Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI MAKRO

ANALISA APBN INDONESIA DALAM


KURUN WAKTU 5 TAHUN TERAKHIR
(2017 – 2021)

Disusun oleh:

HERLINA
0007.05.23.2021

PASCASARJANA MAGISTER ILMU EKONOMI


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan

tahunan Pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan

pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN,

perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan

Undang-Undang.

Secara garis besar struktur APBN adalah:

- Pendapatan Negara dan Hibah,

- Belanja Negara,

- Keseimbangan Primer,

- Surplus/Defisit Anggaran,

- Pembiayaan.

Anggaran merupakan bagian penting dalam organisasi sektor publik. Fungsi

anggaran sebagai perencana dan pengendali organisasi menjadikan penganggaran

sebagai area penting bagi keberhasilan organisasi. Ironisnya penilaian kinerja

berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan mendorong pembuat

anggaran menciptakan budgetary slack.

Budgetary slack atau kesenjangan anggaran terjadi karena adanya perbedaan

potensi dengan target anggaran. Adanya perbedaan potensi pendapatan dan target

anggaran tersebut mengindikasikan terjadinya perilaku individu untuk menurunkan


target pendapatan agar pencapaian target anggaran menjadi lebih mudah serta aman

ketika anggaran tersebut dipertanggungjawabkan.

Selama beberapa tahun terakhir anggaran negara belum mampu

menunjukkan pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) seperti pertumbuhan

ekonomi, kemiskinan, pengangguran hingga ketimpangan. Sepanjang perjalanan lima

tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah sekali pun berhasil

mencapai target yang dicanangkan.

Berdasarkan evaluasi pelaksanaan RPJMN 2014–2019, pertumbuhan

ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berada di kisaran 5% atau lebih rendah

bila dibandingkan dengan target RPJMN 2015–2019 yang berada di kisaran 6%

hingga 8%. Realisasi pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir tersebut juga

tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan target pada RPJMN 2010–2014, yakni

sekitar 5,5% sampai 6%.

Selanjutnya indeks gini yang ditargetkan berada pada angka 0,36 dalam

RPJMN 2014–2019 juga belum mampu dicapai. Meskipun saat ini indeks gini

Indonesia menunjukkan tren menurun di level 0,382, bahkan paling rendah dalam

lima tahun terakhir, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah,

yakni 0,36.

Selain ketimpangan, pemerintah juga dihadapkan pada permasalahan tingkat

pengangguran terbuka (TPT) yang masih tinggi, bahkan di tingkat ASEAN. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa TPT di Indonesia berada pada

angka 5,01%.

Angka tersebut membawa Indonesia berada di urutan kedua terbanyak di

antara negara-negara ASEAN. Jika tidak ada Filipina yang memiliki tingkat

pengangguran sebesar 5,1%, Indonesia menjadi yang terbanyak. Tingkat

pengangguran Indonesia masih kalah jauh dari Malaysia yang hanya 3,3% dan

Vietnam yang sebesar 2,16%.

Berbicara mengenai anggaran pemerintah, sumber penerimaan terbesar

negara adalah dari pajak. Pajak menjadi tumpuan negara untuk dapat menjalankan

program pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah.

Namun hingga kini perjuangan berat dalam mengejar target pajak masih jauh

dari harapan yang ditunjukkan dengan masih rendahnya tax ratio di Indonesia. Pada

tahun 2018 tax ratio Indonesia sedikit mengalami peningkatan di angka 11,5%, tetapi

faktanya angka tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata

tax revenue to GDP ratio dunia yang berada di level 15,06% (DJP, 2019).

