Anda di halaman 1dari 10

132

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERIAN


HAK GUNA USAHA

Janri Wolden Halomoan Sirait


Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau
Kampus Bina Widya Jl. H.R. Soebrantas, Km. 12,5 Panam Pekanbaru

Abstract: Policy Implementation for Giving Cultivate Right. This study aims to determine
Policy Implementation for Giving Cultivate Right the National Land Agency Regional Office of
Riau Province. This research is a descriptive study with qualitative approach. Informants in this
study are the people who play a role in the administration of leasehold in the Regional Office of
Riau Province National Land Agency. Data collection technique were interview, observation and
documentation. The results of this study showed that the implementation of the policy of granting
rights to cultivate the Nasioanal Land Agency Regional Office of Riau province has not gone up,
meaning that implementation is happening in the field is still not effective. Still the presence of
companies that do not have the right to cultivate while they have been operating.

Keywords: policy implementation, Cultivation Rights

Abstrak: Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha oleh Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau. Jenis penelitian ini adalah Penelitian deskriptif den-
gan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah orang orang yang berperan dalam
Pemberian Hak Guna Usaha pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau.
Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pemberian hak guna usaha pada Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasioanal Provinsi Riau belum berjalan dengan maksimal, artinya implemen-
tasi yang terjadi dilapangan masih belum berjalan efektif. Masih terdapatnya perusahaan-perusa-
haan yang belum memiliki hak guna usaha sementara mereka telah beroperasi.

Kata kunci: implementasi kebijakan, hak guna usaha

PENDAHULUAN syaratnya adalah luas tanah di atas lima hek-


Kegiatan usaha perkebunan merupak- tar dan memiliki modal serta penggunaan
an suatu usaha yang membutuhkan tanah teknologi yang tinggi dalam usaha peng-
yang sangat luas, sehingga tidak mengher- gerak dari usaha perkebunan tersebut.
ankan jika usaha perkebunan dalam termi- Hak Guna Usaha (HGU) sebagai salah
nologi hukum agraria merupakan kategori satu hak atas tanah yang bersifat primer
penggunaan hak atas tanah yang sifatnya yang memiliki spesifikasi-spesifikasi ter-
Hak Guna Usaha. Pola penggunaan atau tentu. Spesifikasi dimaksud adalah bahwa
penguasaan hak atas tanah yang sifatnya tanah yang dapat diberi HGU adalah tanah
Hak Guna Usaha merupakan hak atas tanah negara yang peruntukannya adalah bagi
yang bersifat sekunder, karena kedudukan- usaha pertanian, perikanan, perkebunan dan
nya berada di bawah hak milik atas tanah. peternakan. Harus diperhatikan pula bahwa,
Selain itu, dalam penggunaan pola Hak “tanah Negara yang dapat diberikan HGU”
Guna Usaha atas perkebunan salah satu adalah: pertama, tanah Negara sebagai ka-

