Anda di halaman 1dari 7

Nama Mahasiswa : Heri Yadi

Kelas : PAP V B (non reguler)


NPM : 215431101020
Mata kuliah : Kebijakan Perencanaan Pembangunan Perkebunan
Pengajar : Zul Erianto Suarja, S.Pd., Gr. M.Si.

Isu 1. : Menentukan arah kebijakan pembangunan perkebunan di Indonesia!

Dengan memperhatikan arah kebijakan nasional, dalam menjalankan tugas


pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia, Kebijakan umum
pembangunan perkebunan adalah: Mensinergikan seluruh sumberdaya perkebunan
dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktivitas
dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan
penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Adapun kebijakan pembangunan perkebunan yang merupakan penjabaran


dari kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah : Meningkatkan produksi,
produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan
komoditas, SDM, kelembagaan dan kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan
sesuai kaidah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan
dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan

Kebijakan Umum

Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah memberdayakan di hulu dan


memperkuat di hilir guna menciptakan nilai tambah dan daya saing usaha
perkebunan, melalui pemberian insentif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan
meningkatkan partisipasi masyarakat perkebunan serta penerapan organisasi
modern yang berlandaskan kepada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kebijakan Peningkatan Produksi dan Produktivitas

Upaya yang ditempuh dalam operasional kebijakan peningkatan produksi dan


produktivitas komoditi perkebunan adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan terhadap komoditi perkebunan secara umum dengan prioritas


pada komoditi tebu, kopi, kakao, tembakau, cengkeh, kelapa, jambu mete,
tetapi tetap memperhatikan komoditi lain, baik komoditi unggulan lainnya
maupun komoditi minor dan spesifik lokasi.
2. Upaya peningkatan produksi, dilakukan melalui pelestarian terhadap
existing areal perkebunan; dan pengembangan areal baru pada lahan
yang belum termanfaatkan secara optimal, lahan-lahan pekarangan, lahan
tidur dan lahan marginal; serta peningkatan produktivitas kebun.
3. Peningkatan produktivitas, yakni produksi yang dihasilkan per satuan luas
(kg/ha), dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi.
4. Menerapkan paket teknologi budidaya tanaman perkebunan melalui
intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan diversifikasi;
5. Pengembangan kebun demplot sebagai media percontohan bagi petani
dengan penerapan teknologi budidaya yang baik dan sesuai anjuran
teknis
6. Fasilitasi terhadap kebutuhan sarana dan prasarana produksi
7. Penyiapan benih/bibit unggul dan bermutu, melalui kegiatan pembenihan
dan pembibitan serta penggunaan benih/bibit bersertifikat
8. Memperkecil kehilangan produksi akibat gangguan usaha, utamanya
serangan hama penyakit, anomali iklim, melalui upaya pengendalian
hama penyakit, informasi prakiraan cuaca dan teknologi budidaya pada
keadaan cuaca basah dan kering.
9. Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan regional
Jawa Timur sesuai dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi
wilayah dengan penerapan teknologi budidaya yang baik dan benar;
10. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, seperti lahan pekarangan,
lahan yang sesuai untuk tanaman pangan, dengan pengembangan
cabang usaha tani lain yang sesuai;
11. Memfasilitasi pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk
mendukung penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi di daerah;
12. Penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah-wilayah perkebunan
sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air;
13. Meningkatkan penerapan teknologi pemanfaatan limbah usaha
perkebunan yang ramah lingkungan;

Kebijakan Peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkatkan nilai


tambah
Penerapan kebijakan peningkatan mutu produk perkebunan untuk meningkaatkan
nilai tambah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan mutu produk, melalui penerapan teknologi budidaya yang
baik dan penanganan pasca panen (GAP dan GHP)
2. Fasilitasi sarana dan prasarana pasca panen dan pengolahan hasil
perkebunan
3. Fasilitasi terhadap terbentuknya perlindungan kawasan komoditi yang
memiliki kekhasan tertentu, untuk mendapatkan sertifikat indikasi
geografis (IG)
4. Fasilitasi, advokasi dan bimbingan memperoleh kemudahan akses
penanganan pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan;
5. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan
keamanan berusaha;
6. Mendorong pengembangan aneka produk (products development)
perkebunan dan upaya peningkatan mutu untuk memperoleh nilai tambah;

