NPM : H1AP19002
Waktu : 60 Menit
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat melindungi tubuh dari
gangguan :
o Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan
kulit)
o Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri
maupun jamur
o Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Absopsi(penyerapan),
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi
respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme,
dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara
saluran kelenjar.
3. Eksresi(pembuangan),
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia
kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada
daerah yang erotik.
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf
simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi
cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na).
6. Pembentukan pigmen,
Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen
(melanosomes)
7. Pembentukan vitamin D,
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh
tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
8. Proses keratinisasi.
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng
dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel
tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi
secara mekanis fisiologik.
Struktur Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit
jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea,hipodermis
atau subkutis).
Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut :
Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarateristikkan
dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo) dan adanya papul `inflamasi, pustul, nodul dan
kista pada bentuk yang berat. Akne vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang
paling padat; antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. Akne vulgaris yang berat
dapat memberikan dampak psikologis dan fisik berupa stres emosional, depresi dan skar yang permanen.
Patogenesis akne vulgaris bersifat multifaktorial. Ada 4 faktor penting yang dianggap berperan
dalam perkembangan suatu lesi akne vulgaris. Faktor-faktor tersebut antara lain hiperproliferasi folikuler
epidermal, peningkatan produksi sebum, peningkatan aktivitas P. acnes, dan inflamasi.
Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali dikenal dalam
perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini,
ada 3 buah hipotesis yang telah diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat
hiperproliferatif pada individu dengan akne vulgaris. Pertama, hormon androgen, yang telah dikenal
sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang menyebabkan pembentukan sumbatan pada muara
folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas pada orang-orang dengan akne vulgaris. Derajat akne
vulgaris komedonal pada usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu
dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen ditemukan pada folikel-
folikel dimana komedo berasal. Selain itu individu dengan malfungsi reseptor androgen ternyata tidak
akan mengalami akne vulgaris. Kedua, perubahan komposisi lipid, yang telah diketahui berperan dalam
perkembangan akne. Pada pasien akne biasanya mempunyai produksi sebum yang berlebihan dan kulit
yang berminyak. Produksi sebum yang berlebihan ini dapat melarutkan lipid epidermal normal dan
menyebabkan suatu perubahan dalam konsentrasi relatif dari berbagai lipid. Berkurangnya konsentrasi
asam linoleat ditemukan pada individu dengan lesi akne vulgaris, dan menariknya, keadaan ini akan
normal kembali setelah pengobatan yang berhasil dengan menggunakan isotretinoin. Penurunan relatif
asam linoleat dapat mengaktifkan pembentukan komedo. Inflamasi adalah faktor hipotesis ketiga yang
terlibat dalam pembentukan komedo. Interleukin1α adalah suatu sitokin proinflamasi yang telah
digunakan pada suatu model jaringan untuk menginduksi hiperproliferasi epidermal folikular dan
pembentukan akne vulgaris. Walaupun inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis
pada lesi awal akne vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan akne
vulgaris dan komedo.
Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam pembentukan akne
vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah hormon dan mediator yang berbeda. Hormon
androgen khususnya, meningkatkan pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita
dengan akne vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang normal.
P. acnes merupakan suatu organisme mikroaerofilik yang ditemukan pada banyak lesi akne
vulgaris. Walaupun tidak ditemukan pada lesi yang paling awal dari akne vulgaris, P. acnes ini hampir
pasti dapat ditemukan pada lesi-lesi yang lanjut. Adanya P. acnes akan meningkatan proses inflamasi
melalui sejumlah mekanisme. P. acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator-mediator
proinflamasi yang berdifusi melalui dinding folikel. Penelitian terkini menunjukkan bahwa P. acnes
mengaktifkan toll-like receptor-2 pada monosit dan neutrofil. Aktivasi toll-like receptor-2 ini kemudian
akan memicu produksi sitokin proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8, dan TNF. Hipersensitivitas
terhadap P. acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa individu mengalami akne vulgaris
inflamasi sedangkan yang lain tidak. Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau
sekunder. Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan suatu respons
inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun demikian, ekspresi IL-1α telah diidentifikasi dalam
mikrokomedo dan dapat berperan dalam pembentukan akne vulgaris.
Faktor-faktor lain yang berperan pada patogenesis akne adalah usia, ras, familial, makanan,
cuaca / musim, stres psikologis yang dapat secara tidak langsung memicu peningkatan proses
patogenesis tersebut.
3. Penyakit lain.
PENYAKIT PERADANGAN
Adapun penyebab peradangan pada IMS yang paling sering dijumpai, adalah:
1. GONORE (GO)
Gonore atau yang sering kita sebut kencing nanah adalah salah satu jenis infeksi menular seksual
(IMS) yang umum dan disebabkan oleh bakteri bernama Neisseria gonorrhoeae atau gonococcus.
Gonore dapat menyerang siapapun baik Perempuan maupun laki-laki bisa terjangkit infeksi ini.
Bakteri gonococcus biasanya ditemukan di cairan penis dan vagina dari orang yang terinfeksi.
Nyeri di daerah perut bagian bawah, kadang-kadang disertai keputihan dengan bau yang
tidak sedap
Alat kelamin terasa gatal atau sakit
Rasa sakit atau panas kalau kencing dan pendarahan setelah hubungan seksual.
Walaupun demikian GO sering terjadi tanpa keluhan atau gejala apapun sehingga tidak
disadari oleh perempuan.
Untuk orang yang melakukan seks anal (melalui anus) dapat terjadi diare kronis atau
diare berdarah.
Untuk yang melakukan hubungan oral (melalui mulut), tenggorokan dapat terasa sakit
dan berwarna merah
Dapat menimbulkan nyeri perut bagian bawah. Ini berarti infeksi sudah menjalar ke
saluran telur, sehingga dapat terjadi kehamilan di luar kandungan, bahkan sampai terjadi
kemandulan.
Bila GO masih ada saat melahirkan bayi, infeksi dapat menular pada mata bayi dan bila
terlambat ditangani dapat timbul kebutaan.
2.KLAMIDIA
Infeksi Klamidia adalah IMS yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis yang terutama
menyerang leher rahim.
Infeksi ini menimbulkan gejala atau keluhan keputihan, dapat disertai nyeri saat kencing
dan pendarahan setelah hubungan seksual. Gejalanya mirip GO, tapi biasanya lebih
ringan.
Penularan tanpa disadari, karena kebanyakan perempuan yang terinfeksi tidak merasakan
gejalanya (asimtomatik).
Pada infeksi kronik dapat terjadi penyebaran ke saluran telur yang menimbulkan nyeri
pada perut bagian bawah dan mengakibatkan kemandulan atau kehamilan di luar
kandungan.
Bayi yang baru lahir yang terinfeksi klamidia dari ibunya dapat mengalami kebutaan atau
radang paru (pneumonia).
3.VAGINOSIS BAKTERIAL
Adalah infeksi pada alat kelamin yang disebabkan oleh campuran bakteri Gardnerella
Vaginalis dan Bakteri Anaerob.
Keputihan tidak banyak, berwarna abu-abu, lengket dan berbau amis. Biasanya bau ini
lebih jelas tercium sesaat setelah melakukan hubungan seksual.
KANDIDIASIS VAGINA
Adalah keputihan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Pada keadaan normal
spora jamur ini memang terdapat di kulit maupun di dalam lubang kemaluan perempuan.
Tetapi pada keadaan tertentu (penyakit kencing manis, kehamilan, pengobatan steroid,
antibiotik), jamur ini dapat meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan.
Penyakit ini tergolong IMS, tetapi pasangan seksual dan perempuan yang terinfeksi jamur
ini dapat mengeluh gatal dengan gejala bintik-bintik kemerahan di kulit kelamin.
Gejalanya :
Keputihan berwarna putih susu, bergumpal, disertai rasa gatal, panas dan
kemerahan di kelamin dan sekitarnya.
TRIKOMONIASIS
Gejala Trikomoniasis berupa :
Nyeri pada saat berhubungan seksual atau saat buang air kecil
Gejala sipilis akan muncul dalam lima tahap, apabila tidak d obati :
Tahap I (Sipilis Primer):
Timbul luka yang tidak nyeri di penis, bibir kemaluan atau leher rahim
Gejala berupa kelainan kulit bercak kemerahan tidak gatal terutama di telapak tangan dan
kaki.
Tidak ada keluhan ataupun gejala, namun infeksi berlanjut menyerang alat-alat atau
organ tubuh lainnya.
Keadaan ini hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan darah khusus sipilis
Terdapat kerusakan alat-alat tubuh penting yang menetap pada otak pembuluh darah dan
jantung, serabut saraf dan sumsum tulang belakang.
kelainan tulang
kebutaan
ketulian
kelainan kulit
II. HERPES
Herpes kelamin merupakan IMS yang disebabkan virus Herpes Simplek (HSV) tipe 1 dan 2 yang
menimbulkan luka atau lecet pada kelamin.
Gejala Herpes Kelamin:
Tergantung daya tahan tubuh, infeksi HSV sering tanpa gejala. Bila ada, awalnya ada
rasa seperti terbakar atau gatal dikelamin diikuti timbulnya bintil-bintil berisi air di atas
kulit dengan warna dasar kemerahan. Dalam beberapa hari bintil ini akan pecah,
menimbulkan luka lecet terbuka yang sangat nyeri (pedih)
Pada perempuan biasanya timbul di sekitar kelamin, dinding liang kemaluan dan kadang-
kadang di sekitar anus (lubang dubur)
Pada laki-laki biasanya di batang atau di kepala penis, namun dapat juga di sekitar anus.
Gejala ini hilang jika diobati, namun dapat kambuh kembali pada waktu tertentu.
Gejala pada serangan pertama umumnya lebih berat dibandingkan dengan pada serangan
kambuhan.
Penyakit herpes dapat ditularkan wanita hamil pada bayinya saat masih dalam kandungan
maupun sewaktu melewati jalan lahir ketika persalinan.
Stres Emosional
Kurang tidur
Infeksi lain
PENYAKIT LAIN
I. KUTIL KELAMIN
Kutil kelamin atau Kandiloma Akuminata merupakan salah satu bentuk IMS yang disebabkan
oleh Human papilloma virus(HPV) yaitu berupa kutil di sekitar alat kelamin, bahkan sampai
kebagian dalam liang kemaluan dan leher rahim.
Kelainan berupa tonjolan kulit berbentuk jengger ayam yang berwarna seperti kulit,
ukurannya bervariasi dari sangat kecil sampai besar sekali.
Pada pertemuan dapat mengenai kulit di daerah kelamin sampai dubur, selaput lendir
bagian dalam, liang kemaluan sampai leher rahim.
Ada kalanya seorang perempuan baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi pada saat
pemeriksaan papsmear (pap-test)
Biasanya laki-laki baru menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi setelah ia menulari
pasangannya.
Dari ibu hamil dengan kutil kelamin kepada bayinya pada saat persalinan
Cara penularan melalui tangan atau jari yang mengandung kutil ke daerah alat kelamin,
meskipun sangat jarang.
Kutil kelamin kadang-kadang dapat berakibat lanjut menjadi kanker leher rahim ataupun kanker kulit
sekitar kelamin. Pada laki-laki dapat menimbulkan kanker penis. Bila tidak diobati, dapat menularkan
kepada pasangan seksualnya..