132
Janri Wolden Halomoan Sirait, Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha 133

wasan hutan yang dalam kategori hutan gan sekarang ini tanah-tanah perkebunan
produksi (bukan hutan lindung dan hutan yang telah dilekati dengan Hak Guna Usaha
konservasi) yang kemudian dialihkan sta- banyak diklaim bahkan diduduki oleh ma-
tusnya dari hutan produksi menjadi lahan syarakat dengan alasan-alasan tertentu yang
yang dapat dijadikan perkebunan, pertanian, menimbulkan problema tersendiri dalam
perikanan dan peternakan. Kedua, apabila rangka mengelola tanah perkebunan. Den-
keinginan investor untuk menginvestasikan gan adanya klaim dari masyarakat terhadap
modalnya dalam sektor perkebunan berada kebijakan pemberian hak guna tanah oleh
diatas lahan atau tanah yang telah dikua- Badan Pertahanan Nasional, maka perlu
sai dengan hak tertentu, harus dilakukan dikaji bagaimana implementasi kebijakan
pelepasan hak kepada Negara disertai per- pemberian hak guna tanah dan faktor-faktor
mohonan pemilikan hak. Apabila alas hak apakah yang mempengaruhinya?.
yang melekat pada tanah dimaksud adalah Menurut Grindle dalam Solichin
hak milik, maka harus dilakukan dengan (2005), implementasi kebijakan sesung-
pengadaan tanah (tanaman dan/atau ban- guhnya bukanlah sekedar bersangkut paut
gunan di atasnya) dengan ganti kerugian dengan mekanisme penjabaran keputusan-
yang dibebankan pada pemohon HGU. keputusan politik ke dalam prosedur-prose-
Dasar utama pemberian HGU bagi investor dur rutin lewat saluran-saluran birokrasi,
adalah peruntukan tanah pada saat penga- melainkan lebih dari itu, ia menyangkut
juan izin investasi (baik secara lintas sek- masalah konflik, keputusan dan siapa yang
toral maupun yang bersifat sektoral). Izin memperoleh apa dari kebijakan. Oleh karena
investasi, baik yang sektoral maupun lintas itu tidak terlalu salah jika dikatakan imple-
sektoral, membutuhkan koordinasi antar in- mentasi kebijakan merupakan aspek yang
stansi Pemerintah Pusat dengan Pemerin- penting dari keseluruhan proses kebijakan.
tah Daerah. Meskipun peran koordinasi ini Sebaik apapun sebuah kebijakan tidak akan
merupakan mainstream prosedur kegiatan ada manfaatnya bila tidak dapat diterapkan
penanaman modal, akan tetapi juga sebagai sesuai dengan rencana. Penerapan adalah
faktor penunjang yang menentukan sukses suatu proses yang tidak sederhana.
tidaknya penanaman modal dan sebagai pa- Perlu disadari bahwa dalam melak-
rameter untuk mengukur tingkat kepercay- sanakan implementasi suatu kebijakan tidak
aan investor dalam menanamkan modalnya selalu berjalan mulus. Banyak faktor yang
di Indonesia. dapat mempengaruhi keberhasilan suatu
Pembangunan sektor perkebunan se- implementasi kebijakan. Untuk menggam-
bagai bagian integral dari pembangunan barkan secara jelas variabel atau faktor-
nasional mempunyai peranan yang penting faktor yang berpengaruh penting terhadap
bagi pertumbuhan ekonomi, hal ini disebab- implementasi kebijakan publik serta guna
kan fungsinya sebagai penghasil devisa, pe- penyederhanaan pemahaman, maka akan
masok bahan baku bagi industri dalam neg- digunakan model-model implementasi kebi-
eri serta sebagai penyedia lapangan kerja. jakan. Terdapat banyak model implementasi
Dalam rangka memberikan kepastian hu- menurut para ahli, diantaranya model imple-
kum pada sektor pembangunan perkebunan mentasi kebijakan publik menurut George
terutama dibidang pertanahan diperlukan Edward III dalam Widodo (2010) terdapat
adanya hak atas tanah yang memberikan empat faktor yang mempengaruhi keberhas-
kewenangan kepada pemegang hak untuk ilan atau kegagalan implementasi kebijakan
menguasai dan mengusahakan secara fisik antara lain:faktor komunikasi, sumberdaya,
tanah yang diberikan hak tersebut. Adapun disposisi dan struktur birokrasi.
hak atas tanah yang dapat mengakomodir bi- a. Komunikasi
dang pembangunan perkebunan adalah Hak Komunikasi diartikan sebagai “pros-
Guna Usaha. Namun disisi lain perkemban- es penyampaian informasi komunikator
134 Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 14, Nomor 2, Januari 2017 : 132-141

kepada komunikan”. Informasi mengenai METODE


kebijakan publik perlu disampaikan kepada Metode dalam penelitian ini adalah
pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yak-
dapat mengetahui apa yang harus mereka ni menggambarkan atau menjelaskan suatu
persiapkan dan lakukan untuk menjalankan keadaan, data, status fenomena berdasarkan
kebijakan tersebut. fakta-fakta yang ada. Informan penelitian
b. Sumber Daya adalah:
Sumberdaya mempunyai peranan 1. Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaft-
penting dalam implementasi kebijakan. aran Tanah Kantor Wilayah Badan Per-
Sumberdaya tersebut meliputi sumber daya tanahan Nasional Provinsi Riau,
manusia, sumber daya anggaran, dan sum- 2. Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah
ber daya peralatan dan sumber daya ke- Badan Hukum,
wenangan. 3. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
c. Disposisi Riau,
Pengertian disposisi dikatakan sebagai 4. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau,
“kemauan, keinginan dan kecenderungan 5. pihak perusahaan pemilik izin Hak
para pelaku kebijakan untuk melaksanakan Guna Usaha di Provinsi Riau.
kebijakan tadi secara sungguh-sungguh se- Teknik pengumpulan data dalam
hingga apa yang menjadi tujuan kebijakan penelitian ini adalah observasi, wawancara
dapat diwujudkan”. dan dokumentasi. Setelah data penelitian
d. Struktur Birokrasi selesai dikumpulkan, kemudian dianalisis
Ripley dan Franklin dalam Winarno menggunakan metode deskriptif dengan
(2005) mengidentifikasi enam karakteristik menguraikan data-data dan fakta yang di-
birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap peroleh. Untuk selanjutnya dianalisis se-
birokrasi di Amerika Serikat, yaitu: cara kualitatif mulai dari pengumpulan data,
1) Birokrasi diciptakan sebagai instru- penyajian data, reduksi data dan penarikan
men dalam menangani keperluan- kesimpulan.
keperluan publik (public affair).
2) Birokrasi merupakan institusi yang HASIL
dominan dalam implementasi kebi- Implementasi kebijakan pemberian
jakan publik yang mempunyai ke- hak guna usaha wilayah Kantor Badan Per-
pentinganyang berbeda-beda dalam tanahan Nasional Provinsi Riau sering di-
setiap hierarkinya. anggap hanya merupakan pelaksanaan dari
3) Birokrasi mempunyai sejumlah tu- apa yang telah diputuskan oleh legislatif
juan yang berbeda. atau para pengambil keputusan, seolah-olah
4) Fungsi birokrasi berada dalam ling- tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi
kungan yang kompleks dan luas. dalam kenyataannya, tahapan implementasi
5) Birokrasi mempunyai naluri ber- menjadi begitu penting karena suatu kebi-
tahan hidup yang tinggi dengan be- jakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak
gitu jarang ditemukan birokrasi yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
mati. Dalam Pemberian Hak Guna Usaha prose-
6) Birokrasi bukan kekuatan yang ne- durnya adalah mengurus izin pelepasan ka-
tral dan tidak dalam kendali penuh wasan hutan terlebih dahulu, kemudian apa-
dari pihak luar. bila disetujui pemohon melanjutkan untuk
Penelitian ini bertujuan untuk men- mengurus izin lokasi, selanjutnya mengurus
getahui implementasi kebijakan pemberian AMDAL sebagai prasyarat untuk mendapat-
hak guna atas tanah dan faktor-faktor yang kan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Setelah
mempengaruhinya. Izin Usaha Perkebunan (IUP) diterbitkan,
perusahaan atau pemohon harus mengaju-
Janri Wolden Halomoan Sirait, Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha 135

