Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu infeksi, perdarahan dan
preeklampsia yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin
yang dikandungnya. Menurut data yang didapat dari WHO pada tahun 2005 terdapat
536.000 kematian maternal di dunia yaitu 25% disebabkan oleh perdarahan, infeksi
15% dan eklamsia 12%.9
Eklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya gejala
preeklampsia berat dan kejang yang bersifat tonik-klonik. Angka kejadian eklampsia
(tahun 1996-2001) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dilaporkan sebesar 0,81-1,08%.
Angka kematian maternal yang terjadi sekitar 4,2%, dengan 50% kasus eklampsia
terjadi pada periode antepartum.3 Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan
spesifik yang berkomplikasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan dan merupakan
penyakit glomerulus yang paling umum di dunia, dimana penyebab awalnya masih
tidak diketahui, namun perkembangan terbaru menjelaskan mekanisme molekuler
melatarbelakangi manifestasinya terutama perkembangan abnormal, hipoksia
plasenta, disfungsi endotel. Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas
danmortalitas di seluruh dunia. Pada ibu dapat berkomplikasi sebagai hemolysis,
elevated liver enzymes, dan thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal,
kejang, gangguan hati,stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian sedangkan
pada fetus dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia neurogenik, dan
kematian. 9
Sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzymes Low Platelets (HELLP)
merupakan suatu komplikasi obstetri yang dapat membahayakan nyawa. Sindrom
HELLP biasanya dihubungkan dengan kondisi pre eklampsia. Angka kejadian
dilaporkan sebesar 2-12 % kehamilan, dan 10-20% terjadi pada pasien dengan
komorbid preeklampsia. Manifestasi klinis pasien dengan sindrom HELLP sangat
bervariasi. Secara umum terjadi pada kehamilan multipara, wanita kulit putih, dengan
usia kehamilan minimal 35 minggu. Sebanyak 20% kasus tidak disertai hipertensi,
30% disertai hipertensi sedang, dan 50% kasus disertai hipertensi berat. Gejala
lainnya adalah nyeri kepala (30%), pandangan kabur, malaise (90%), mual/muntah

1
(30%), nyeri di sekitar perut atas (65%), dan parestesia. Kadang-kadang bisa juga
disertai edema.3
Adanya perbedaan nyata dalam hal terminologi, insidens, penyebab, diagnosis
dan penatalaksanaan sindrom ini. Insidens dilaporkan sekitar 2-12%, kisaran ini
menggambarkan perbedaan kriteria diagnosis dan metode yang digunakan. Ada
perbedaan besar mengenai saat terjadi, tipe, dan derajat kelainan laboratorium yang
digunakan untuk mendiagnosis sindrom ini. Ada yang mendiagnosis jika pasien saat
masuk sudah ada kelainan, ada yang jika kelainannya timbul selama penanganan
konservatif; yang lain jika kelainannya muncul post partum. Bukti adanya hemolisis
telah dilaporkan pada beberapa studi dan definisi trombositopeni berkisar dari
<75.000/mm sampai < 150.000/mm. Belum ada konsensus mengenai peranan tes
fungsi hati untuk mendiagnosis sindrom HELLP. Banyak penulis mendukung agar
nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin dimasukkan untuk mendiagnosis
sindrom ini. 4
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus HELLP Syndrome yang dirawat di bagian
SMF Kebidanan dan Kandungan RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Preeklamsia adalah suatu sindroma yang spesifik pada kehamilan yang
biasanya terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah yang disertai oleh
proteinuria. Peningkatan tekanan darah gestasional didefinisikan sebagai tekanan
darah sistolik >140 mmHg atau diastolik > 90mmHg pada wanita yang normotensi
sebelum kehamilan 20 minggu. Pada keadaan tanpa proteinuria, tetap dicurigai
sebagai preeklamsia jika peningkatan tekanan darah disertai gejala: sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri abdomen, atau hasil laboratorium yang tidak normal
terutama bila ada trombositopenia dan peningkatan tes fungsi hati. Eklamsia adalah
preeklamsia yang disertai dengan kejang dan atau koma.2
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dibawah ini :
 Tekanan darah: pasien dalam keadaan istirahat, sistolik > 160mmHg dan diastolik
≥ 110 mmHg.
 Proteinuria: ≥ 3 gr/jumlah urin selama24 jam atau dipstik : 3+
 Peningkatan kadar enzim hati atau icterus
 Hemolisis mikroangioptik (peningkatan LDL)
 Oliguria: produksi urin < 400 cc/24 jam
 Trombositopenia: < 100.000/mm2
 Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
 Edema pulmonum
 Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-
tanda: hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari
preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta
partus perabdominal. Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan
suatu gambaran adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver

3
Enzym - EL), dan trombositopeni (Low Platelets - LP ). Sindroma HELLP dapat
timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah
melahirkan.5
2.2 Etiologi
Vasopasme arteriolar dianggap faktor dasar penyebab sindrom ini.
Terbentuknya lesi pada lapisan endothelial dari pembuluh darah kecil sebagai akibat
vasopasme. Trombosit menyatu pada sisi lesi. Sel-sel darah merah dipaksa melewati
struktur yang menyerupai saringan karena peningkatan tekanan, mengkibatkan sel
darah merah pecah dan hiperbilirubinemia. Trombositopenia terjadi akibat trombosit
yang digunakan saat mikrosirkulasi.1
2.3 Patogenesis
Patogenesis Hellp syndrome masih belum jelas. Normalnya pada kehamilan
terutama pada trimester III akan terjadi penurunan tekanan darah, sedang renin,
angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Pada PEB terjadi tekanan
darah yang meningkat, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin menurun.
Prostasiklin menyebabkan penurunan vasokonstriksi, platelet agregation, uterine
activity dan peningkatan utero-plasental blood flow. Sedang Tromboksan bekerja
sebaliknya. Perubahan material-material diatas dianggap berperan untuk terjadinya
Hellp sindrome.6
Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular. Adanya kegagalan
invasi daritrofoblas pada trimester kedua dalam menginvasi tunika muskularis arteri
spiralis,menyebabkan vasokonstriksi arterial pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini
disebabkan oleh gagalnya sel-sel trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang
merupakan µmolekul pelekat (adhesion molecules) atau kegagalan VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor) dalam mengekspresikan integrin. Keadaan ini
menyebabkan penurunan aliran darah intervilus, hipoksia dan akhirnya terjadi
kerusakan sel endotel ibu dan janin. Dan selanjutnya mengakibatkan efek
terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin (PJT). Akibat kerusakandari endotel ini
terjadi pelepasan zat -zat vasoaktif, dimana tromboksan (TXA2)
meningkatdibandingkan dengan prostasiklin (PgI2)6
Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :6
1. adhesi dan agregasi trombosit.
4
2. gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
3. terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit.
4. produksi prostasiklin terhenti
5. terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6. terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak
Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler;
akibatnya terjadi vasospasme, dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi
kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia hemolitik
mikroangiopati merupakan tanda khas. Perubahan stabilitas membran sel darah
merah menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel
dan terjadi perubahan dari rigiditas membran.Perubahan ini menyebabkan sel darah
merah berubah bentuknya, mudah pecah(fragmentasi) dan sel cenderung menjadi
lisis. Keadaan di atas dapat menerangkan terjadinya hemolisis pada penderita
preeklampsia. Akibat fragmentasi seldarah merah, sel darah merah menjadi menjadi
lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang kecil. Dimana pembuluh darah
tersebut telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit
fibrin. Pada sediaan apus darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular
cells dan burr cells.6
Parameter laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
hemolisis mikroangiopati antara lain haptoglobin, LDH, bilirubin (semen dan urine),
hemoglobin bebas, apusan darah tepi. Meskipun demikian pemeriksaan yang di
anggap “ Gold standar “ belum ada. Diantara beberapa parameter ini, haptoglobin
merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengetahui secara dini adanya
hemolisis mikroangiopati. 6
Peningkatan kadar enzim hati (alanin aminotrasferase, aspartat
aminotransferase dan laktat dehidrogenase) diperkirakan terjadi karena adanya
nekrosis parenkim dan perdarahan dalam sinusoid hepar akibat obstruksi aliran darah
hati oleh deposit fibrin disinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan
pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular
5
atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran
histopatologik yang paling sering ditemukan. 6
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi
trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi
dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi
seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum
fibrinogen normal. Secara klinis sulit mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes
antitrombin III, fibrinopeptide-A, fibrin monomer, D-Dimer, antiplasmin,
plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. Namun tes ini memerlukan waktu dan
tidak digunakan secara rutin.Semua pasien sindrom HELLP mungkin mempunyai
kelainan dasar koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi. Disebut trombositopenia
bila jumlah trombosit ≤ 150.000. Dan jika didapatkan trombositopenia ≤ 100.000
maka lambat atau cepat dapat masuk kedalam “fulminant HELLP“. Angka kejadian
trombositopenia pada PEB sebesar 20%.6
Patofisiologi terjadinya penurunan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia:
1. Meningkatnya pemakaian dan agregasi/aglutinasi diperifer
2. Aktivasi trombosit meningkat
3. Waktu hidup trombosit lebih pendek
4. Dan penurunan kadar prostasiklin (prostasiklin merupakan penghambat agregasi
trombosit yang kuat).6
Oleh sebab itu beratnya trombositopenia menggambarkan derajat kerusakan
sel endotel, agregasi trombosit, pemecahan/destruksi trombosit dan penumpukan
mikrotrombus. Jumlah trombosit pada penderita preeklampsia merupakan indikator
yang paling baik untuk melihat adanya komplikasi pada ibu, janin maupun neonatus.
Jumlah trombosit yang < 150.000/ul merupakan periode transisi dan jumlah trombosit
< 100.000/uL merupakan tanda bahwa penyakit cukup berat sehingga bila persalinan
ditunda trombosit akan menurun menilai lebih rendah lagi. Penderita dengan jumlah
trombosit ≤ 50.000/ul mempunyai risiko tinggi untuk mengalami perdarahan post
partum, komplikasi perdarahan dari luka operasi atau luka episiotomi juga ada
hubungannya dengan jumlah trombosit. Pemberian trannsfusi trombosit untuk
tindakan profilaksis tidak menjamin bahwa komplikasi perdarahan post partum atau
dari luka operasi akan menurun. Oleh karena itu adalah penting untuk untuk

6
melakukan pengamatan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia khususnya
preeklampsia berat khususnya yang mendapatkan perawatan konservatif.2
Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat
fragmentasi sel darah merah, sel darah merah menjadi lebih mudah keluar dari
pembuluh darah yang kecil. Dimana pembuluh darah tersebut telah mengalami
kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin. Pada gambaran darah
tepi terlihat gambaran spherocytes dan schistocytess, triangular cell dan burr cell.3

Schistocyte Spirocytes

Burr cell

7
Patogenesis preeklamsia :

8
2.4 Epidemiologi
Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,
preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP
berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Sindrom HELLP dapat timbul pada masa
postpartum. Sibai melaporkan dalam penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95
pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada kelompok ini, saat
terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam
postpartum. 6
Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum
persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun
postpartum. Sindroma HELLP terjadi pada kehamilan trimester ketiga awal ( 27-37
minggu ) pada 67% pasien.7
2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi . Dalam laporan
Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur
25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata
umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan
multipara. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11%
pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69%
pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya
khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum. 7

Sindroma HELLP Preeklamsi


Multipara Nullipara
Usia ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga preeklamsi
Riwayat keluaran kehamilan yang jelek ANC yang minimal
Diabetes mellitus
Hipertensi kronik
Kehamilan multipel

9
2.6 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan jumlah kelainan
Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial
(mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan
ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti
DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial.
Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk
bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif. 6
b. Klasifikasi berdasarkan jumlah trombosit 2
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasikan
dengan nama “Klasifikasi Mississippi“. Klasifikasi ini telah digunakan dalam
memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal
dan perinatal. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih
tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.3
Kelas I Kelas II Kelas III
Kadar trombosit ≤ Kadar trombosit antara Kadar trombosit antara
50.000/ml 50.000 -100.000/mm 100.000 -150.000/mm
LDH ≥600 IU/l LDH ≥600 IU/l LDH ≥600IU/l
AST dan atau ALT AST dan atau ALT AST dan atau ALT
≥40IU/l ≥40IU/l ≥40IU/l

