Anda di halaman 1dari 3

Sejarah[sunting 

| sunting sumber]

Skuad Persitara ISL

Sejarah pendirian Persitara sendiri tak bisa dilepaskan dari


peran Persija sebagai induk sepakbola Jakarta. Pada 1970-an, Persija yang
masih gabung dengan Komisi Daerah (Komda) PSSI Jawa Barat menggagas
pembentukan Komda tersendiri di Jakarta. Pasalnya, Macan
Kemayoran kesulitan menampung klub-klub lokal yang menjamur.
Pembentukan Komda Jakarta beriringan dengan didirikannya “Persija-persija
lain”, yaitu Persijatimut (Timur-Utara) dan Persijaselbar (Selatan-Barat).
Persijatimut pecah lalu Persitara resmi berdiri sendiri dengan nama
Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta Utara pada 1985.
Persitara Jakarta Utara adalah salah satu klub sepakbola di Jakarta. Persitara
adalah singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta Utara.
Awalnya klub berjuluk Laskar Si Pitung ini berdiri pada tahun 1979
menggunakan nama Persija Timur Utara (Persijatimur) dan baru kemudian
pada tahun 1985 klub ini resmi memakai nama Persitara Jakarta Utara yang
dianggap benar-benar mewakili masyarakat Jakarta Utara. Tim
berjuluk Laskar Si Pitung adalah salah satu kontestan Liga Super 2008/09,
kompetisi paling elit di Indonesia pada saat itu.
Di era perserikatan, prestasi terbaik Persitara terjadi pada musim 1985/86,
ketika sukses menembus Divisi Utama Perserikatan. Sama halnya dengan
tim asal Jakarta lainnya, Persitara hidup dari sokongan dana APBD DKI
Jakarta. Hanya saja, sejak berdirinya, Persitara tidak mendapatkan kucuran
dana rakyat sama seperti yang diterima saudara tuanya yaitu Persija Jakarta.
[1]

Puncaknya ketika tampuk kepemimpinan di DKI Jakarta


dipegang Sutiyoso selama dua periode. Persitara sama sekali tidak
diperhitungkan dan hanya dianggap sebagai tim pelengkap. Terlebih dengan
munculnya wacana "Jakarta Satu". Yakni hanya satu tim sepak bola yang
tampil mewakili Jakarta. Itu dilihat dari dana APBD yang diperoleh. Persija
mendapat dana APBD sekitar Rp 22 miliar, sementara Persitara hanya
kebagian Rp 3 miliar.[2]
Tak kunjung mendapat perhatian dari Pemprov DKI, prestasi Persitara pun
terjun bebas, hingga berada di kasta terendah Divisi Dua pada musim 2002.
Dari situlah tim yang diterima menjadi anggota PSSI sejak 1980 ini mulai
merajut prestasi, hingga akhirnya bisa menembus Superliga, yang kali ini
merupakan musim keduanya digelar.
Yang paling tragis tentunya adalah Persijatim Jakarta Timur, yang merupakan
pecahan dari Persitara. Karena merasa kurang mendapat perhatian di ibu
kota akhirnya tim ini dijual ke Pemprov Sumatra Selatan, yang kemudian
berubah nama menjadi Sriwijaya FC (SFC).
Dualisme yang terjadi di kompetisi Indonesia pada 2011-2012, antara
Indonesia Primer League (IPL) yang dikelola PT Liga Prima Indonesia
Sportindo milik PSSI dan PT Liga Indonesia operator Indonesia Super
League (ISL) semakin meruncing.
Era 2010-an adalah masa sulit bagi Persitara. Dualisme kompetisi pada
2011-2013 dengan Batavia Union membuat klub ini terbelah. Selain itu, krisis
finansial akut yang menggerogoti Laskar Si Pitung mulai menampakkan
efeknya. Di Divisi Utama 2014, Persitara menunggak gaji pemain. Mereka
bahkan sempat tak mampu menyewa Stadion Tugu sehingga gagal
menggelar laga kandang. Persitara kemudian didegradasi ke Divisi Ketiga.
Situasi semakin kacau bagi Persitara. Ketiadaan manajemen yang kompeten
membuat mereka terkatung-katung di Liga 3 [3]