kan izin pembukaan lahan atau land clear- sanaannya, sesuai UU No. 5 Tahun 1990,
ing dan dapat segera beroperasi sejalan khususnya untuk kawasan konservasi, ta-
dengan permohonan HGU kepada BPN. man nasional, dan cagar alam, diawasi oleh
Secara garis besar, peneliti membagi prose- Dirjen PHKA bersama balai-balainya, sep-
dur perizinan ini menjadi 4 tahap yaitu izin erti BKSDA dan Balai Taman Nasional. 
pelepasan kawasan hutan, izin lokasi, izin Sementara untuk hutan lindung dan hutan
usaha perkebunan serta Izin HGU dengan produksi diawasi oleh gubernur dan Bupati.
uraian sebagai berikut: Pelaksanaannya diatur dalam tata guna hu-
tan kesepakatan (TGHK), dan yang mem-
Izin Pelepasan Kawasan buat ini adalah daerah.
Hutan Hasil wawancara peneliti dengan ke-
Pada PP No 10 tahun 2010 tentang pala bidang hak tanah dan pendaftaran ta-
Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fung- nah BPN Provinsi Riau menjelaskan bahwa
si Kawasan Hutan menyebutkan bahwa prosedur pelepasan kehutanan itu sudah
pelepasan kawasan hutan adalah perubahan jelas dan mempunyai tujuan yang jelas yaitu
peruntukan kawasan hutan produksi yang untuk meningkatkan nilai tambah suatu ka-
dapat dikonversi menjadi bukan kawasan wasan hutan melalui kegiatan pemanfaatan
hutan. Pelepasan kawasan hutan ini tidak lahan dengan pembangunan perkebunan
akan diproses pada provinsi yang luas huta- sawit di kawasan tersebut. Untuk prosedur
nnya kurang dari 30% kecuali dengan cara perizinan pelepasan kawasan hutan pemo-
tukar menukar kawasan hutan. Pelepasan hon harus memenuhi persyaratan adminis-
kawasan hutan dilakukan untuk kepentin- trasi maupun rekomendasi teknis, selanjut-
gan pembangunan di luar kegiatan kehu- nya rekomendasi dari Gubernur Provinsi
tanan, yaitu seperti untuk transmigrasi dan Riau kemudian melalui pertimbangan teknis
untuk perkebunan. Permohonan pelepasan dari Dinas kehutanan Provinsi Riau. Per-
kawasan hutan diajukan pemohon kepada mintaan konversi hutan untuk kepentingan
Menteri Kehutanan.  Persetujuan prinsip pembangunan perkebunan terus  mengalami
pelepasan kawasan hutan adalah pernyataan peningkatan yang pesat, sehingga  mengaki-
tertulis dari Menteri yang berisi persetujuan batkan luas hutan konversi terus mengalami
atas permohonan pelepasan kawasan hu- penurunan.  
tan untuk digunakan bagi pembangunan di Selanjutnya hasil wawancara dengan
luar kegiatan kehutanan.Persetujuan prinsip kepala seksi penetapan hak tanah Badan
diberikan untuk jangka waktu paling lama Hukum BPN Provinsi Riau dapat disimpul-
1(satu) tahun sejak diterbitkan dan dapat kan bahwa implementasi di lapangan tidak
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing sesuai dengan prosedur yang berlaku, seba-
paling lama 6 bulan. Dalam jangka waktu gian perusahaan perkebunan tetap melaku-
berlakunya persetujuan prinsip pemohon kan penanaman meskipun SK pelepasan ka-
dilarang melakukan kegiatan di kawasan wasan dari menteri kehutanan belum terbit.
hutan kecuali dispensasi dari Menteri.  Apa- Hal ini bertentangan dengan UU kehutanan
bila telah menyelesaikan tata batas kawasan dan UU perkebunan. Dimana dalam UU
hutan dan mengamankan kawasan hutan no.41 tahun 1999 tentang kehutanan berbu-
dan dituangkan dalam berita acara dan peta nyi: perkebunan sawit yang belum memiliki
hasil tata batas yang ditandatangani panitia izin dari kehutanan sudah menguasai ka-
tata batas kawasan. Menteri dapat menerbit- wasan hutan produksi dan melanggar pasal
kan Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan 50 ayat 3 huruf (a) dan (b), diancam huku-
yang dimohon.  Selanjutnya dapat diterbit- man pidana paling lama 10 tahun dan denda
kan Sertifikat Hak Atas Tanah. Semua pihak paling banyak 5 Milyar. Banyak temuan di
yang menggunakan kawasan hutan harus Provinsi Riau, perusahaan skala besar di-
seizin Menteri Kehutanan.  Dalam pelak- mana rekomendasi pembukaan hutan untuk
136 Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 14, Nomor 2, Januari 2017 : 132-141

areal perkebunan yang tidak dilengkapi izin likasikan pemberian izin dan Hak Guna
Menteri Kehutanan padahal kepala daerah Usaha kepada masyarakat khususnya ma-
hanya (bisa) memberikan rekomendasi, se- syarakat adat yang ada dikawasan pemban-
mentara perizinan untuk pembukaan hutan gunan perkebunan agar masyarakat paham
ada pada Kementerian Kehutanan.  Modus dan ikut mengawasi pemberian izin terse-
yang digunakan adalah membabat hutan but, karena izin lokasi merupakan langkah
untuk kebun sawit skala besar, tanpa ter- awal terjadinya illegal konversi (alih fungsi
lebih dulu meminta izin pinjam pakai atau lahan). AMDAL adalah kajian mengenai
pelepasan kawasan hutan dari Kementerian dampak besar dan penting suatu usaha dan/
Kehutanan. atau kegiatan yang direncanakan pada ling-
kungan yang diperlukan bagi proses pen-
Izin Lokasi gambilan keputusan tentang penyelengga-
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan raan usaha dan/atau kegiatan. Kepengurusan
kepada perusahaan untuk memperoleh ta- AMDAL cenderung asal-asalan saja, tanpa
nah yang diperlukan dalam rangka penana- benar-benar memperhatikan kelestarian
man modal yang berlaku pula sebagai izin lingkungan sekitar. Mempercepat pembua-
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tan AMDAL tanpa perlu melakukan verifi-
tanah tersebut guna keperluan usaha pena- kasi mendalam terhadap kondisi kelayakan
naman modalnya. Izin lokasi yang telah be- lingkungan atau memanipulasi data dampak
rakhir dapat diperpanjang. Permohonan terhadap lingkungan. Asalkan AMDAL nya
perpanjangan izin Tersebut harus diajukan telah ada dan perusahaan dapat memban-
selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum gun kebun sawitnya walaupun mereka harus
habis jangka waktu izin lokasi berakhir dis- mengabaikan aspek lingkungan dan kesela-
ertai dengan alasan perpanjanganya. Permo- matan masyarakat disekitar.
honan izin lokasi hanya boleh diajukan bila Dapat dipastikan setiap kegiatan
syarat perolehan tanah sudah lebih dari 50 Perkebunan/ Industri yang ada di Provinsi
% areal yang dicadangkan.  Perpanjangan Riau mengeluarkan limbah, baik itu limbah
izin lokasi hanya diperbolehkan satu kali cair, limbah padat maupun emisi sebagai
untuk periode 12 bulan. sisa hasil usaha yang dapat menimbulkan
Prosedur perizinan izin lokasi dari degradasi kualitas lingkungan sekitarnya
wawancara dengan Kasi Penetapan Hak Ta- baik secara langsung maupun tidak. Untuk
nah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/ itu diperlukan langkah nyata guna meles-
Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 Ta- tarikan fungsi lingkungan hidup sehingga
hun 1999 tentang Izin Lokasi, dimana Izin hak masyarakat untuk mendapatkan ling-
lokasi yang terletak di kawasan HPK harus kungan yang baik dan sehat sebagai bagian
terlebih dahulu mendapatkan pelepasan ka- dari hak asasi manusia dapat terwujud dan
wasan hutan dari Menteri Kehutanan. Tetapi juga telah menjadi kewajiaban bagi setiap
banyak perusahaan yang tanpa izin pelepas- orang untuk memelihara kelestarian fungsi
an kawasan hutan tetapi sudah beroperasi. lingkungan hidup.
Dengan alasan mereka menanam sawit ter- Masyarakat juga merasakan bahwa
lebih dahulu, kalau masalah izin bisa di urus dampak positif dari pembukaan lahan perke-
belakangan, dan ini menyalahi peraturan bunan adalah terciptanya lapangan peker-
yang berlaku. Pemerintah harus lebih tegas jaan bagi masyarakat yang berada disekitar
menindak pelanggar hukum dan mengang- perkebunan tersebut dan dampak negatifnya
kat masalahnya kepengadilan dan menuntut adalah limbah industri yang apabila tidak
pelanggar kebijakan tersebut untuk bertang- dikelola dengan benar dapat mencemari
gung jawab, dan pemerintah harus transpar- lingkungan tempat masyarakat sekitar, lim-
an dalam mengelola hutan dan mengeluar- bah dari perkebunan kelapa sawit ada dua
kan izin lokasi. Pemerintah harus mempub- jenis yaitu limbah padat dan limbah cair
Janri Wolden Halomoan Sirait, Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha 137

