Disusun oleh:
HERLINA
0007.05.23.2021
tahunan Pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
Undang-Undang.
- Belanja Negara,
- Keseimbangan Primer,
- Surplus/Defisit Anggaran,
- Pembiayaan.
potensi dengan target anggaran. Adanya perbedaan potensi pendapatan dan target
tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah sekali pun berhasil
ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berada di kisaran 5% atau lebih rendah
hingga 8%. Realisasi pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir tersebut juga
tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan target pada RPJMN 2010–2014, yakni
Selanjutnya indeks gini yang ditargetkan berada pada angka 0,36 dalam
RPJMN 2014–2019 juga belum mampu dicapai. Meskipun saat ini indeks gini
Indonesia menunjukkan tren menurun di level 0,382, bahkan paling rendah dalam
lima tahun terakhir, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah,
yakni 0,36.
pengangguran terbuka (TPT) yang masih tinggi, bahkan di tingkat ASEAN. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa TPT di Indonesia berada pada
angka 5,01%.
antara negara-negara ASEAN. Jika tidak ada Filipina yang memiliki tingkat
pengangguran Indonesia masih kalah jauh dari Malaysia yang hanya 3,3% dan
negara adalah dari pajak. Pajak menjadi tumpuan negara untuk dapat menjalankan
Namun hingga kini perjuangan berat dalam mengejar target pajak masih jauh
dari harapan yang ditunjukkan dengan masih rendahnya tax ratio di Indonesia. Pada
tahun 2018 tax ratio Indonesia sedikit mengalami peningkatan di angka 11,5%, tetapi
faktanya angka tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata
tax revenue to GDP ratio dunia yang berada di level 15,06% (DJP, 2019).
pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu
fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk
dalam memberikan multiplier effect bagi ekonomi Indonesia. Secara umum belanja
negara memiliki tren meningkat secara nominal dari tahun ke tahun seiring dengan
merupakan belanja yang tidak produktif dan tidak bisa mendorong perekonomian
belanja non-K/L yang semula 25% pada 2015 menjadi 31,1% pada 2020.Semakin
sempitnya ruang fiskal pemerintah pusat juga tak lepas dari semakin besarnya alokasi
belanja transfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana
Alokasi Khusus (DAK). Penggunaan dana transfer untuk belanja rutin merupakan
jenis belanja yang paling dominan dalam menyerap Anggaran Pendapatan dan
belanja 542 daerah yang mencapai Rp1.153,9 triliun, 35,6% dari anggaran tersebut
yang terjadi saat ini adalah belanja rutin yang tidak dapat ditinggalkan dan terus
belanja produktif, dampak terhadap pembangunan akan tercapai. Oleh karena itu
kementerian dan lembaga perlu mengupayakan belanja modal dan belanja langsung
penting bagi pemerintah untuk mendorong pemerintah daerah serta K/L mengubah
struktur organisasinya. Perlu dicari titik temu mengenai besar organisasi (right sizing)