Tennessee classification : 4
1. True or Complete
 Platelets < 100,000
 AST > 70 IU/L
 LDH >600 IU/L
2. Partial or incomplete
Severe preeclampsia with any one of the following: ELLP, HEL, EL, LP
Keterangan : ELLP, Absence of hemolysis; HEL, Absence of low platelets;
EL, Elevated liver function; LP, Low platelets. 4

10
2.7 Manifestasi klinis
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien
preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.1
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah
(50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%)
mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain. Dalam
laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat
obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan
yang bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi
berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun
66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah
diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg.3
A.    Vasopasme arteriolar
1. Penurunan aliran darah serebral : sakit kepala dan skotoma
2. Hipertensi
3. Penurunan aliran darah uterus : retardasi pertumbuhan janin intrauterus
(IUFGR)
4. Hipoksia janin intrapartum
5. Kematian janin
B.     Kerusakan endotel
1. Anemia hemolitik mikroangiopati
a. Trombosit yang hancur
b. trombositopenia
2. Penghancuran sel darah merah
a. penurunan hematokrit
b. hiperbilirubinemia
3. kerusakan glomerulus
a. proteinuria

11
b. oligouria: peningkatan nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN)
dan kreatinin
4. kongesti Hepar
a. nyeri kuadran atas kanan
b. peningkatan serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT),
penurunan serum glutamjic-pyruvic transminase (SGPT)
c. penurunan glukosa darah1
Tanda dan gejala Sindroma HELLP : 4
 Malaise 90%
 Right upper quadrant tenderness 90%
 Proteinuria 87%
 Hypertension 85%
 Right upper quadrant/epigastric pain 65%
 Headache 60%
 Nausea and vomiting 36%
 Visual changes 17%
 Bleeding 09%
 Ascites 08%
 Jaundice 05%
 Shoulder or neck pain 05%
 Pulmonary edema 06%

2.8 Diagnosis
Kriteria diagnosis : 5

1. Hemolisis
 Kelainan apusan darah tepi (spherocytes dan schistocytess, burr cell)
 Pada wanita hamil kadar normal bilirubin berkisar 0,1-1 mg/dl
Pada sindroma HELLP Total bilirubin > 1,2 mg/dl
 Pada wanita hamil kadar normal LDH berkisar 340-670 IU/L
Pada sindroma HELLP Laktat dehidrogenase (LDH)> 600 IU/L
Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis, adalah
dengandidapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell.
12
Menurut Weinstein dan Sibai gambaran ini merupakan gambaran yang
spesifik terjadinya hemolisis padasindroma HELLP. Proses hemolisis pada
sindroma HELLP oleh karena kerusakan dari sel darah merahintravaskuler,
menyebabkan hemoglobin keluar dari intravaskuler. Lepasnya hemoglobin
iniakan terikat dengan haptoglobin, dimana kompleks hemaglobin-haptoglobin
akandimetabolisme di hepar dengan cepat. Hemoglobin bebas pada sistim
retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin
menunjukkan terjadinya hemolisis.
Pada wanita hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 ± 1,0 mg/ dL. Dan
pada sindromaHELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL.Hemolisis
intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah
merah yang imatur. Sel darahmerah imatur ini mudah mengalami destruksi,
dan mengeluarkan isoenzim eritrosit.Isoenzim ini akan terikat dengan plasma
lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yangtinggi juga menunjukkan
terjadinya peroses hemolisis.Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar
340 ± 670 IU/L. Dan pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 600
IU/L.
2. Peningkatan fungsi hati 5
 Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
 Pada wanita hamil normal kadar SGOT berkisar 0-35 IU/L
 Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Pada wanita hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 ± 1,0 mg/ dL. Dan pada
sindromaHELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL.Hemolisis
intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah
merah yang imatur. Sel darahmerah imatur ini mudah mengalami destruksi, dan
mengeluarkan isoenzim eritrosit.Isoenzim ini akan terikat dengan plasma lactic
dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yangtinggi juga menunjukkan terjadinya
peroses hemolisis.Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar 340 ± 670
IU/L. Dan pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 600 IU/L. b.
Peningkatan Kadar Enzim Hepar.Serum aminotranferase yaitu aspartat
aminotranferase (serum glutamate oksaloasetattransaminase/SGOT) dan
13
alanine aminotranferase ( serum glutamate piruvattransaminase/SGPT)
meningkat pada kerusakan sel hepar. Pada Preeklampsia, SGOT danSGPT
meningkat pada seperlima kasus, dimana 50% diantaranya adalah peningkatan
SGOT.Menurut penelitian Martin dkk (1991) kadar SGOT lebih tinggi dari
SGPT pada sindromaHELLP. Peninggian ini menunjukkan fase akut dan
progresivitas dari sindroma ini.Peningkatan SGOT dan SGPT juga merupakan
tanda terjadinya ruptur kapsul hepar.Pada wanita hamil normal kadar SGOT
berkisar 0 ± 35 IU/L . Dan pada sindroma HELLPkadar ini meningkat yaitu
>70 IU/L. Lactat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalaseyang
bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat.
Peningkatan LDHmenggambarkan terjadinya kerusakan pada sel hepar,
walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya hemolisis.
Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT
menunjukkan terjadinya hemolisis. Martin dkk (1991)melaporkan pada
sindroma HELLP kadar puncak LDH 581 ±2380 IU/L dengan rerata 1369IU/L,
dimana kadar puncak ini didapatkan pada 24 ± 48 jam post partum. LDH
dapatdipergunakan untuk mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh
sebab itu parameter ini sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP.
Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus eklampsia
hanya 4 ± 20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat.
Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra
vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada
perenkhim hepar.
3. Jumlah trombosit yang rendah 5
 Hitung trombosit < 100.000/mm
 Pada wanita hamil kadar normal trombosit > 150.000/mm3
Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang
spesifik. Sebagian besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata menurun
selama kehamilan walaupunsecara statistik tidak signifikan. Pada wanita hamil
normal kadar trombosit berkisar >150.000/ mm3. Dan pada sindroma HELLP
kadar ini menurun sampai < 100.000/ mm3.Martin dkk (1991) melaporkan
dari 158 preeklampsia berat dengan sindroma HELLPdidapati kadar trombosit
berbeda-beda. Didapatinya 19% pasien pada saat masuk rumahsakit dengan
14
jumlah trombosit > 150.000/mm3, 35% antara 100.000 ± 150.000/mm3,
31%antara 50.000 ± 100.000/mm3 dan 15% < 50.000/mm3.