limbah cair adalah POME atau Palm Oil ini kontraproduktif di lapangan, dan akan
Mill Effluent, sedangkan limbah padat ter- menjadi alasan perusahaan untuk membata-
diri dari tandan kosong, pelepah, batang dan si atau justru tidak membangun perkebunan
serat mesocarp. untuk masyarakat.
IUP adalah izin tertulis yang wajib
Izin Usaha Perkebunan (IUP) dimiliki oleh perusahaan perkebunan untuk
dapat melakukan usaha budidaya perkebu-
Usaha perkebunan yang luas lahan- nan dan/ atau usaha industri perkebunan ser-
nya kurang dari 25 ha harus didaftar oleh ta usaha diverifikasi lainnya. Pemberian IUP
Bupati/Walikota dan diberikan Surat Tanda oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau bagi
Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD- perusahaan perkebunan di Provinsi Riau su-
B).  Untuk luas lahan 25 ha atau lebih wa- dah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
jib memiliki Izin.  Izin Usaha Perkebunan yang terdapat dalam Undang-Undang No-
(IUP) adalah izin tertulis dari Pejabat yang mor 18 Tahun 2004, Permentan Nomor 26/
berwenang (Walikota/Bupati bila di wilayah permentan/OT.140/2/2007, dan peraturan
kota/kabupaten dan Gubernur untuk lintas Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau
kabupaten) dan wajib dimiliki oleh peru- baik dari sisi prosedur, tata cara dan syarat-
sahaan yang melakukan kegatan budidaya syarat permohonan IUP. Proses pemberian
perkebunan dan terintegrasi dengan usaha IUP juga sudah dilaksanakan secara efektif,
Industri Pengolahan hasil perkebunan.  Khu- hal ini dapat terlihat dari perusahaan perke-
sus kelapa sawit harus memenuhi minimal bunan yang ada di Provinsi Riau.
20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun
yang diusahakan sendiri.  Perusahaan wajib Permohonan Hak Guna Usaha (HGU)
membangun kebun untuk masyarakat seki- Kepres No.34 tahun 2003 tentang ke-
tar minimal 20% dari total luas kebunyang bijakan Nasional di bidang pertanahan me-
diusahakan. IUP untuk satu perusahan di- nyerahkan sembilan kewenangan pemerin-
berikan batas paling luas 100.000 ha. Waw- tah di bidang pertanahan kepada pemerintah
ancara dengan kepala Dinas Perkebunan Daerah antara lain: pemberian izin lokasi;
Provinsi Riau, tentang izin usaha perkebu- penyelenggaraan pengadaan tanah untuk
nan menjelaskan bahwa pada tahap pengu- kepentingan pembangunan; pemberian izin
rusan izin usaha perkebunan ini, banyak ter- membuka tanah; perencanaan penggunaan
jadi permasalahan seperti perusahaan diwa- tanah wilayah kabupaten/kota. Perusahaan
jibkan untuk membangun kebun masyarakat yang telah memperoleh izin dan setelah se-
20 % dari total keseluruhan luas kebun, teta- lesai melaksanakan perolehan hak atas tanah
pi pada kenyataannya ada perusahaan yang yang telah dibebaskan maka dapat segera
tidak memenuhi kewajibannya tersebut. mengajukan permohonan HGU.
Dalam draf revisi permentan no. 98 Tahun Dari wawancara dengan Kabid Hak
2014 tentang pedoman izin usaha perkebu- dan Pendaftaran Tanah dapat disimpulkan
nan (IUP), disebutkan salah satu syarat bagi banyaknya permohonan yang telah diberi-
masyarakat sekitar yang dinyatakan layak kan SK pelepasan kawasan hutan dan izin
dibangunkan kebun 20% dari perusahaan, prinsip pelepasan kawasan hutan, ternyata
adalah bahwa masyarakat dimaksud harus tidak/belum dimanfaatkan/tidak ditindak
bertempat tinggal di sekitar lokasi IUP-B lanjuti dengan baik.  Banyak pengusaha
atau IUP, serta sanggup melakukan penge- yang telah mendapatkan  izin  pelepasan 
lolaan kebun. Syarat ini akan menyulitkan kawasan hutan namun tidak memiliki HGU.
masyarakat lokal yang justru selama ini Izin pelepasan kawasan hutan yang dike-
melakukan pengelolaan kebun dan perta- luarkan tetapi oleh perusahan besar swasta
niannya dengan cara tradisional. Pra syarat perkebunan sawit tidak dimanfaatkan sesuai
yang diajukan dalam draf revisi permentan sasaran.  Tidak sedikit perusahaan perke-
138 Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 14, Nomor 2, Januari 2017 : 132-141

bunan kelapa sawit yang belum memenuhi yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok
berbagai syarat dan kewajiban hukum ses- sasaran (target group) kebijakan, sehingga
uai aturan yang berlaku. Meskipun begitu pelaku kebijakan dapat mempersiapkan
,sebagian besar telah melakukan serang- hal-hal apa saja yang berhubungan dengan
kaian tindakan operasional dalam rangka pelaksanaan kebijakan, agar proses imple-
pembangunan perkebunan. Misalnya, Hak mentasi kebijakan bisa berjalan  dengan
Guna Usaha (HGU) baru dimiliki oleh peru- efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan
sahaan perkebunan setelah kebun dioperasi- itu sendiri. Wawancara dengan Pegawai
kan bertahun-tahun. Perusahaan-perusahaan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasi-
tersebut hanya bermodal Izin Lokasi dalam onal Provinsi Riau, menggambarkan bahwa
membangun kebunnya. Disamping itu, tidak pelaksana lapangan telah mengerti dan pa-
sedikit perusahaan-perusahaan yang belum ham tentang kebijakan dari atasan. Konsis-
melaksanakan kewajiban-kewajiban ter- tensi informasi tidak terlepas dari kejelasan
tentu yang dibebankan pada saat pemberian informasi yang dibuat oleh pembuat kebi-
Hak Guna Usaha oleh Badan Pertanahan jakan yaitu kementerian kehutanan. Untuk
Nasional (BPN). isi kebijakan itu sendiri sudah cukup jelas,
Badan Pertanahan Nasional Provisi hanya saja dalam hal implementasi dilapan-
Riau dengan tegas menekankan bahwa pi- gan perlu adanya penyesuaian-penyesuaian
haknya akan melakukan tindakan tegas bagi agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan
perusahan-perusahaan yang tidak mengikuti rencana awal.
aturan yang ada. Dalam revisi Permentan
diberikan batas waktu 2 tahun untuk peru- Sumber Daya
sahaan menyelesaikan haknya atas tanah, Sumber daya ini mencakup sumber
namun masih dimungkinkan beroperasi. Hal daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi
ini besar kemungkinan adanya perampasan dan kewenangan. Implementasi kebijakan
terhadap hak masyarakat. Seharusnya per- tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan
soalan atas hak sudah diselesaikan di de- dari sumber daya manusia yang cukup kual-
pan sebelum mulai perusahaan perkebunan itas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya
beroperasi. Bahkan ada sebagian perusa- manusia berkaitan dengan keterampilan,
haan menunda-nunda pengurusan HGUnya dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di
demi menghindari pajak bumi dan bangu- bidangnya, sedangkan kuantitas berkaitan
nan, sehingga merugikan pemerintah daerah dengan jumlah sumber daya manusia apak-
karena PBB nya tidak masuk ke dalam PAD ah sudah cukup untuk melingkupi seluruh
karena tidak membayar kewajiban perusa- kelompok sasaran. Hasil wawancara den-
haan kepada Pemda. gan Pegawai Kantor Wilayah Badan Perta-
nahan Nasional Provinsi Riau disimpulkan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Im- bahwa kurangnya SDM dari segi kualitas
plementasi Kebijakan Pemberian Hak dan kuantitas membuat penerapan kebijakan
Guna Usaha Pemberian Hak Guna Usaha tidak maksi-
Komunikasi mal, dimana pegawai penempatannya tidak
Komunikasi merupakan proses pe- sesuai dengan keahlian (right man in the
nyampaian informasi dari komunikator right place) serta kurangnya tenaga pelak-
kepada komunikan. Sementara itu, komu- sana kebijakan membuat kebijakan tidak
nikasi kebijakan berarti merupakan pros- efektif. Sehingga menyebabkan kurangnya
es penyampaian informasi kebijakan dari sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana
pembuat kebijakan (policy makers) kepada kebijakan kepada sasaran tentang prosedur
pelaksana kebijakan (policy implementors), pemberian Hak Guna Usaha.
Informasi perlu disampaikan kepada pelak-
sana kebijakan agar dapat memahami apa
Janri Wolden Halomoan Sirait, Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha 139

