Anda di halaman 1dari 8

Nama Mahasiswa : RAHAYU LIDIA PUTRI

Kelas : Va
NPM : 215431101012
Mata kuliah : Kebijakan Perencanaan Pembangunan Perkebunan
Pengajar : Zul Erianto Suarja, S.Pd., Gr. M.Si.

Esai

Pilihlah salahsatu dari isu yang akan dikaji dibawah ini, dengan ketentuan menuliskan pandangan,
pikiran atau gagasan terkait isu yang dikaji minimal tujuh halaman A4 dengan font dan fontsize
standart.

1. Menentukan arah kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia!


2. Implementasi kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia!

Jawab

 Implementasi kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia

Impelemntasi Kebijakan Pembangunan Perkebunan di Jawa Timur dibagi menjadi dua yaitu
kebijakan umum dan kebijakan teknis yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

 Kebijakan Umum
Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah memberdayakan di hulu dan memperkuat
di hilir guna menciptakan nilai tambah dan daya saing usaha perkebunan, melalui pemberian
insentif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan partisipasi masyarakat
perkebunan serta penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
 Kebijakan Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Upaya yang ditempuh dalam operasional kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas
komoditi perkebunan adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan terhadap komoditi perkebunan secara umum dengan prioritas pada komoditi tebu,
kopi, kakao, tembakau, cengkeh, kelapa, jambu mete, tetapi tetap memperhatikan komoditi
lain yang berkembang di Jawa Timur, baik komoditi unggulan lainnya maupun komoditi
minor dan spesifik lokasi
2. Upaya peningkatan produksi, dilakukan melalui pelestarian terhadap existing areal
perkebunan; dan pengembangan areal baru pada lahan yang belum termanfaatkan secara
optimal, lahan-lahan pekarangan, lahan tidur dan lahan marginal; serta peningkatan
produktivitas kebun.
3. Peningkatan produktivitas, yakni produksi yang dihasilkan per satuan luas (kg/ha), dilakukan
melalui intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi.
4. Menerapkan paket teknologi budidaya tanaman perkebunan melalui intensifikasi, rehabilitasi,
ekstensifikasi dan diversifikasi;
5. Pengembangan kebun demplot sebagai media percontohan bagi petani dengan penerapan
teknologi budidaya yang baik dan sesuai anjuran teknis
6. Fasilitasi terhadap kebutuhan sarana dan prasarana produksi
7. Penyiapan benih/bibit unggul dan bermutu, melalui kegiatan pembenihan dan pembibitan
serta penggunaan benih/bibit bersertifikat
8. Memperkecil kehilangan produksi akibat gangguan usaha, utamanya serangan hama penyakit,
anomali iklim, melalui upaya pengendalian hama penyakit, informasi prakiraan cuaca dan
teknologi budidaya pada keadaan cuaca basah dan kering.
9. Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan regional Jawa Timur sesuai
dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi wilayah dengan penerapan teknologi
budidaya yang baik dan benar;
10. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, seperti lahan pekarangan, lahan yang sesuai
untuk tanaman pangan, dengan pengembangan cabang usaha tani lain yang sesuai;
11. Memfasilitasi pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk mendukung
penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi di daerah;
12. Penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah-wilayah perkebunan sesuai dengan
kaidah konservasi tanah dan air;
13. Meningkatkan penerapan teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang ramah
lingkungan;

 Kebijakan Peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkatkan nilai tambah


Penerapan kebijakan peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkaatkan nilai
tambah adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan mutu produk, melalui penerapan teknologi budidaya yang baik dan penanganan
pasca panen (GAP dan GHP)
2. Fasilitasi sarana dan prasarana pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan
3. Fasilitasi terhadap terbentuknya perlindungan kawasan komoditi yang memiliki kekhasan
tertentu, untuk mendapatkan sertifikat indikasi geografis (IG)
4. Fasilitasi, advokasi dan bimbingan memperoleh kemudahan akses penanganan pasca panen
dan pengolahan hasil perkebunan;
5. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha;
6. Mendorong pengembangan aneka produk (products development) perkebunan dan upaya
peningkatan mutu untuk memperoleh nilai tambah;

 Kebijakan Peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan


Penerapan kebijakan peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan sebagai
berikut:

1. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian petani untuk mengoptimalkan usaha secara


berkelanjutan;
2. Memfasilitasi dan mendorong kemampuan petani untuk dapat mengakses berbagai peluang
usaha dan sumberdaya dalam memperkuat dan mempertangguh usaha taninya;
3. Menumbuhkan kebersamaan dan mengembangkan kemampuan petani dalam mengelola
kelembagaan petani dan kelembagaan usaha serta menjalin kemitraan.
4. Mengembangkan sistem informasi, mencakup kemampuan memperoleh dan
menyebarluaskan informasi mengenai peluang usaha perkebunan untuk mendorong dan
menumbuhkan minat petani dan masyarakat;
5. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha;
6. Memfasilitasi peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan petani untuk menjalin
kerjasama usaha dengan mitra terkait;
7. Mendorong terbentuknya kelembagaan komoditas perkebunan yang tumbuh dari bawah;
8. Mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung
jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan dan
masyarakat sekitar perkebunan.

Strategi Pembangunan Perkebunan

Strategi umum pembangunan Jawa Timur 2015-2019 sebagai berikut :

1. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang


inklusif, dan mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development).
2. Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor growth), yang di
dalamnya secara implisit termasuk strategi pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-
environment.
3. Pengarusutamaan gender ( pro-gender)

Ketiga strategi umum tersebut merupakan landasan pembangunan Jawa Timur 2015-2019, sebagai
kelanjutan dari pembangunan periode 2009-2014 dengan penegasan mengenai inklusivitas
pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Ketiga strategi utama
Pembangunan perkebunan di Jawa Timur periode 2015-2019 tersebut, menjadi pijakan utama
penetapan dan pelaksanaan strategi dan arah kebijakan pencapaian tujuan dan sasaran pada misi
pembangunan perkebunan Jawa Timur 2015-2019.
Strategi untuk mencapai sasaran meningkatkan produksi perkebunan adalah :

1. Meningkatkan intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi tanaman perkebunan


2. Mengoptimalkan pengembangan perkebunan di lahan marginal
3. Mempertahankan existing lahan historys perkebunan
4. Meningkatkan sarana dan prasarana budidaya
5. Mengoptimalkan pengendalian hama penyakit dan gangguan usaha perkebunan
6. Meningkatkan pengawasan pemakaian dan peredaran benih perkebunan
7. Meningkatkan ketersediaan benih perkebunan unggul dan bermutu

Strategi untuk mencapai sasaran meningkatnya nilai tambah hasil produksi perkebunan adalah
:

1. Meningkatkan sarana prasarana pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan


2. Meningkatkan kapasitas SDM dalam proses pasca panen Perkebunan

Strategi untuk mencapai sasaran meningkatnya pemberdayaan petani perkebunan terhadap


faktor produksi, teknologi, informasi, pemasaran dan permodalan sehingga memiliki daya
saing tinggi adalah :

1. Meningkatkan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan secara berkelanjutan


2. Meningkatkan Sekolah Lapang Perkebunan
3. Meningkatkan fasilitasi kelembagaan petani perkebunan.
Pembangunan perkebunan di tanah air tidak bisa dilakukan secara jangka pendek namun perlu
kebijakan jangka panjang karena komoditas perkebunan berbeda dengan tanaman semusim
seperti tanaman pangan. "Jadi untuk membangun (komoditas) perkebunan diperlukan nafas yang
cukup panjang sehingga caranya pun berbeda dengan membangun komoditas lainnya," kata
Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) Tungkot Sipayung di
Jakarta, Selasa. Artinya, menurut dia, untuk membangun perkebunan harus dilihat secara
menyeluruh, dan itu memerlukan investasi yang cukup besar serta berkelanjutan. Sebab,
lanjutnya, jika salah dalam membangun perkebunan atau dilakukan secara setengah-setengah
maka dampak kerugiannya akan jauh lebih besar. Oleh karena itu, dia menegaskan untuk
membangun perkebunan harus dibuat peta jalan jangka panjang, salah satunya pada sektor
perkebunan kelapa sawit. "Ini karena perkebunan adalah tanaman keras dan usia tanamannya
cukup panjang," ujar Tungkot yang juga akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Terkait
hal itu, menurut dia, untuk membangun sektor perkebunan kelapa sawit tahun 2045 sudah harus
disusun peta jalannya dari sekarang. Sehingga untuk membangun perkebunan dibutuhkan orang
yang konsisten dan serius serta berpengalaman di bidangnya. Itu karena membangun perkebunan
tidak bisa dilakukan dengan sekejap. "Jadi dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan harus
konsisten serta visioner minimal 25 tahun ke depan.
Sebab usia tanaman perkebunan cukup panjang berbeda dengan tanaman lainnya," katanya.
Senada dengan itu, Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Gamal
Nasir menyatakan selain jangka panjang , untuk membangun perkebunan dibutuhkan kebijakan
yang konsisten, mengingat sektor ini sebagai peraih devisa terbesar nasional. "Atas dasar itulah
perkebunan harus diselamatkan, apalagi komoditas perkebunan secara umum sebagian besar
diusahakan oleh masyarakat atau petani swadaya. Sehingga yang dibutuhkan tidak hanya bagi-
bagi benih tapi juga mengedukasi petaninya mengingat perkebunan adalah tanaman tahunan,"
katanya. Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Gamal Nasir
(subagyo) berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor pertanian pada 2017 mencapai
Rp441 triliun, atau naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp355 triliun. Dari angka
tersebut, ekspor di komoditas perkebunan meningkat sebesar 26,5 persen atau dari 25,5 miliar
dolar AS atau Rp341,7 triliun menjadi 31,8 miliar dolar AS atau menjadi 432,4 triliun.Mantan
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu menyatakan, melihat pentingnya komoditas
perkebunan sebagai penyangga ekonomi maka perlu adanya kesinambungan program
pengembangan dapat dilanjutkan dengan orientasi pada pengembangan kawasan yg ditunjang
dengan penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas SDM dan pengembangan sistem
kemitraan dalam setiap suksesi kepemimpinan di Kementerian Pertanian.

Agribusiness Discussion Forum (ADF) kembali digelar, Jum’at (10/5/2019). Ketua


Jurusan/Prodi Agribisnis Faperta Universitas Jambi Dr. Fuad Muchlis, SP, M.Si menuturkan,
forum ini diharapkan bisa menjadi ruang publik dan jembatan “komunikasi” antara kampus
dengan berbagai stakeholders atau praktisi dengan tema-tema yang relevan. Diskusi bersama ini
juga diharapkan dapat melahirkan solusi atas berbagai kebijakan untuk perbaikan berbagai
program pembangunan dimasa depan. Sesi awal ADF 2019 yang dibuka oleh Dekan Fakultas
Pertanian Unja Dr. Ir. Ahmad Riduan, MS menghadirkan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
Jambi Ir. Agus Rizal, MM sebagai narasumber didampingi oleh Dr. Ir. Ernawati HD, MP, Dosen
Program Studi Agribisnis sekaligus Sekretaris Program Magister Agribisnis Program
Pascasarjana UNJA dengan Tema Kebijakan Pembangunan Perkebunan di Provinsi Jambi. Agus
Rizal dalam pemaparannya menyatakan bahwa perkebunan merupakan sub sektor yang sangat
strategis di Provinsi Jambi mengingat 2 juta Ha lebih dari 3,1 juta lahan APL (area penggunaan
lain/diluar kawasan hutan) di Jambi adalah lahan perkebunan. Sub sector ini juga mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 649.959 KK dan menyumbang 17,2% dari Total PDRB di
Provinsi Jambi.
Lebih lanjut Agus Rizal yang juga ketua umum Ikatan Keluarga Alumni (IKA Faperta) Unja ini
menjelaskan bahwa Jambi memiliki paling tidak 7 (tujuh) komoditi unggulan dari 20 komoditi
perkebunan yang dikembangkan di Provinsi Jambi. Ketujuh komoditi tersebut adalah Karet,
Kelapa Sawit, Kelapa Dalam, Kopi, Cassiavera, Pinang dan Kakao yang tersebar di zona barat
(dataran tinggi), zona tengah (dataran sedang) dan zona timur (dataran rendah).

Menjawab tantangan di sektor perkebunan, terutama produksi yang cenderung menurun akibat
telah memasuki usia lanjut, maka saat ini Disbun sedang melaksanakan program replanting baik
komoditi karet maupun kelapa sawit dengan skema pembiayaan dari BPDPKS. Program replanting
dilakukan dengan diversifikasi komoditi pangan dan hortikultura di sela-sela tanaman muda untuk
memastikan petani tetap mendapatkan penerimaan sebelum tanaman menghasilkan dan penguatan
kelembagaan pertanian terutama koperasi. Terkait dengan pengembangan kelembagaan, Dr.
Ernawati memberikan beberapa catatan bahwa ada pendekatan yang keliru dalam pengembangan
kelembagaan yang mesti diperbaiki, antara lain: kelembagaan dibangun untuk memperkuat ikatan-
ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal.Kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi
bantuan dan memudahkan tugas kontrol dari pelaksana program dengan struktur yang relativ
seragam, serta pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural dan lembah dari
pengembangan aspek kultural. Oleh karenanya dibutuhkan iklim makro yang “sadar kelembagaan”
serta memperkuat “modal sosial” yang ada di masyarakat. Beberapa isu penting perkebunan yang
berkembang dalam diskusi adalah tantangan dan kesiapan petani kita dalam menghadapi pasar,
baik dari sisi kualitas maupun kuota produk yang bisa memastikan keberlanjutan pasokan,
komoditi karet dan sawit sebagai social insurance masyarakat Jambi, penyiapan SDM
berkarakter agripreneur di masa depan, serta adanya fasilitasi atau intervensi pemerintah untuk
menjamin pasar bagi produksi perkebunan yang dihasilkan petani dengan harga terbaik.

Pembangunan Perkebunan adalah mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam


rangka meningkatkan nilai tambah, daya saing dan produktivitas usaha perkebunan melalui
partisipasi aktif masyarakat perkebunan dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan
kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang
baik. Salah satu upaya dalam mewujudkan peningkatan para petani khususnya kelompok tani
perkebunan adalah melalui bantuan bibit tanaman perkebunan kepada kelompok tani. Melalui
Kegiatan pengadaan bibit tanaman perkebunan (pala, cengkeh, kakao dan kelapa) diharapkan
dapat tercapai peningkatan nilai tambah sehingga akan meningkatkan pendapatan petani
perkebunan.

kebijakan pembangunan perkebunan aspek penatagunaan lahan, aspek pembangunan,


managemen perkebunan antara subjek agraria dan perkebunan secara umum dapat disimpulkan
bahwa:

Sejumlah kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan pada level yang lebih rendah
telah disiapkan pemerintah untuk mengakomodasi pada akses, pada kontrol, pada manfaat, pada
sumberdaya, pada politik kebijakan, pada skala ekonomi, dan pada power atau kekuasaan subjek
agraria dan subjek perkebunan dalam pembangunan perkebunan (penatagunaan lahan dan
pembangunan, managemen perkebunan). Lahan dan perkebunan tidak hanya telah diperebutkan
oleh subjek agraria dan subjek perkebunan tetapi juga oleh subjek pembangunan lainnya, sehingga
untuk menguasai lahan dan perkebunan terjadi kompetisi yang berlansung ketat. Ketatnya
kompetisi mendapatkan lahan dan usaha perkebunan telah memunculkan pelanggaran terhadap
undang-undang dan peraturan lainya, baik pelanggaran pada substansinya maupun pada
implementasi oleh subjek agraria dan subjek perkebunan. Secara rinci kesimpulan hasil penelitian
dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis terhadap substansi kebijakan sub aspek kebijakan penatagunaan lahan dan sub aspek
kebijakan pembangunan perkebunan di provinsi Riau yangdiukur dari dimensi dan elemen
(marginalisasi, monopoli dan dominasi) kepada subjek agraria dan subjek perkebunan,
menunjukan terjadinya ketidakadilan diantaranya:

a) Marginalisasi secara empiris telah mengucilkan rakyat untuk berkesempatan mendapatkan


penguasaan lahan, pemilikan lahan dan terjadi de-konsolidasi lahan-lahan ulayat dari masyarakat.
Lahan ulayattidak dapat di re-konsolidasi kembali untuk diwariskan kepada anak cucu,sebab lahan
ulayat masyarakat menjadi parsial atau lebih kecil, sebagian menjadi milik perusahaan perkebuan
swasta;

b) Monopoli dan dominasi kebijakan telah mengeliminasi pengakuan hak-hak rakyat oleh negara
dalam pengusahaan lahan. Kolaborasi antara perusahaan perkebunan swasta dengan pemerintah
daerah telah menanggalkan hak ulayat masyarakat, memiskinan rakyat melalui pemandulan asset
sumberdaya lahan yang dimiliki masyarakat secara komunal;

c) analisis terhadap substansi kebijakan sub aspek kebijakan penatagunaan lahan dan sub aspek
kebijakan pembangunan perkebunan yang diukur dengan menggunakan konsep, pendekatan prinsip-
prinsip keadilan, menunjukan bahwa ketidakadilan yang terjadi disebabkan oleh pelanggaranterhadap
prinsip keadilan; persamaan di hadapan hukum, keseimbangan,toleransi, konsistensi dan prosedural
kepada subjek agraria dan subjekperkebunan;

d) secara umum ketidakadilan pada aspek, sub aspek kebijakan penatagunaan lahan dan pada aspek,
sub aspek kebijakan pembangunan serta managemen perkebunan baik pada substansinya paling
banyak terjadi kepadasubjak agraria dan subjek perkebunan yaitu rakyat.

2. Analisis terhadap implementasi kebijakan penatagunaan lahan dan pembangunan perkebunan,


managemen perkebunan sebagai pola pembangunan perkebunan yang selama ini diterapkan di
provinsi Riau, baikkebijakan yang berasal dari pemerintah pusat, maupun kebijakan pada level
pemerintah daerah Riau, belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip keadilan sebagaimana pada
konsep, teori dan pendekatan pembangunan berkeadilan. Ketidakadilan yang terjadi pada
implementasi kebijakan ditandai dengan; a) Implementasi kebijakan penatagunaan lahan sub aspek
penguasaan, pemilikan dan perutukan lahan berdampak positip kepada subjek agraria yaitu
perusahaan perkebunan negara dan perusahaan perkebunan swasta, sedangkan terhadap rakyat
kebijakan yang ada marginalitatif;

b) implementasi kebijakan pembangunan perkebunan telah berdampak positip secara ekonomis


kepada perusahaan perkebunan negara dan swasta, sebaliknya rakyat sebagai petani swadaya dalam
pembangunan perkebunan termarginalkan dalam kebijakan pembangunan perkebunan; c)
Implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur terhadap rakyat sebagai petani plasma kemitraan
sangat terbatas, sebab sejak substansi sampai kepada implementasi kebijakan yang ada memang
membatasi hak-hak petani;

c) Secara umum implementasi kebijakan pengolahan hasil perkebunan hanya menguntungkan


perusahaan perkebunan negara atau swasta yang memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit, sedangkan
rakyat yang hanya sebagai pemasok TBS tidak mendapatkan kemanfaatan yang semestinya diperoleh;
d) kebijakan pengolahan hasil perkebunan pada pola pembangunan yang ada telah berkonsekuensi
kepada kehilangan produktifitas rakyat sebagai petani sebab kontribusi TBS yang dihasilkan petani,
sebagai bahan baku CPO, dikontrol pihak perusahaan pemilik PKS;

e) Kebijakan kemanfaatan dan pemasaran produksi perkebunan menguntungkan perusahaan


perkebunan negara/swasta pemilik PKS, bukti empirisnya perusahaan perkebunan menikmati nilai
ekonomis kemanfaatan dan pemasaran hasil terhadap produksi utama dan produksi sampingan
perkebunan;
f) ketidakadilan yang terjadi pada pola-pola pembangunan perkebunan dan managemen perkebunan
dalam penelitian ini yaitu (polaHGU-Murni, pola HGU-PIR Plasma (Trans dan KKPA), pola PEK
dan Swadaya) dalam bentuk marginalisasi, monopoli dan dominasi pada umumnya terjadi pada pola
kemitraan HGU-PIR plasma, sedangkan

ketidakadilan dari kebijakan baik pada substansi maupun pada implementasinya relatif tidak terjadi
pada pola HGU-Murni;

g) ketidakadilan yang terjadi pada implementasi kebijakan pembangunan perkebunan, managemen


perkebunan dalam pembangunan perkebunan yang diukur dari prinsip-prinsip keadilan paling banyak
terjadi sebagai akibat tidak adanya kebijakan, atau tidak berpihaknya kebijakan , dan paling banyak
terjadi pada pola Swadaya.

3. Pembangunan Perkebunan yang berkeadilan hanya dapat dicapai apabila aspek kebijakan
penatagunaan lahan dan aspek kebijakan pembangunan serta managemen perkebunan itu berlangsung
sebagai rangkaian hulu dan hilir, adil pada substansi dan adil pada implementasi kebijakan yang
mengandung cita-cita materiilnya tidak marginalitatif, monopolitif, dominatif serta prosedural/taat
azas sehingga memberikan implikasi yang adil kepada subjeknya. Artinya saling mengintegrasikan
kebijakan penatagunaan lahan dengan kebijakan pembangunan dan managemen perkebunan sejak
substansi kebijakan sampai kepada implementasi kebijakan antara subjek agraria dan perkebunan
dengan memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Pembaharuan dan penyempurnaan terhadap pola
PembangunanPerkebunan yang selama ini diterapkan di provinsi Riau adalah dengan

melaksanakan konsep/dimensi pembangunan perkebunan berkeadilan yang diperoleh dari kajian


literatur yaitu;

a) Penguatan/penyetaraan Hak subjek

Agraria terhadap terjadinya marginalisasi melalui penguatan akses, kontrol dan kemanfaatan,
penguasaan asset penting oleh rakyat yaitu terhadap sumberdayalahan perkebunan, akses terhadap
kebijakan lahan, managemen perkebunan serta kemanfaatan produksi perkebunan; b) Penguatan
Demokrasi Ekonomi terhadap berlansungnya monopoli artinya adanya demokrasi ekonomi
keberlanjutan mengantisipasi monopoli dan kekebalan perusahaan perkebunan negara danperusahaan
perkebunan swasta atau kolaborasi kedua pihak; c) Reduksi dominasi(power) terhadap pihak yang
memiliki power dominan artinya reduksi dominasi(magnitud power/otoritas) perusahaan perkebunan
negara dan swasta sebagai pihak inti terhadap sumberdaya umum, ekonomi skala perkebunan, politik
kebijakan perkebunan; d) Penguatan kewajiban pemerintah untuk kemakmuran dan kesejahteraan
antara perusahaan perkebunan negara, perusahaan perkebunanswasta dan rakyat yaitu fungsionalisasi
dan kehadiran negara melalui pemerintahditengah tengah ketidakberdayaan rakyat mendapatkan
haknya. Penguatan kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, untuk
campurtangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, sebagaimana termuatdalam tujuan
kemerdekaan Indonesia dalam UUD 1945.

Pembangunan Pertanian dan Perkebunan memiliki perananan yang cukup penting dan strategis dalam
pembangunan nasional dan regional meliputi:

peningkatan ketahanan pangan, produk domestik regional bruto (PDRB), kesempatan kerja, sumber
pendapatan, serta perekonomian regional dan nasional. Pertanian dan Perkebunan menjadi penarik
bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan industri hilir yang kontribusinya pada
pertumbuhan ekonomi cukup besar. Pembangunan pertanian dan perkebunan ke depan dihadapkan
kepada berbagai tantangan, seperti terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan yang
sangat dinamis serta berbagai persoalan mendasar seperti globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya
kemajuan teknologi dan informasi, semakin terbatasnya sumberdaya, tejadinya perubahan iklim
global,serta masih terbatasnya permodalan petani dan masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani
dan penyuluh. Guna mewujudkan keberhasilan pembangunan tersebut diperlukan sumber daya
manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang handal. Salah satu langkah
yang ditempuh untuk mewujudkan SDM yang handal diperlukan penyuluhan secara berkelanjutan
supaya penyuluhan yang dilakukan secara berkelanjutan diperlukankelembagaan penyuluhan yang
kuat. Kelembagaan penyuluhan

mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan penyuluhan. Untuk mencapai pemberdayaan


masyarakat yang berhasil guna dan berdaya guna diperlukan adanya pendampingan/fasilitasi secara
terus menerus dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Oleh karena itu Revitalisasi
Penyuluhan Pertanian dilaksanakan dalam rangka memperkuat lembaga penyuluhan yang terintegrasi
di

1. Kabupaten/Kota, yang berfungsi untuk melaksanakan penyelenggaraan penyuluhan dan


pembinaan SDM pertanian.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentangSistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), ruang lingkup perencanaan
pembangunan meliputi perencanaan jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang/RPJP-D), menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D) dan
tahunan(Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D). Selanjutnya untuk memenuhiketentuan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerahmengamanatkan, bahwa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah,Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun perencanaan pembangunan
nasional. Perencanaan pembangunan daerah tersebutmeliputi Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJD)untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 tahun dan Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) untuk jangka wakt tahun.Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Tengah menyusun RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023 yang.

merupakan penjabaran visi, misi dan program prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Provinsi Jawa Tengah, dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara,Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, memuat beberapa hal : (1)
arah kebijakan keuangan daerah; (2) strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), linta SKPD dan program kewilayahan disertai dengan
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif Selanjutnya
RPJMD tersebut, menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Dinas
Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah yang dijabarkan menjadi kebijakan, program
strategis dan kegiatan operasional dalam rangkamenangani isu strategis serta peningkatan
pelayanan publik untuk jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan, sebagai dokumen gunamemberikan
arah Pembangunan Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah dalam jangka waktu tahun 2018-2023.
Adapun pelaksanaan RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023 dijabarkan ke pdalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai suatu dokumen perencanaan Tahunan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang memuat prioritas program dan kegiatan dari Rencana
KerjaOPD.

Anda mungkin juga menyukai