2.9 Diagnosis banding 4


Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi,
yang tidak bernilai diagnostic pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah
diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan.
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi: 5
1. Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan :
 Benigna trombositopenia dalam kehamilan
 Acute Fatty Liver of Pregnancy (AFLP)
AFLP HELLP
Glukosa Rendah Normal
Asam urat Tinggi Tinggi
Kreatinin Tinggi Tinggi
Trombosit Rendah atau normal Rendah / normal
Fibrinogen Rendah Normal – meningkat
Waktu protrombin (PT) Memanjang Normal
Waktu parsial tromboplastin Memanjang Normal
(PTT)

2. Penyakit infeksi dan inflamasi, tidak berhubungan dengan kehamilan :


 Hepatitis
 Kolangitis
 Kolesistisis
 Gastritis
15
 Ulkus gaster
 Pankreatitis akut
 Infeksi saluran kemih bagian atas
3. Trombositopenia
 ITP
 Defisiensi asam folat
 SLE

2.10 Penatalaksanaan
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier
dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi.
Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya
kelainan pembekuan darah. 6
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO 4 untuk mencegah
kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO 4 20% sebagai dosis
awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai
produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO 4 Jika
terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.6
Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110
mmHg di samping penggunaan MgSO4 Hal ini berguna menurunkan risiko
perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya
16
mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang
sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg
(dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan
tercapai. Labetalol, Normodyne dan nifedipin juga digunakan dan memberikan
hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO 4
diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak
dapat digunakan. 6
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan
menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai
pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera
mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko
perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk
segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain
merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang
kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan
memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),
menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.
Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian
besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35
minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu
dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika
tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat
diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan
diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara
kontinu selama periode ini. Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan
istirahat dapat meningkatkan volume plasma. Pasien tersebut juga menerima infus
albumin 5 atau 25%; usaha ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan
karena meningkatkan jumlah trombosit. Thia garajah meneliti bahwa
peningkatan jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan pemberian
prednison atau betametason.
Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan
dengan istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat
17
diperpanjang sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup,
pasien-pasien ini mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm atau
mempunyai enzim hati yang normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa
penggunaan kortikosteroid saat antepartum dan postpartum menyebabkan
perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP.
Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason
12 mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan
paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan
deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih cepat, penurunan
tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin yang cepat,
sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital
dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid dihentikan
jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan
tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut serta
produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.
Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang
mengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus
diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur
kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti
induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat
untuk induksi. 5
Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32
minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik. Transfusi trombosit
diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan, jika hitung trombosit <
20.000/mm. Namun tidak perlu diulang karena pemakaiannya terjadi dengan
cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus diawasi ketat di
ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam
postpartum; beberapa, khususnya yang DIC, dapat terlambat membaik atau
bahkan memburuk. Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif
untuk beberapa hari. Penanganan sindrom HELLP post partum sama dengan
pasien sindrom HELLP anteparturn, termasuk profilaksis antikejang. Kontrol
hipertensi harus lebih ketat.

18
Sikap pengelolaan obstetrik : 2

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif yaitu kehamilan
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominam.
Sikap terhadap kehamilan : 2
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur
kehamilan, kehamilan segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan pervaginam
atau perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah bila
hendak melakukan anastesi regional.
Pengelolaan : 2
Diagnosis dini sangatlah penting, mengingat banyaknya penyakit yang mirip
dengan sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus
memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan pada preeklamsia dan
eklamsia. Pemberian cairan intravena harus hati-hati karena sudah terjadi
vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5 %
bergantian RL 5 % dengan kecepatan 100ml/jam dengan produksi urin
dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio
sesarea dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit.
Bila trombosit < 40.000/ml dan akan dilakukan SC maka perlu diberi transfusi
darah segar. Dapat pula diberi plasma exchange dengan fresh frozen
plasmadengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10mg iv tiap 12 jam segera setelah
diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian ini adalah untuk:
1. kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin
2. untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik
dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP postpartum diberikan dexmethason 10mg iv setiap 12 jam
disusul pemberian 5 mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off)
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan
meningkatnya produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, menurunnya

19
kadar LDH dan AST. Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera dilakukan
pembedahan lobektomi.

Penatalaksanaan sindroma HELLP : 5

1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :


a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan
b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan MgSO4
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar
subkapsular
2. Evaluasi kesejahteraan janin :
a. Non stress test
b. Profil biofisik
c. Ultrasonografi biometri
3. Evaluasi kematangan paru, jika umur kehamilan < 35 minggu
a. Jika matur, segera akhiri kehamilan
b. Jika immatur , beri kortikosteroid lalu akhiri kehamilan. 5
Jika usia kehamilan ≥ 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil segera lahirkan.
Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan
segera dengan cara SC. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi.
Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada
kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua
kehamilan ≥ 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan servix yang
telah matang diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan servix yang belum
matang, SC elektif merupakan pilihan. Usia kehamilan < 30 minggu dengan
servix yang matang lebih aman dilakukan persalinan pervaginam. Resiko
terjadinya perdarahan intraventikuler pada bayi hampir 80% didapati pada
persalinan dengan SC. Selain itu juga didapati stress yang terjadi pada ibu dan
bayi serta peningkatan komplikasi pada SC. Hal ini merupakan alasan mengapa
persalinan pervaginam merupakan pilihan.
Indications for cesarean section : 4
1. Nonreassuring fetal status
20
2. Abnormal fetal presentation
3. < 30 weeks gestation with low Bishop score of <5
4. <32 weeks of gestation with intrauterine growth restriction or
oligohydramnios and low Bishop score of <5
5. Known subcapsular liver hematoma
6. Suspected abruptio placentae
Obat antihipertensi yang digunakan untuk sindroma HELLP : 4
1. Hydralazine
5 mg IV to start with, repeat 5-10 mg every 15-20 minutes when needed,
maximum cumulative dose of 20mg or the blood pressure is controlled.
2. Labetalol
20 mg IV to start with, followed by 40mg, then 80 mg at 10-15 minutes
intervals until the desired response or maximum dose of 220 mg is
administered.
3. Nifedipine
10-20 mg doses at 30 minutes interval for a maximum of 50 mg (not
approved by FDA for hypertension).

Penanganan sindoma HELLP 6

21
Algoritma penanganan suatu hellp syndrome meliputi:
Pertimbangan dalam kehamilan :
a. Persalinan pervaginam diusahakan bila penderita berada dalam keadaan inpartu,
usia kehamilan > 32 minggu dan bila nilai pelvik baik dapat dilakukan induksi dengan
drip oksitosin.
b. Persalinan dengan operasi sesar dilakukan pada umum kehamilan ≤ 32 minggu dan
nilai pelvik belum matang, ada gawat janin, malpresentasi, riwayat operasi sesar
sebelumnya,
induksi dengan drips oksitosin gagal, nilai pelvik yang jelek atau pada keadaan
dimana kondisi ibu cenderung memburuk Angka kejadian DIC pada sindroma
HELLP sekitar 15%.

Hellegren dkk menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :


1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin
parsial ( 40 det)
3. kadar fibrinogen  300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest dan jika
ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai diagnosis DIC jika
didapatkan : trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan
trhombin time)

2.11 Komplikasi
a. Komplikasi terhadap ibu

22
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 24 %. 2
1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan
rupture hati. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan intrakranial 45%,
cardiopulmonary arrest 40%, DIC 39%, gagal nafas/ adult respiratory distress
28%, gagal ginjal 28%, sepsis 23 %, perdarahan hepar, ruptur hepar 20%,
ensefalopati hipoksia 16%. 7
b. Komplikasi terhadap bayi
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksia intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin
berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom
gangguan pernafasan (RDS). 6
2.12 Prognosa
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27 % untuk
mendapat resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko
sampai 43% untuk mendapat preeklamsia pada kehamilan berikutnya. 5
Sibai dkk melaporkan penderita dengan normotensif sebelum menderita
sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk terjadinya preeklamsia,
3% terjadi sindroma HELLP pada kehamilan berikutnya. Pada penderita
sindroma HELLP dengan riwayat hipertensi kronik sebelumnya maka 75% akan
terjadi preeklamsia dan 5% kemungkinan terjadi sindroma HELLP pada
kehamilan berikutnya.5
Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berkisar 10-60 % tergantung
dari keparahan penyakit ibu. Bayi yang menderita sindroma HELLP akan
mengalami pertumbuhan janin terhambat dan sindroma kegagalan pernafasan. 5
Abramovici melaporkan angka kematian bayi 5,5 % dari 269 bayi dengan ibu
sindroma HELLP. Hampir 90% penyebab kematian karena sindroma gagal
nafas.5
2.13 Pencegahan
Untuk dapat mencegah suatu penyakit harus diketahui etiologi,
pathogenesis dan faktor-faktor resikonya.Mengingat etiologi preeklampsiaa
belum diketahui, maka metode untuk memprediksi terjadinya preeklampsiaa juga
masih rendah.
23
Beberapa metode dibawah ini dapat menggambarkan cara-cara
pencegahan preeklampsia:
a. Istirahat tirah baring
Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeklampsia ringan.
Namun istirahat baring dapat mencegah preeklampsia ringan menjadi
preeklampsia berat.
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretic  
Restriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya preeklampsia,
sekedar menghilangkan edema dan penurunan tekanan darah.
c. Suplementasi Magnesium
Peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya preeklampsia masih
kontroversi.
d. Defisiensi Zinc
Defisiensi zinc mempunyai hubungan dengan pathogenesis preeklampsia. Hal
ini terbukti bahwa pada preeklampsia kadar zinc dalam plasma, leukosit, dan
plasenta menurun.
e. Suplementasi Minyak Ikan
Telah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang
secara teoritisdapat memungkinkan terjadinya insidens preeklampsia. Minyak
ikan ini mengandung asam lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap
metabolisme prostaglandin sehingga tidak terbentuk thromboxane A2, tetapi
terbentuk thromboxane A3 yang merupakan vasokonstriktor lemah.
f. Suplementasi Kalsium
Pada preeklampsia terjadi penurunan eskresi kalsium dalam urine. Namun
terjadi hal yang sebaliknya bila terjadi defisiensi kalsium maka resiko
terjadinya preeklampsia lebih besar.
g. Pemberian Aspirin Dosis Rendah
Beberapa peneliti telah melaporakan bahwa pemberian anti thrombotik berupa
Aspirin dosis rendah, dapat menurunkan insidens preeklampsia dan
pertumbuhan janin terlambat. Dosis yang diberikan berkisar antara 50 m–150
mg/hari. Hasil penelitian dari beberapa center menggambarkan hasil yang
kontroversi. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan bahwa
24
antara pemberian aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya
preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal:
solusio plasenta).
h. Pemberian Antioksidan, Vitamin C, vitamin E, dan βCarotene
 

25
BAB III
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Sri Sugiharti
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Ds. Kapas RT 04 RW 01, Kec. Kapas Kab. Bojonegoro
Masuk RS : 26 Agustus 2015 Pkl. 06.00 WIB
RMK : 47-22-73

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Tekanan darah tinggi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien hamil anak kedua merasa hamil 8 bulan datang ke RSUD Bojonegoro
dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak kehamilan pertama, keluhan lain nyeri
perut atas, mual, muntah dan pusing. keluhan ini dirasakan sejak pukul 05.00
WIB.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengidap HT sejak hamil anak I
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita Diabetes Melitus, hipertensi, asma, atau
mempunyai penyakit yang sama.
5. Riwayat Haid
Menarche pada usia 16 tahun, siklus haid teratur setiap bulan, lama haid 7 hari.
HPHT: 27/12/2014, TTP: 4/10/2015
6. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, usia 22 tahun, lama menikah 4 tahun.

26
7. Riwayat Obstetri
G2P1A0
Anak pertama lahir normal tahun 2013 di RS Aisyiyah dengan usia kehamilan 7
bulan. Penyulit persalinan: Hipertensi. Bayi laki-laki meninggal saat lahir.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS :456
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 220/110 mmHg
 Nadi : 79 kali/menit
 Respirasi : 21 kali/menit
 Suhu : 36,5oC
Kepala dan Leher
 Edema palpebral (-/-)
 Konjungtiva anemis (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
Thorax
Pulmo Inspeksi: Bentuk simetris, gerak nafas simetris
Palpasi: Fremitus raba simetris
Perkusi: Sonor/Sonor
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronki (-/-)
Cor Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Thrill (-)
Auskultasi: S1 dan S2 tunggal
Abdomen
 Tinggi fundus uteri 24 cm, letak punggung kiri, presentasi kepala, tidak ada
HIS, DJJ 99 - 109 kali/menit (bradikardi)
 VT tidak ada pembukaan, pervag lendir.
Ekstremitas
Atas: Edema (+/+), akral hangat (+/+), CRT < 2 dtk

27
Bawah: Edema (+/+), akral hangat (+/+), CRT < 2 dtk

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Proteinuria manual ++++

V. DIAGNOSA
G2P1A0 usia kehamilan 34 minggu /T/H + HT kronis SIPE

PENATALAKSANAAN
26 Agustus 2015
06.00 Lab lengkap, NST, Periksa proteinuria manual (++++)
Lapor dr. Jihan, Sp.OG: Infus SM, Injeksi Vicillin 3x1gram, injeksi
dexamethasone 1x4ampul, siapkan SC.
07.00 SM 20% 4 gram (I)
Injeksi Vicillin 1 gram
07.15 Tidak ada HIS, DJJ 121kali/menit
Pasien dikirim ke OK. Telah dikerjakan SC + IUD tangal 26 Agustus 2015
pukul 07.55 WIB. Bayi perempuan (H), Ba 1300 gram, Pa 39 cm, AS 3-5,
naus (+), kelainan (-).
Post SC: Antrain 1 ampul di OK
09. 30 S : Pasien datang dari OK, mengeluh lemas, kedinginan, dan mual. pasien
tidak muntah, tidak pusing
O : KU: Lemah Kes: Composmentis
TD: 160/100mmHg N: 84 kali/ menit
RR: 22 kali/menit S: 36.6oC
a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd TFU setinggi pusat, UC (+) baik
Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-)
Ext atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A : P2A0 post SC + IUD
28
10.00 Lapor dr. Jihan Sp. OG : ekstra Furosemide 2-0-0
Konsul dr. sp. Jantung
10.30 S: -
O: KU: lemah Kes: gelisah
TD: 222/148 mmHg N: 80x/menit
S: 36.8oC
K/L: a/i/c/d: +/-/-/-
Thorax : cor: S1S2 tunggal reguler
Pulmo: ves +/+ 2/3 atas, rhonki +/+ 1/3 bawah, retraksi (-)
SpO2 100%
Abd : TFU 2 jari bawah pusat, UC +
Ext : akral HKM, edema +/+, CRT< 2 dtk
GDA : 60 mg/dl
Hasil lab:
- Leukosit: 15.5x10.000
- Bilirubin direk: 0.66 mg/dl
- SGOT/SGPT: 550/349
- As. Urat: 9.8 mg/dL
- Proteinuria +4
A: P2A0H1 post SC+IUD + Hellp syndrome
11.00 SM 40%
Nifedipine (I) stop ganti amlodipine (sore)
Extra furosemide (II)
12.00 Lapor dr. Jihan Sp. OG
a/p Inj. Dexamethasone 2x10 mg
dr. Rio visite: Nifedipine ditunda dulu, Amlodipine 0-0-5 mg
12.15 Dexamethasone 10 mg
17.00 S: -
O: KU: lemah Kes: gelisah
TD: 144/99 mmHg N: 87x/menit
S: 36.0oC RR: 23x/menit
K/L: a/i/c/d: +/-/-/-
Thorax : cor: S1S2 tunggal reguler
29
Pulmo: rhonki +, di lobus paru ka/ki 1/3 basal
Abd : TFU 2 jari bawah pusat. Lapangan operasi tertutup,
perdarahan (–)
Ext : atas: hangat (+/+), edema (-/-), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A: P2A0H1 post SC+IUD + Hellp syndrome partial
P: - SM 40% 5 gr
- O2
- Amlodipine 5 mg pk 18.00
20.00 TD 160/100 mmHg N: 117 x/m
RR: 20x/m S: 36.4OC
Spo2 99%
P: - Inf. Macet – aff
- Pasang infus
- O2 4 lpm
22.20 TD: 165/112 mmHg N: 102x/m
RR: 23 x/m S: 36O C
SpO2: 99%
Ref. patella +/+ UT: 5 cc/jam
Hasil lab:
- Hb: 10.1
- Trombosit: 70 x 1000
- SGOT/PT: 63/526
- BUN: 23
- Kreatinin: 2.2
- Asam urat: 11
- GDA: 200 mg/dl
- Kolesterol total: 321
- Trigliserida: 387
- LDL: 182
- HDL: 37
P: - lapor dr. Jihan Sp. OG
- Konsul dr. Sp PD besok pagi 27/8 2015
30
- Inj. Vicillin ganti Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Furosemide 1 amp. (ekstra) observasi s/d besok pagi
- Inj. SM stop
27/8/2015
06.00 S: pusing +, nyeri luka operasi
O: TD: 207/136 mmHg N: 97x/menit
S: 36.1OC RR: 21x/m
K/L: a/i/c/d: +/-/-/-
Thorax : cor: S1S2 tunggal reguler
Pulmo: rhonki +, di lobus paru ka/ki 1/3 basal
Abd : TFU 2 jari bawah pusat. UC baik, perdarahan biasa
Terpasang Inf. RL
Terpasang O2 4lpm
A: P2A0 Hari 1 post SC+IUD + hellp sindrom
P: Lapor dr. David Sp. PD – belum sambung
Terapi lanjut
Lapor dr. Farid – furosemid 10 amp. Dalam 500 cc/24 jam
10.00 UT: 90 cc/17 jam – dibuang
TD: 198/130 mmHg N: 106x/m
RR: 28x/m SpO2: 99%
P: - Inj. Furosemide 40 mg
- Inj. Salticin 2 amp.
- Konsul dr. Rio, Sp.Jp a/p Amlodipin
0-0-10
10.30 dr. Syamsuri, Sp.OG visite a/p Konsul interna lapor dr. Farid Sp. PD
Terapi lanjut – furosemide 10 amp. Dalam PZ 500 cc/24 jam
18.00 S :-
O : TD: 164/102mmHg N: 95 kali/ menit
RR: 20 kali/menit S: 36.6oC SpO2: 98%
TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik, UT 100cc
Pervaginam: lochea rubra (+)
A : P2A0H1 Hari kedua post SC + IUD + HELLP syndrome
P : O2 coba aff
31
Terpasang infus PZ drip furosemide 10 ampul (infus pump)
Amlodipine 10 mg
28 Agustus 2015
05.00 S : tidak ada keluhan
O : KU: baik Kes: composmentis
TD: 141/86mmHg N: 91 kali/ menit
RR: 20 kali/menit S: 36.3oC
K/L: a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd : TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik, UT 150cc
Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-)
Ext : atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A : P2A0H1 Hari ketiga post SC + IUD + HELLP syndrome
P :-
09.00 S : Batuk
O : KU: baik Kes: composmentis
TD: 138/84mmHg N: 98 kali/ menit
RR: 22 kali/menit S: 36.5oC
K/L: a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd : TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik, UT 80cc (12.5 cc/jam)
Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-)
Ext : atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A: P2A0H1 Hari ketiga post SC + IUD + HELLP syndrome
P : - Inj. Antrain 3x1 amp jam 08.30
- Inj. Salticin 2x2 amp jam 10.00
12.30 Lapor dr. Rio Sp. Jp (K): Codein 3x10, Amlodipine 0-0-5mg
Lapor dr. Farid Sp.Pd: belum sambung
Inj. Dexamethasone 2 amp. Jam 12.15
32
Lapor dr. Syamsuri, Sp.OG: terapi lanjut
14.30 S : Batuk berkurang, pusing (-)
O : KU: baik Kes: composmentis
TD: 143/87mmHg N: 102 kali/ menit
RR: 30 kali/menit S: 36.1oC
SPO2 98%
K/L: a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd : TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik
Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-)
Ext : atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A : P2A0H1 Hari ketiga post SC + IUD + HELLP syndrome
P : - Observasi
- VH
16.30 Inj. Antrain 1 amp.
18.00 TD: 141/86mmHg N: 103x/m
RR: 23x/m
SPO2: 98%
P: Amlodipine 5 mg

29 Agustus 2015
05.00 S : Batuk (-), Pusing (-)
O : KU: baik Kes: composmentis
TD: 130/76mmHg N: 82 kali/ menit
RR: 22 kali/menit S: 36.8oC
SPO2: 93%
K/L: a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd : TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik
Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-)
33
Lochea Sanguinolenta
Ext : atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A : P2A0H1 Hari ketiga post SC + IUD + HELLP syndrome + Oligouria
P : - VH
- Terapi lanjut
- Rawat Luka & rawat infuse
08.00 S : Batuk kadang-kadang
O : KU: baik Kes: composmentis
TD: 136/77mmHg N: 88 kali/ menit
RR: 17kali/menit S: 36.8oC SPO2: 93%
K/L: a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax : Cor S1S2 tunggal reguler
Pulmo Ves/Ves
Abd : TFU 3 jari bawah pusat, UC (+) baik, UT 200cc/10 jam (20
cc/jam), Luka bekas operasi tertutup, perdarahan (-), Lochea
Sanguinolenta
Ext : atas: hangat (+/+), edema (+/+), CRT< 2 dtk
bawah: hangat (+/+), edema (+/+), CRT<2 dtk
A : P2A0H1 Hari ketiga post SC + IUD + HELLP syndrome + Oligouria
P : -ADV
- Lab. Lengkap
- Lapor dr. Farid lab ureum, BUN, kreatinin
12.00 Hasil lab jadi
Hb: 5.5 g/dL Ureum: 193 mg/dl
Leukosit: 36.100/µl BUN: 90 u/L
Eritrosit:1.910.000/ µl Kreatinin: 7.03 mg/dl
Trombo:132.000/ µl Asam urat: 18.4 mg/dl
Bili. direk: 0.36 mg/dl Kolesterol total: 245 mg/dl
Protein total: 5.8 g/dl Trigliserida 621 mg/dl
Albumin: 3.1 g/dl
Lapor dr. Farid Sp.PD: rujuk Surabaya
a/p dr. Symsuri Sp.OG: acc rujuk Surabaya
34
Foto thorax
A : P2A0H1 hari ke-4 post SC + insersi IUD + Hellp syndrome + Anemia
+ Oligouria

35
BAB IV
DISKUSI

Dalam menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus obstetri yang harus dilakukan
terhadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
HT kronis SIPE adalah HT yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan
TD  140mmHg dan menetap setelah 2 minggu pasca persalinan. Pada kasus ini seorang
wanita dengan usia 25 tahun datang ke PONEK RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
tanggal 26 Agustus 2015 jam 06.00 WIB dengan keluhan tensi tinggi keluhan tensi tinggi
sejak kehamilan pertama, keluhan lain nyeri perut atas, mual, muntah dan pusing. Keluhan ini
dirasakan sejak pukul 05.00 WIB. Pasien mengidap HT sejak hamil anak I. Tekanan darah
220/110 mmHg. Selanjutnya hasil pemeriksaan fisik menunjukkan pasien edema dikedua
ekstremitas atas dan bawah. Kemudian dilakukan tes proteinuria secara manual dengan hasil
proteinuria ++++.
Prioritas pertama penangan Preeklampsia adalah menilai dan menstabilkan kondisi
ibu, khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien preeklampsia harus diterapi profilaksis
MgSO4 untuk mencegah kejang. Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi
dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai
pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri
kehamilan. Pasien ini sudah diberikan terapi obat anti kejang Injeksi Magnesium Sulfat
dengan dosis awal 4 gram 20% iv pelan, Injeksi vicillin 1 gram, injeksi dexamethasone 1x4
ampul, dan pasien disiapkan untuk SC.
SC adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding rahim. dengan syarat rahim utuh dan berat janin > 500 gram. Pada
kasus ini didapatkan tanda-tanda gawat janin yakni DJJ 99 - 109 kali/menit (bradikardi).
setelah dikerjakan SC pasien diberi injeksi antrain 1 ampul.
Dasar diagnosis HELLP syndrome ini adalah salah satu keadaan preeklamsia yang
memburuk, terdiri dari :
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik
adanya Burr cells pada apusan darah tepi.
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan
36
tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda
spesifik akan kelainan klinik.
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3merupakan tanda koagulasi intravaskuler. Gejalanya
antara lain mual, muntah, nyeri kepala.
Berdasarkan hasil Cek darah didapatkan Leukosit (15,5x10 3/L), SGOT (550U/L),
SGPT (349U/L), Asam urat (9,8mg/dL), Proteinuria ++++, Bilirubin direk (0,66 mg/dL).