Disposisi yang signifikan terhadap implementasi kebi-


Kecenderungan perilaku atau karak- jakan. Aspek struktur organisasi ini meling-
teristik dari pelaksana kebijakan berperan kupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur
penting untuk mewujudkan implementasi birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah
kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau mekanisme, dalam implementasi kebijakan
sasaran. Karakter penting yang harus dimil- biasanya sudah dibuat standart operation
iki oleh pelaksana kebijakan adalah keju- procedur (SOP). SOP menjadi pedoman
juran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran bagi setiap implementator dalam bertindak
mengarahkan implementor untuk tetap be- agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak me-
rada dalam asa program yang telah digaris- lenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan.
kan, sedangkan komitmen yang tinggi dari Aspek kedua adalah struktur birokrasi,
pelaksana kebijakan akan membuat mereka struktur birokrasi yang terlalu panjang dan
selalu antusias dalam melaksanakan tugas, terfragmentasi akan cenderung melemah-
wewenang, fungsi, dan tanggung jawab kan pengawasan dan menyebabkan prose-
sesuai dengan peraturan yang telah ditetap- dur birokrasi yang rumit dan kompleks yang
kan. Sikap dari pelaksana kebijakan akan selanjutnya akan menyebabkan aktivitas
sangat berpengaruh dalam implementasi organisasi menjadi tidak fleksibel. Wawan-
kebijakan. Apabila implementator memiliki cara mengenai SOP dan fragmentasi dengan
sikap yang baik maka dia akan dapat men- Pegawai Kantor Wilayah Badan Pertanahan
jalankan kebijakan dengan baik seperti apa Nasional bahwa prosedur dan mekanisme
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, keseluruhan tahap permohonan Hak Guna
sebaliknya apabila sikapnya tidak mendu- Usaha telah jelas sesuai dengan Peraturan
kung maka implementasi tidak akan terlak- Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor
sana dengan baik. Wawancara mengenai si- 3 tahun 1990 pasal 5. Permohonan HGU
kap pelaksana disini adalah Kantor Wilayah diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Badan Pertanahan Propinsi Riau dengan
menjelaskan bahwa Kantor Wilayah Badan dilampirkan fotocopy. Izin lokasi, bukti-
Pertanahan Nasional Provinsi Riau sendiri bukti perolehan tanahnya, NPWP dengan
telah mengupayakan menerapkan kebijakan tanda bukti pelunasan PBB, gambar situasi
pemberian Hak Guna Usaha sesuai dengan tanah hasil pengukuran Kadastral oleh Ke-
prosedur yang berlaku, dengan komitmen pala Kantor Pertanahan setempat, jati diri
dan kejujuran patugas pelaksana kebijakan. dari pemohon (akte pendirian perusahaan),
Faktor yang menyebabkan kesulitan dalam surat keputusan pelepasan kawasan hutan
penerapan kebijakan secara baik, bahwa di dari Menteri Kehutanan dalam hal tanahnya
satu sisi birokrasi publik yang memiliki oto- diperoleh dari hutan konversi. Hal ini dapat
ritas dalam pengambilan keputusan masih dijadikan kerangka acuan dan pedoman
terlalu kuat dalam mengoperasikan pemban- oleh para implementor dalam menerapkan
gunan, sedangkan di sisi lain posisi tawar kebijakan, Akan tetapi implementasi di-
masyarakat masih lemah bahkan hampir ti- lapangannya yang tidak sesuai dengan ke-
dak pernah terjalin komunikasi dengan para bijakan itu sendiri sehingga menimbulkan
pemegang keputusan yang sangat menentu- permasalahan-permasalahan, yaitu tidak di-
kan kehidupannya. Masukan untuk penera- taatinya keseluruhan prosedur permohonan
pan kebijakan hanya berasal dari lingkaran Hak Guna usaha yang berlaku oleh sejumlah
birokrasi dan kelompok kepentingan yang perusahaan.
dekat dengan birokrasi tapi hampir sama
sekali tidak ada masukan dari masyarakat. PEMBAHASAN
Implementasi kebijakan pemberian
Struktur Birokrasi hak guna tanah (HGU) pada Kantor Badan
Struktur organisasi memiliki pengaruh Pertanahan Nasional Provinsi Riau melalui
140 Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 14, Nomor 2, Januari 2017 : 132-141

