Anda di halaman 1dari 7

Nama Mahasiswa : Khofifah Azizah

Kelas : PAP. 5 (Reguler)


NPM : 215431101010
Mata kuliah : Kebijakan Perencanaan Pembangunan Perkebunan
Pengajar : Zul Erianto Suarja, S.Pd., Gr. M.Si.

Esai

Pilihlah salahsatu dari isu yang akan dikaji dibawah ini, dengan ketentuan menuliskan pandangan,
pikiran atau gagasan terkait isu yang dikaji minimal tujuh halaman A4 dengan font dan fontsize
standart.

1. Menentukan arah kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia!


2. Implementasi kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia!

Jawab :
1. Secara teoritik, ada sejumlah teori yang dikemukakan oleh para ahli dibidang kajian ini. Kata

“kebijakan” merupakan terjemahan dari policy yang bisanya dikaitkan dengan keputusan

pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki wewenang atau kekuasaan untuk

mengarahkan masyarakat dan bertanggungjawab untuk melayani kepentingan umum.

Sedangkan secara etimologis, policy berasal dari kata “polis” dalam bahasa yunani yang

berarti Negara-kota. Dalam bahasa latin, kata ini berubah menjadi “politia” yang berarti

Negara. Masuk dalam bahasa Inggris lama (the middle English), kata tersebut menjadi

“policie” yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi

pemerintah. Sementara pengertian publik dalam rangkaian kata public policy memiliki tiga

konotasi, yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Hal ini dapat dilihat dalam dimensi

subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat

dianggap sebagai kebijakan yang resmi, sehingga mempunyai kewenangan yang dapat

memaksa masyarakat untuk mematuhinya Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk

mencapai tujuan dan sasaran yan menjadi prioritas kebijakan. Sementara itu, implementasi

secara umum: Membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan

bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas
implementasi mencakup terbentuknya policy delivery system, dimana sarana-sarana tertentu

dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan pada dasarnya juga sebagai ukuran akan keberhasilan atau kegagalan

suatu kebijakan yang secara nyata dilaksanakan 6 dilapangan oleh para administrator publik

atau implementator dan b agaimana dampaknya terhadap masyarakat maupun stakeholdernya

sebagai sasaran program.

a. Model-Model Implentasi Kebijakan Implemantasi

kebijakan merupakan salah satu tahapan yang paling penting dalam siklus keseluruhan

kebijakan, karena masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep akan

muncul pada saat mengimplementasikan. Implementasi kebijakan pada dasarnya bukan

sekedar mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedurprosedur

rutin melalui saluran birokrasi, melainkan menyangkut masalah konflik, keputusan dan

siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Beberapa model implementasi

kebijakan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Model Implementasi oleh George C. Edward III Menurut Edward dalam Widodo

(2010:96-110), terdapat empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan maupun

kegagalan dalam implementasi kebijakan. Keempat factor itu adalah komunikasi

(communication), sumber daya manusia (resource), sikap (disposision), dan Struktur

birokrasi (beureucratic structure).

2. Model Van Meter dan Van Horn Menurut suharno (2013:176-177) Model ini

menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variable yang saling

berkaitan, variable tersebut yaitu standar dan sasaran kebijakan, Sumber 7 daya,

Hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi lingkungan social

ekonomi dan politik

3. Model Merilee S. Grindle Merilee S. grindle dalam Suharno (2013:173) menyatakan

bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variable besar,

yaitu variable isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan Implementasi

Kebijakan (context of implementation).


4. Model Winarno Winarno (2002:158-161), mengemukakan bahwa implementasi suatu

kebijakan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itulah perlu adanya suatu

prediksi bagaimana menghadapi kecendrungankecendrungan suatu kebijakan tersebut

B. Kebijakan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit 1. Konsep Perkebunan Pasal 3 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, menjelaskan bahwa

penyelenggaraan perkebunan bertujuan untuk Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat, meningkatkan sumber devisa negara; menyediakan lapangan kerja dan kesempatan

usaha; meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa

pasar; meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam

negeri; memberikan pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat;

mengelola dan 8 mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal, bertanggung

jawab, dan lestari; dan meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan.

Perizinan Usaha Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

98/Permentan/OT.140/9/2013.

a. Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

98/Permentan/OT.140/9/2013 Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa Jenis usaha perkebunan

terdiri atas tiga macam yaitu : Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan, Usaha Industri

Pengolahan Hasil Perkebunan, dan Usaha Perkebunan yang terintegrasi antara budidaya

dengan industry pengolahan hasil perkebunan. Kemudian Pasal 3 ayat (2) dinyatakan

bahwa usaha perkebunan dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh Pelaku

Usaha Perkebunan, sesuai perencanaan pembangunan perkebunan nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota.

b. Syarat dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Perkebunan Dalam Pasal 21 dinyatakan

bahwa untuk memperoleh IUP-B, perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan

secara tertulis dan bermaterai cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai

kewenangan, Selanjutnya Pasal 22 dinyatakan bahwa bahwa untuk memperoleh IUP-P ,

perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan bermaterai cukup

kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan


c. Kemitraan Dalam Pasal 29 ayat (1) , ayat (2), dan ayat (3) dinyatakan kemitraan usaha

perkebunan dilakukan antara perusahaan perkebunan dengan pekebun, karyawan dan

masyarakat sekitar perkebunan. Kemitraan dilakukan secara tertulis dalam bentuk

perjanjian yang dilakukan paling singkat 4 (empat) tahun. Dalam Pasal 30 ayat (1)

dinyatakan bahwa kemitraan dilakukan berdasarkan pada asas manfaat dan berkelanjutan

yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, dan saling

memperkuat. Lebih lanjut dalam Pasal 30 ayat (3) kemitraan tidak membebaskan

kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar.