Di Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan

instrumen utama kebijakan fiskal untuk mendorong pencapaian berbagai target

pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu

fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk

itu kebijakan fiskal senantiasa diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi,

penciptaan lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan.Rendahnya


kualitas belanja merupakan alasan utama penyebab gagalnya belanja pemerintah

dalam memberikan multiplier effect bagi ekonomi Indonesia. Secara umum belanja

negara memiliki tren meningkat secara nominal dari tahun ke tahun seiring dengan

perkembangan pendapatan dan belanja. Namun komponen belanja tersebut

merupakan belanja yang tidak produktif dan tidak bisa mendorong perekonomian

secara langsung.Data menunjukkan bahwa terjadi tren peningkatan signifikan dari

belanja non-K/L yang semula 25% pada 2015 menjadi 31,1% pada 2020.Semakin

sempitnya ruang fiskal pemerintah pusat juga tak lepas dari semakin besarnya alokasi

belanja transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana

Alokasi Khusus (DAK). Penggunaan dana transfer untuk belanja rutin merupakan

bentuk belanja daerah yang tidak berkualitas.

Data menunjukkan bahwa sepanjang 2018, belanja pegawai masih menjadi

jenis belanja yang paling dominan dalam menyerap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) 2018. Bahkan berdasarkan data Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dari total

belanja 542 daerah yang mencapai Rp1.153,9 triliun, 35,6% dari anggaran tersebut

direalisasi untuk belanja pegawai sebesar Rp410,6 triliun.

Idealnya belanja pemerintah harus berperan penting sebagai pendorong

perekonomian. Sayangnya ruang fiskal pemerintah tidak banyak. Kondisi belanja

yang terjadi saat ini adalah belanja rutin yang tidak dapat ditinggalkan dan terus

menjadi beban belanja yang paling berat.


Sebaliknya jika pemerintah mampu lebih meningkatkan belanja modal dan

belanja produktif, dampak terhadap pembangunan akan tercapai. Oleh karena itu

kementerian dan lembaga perlu mengupayakan belanja modal dan belanja langsung

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Untuk menekan belanja tidak langsung yang membebani APBN, sangat

penting bagi pemerintah untuk mendorong pemerintah daerah serta K/L mengubah

struktur organisasinya. Perlu dicari titik temu mengenai besar organisasi (right sizing)

dan kinerja yang harus dicapai.

Berikut adalah ringkasan APBN Indonesia dalam 5 tahun terakhir (2017 –

2021), (dalam triliun rupiah) :

2017 2018 2019 2020 2021 2022


Uraian
APBN APBN APBN APBN APBN APBN

A. Pendapatan Negara 1.750,3 1.894,7 2.165,1 2.233,2 1.743,6 1.846,1


I. Pendapatan Dalam Negeri 1.748,9 1.893,5 2.164,7 2.232,7 1.742,7 1.845,6
1. Penerimaan Perpajakan 1.498,9 1.618,1 1.786,4 1.865,7 1.444,5 1.510,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 250,0 275,4 378,3 367,0 298,2 335,6
II. Penerimaan Hibah 1,4 1,2 0,4 0,5 0,9 0,6
B. Belanja Negara 2.080,5 2.220,7 2.461,1 2.540,4 2.750,0 2.714,2
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.315,5 1.454,5 1.634,3 1.683,5 1.954,5 1.944,5
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa1 764,9 766,2 826,8 856,9 795,5 769,6
C. Keseimbangan Primer (109,0) (87,3) (20,1) (12,0) (633,1) (462,2)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (330,2) (325,9) (296,0) (307,2) (1.006,4) (868,0)
% Surplus/Defisit thd PDB (2,41) (2,19) (1,84) (1,76) (5,70) (4,85)
E. Pembiayaan2 330,2 325,9 296,0 307,2 1.006,4 868,0
I. Pembiayaan Utang 384,7 399,2 359,3 351,9 1.177,4 973,6
II. Pembiayaan Investasi (47,5) (65,7) (75,9) (74,2) (184,5) (182,3)
III. Pemberian Pinjaman (6,4) (6,7) (2,4) 5,2 0,4 0,6
IV. Kewajiban Penjaminan (0,9) (1,1) - (0,6) (2,7) (1,1)
V. Pembiayaan Lainnya 0,3 0,2 15,0 25,0 15,8 77,3
Catatan:
1) Sebelum tahun 2015, disebut transfer ke daerah
2) Tahun 2012-2019 menggunakan klasifikasi baru

Anda mungkin juga menyukai