Kebijakan Peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan


Penerapan kebijakan peningkatan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian petani untuk mengoptimalkan
usaha secara berkelanjutan;
2. Memfasilitasi dan mendorong kemampuan petani untuk dapat mengakses
berbagai peluang usaha dan sumberdaya dalam memperkuat dan
mempertangguh usaha taninya;
3. Menumbuhkan kebersamaan dan mengembangkan kemampuan petani
dalam mengelola kelembagaan petani dan kelembagaan usaha serta
menjalin kemitraan.
4. Mengembangkan sistem informasi, mencakup kemampuan memperoleh
dan menyebarluaskan informasi mengenai peluang usaha perkebunan
untuk mendorong dan menumbuhkan minat petani dan masyarakat;
5. Mengembangkan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan
keamanan berusaha;
6. Memfasilitasi peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan
petani untuk menjalin kerjasama usaha dengan mitra terkait;
7. Mendorong terbentuknya kelembagaan komoditas perkebunan yang
tumbuh dari bawah;
8. Mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai,
saling bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan
antara petani, pengusaha, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan

Pembangunan Perkebunan di Indonesia merupakan sektor unggulan dan


penggerak ekonomi di Indonesia sehingga diperlukan pengelolaan secara
berkelanjutan. Amanat pengelolaan perkebunan berkelanjutan yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang menyatakan
bahwa pengembangan perkebunan diselenggarakan secara berkelanjutan dengan
memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi.

Secara umum tahapan Penyusunan Pembangunan Perkebunan di Indonesia


mencakup beberapa tahapan yaitu: (1) identifikasi, inventarisasi dan analisis data,
(2) tahapan perumusan permasalahan dan analisis isu-isu strategis perkebunan di
Daerah, yang diperoleh berdasarkan hasil kajian keragaan potensi perkebunan
berdasarkan komoditas dan berdasarkan FGD dengan multipihak, (3) perumusan
tujuan dan sasaran, (4) perumusan strategi dan arah kebijakan, (5) penyusunan
rencana program dan rencana implementasi, serta (6) monitoring dan evaluasi.

Adapun Roadmap/tahapan arah kebijakan Pengelolaan Perkebunan


Berkelanjutan dibagi menjadi empat tahapan untuk 4 (empat) periode
pembangunan daerah jangka menengah dengan focus utama, yaitu (1) Membangun
Sistem Pengelolaan Perkebunan yang Berkelanjutan; (2) Meningkatkan Kualitas dan
Nilai Tambah Produksi Perkebunan; (3) Menjaga Stabilitas Produksi Perkebunan
dan Penguatan Kelembagaan; (4) Mengembangkan Potensi lain Pengelolaan
Perkebunan

Komoditas perkebunan adalah salah satu sumber devisa negara yang terus
meningkat. Adapun ekspor komoditas perkebunan yang paling besar disumbang
oleh komoditas kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dan kopi

Hilirisasi menjadi poin penting yang karena Dengan adanya hilirisasi


perkebunan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saingnya yang bepengaruh
pada peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat

Untuk memajukan subsektor perkebunan dengan menyusun langkah strategis


dalam penyiapan logistik benih dalam pengembangan kawasan perkebunan
nasional secara jangka panjang, serta untuk jangka pendek dilakukan
pengembangan kawasan melalui intensifikasi.

Arah kebijakan dan strategi harus sejalan dengan program Logistik benih dan
pengembangan kawasan perkebunan dan pengembangan perkebunan agar
meningkatnya pemenuhan kebutuhan pangan, perlindungan tanaman perkebunan
secara optimal, peningkatan mutu, keamanan serta pengolahan dan pemasaran
produk hasil perkebunan, efisiensi budidaya tanaman perkebunan dan penyediaan
benih tanaman perkebunan berkualitas dan berkelanjutan

Keberhasilan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dicapai hingga


saat ini, selain secara ekonomi sangat menguntungkan, sekaligus memberikan
berbagai manfaat yang terkait langsung dengan permasalahan besar pembangunan
ekonomi nasional dan pembangunan wilayah, antara lain dalam pemecahan
masalah pengangguran, kemiskinan dan pembangunan daerah.

Dengan sumberdaya lahan yang melimpah dan didukung oleh sumberdaya


manusia dan teknologi, peluang pengembangannya masih terbuka baik untuk
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, sehingga dengan demikian
pengembangan kelapa sawit perlu terus kita lakukan terutama pada daerah –
daerah yang secara agro-ekologis memang sesuai untuk pembangunan perkebunan
kelapa sawit.