prosedur pemberian izin lepas kawasan, izin itu layak beroperasi atau tidak.
lokasi, izin usaha perkebunan dan permoho- AMDAL sebagai alat dalam perenca-
nan hak guna usaha. Dalam pemberian izin naan harus mempunyai peranan dalam pen-
pelepasan kawasan diharapkan dapat menin- gambilan keputusan tentang proyek yang
gkatkan nilai tambah suatu kawasan hutan sedang direncanakan, artinya AMDAL tidak
untuk kepentingan pembangunan perkebu- banyak artinya apabila dilakukan setelah
nan. Akibat permintaan pelepasan kawasan  diambil keputusan untuk melaksanakan
hutan yang meningkat tersebut, maka laju  proyek tersebut.
pembukaan hutan untuk perkebunan besar Menurut hukum dengan logika pe-
dalam beberapa tahun terakhir  ini  sangat nalarannya yang positif, perusahaan-peru-
tinggi dan  tekanan pada kelestarian hutan sahaan yang demikian terbilang tidak me-
akan semakin meningkat. Hal ini berdam- miliki keabsahan hukum untuk melakukan
pak pada kerusakan lingkungan karena luas tindakan-tindakan hukum seperti mengop-
tutupan hutan yang berkurang, pohon yang erasionalkan perkebunan sawit sebelum
berkurang serta keanekaragaman hayati ser- dipenuhinya syarat dan ketentuan yang
ta ekosistem di hutan pun ikut hilang. telah ditetapkan oleh aturan perundang-un-
Dampak implementasi kebijakan izin dangan. Setiap SK HGU ada klausul yang
pelepasan kawasan hutan yang meningkat, menyatakan bahwa apabila kewajiban-kew-
sehingga menimbulkan kerusakan lingkun- ajiban yang dibebankan kepada pemegang
gan, disebabkan kurangnya komunikasi an- HGU tidak dipenuhi, maka SKHGU batal
tara pengambil kebijakan dengan sasaran dengan sendirinya. Jika SK HGU tersebut
kebijakan yaitu baik masyarakat maupun secara hukum batal, maka seluruh kegiatan
pengusaha. Kenyatan dilapangan ada seba- usaha harus dihentikan demi hukum, karena
gian perusahaan perkebunan tetap melaku- sudah tidak adalagi alas hak yang menjadi
kan penanaman, sedangkan surat keputusan dasar hukum pengoperasian perusahaan.
izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehu- Namun pada kenyataannya dilapan-
tanan belum terbit. Begitu pula dalam prose- gan, perusahaan-perusahaan yang tidak
dur perizinan lokasi. Berdasarkan Pertauran memenuhi kewajibannya tetap menjalankan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan operasional perkebunan. Keabsahan peru-
Nasional Nomor 2 Tahun 1999, tentang sahaan tergantung seberapa penuh dia me-
izin lokasi harus terlebih dahulu mendapat matuhi kewajiban yang dipersyaratkan dan
pelepasan kawasan hutan dari Menteri Ke- ditentukan oleh peraturan perundangan
hutanan. Tetapi banyak perusahaan tanpa yang berlaku. Secara normatif, satu saja
izin pelepasan kawasan hutan, langsung su- syarat dan ketentuan tidak dipenuhi, maka
dah beroperasi. Tindakan perusahaan seperti tidak absah menurut hukum seluruh tinda-
ini sudah jelas melanggar peraturan yang kan perusahaan tersebut. Walaupun kebutu-
berlaku. han lahan untuk pengembangan perkebunan
Dalam kasus ini pemerintah sebagai dibenarkan, tetapi proses konversi hutan
pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan yang dilakukan tidak didasarkan akan kai-
harus transparan dalam mempublikasikan dah ekologi,  ekonomi dan sosial. Untuk
ketentuan-ketentuan dalam proses pembe- itu perlu dipikirkan, apakah saat ini masih
rian hak guna usaha kepada masyarakat, perlu konversi hutan, ataukah lebih baik me-
khususnya masyarakat adat yang ada dika- rencanakan penggunaan sumber daya hutan
wasan perkebunan, sehingga masyarakat pa- yang lebih mendatangkan keuntungan bagi
ham dan ikut serta mengawasi pelaksanaan masyarakat. Jika memang diperlukan kon-
kebijakan pemerintah. Selain itu perlu juga versi hutan, maka berapa luas, bagaimana
di informasikan kepada masyarakat fungsi proses konversinya, untuk apa dan bagaima-
lembaga AMDAL yang menentukan kelay- na pola tata guna lahan. Jika konversi hutan
akan lingkungan apakah suatu perusahaan tidak mensejahterakan rakyat, maka tidak
Janri Wolden Halomoan Sirait, Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Guna Usaha 141

perlu lebih banyak lagi hutan yang dikor- mohonan Hak Guna Usaha yakni faktor ko-
bankan. munikasi, sumberdaya, yaitu masih kurang-
nya sumber daya pelaksana kebijakan dari
SIMPULAN segi kualitas dan kuantitas, disposisi yaitu
Berdasarkan hasil penelitian, diper- sikap pelaksana dalam hal menerima atau
oleh hasil bahwa implementasi Kebijakan menolak kebijakan, serta struktur birokrasi
permohonan Hak Guna Usaha Pada Kan- yaitu belum tersedia nya sistem dan prose-
tor Wilayah Badan Pertanahan Nasioanal dur yang baku dan jelas dalam hal mengim-
Provinsi Riau belum berjalan dengan maksi- plementasikan kebijakan permohonan Hak
mal, artinya implementasi yang terjadi dila- Guna Usaha.
pangan masih belum berjalan efektif atau
belum baik dalam proses implementasi. Hal DAFTAR RUJUKAN
tersebut terlihat dari hasil penelitian yang Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik:
dilakukan dan hasil pengolahan data yang Teori Proses dan Studi Kasus. Yogya-
diperoleh masih dijumpai beberapa perma- karta, GAPS.
salahan. Masih terdapatnya perusahaan-pe- Wahab, Solichin. 1997. Analisis Kebijaksa-
rusahaan yang belum memiliki Hak Guna naan dari Formulasi ke Implementasi
Usaha sementara mereka telah beroperasi, Kebijaksanaan Negara. Jakarta, Bumi
sehingga tanpa Hak Guna Usaha mereka ti- Aksara.
dak membayar PBB yang merupakan sum- Widodo, Joko. 2008. Analisis Kebijakan
ber PAD. Dari hasil penelitian ini juga dite- Publik (Konsep, dan Aplikasi Ke-
mukan faktor-faktor yang mempengaruhi bijakan Publik). Cetakan Kedua.
keberhasilan implementasi Kebijakan per- Malang, Bayumedia Publishing.

Anda mungkin juga menyukai