37
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sindroma HELLP ialah preeklamsia-eklamsia disertai timbulnya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. H (Hemolisis) EL
(Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelete Count).
Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Dalam laporan Sibai dkk
(1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun)
dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19
tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan
multipara.Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11%
pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69%
pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya
khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.
Diagnosis sindroma HELLP didahului tanda dan gejala yang tidak khas
malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya mirip tanda dan hejala infeksi
virus). Adanya tanda dan gejala preeklamsia, tanda-tanda hemolisis intravaskular
khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubinindirect, ternjadinya kerusakan /
disfungsi sel hepatosit hepar, dan adanya trombositopenia.
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala preeklamsia harus dipertimbangkan
sindroma HELLP.
Klasifikasi untuk sindrom HELLP ada dua yang pertama menurut kelainan
yang ditemukan,dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP
parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga
kelainan ada). Klasifikasi ke dua berdasarkan jumlah trombosit Sindrom HELLP
kelas I jika jumlah trombosit <50.000/ml. Jumlah trombosit antara 50.000 -
100.000/ml dimasukkan kelas II. Kelas III jika jumlah trombosit antara 100.000 -
150.000/ml.
Sindroma HELLP memiliki gejala yang tidak khas oleh karena itu harus
dipikirkan beberapa diagnosis banding yaitu Penyakit yang berhubungan dengan
kehamilan (Benigna trombositopenia dalam kehamilan Acute Fatty Liver of
38
Pregnancy (AFLP) ), selain itu Penyakit infeksi dan inflamasi, tidak berhubungan
dengan kehamilan, contohnya : Hepatitis, Kolangitis, Kolesistisis, Gastritis, Ulkus
gaster, Pankreatitis akut ,Infeksi saluran kemih bagian atas.dan trombostopenia bisa
didapatkan pada ITP, Defisiensi asam folat, SLE.
Terapi medikamentosa mengikuti terapipreeklamsia-eklamsia dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit lebih rendah dari
50.000ml atau adanya koagulati konsumtif maka harus diperiksa waktu protrombin,
tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian dexametason diberikan dengan dosis
ganda.
Sikap terhadap kehamilan dengan sindrom HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan
diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan
pervaginamatau perabdominan.
Angka mortalitas dan morbiditas untuk ibu bersalin cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardio pulmonar, gangguan pembekuan
darah, perdarahan otak,ruptur hepar, dan kegagalan organ multipel. Demikian juga
kematian perinatal pada sindrom HELLP cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm.

3.2 Saran
a. Kepada ibu hamil
Upaya memeriksakan kehamilannya rutin setiap bulan kontrol ke bidan atau
ke rumah sakit untuk mengetahui adanya hipertensi dalam kehamilan yang mengarah
kepada kelainan sindroma HELLP terutama kepada yang memiliki faktor resiko
terjadinya sindroma HELLP.

b.Kepada kalangan medis


Diharapkan kepada kalangan medis dapat mendiagnosa sindroma HELLP dan
mengetahui bagaimana cara mengelola serta mengetahui upaya pencegahan terhadap
sindroma HELLP agar menurunkan angka kematian ibu dan anak.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan Geri. 2009. Obstetri dan Ginekologi : Panduan Praktik. EGC. Jakarta
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2005.Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC.
2. Saifuddin AB. 2008. Dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
Keempat. Jakarta : BP – SP http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files
/11_151_SindromHELLP.pdf/11_151_Sindrom HELLP.html diakses pada
tanggal 12 Agustus 2015
3. Rahardjo, Eddy. Maulydia. 2012. Laporan Kasus sindroma Hellp, eklamsia dan
perdarahan intrakranial. (online). http://perdici.org/wp-content/uploads/
mkti/2012-02-01/mkti 2012-0201-044048.pdf diakses tanggal 11 Agustus
2015
4. Hemant K, Satpathy. Dkk. 2009. Hellp syndrome. (online). Journal Obstet Gynecol
India Vol. 59 http://medind.nic.in/jaq/t09/i1/jaqt09i1p30.pdf diakses tanggal
11 Agustus 2015
5. Dina, Sarah. 2003. Luaran ibu dan bayi penderita preeklamsi berat dan eklamsia
dengan atau tanpa sindroma Hellp. Skripsi : fakultas kedokteran universitas
sumatra utara.
6. Prissilia, Atika. 2012. Preeklamsia berat dengan Hellp sindrome. Laporan kasus.
Fakultas kedokteran universitas trisakti.
http://www.scribd.com/doc/170896770/ Tugas-Laporan-Kasus-Tika-Dr-
Neza#scribd. Diakses tanggal 12 Agustus 2015.
7. Baxter, K Jason, Weinstein, Louis. 2004. HELLP Syndrome. (online). Volume 59,
Number 12 Obstetrical And Gynecological Survey. http://anestesinorr.
se/filer/december/HELLP_Syndrome_state.pdf diakses tanggal 12 Agustus
2015
8. Rambulangi, John. 2006. Sindroma HELLP. Jurnal : fakultas kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar. http://www.slideshare.net/chiko02/11-
151-sindromhellp diakses tanggal 13 Agustus 2015
9. Raras, Arinda A. 2011. Pengaruh Preeklampsia Berat Pada Kehamilan Terhadap
Keluaran Maternal dan Perinatal di RSUP Dr Kariadi Semarang Tahun 2010.
Skripsi: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
40

Anda mungkin juga menyukai