Walaupun prospek kelapa sawit saat ini sangat baik, namun kita dihadapkan
pada citra negatif kelapa sawit yang dianggap dalam pengembangannya tidak
mengikuti kaidah – kaidah pelestarian lingkungan, untuk itulah stakeholder kelapa
sawit menerapkan dan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)

Untuk itu prinsip pembangunan berkelanjutan yang telah menjadi landasan


pengembangan kelapa sawit harus benar – benar dapat diterapkan di lapangan.

Pembangunan perkebunan kelapa sawit akan terus dilakukan dengan


menerapkan prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan dan akan menerapkan
keseimbangan faktor – faktor ekonomi, ekologi dan sosial.

Dari aspek ekonomi, sumberdaya alam akan dimanfaatkan untuk


meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi devisa bagi negara sehingga
terjadi pertumbuhan dan perkembangan serta pemerataan pembangunan wilayah.

Sedangkan dari aspek ekologi, pembangunan perkebunan seperti karet,


sawit, kakao, lada dan lainnya akan memberikan manfaat diantaranya
mengoptimalkan lahan – lahan kritis/terlantar, mengurangi degradasi/erosi lahan,
memberikan kontribusi terhadap iklim mikro dan makro serta memberikan kontribusi
terhadap pengurangan ozon (GRK/Gas Rumah Kaca) serta penyeimbang
ekosistem.

Sementara dari aspek sosial, dapat memberikan kontribusi terhadap


peluang/lapangan kerja, menciptakan pemerataan pembangunan, mengurangi
angka kemiskinan di pedesaan, memberikan kepastian terhadap akses pengelolaan
sumberdaya alam terutama lahan.
Upaya – upaya yang akan dilakukan dalam pembangunan perkebunan kelapa
sawit kedepan, diantaranya peningkatan produksi dan produktivitas terutama untuk
perkebunan kelapa sawit rakyat dengan menggunakan klon – klon unggul,
menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) sesuai dengan kaidah – kaidah
pembangunan perkebunan berkelanjutan, memperkuat kelembagaan petani,
peningkatan integrasi kelapa sawit dengan ternak, meningkatkan dukungan
infrastruktur untuk kelapa sawit berupa jalan kebun / jalan akses samapi dengan
pelabuhan, serta mengembangkan nilai tambah dari kelapa sawit dengan melalui
pengembangan industri dalam negeri baik untuk industri minyak goreng, bio-fuel
maupun olekimia

Dengan pertimbangan pentingnya prospek dan peran perkebunan kelapa


sawit dalam perekonomian di daerah dan nasional, maka pengembangannya akan
terus dilanjutkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pengembangan perkebunan
kelapa sawit berkelanjutan (Sustainable Palm Oil Development)

Sebagai upaya meningkatkan daya saing produk pertanian, perkebunan, dan


peternakan dalam perdagangan global. Mengenai pengembangan pertanian
berkelanjutan, Perlu meningkatan skala usaha melalui integrasi area produksi dan
integrasi hulu hilir. dengan memasukkan unsur teknologi, modal, dan akses distribusi
sehingga bisa mendekatkan dari petani ke pasar.

Strategi yang ditempuh berupa pemetaan lahan dan potensi produk tiap
wilayah (One Village One Product), pengembangan kemitraan hulu-hilir, akses
pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), penerapan teknologi, serta
kemudahan pembentukan koperasi maupun Perseroan Terbatas (PT).

Memberikan izin akses lahan hutan melalui Program Perhutanan Sosial.


“Dengan adanya program perhutanan sosial, maka kehidupan petani diharapkan
menjadi lebih baik karena pendapatan mereka bertambah dari hasil pemanfataan
hutan, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.

Dalam hal peningkatan daya saing produk perkebunan, beberapa program yang
menjadi perhatian Pemerintah antara lain: pembangunan logistik benih; peningkatan
produksi dan optimasi lahan; peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
kelembagaan ekonomi pekebun.

Saat ini, pemanasan global menjadi isu utama yang dialami dan diperbincangkan di
seluruh dunia. Menyikapi hal tersebut, pemerintah negara-negara di dunia pun
menyepakati Paris Agreement pada 2015 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca
(GRK), termasuk Indonesia. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor
penyumbang emisi GRK yang cukup signifikan.

Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun


2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional, yakni kegiatan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan
perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi.
Sebagai komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi GRK dan
menghilangkan trade-off antara ekonomi dan lingkungan dalam rangka
pembangunan berkelanjutan menuju green economy

Dalam menyukseskan kerangka Pembangunan Rendah Karbon, diperlukan


sebuah tools untuk melakukan monitoring, evaluation, and reporting (MER), yang
telah dikembangkan melalui Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi
Nasional Rendah Karbon (AKSARA) sejak diluncurkannya RAN-GRK pada tahun
2011 lalu.

Di sektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang perlu mendapatkan


perhatian penuh karena merupakan sektor penopang terbesar kedua bagi
perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Agar Pembangunan Rendah Karbon dapat berjalan secara efektif dan efisien pada
sektor perkebunan beberapa strategi kebijakan dikembangkan sebagai berikut.

Pertama, kesadaran bersama para pemangku kepentingan pertanian. Strategi ini


berfokus pada 1) penyadartahuan seluruh pemangku kepentingan pertanian, baik
pada tingkat pemerintahan nasional hingga daerah, para pelaku usaha pertanian
dan petani; 2) mengoptimalisasi peran litbang pertanian untuk mendiseminasi hasil-
hasil penelitian dan kajian terkait pembangunan rendah karbon sektor pertanian
kepada seluruh pemangku kepentingan pertanian melalui jurnal ilmiah nasional,
media publikasi nasional dan media sosial; dan 3) sosialisasi kepada para petani
secara berkala baik melalui penyuluh pertanian, lembaga swadaya masyarakat dan
NGO nasional/internasional. Penyadartahuan ini merupakan langkah awal agar
pembangunan rendah karbon dapat diinformasikan secara utuh dan dirasakan
manfaatnya oleh para pemangku kepentingan pertanian.

Kedua, integrasi Pembangunan Rendah Karbon sektor pertanian dalam sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah. Strategi ini berfokus pada 1)
harmonisasi RPJMN dan RPJMD terkait strategi dan kebijakan Pembangunan
Rendah Karbon sektor pertanian dalam batang tubuh, narasi, proyek prioritas
strategis, matriks pembangunan dan arah pembangunan nasional/daerah; 2)
pembentukan tim Pokja nasional dan daerah khusus Pembangunan Rendah Karbon
sektor pertanian melalui surat keputusan (SK) pada tingkat nasional (Bappenas) dan
daerah (Bappeda); 3) perencanaan baseline dan aksi mitigasi pertanian tingkat
nasional dan daerah berbasis data dan terintegrasi melalui pemodelan spesifik
kewilayahan/regional based melalui target-target nasional dan daerah yang sudah
ditetapkan. Integrasi Pembangunan Rendah Karbon sektor pertanian akan berjalan
secara efisien jika perencanaan bersifat “government driven commitment” dan
didukung oleh aktor non-pemerintah/non-state actor, dalam hal ini adalah filantropis,
NGO nasional/internasional yang mempunyai peran cukup strategis dalam
implementasi pembangunan rendah karbon dalam kerangka pembangunan nasional
dan daerah yang terintegrasi.

Ketiga, penerapan sistem monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Strategi ini


berfokus pada 1) pembentukan sistem monitoring, evaluasi, dan pelaporan pada
tingkat nasional dan daerah; 2) Decision Support System untuk perbaikan kebijakan
berkelanjutan dan rencana kegiatan dan anggaran tahunan berbasis bukti/evidence
based; 3) pengembangan model sistem Pembangunan Rendah Karbon
yang fluid dan dinamis. Sistem monitoring evaluasi dan pelaporan akan sangat
berperan dalam pengambilan keputusan ke depan berbasis bukti dan menjadi
acuan/benchmarking dalam perumusan pengembangan kebijakan ke depan.

Untuk menyukseskan ketiga strategi di atas dan mendorong implementasi Kebijakan


Pembangunan Rendah Karbon sektor pertanian, Pemerintah Indonesia tidak bisa
bergerak sendiri. Kolaborasi aktif pemangku kepentingan pertanian yang terlibat
sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan konkret untuk
Indonesia. Nantinya, tentu akan ada berbagai tantangan dan peluang yang perlu
dihadapi. Namun, kita perlu optimis bahwa melalui kolaborasi seluruh pemangku
kepentingan dari hulu hingga hilir serta serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang
lebih hijau dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai