perwakilan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Unsur Puskemas yang
diundang oleh Panitia.

PEMANDU/FASILITATOR
Pleno dipandu atau difasilitasi oleh peserta latih yang dipilih pada saat pelatihan di kelas
(sebelum ke lapangan) dan disebut Tim Pemandu. Fasilitator adalah dalam bentuk tim yang
terdiri dari:

1. Pembawa Acara/MC (menghantar acara menyambut tamu istimewa dari RT).


2. Pemandu Utama, yang akan memandu/memfasilitasi proses pleno dan pemicuan ulang
3. Pemandu Pendamping, mendampingi pemandu Utama dalam menjalankan perannya
4. Pencatat

181
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Proses:

No Langkah Output

PERSIAPAN

1. Tim Pemandu menata ruangan tempat pertemuan. Ruangan Ruangan siap


harus dipastikan menarik dan dinamis untuk proses pleno. digunakan

2. Tim Pemandu berbagi tugas dan memastikan bahwa rencana Tugas dihapami
pleno benar-benar siap. dengan baik.

3. Perwakilan Tim Pemandu memastikan bahwa pleno akan Peserta perwakilan


dimulai jika semua perwakilan RT sudah tiba. Sementara RT berkumpul.
menunggu lengkap, perwakilan RT yang sudah hadir belum
diperkenankan masuk ke dalam ruangan, tetapi diajak ngobrol
di luar ruangan.
4. Tim pemicu (kelompok lapangan) memastikan kelengkapan Hasil visual
bahan presentasi setiap wakil komunitas. lengkap dan siap
dipresentasikan.

PELAKSANAAN PLENO

1. Rombongan peserta dari perwakilan RT diminta masuk ke


dalam ruangan secara beriringan oleh MC.

2. MC meminta masing-masing tim pemicu (5 kelompok lapangan) Penghargaan untuk


untuk menyambut wakil komunitas dan mengajak masuk ke wakil komunitas.
ruang kelas diiringi dengan musik yang bersemangat dan tepuk
tangan dari semua yang hadir. MC mempersilahkan mereka
foto bersama fasilitator pemicu yang datang ke wilayahnya
secara bergantian (pastikan semua wakil masyarakat dapat foto
bersama).

3. MC mengucapkan selamat datang dan menjelaskan tujuan Pemahaman tujuan


mereka diundang dan membangun komitmen bahwa semua pertemuan oleh
akan menghargai siapapun yang melakukan presentasi. komunitas.

4. MC menyerahkan kegiatan pleno kepada Pemandu Utama dan Pemandu Utama


Pemandu Pendamping untuk memandu proses pleno. mulai berperan.

182
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
No Langkah Output

5. Pemandu utama memfasilitasi/memoderasi masing-masing Komitmen dan


komunitas RT untuk mempresentasikan hasil diskusi dan RTL rencana pasca
pasca pemicuan sementara Pemandu lainnya memasang pemicuan.
bagan/matriks untuk bahan penilaian (lihat lampiran di bawah).

6. Pencatat/Pemandu Pendamping mengisi matriks selama Matriks terisi


presentasi setiap RT. (sementara).

7. Pemandu Utama memicu kembali komunitas yang belum Pemantapan


berkomitmen ODF dan mendorong percepatan bagi komunitas komitmen baru
yang sudah mempunyai komitmen. untuk ODF
secepatnya dan
Pemandu Pendamping/Pencatat bisa merubah tidak berharap
nilai/bagan/grafik subsidi.
jika warga RT menyatakan perubahannya dalam pemicuan. Kemungkinan
setiap matriks
akan berubah nilai/
grafiknya.

8. Pemandu Utama meminta komunitas yang mau berubah lebih Reward untuk
cepat, maju kedepan kelas untuk diberi applaus dan selamat kampiun
serta foto bersama sebagai reward. Tanyakan “siapa lagi yang
mau menyusul?”.

RTL dan PENUTUPAN

9. Pemandu Utama meminta komunitas didampingi tim pemicu Strategi dan RTL
memperbaiki strategi dan menyusun rencana tindak lanjut-nya. pasca pemicuan
(pleno).

10. MC memberikan salam, ucapan terima kasih, dan memberikan Semangat


applaus diiringi musik yang bersemangat. mendorong
perubahan.

183
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
Lampiran: Matriks Aspek Benchmark antar RT (Harus Divisualisasikan ketika pleno)

RW – 2 RW – 6
(Kelurahan Pasir Putih) (Kel. Pasir Putih)
Aspek Kategori
RT – 2 RT – 4 RT – 5 RT – 2 RT – 4

1. Mengharap Bantuan dari


pihak Luar (Subsidi)

Jika masih ada yang mengharap


nilai-nya 0 dan sebaliknya.

2. Jumah warga yang terpicu


Semakin banyak yang terpicu
semakin tinggi nilainya (%).

3. Adanya Tim Komite


Semakin lengkap nama dan
struktur tim-nya semakin besar
nilainya.

4. Rencana tindak lanjut dan


strategi
Semakin lengkap/ detail RTL-nya
semakin tinggi nilainya.

5. Target ODF
Semakin jelas, lebih dekat dari
sisi waktu dan semakin terukur,
maka semakin tinggi nilainya.

184
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
KOMITMEN BELAJAR
MEMBANGUN
MP.1
(BLC)

ISBN 978 - 602 - 235 - 525 - 0


185
Modul Pelatihan Fasilitator STBM
978 602 235 525 0
Informasi lebih lanjut hubungi :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Direktorat Penyehatan Lingkungan

Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta -


10560
Telp. (021) 424 7608 Ext.
127
Fax. (021) 424 5778

Anda mungkin juga menyukai