B. Kebijakan Peningkatan Produksi dan Produktivitas

Upaya yang ditempuh dalam operasional kebijakan peningkatan produksi dan

produktivitas komoditi perkebunan adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan terhadap komoditi perkebunan secara umum dengan prioritas pada

komoditi tebu, kopi, kakao, tembakau, cengkeh, kelapa, jambu mete, tetapi tetap

memperhatikan komoditi lain yang berkembang di Jawa Timur, baik komoditi

unggulan lainnya maupun komoditi minor dan spesifik lokasi

b. Upaya peningkatan produksi, dilakukan melalui pelestarian terhadap existing

areal perkebunan; dan pengembangan areal baru pada lahan yang belum

termanfaatkan secara optimal, lahan-lahan pekarangan, lahan tidur dan lahan

marginal; serta peningkatan produktivitas kebun.

c. Peningkatan produktivitas, yakni produksi yang dihasilkan per satuan luas

(kg/ha), dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi.

d. Menerapkan paket teknologi budidaya tanaman perkebunan melalui intensifikasi,

rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi;

e. Pengembangan kebun demplot sebagai media percontohan bagi petani dengan

penerapan teknologi budidaya yang baik dan sesuai anjuran teknis

f. Fasilitasi terhadap kebutuhan sarana dan prasarana produksi

g. Penyiapan benih/bibit unggul dan bermutu, melalui kegiatan pembenihan dan

pembibitan serta penggunaan benih/bibit bersertifikat


h. Memperkecil kehilangan produksi akibat gangguan usaha, utamanya serangan

hama penyakit, anomali iklim, melalui upaya pengendalian hama penyakit,

informasi prakiraan cuaca dan teknologi budidaya pada keadaan cuaca basah

dan kering.

i. Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan regional Jawa

Timur sesuai dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi wilayah dengan

penerapan teknologi budidaya yang baik dan benar;

j. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, seperti lahan pekarangan, lahan

yang sesuai untuk tanaman pangan, dengan pengembangan cabang usaha tani

lain yang sesuai;

k. Memfasilitasi pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk

mendukung penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi di daerah;

l. Penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah-wilayah perkebunan sesuai

dengan kaidah konservasi tanah dan air;

m. Meningkatkan penerapan teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang

ramah lingkungan;

C. Kebijakan Peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkatkan nilai

tambah

Penerapan kebijakan peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkaatkan

nilai tambah adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan mutu produk, melalui penerapan teknologi budidaya yang baik dan

penanganan pasca panen (GAP dan GHP)

b. Fasilitasi sarana dan prasarana pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan

c. terhadap terbentuknya perlindungan kawasan komoditi yang memiliki kekhasan

tertentu, untuk mendapatkan sertifikat indikasi geografis (IG)

d. Fasilitasi, advokasi dan bimbingan memperoleh kemudahan akses penanganan

pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan;

e. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan

berusaha;
f. Mendorong pengembangan aneka produk (products development) perkebunan

dan upaya peningkatan mutu untuk memperoleh nilai tambah;

D. Kebijakan Peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan

Penerapan kebijakan peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan

sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian petani untuk mengoptimalkan usaha

secara berkelanjutan;

b. Memfasilitasi dan mendorong kemampuan petani untuk dapat mengakses

berbagai peluang usaha dan sumberdaya dalam memperkuat dan

mempertangguh usaha taninya;

c. Menumbuhkan kebersamaan dan mengembangkan kemampuan petani dalam

mengelola kelembagaan petani dan kelembagaan usaha serta menjalin

kemitraan.

d. Mengembangkan sistem informasi, mencakup kemampuan memperoleh dan

menyebarluaskan informasi mengenai peluang usaha perkebunan untuk

mendorong dan menumbuhkan minat petani dan masyarakat;

e. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan

berusaha;

f. Memfasilitasi peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan petani

untuk menjalin kerjasama usaha dengan mitra terkait;

g. Mendorong terbentuknya kelembagaan komoditas perkebunan yang tumbuh dari

bawah;

h. Mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling

bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan antara petani,

pengusaha, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.

Salah satu tujuan dari pembangunan pertanian adalah meningkatkan

produksi pertanian, untuk itu dibutuhkan pasaran dengan harga yang cukup

tinggi untuk memasarkan hasil produksi tersebut guna mengembalikan biaya


yang telah dikeluarkan petani dalam menjalankan usaha taninya serta

meningkatkan pendapatan petani. Pembangunan pertanian akan berhenti tanpa

diikuti dengan perkembangan ilmu dan teknologi baru seperti penelitian, balai-

balai percobaan pemerintah, masalah-masalah yang seharusnya dipelajari,

program penelitian, dan pelatihan. Revolusi pertanian didorong dengan adanya

perkembangan ilmu dan teknologi baru yang dapat mendukung kegiatan

pertanian agar dapat meningkatkan produksi pertanian. Dalam menerapkan ilmu

dan teknologi baru di bidang pertanian perlu adanya alat-alat dan bahan-bahan

untuk mendukung penerapan ilmu dan teknoogi baru tersebut, alat dan bahan

yang digunakan harus dapat memberikan hasil produksi pertanian yang lebih

tinggi dan mudah didapatkan oleh petani. Selain teknologi baru dan bahan atau

alat pertanian Petani juga membutuhkan perangsang agar lebih semangat dalam

menjalankan usaha taninya seperti kebijaksanaan harga, pembagian hasil,

tersedianya barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan keluarga petani,

pendidikan atau penyuluhan pertanian, dan penghargaan masyarakat khususnya

petani terhadap prestasi. Didalam pembangunan pertanian perlu adanya sarana

pengangkutan yang murah dan efisien agar produksi pertanian dapat tersebar

luas secara efektif.s

Anda mungkin juga menyukai