Rivalitas[sunting | sunting sumber]
Derby Jakarta[sunting | sunting sumber]
Akhir dekade 2000an adalah periode bergairah bagi sepak bola ibukota.
Bukan karena Persija kerap meraih kejuaraan, melainkan karena dua
tim Jakarta, Persitara dan Persija rutin bersua di divisi teratas Liga Indonesia.
Rivalitas dua tim itu mewarnai gelaran Divisi Utama hingga musim pertama
Liga Super.
Derbi Jakarta edisi terakhir digelar pada 2010 silam. Setelah itu, Laskar Si
Pitung terdegradasi dan mengalami krisis finansial yang membuat mereka
terkatung-katung di Liga 3. Keberhasilan menembus Divisi Utama adalah
prestasi membanggakan bagi Persitara. Pasalnya, Laskar Si Pitung bukanlah
klub besar. Juga, mereka selalu dianaktirikan oleh Pemprov Jakarta, misalnya
saat mereka tak mendapat dukungan memadai sebagaimana tim
berjuluk Macan Kemayoran (Persija Jakarta).
Hal paling kentara saat klub-klub Indonesia masih disokong dana APBD.
Persija dilaporkan mendapat kucuran dana sekitar 22 miliar dari Pemprov.
Sedangkan Persitara hanya diberi kira-kira 3 miliar atau tujuh kali lebih kecil.
Semasa Gubernur Sutiyoso menjabat, pemerintah pun seakan menyepelekan
kehadiran Persitara. Pada 2009, pemerintah daerah mewacanakan
slogan Jakarta Satu yang berarti hanya akan ada satu klub yang mewakili ibu
kota. Persitara hendak dimerger ke dalam Persija. Wacana ini tentu ditolak
kalangan suporter hingga akhirnya rencana merger dibatalkan.
Hilangnya Persijatim dari kancah persepakbolaan ibukota pun dijawab oleh
Persitara. Laskar Si Pitung seperti tak ingin Jakarta hanya diwakili satu klub.
Persitara meraih promosi pada 2005 dan menemani Persija di Divisi Utama.
Pada 30 Januari 2006, pertandingan bersejarah digelar di Stadion Tugu.
Untuk pertama kalinya sejak 1988, Persitara menghadapi Persija dalam
kompetisi resmi. Waktu itu, Laskar Si Pitung harus mengakui keunggulan
saudara tuanya. Dua gol dari Francis Wewengkang dan Roger Batoum hanya
mampu dibalas sekali oleh Persitara melalui gol dari Jean Paul Boumsong.
Semusim kemudian, tepatnya pada 17 Februari 2007, sesuatu yang dinanti-
nanti Persitara terjadi. Bermain di Stadion Tugu, Laskar Si
Pitung membungkam Persija dengan skor 2-1. Dua striker yang pernah
memperkuat Timnas Indonesia, Gendut Doni dan Kurniawan Dwi
Yulianto mencetak gol Persitara dalam pertandingan tersebut. Kemenangan
fenomenal diraih Persitara di musim pertama Liga Super Indonesia.
Bertandang ke markas darurat Persija di Stadion Gajayana, Malang pada 6
Juni 2009, Laskar Si Pitung tampil meyakinkan dan menang 2-4.
Kemenangan tersebut menegaskan daya saing Persitara atas sang saudara
tua. Pada masa itu, Laskar Si Pitung memang diperkuat pemain-pemain
bintang yang membuat mereka mampu bersaing di papan atas. Pemain
sekaliber Kurniawan, John Trakpor, hingga Alfredo Figueroa sempat
membela Persitara.
Hingga sejak 2010, Persitara terus mengalami penurunan. Pada 2014,
mereka teregradasi dari Divisi Utama 2014 karena masalah keuangan.
Hingga tahun 2019, Persitara masih berkutat di Liga 3 Zona DKI Jakarta.[4]

Anda mungkin juga menyukai