Stimulus primer dari terjadinya miliaria adalah segala kondisi dengan suhu dan kelembaban tinggi
yang mengakibatkan produksi keringat yang berlebihan. Sumbatan pada kelenjar keringat juga menjadi
sebab, antara lain sumbatan akibat pakaian ataupun perban. Pada neonatus, penyebabnya diduga adalah
kelenjar ekrin yang imatur sehingga mudah pecah4 Beberapa sebab eksternal lain seperti pengobatan
dengan betanecol, isotretinoin sistemik dan defisiensi mangan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
miliaria,
Keadaan panas dan kelembaban tinggi dapat menyebabkan produksi keringat berlebih dan terjadinya
sumbatan pada duktus dapat menyebabkan gangguan pengeluaran keringat, dalam miliaria kelenjar
keringat yang mengalami kelainan adalah kelenjar ekrin.
Bendungan akan menyebabkan kebocoran untuk mencari jalan keluar lain, baik melalui epidermis
atau dermis dengan anhidrosis relatif. Saat titik obstruksi berada 2 di stratum korneum atau hanya sedikit
di bawah stratum korneum, walaupun dengan peradangan yang biasanya minimal, akan menyebabkan lesi
yang asimtomatik, ini yang disebut sebagai miliaria kristalina. Pada miliaria rubra, letak sumbatan berada
di lapisan sub korneum yang membentuk vesikel spongiosis dan ditemukannya infiltrasi sel inflamasi
kronik pada bagian papila dermis dan bagian bawah dari epidermis..
Sedangkan pada miliaria profunda, jalan keluar keringat terhambat pada bagian yang lebih dalam,
yaitu di papilla dermis atau bagian antara epidermis dan dermis, selain itu terjadi infiltrasi limfosit di
periduktus dan terjadi spongiosis di duktus epidermal.
Bakteri residen kulit seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus juga memegang
peranan pada terbentuknya miliaria
Pada miliaria kristalina, lesi vesikel superfisial jernih dengan diameter 1-2 mm, seringkali konfluen
tanpa ada eritema di sekitarnya. Pada bayi, terutama berada pada kepala, leher dan bagian atas trunkus.
Sedangkan pada dewasa umumnya berada pada trunkus, dan berikutnya penyembuhan miliaria kristalina
akan dimulai dengan deskuamasi.
Untuk miliaria rubra, lesi kecil, biasanya uniform, papul dengan eritema, dan papul vesikular dengan
latar belakang eritema. Bayi umumnya memiliki lesi di leher, skrotum dan aksila.
Tipe miliaria rubra pada neonatus lebih sering berada pada bagian genital, diduga terutama akibat
keadaan lembab akibat popok plastik. Obesitas bayi juga merupakan faktor resiko terjadinya miliaria
rubra. Sedangkan dewasa terjadi pada bagian yang tertutup dan tergesek pakaian dan juga kulit kepala.
Miliaria profunda memiliki lesi padat, papul warna seperti daging dengan ukuran 1-3 mm, paling
sering terjadi di trunkus, namun juga dapat muncul di ekstremitas. Sering muncul setelah dicetuskan oleh
kondisi yang merangsang produksi keringat, dan pada kulit yang terkena keringat dapat berkurang atau
bahkan tidak ada. Miliaria profunda ini umumnya terjadi pada orang yang seringkali mengalami miliaria
rubra.
Tipe ini sering menampilkan klinis pasien yang tidak tahan panas bahkan pingsan bila terpapar udara
panas. Miliaria rubra yang berpenampilan seperti pustul yang dominan dinamakan miliaria pustulosa, dan
ada beberapa ahli yang menggolongkannya menjadi tipe keempat dari miliaria
Moluskum kontagiosum adalah suatu tumor epidermis jinak yang hanya menginfeksi manusia.
Virus penyebabnya dari genus Molluscipoxvirus. Virus ini belum dapat dibiakkan pada jaringan.
Virus berbentuk lonjong atau berbentuk batu bata dan berukuran 230 x 330 nm, menyerupai vaksinia.
Lesi Moluskum kontagiosum memiliki karakteristik berupa lesi noduler kecil yang sangat
banyak, berwarna merah muda, mirip dengan kutil yangv terdapat pada muka, lengan, punggung dan
pinggul. Lesi jarang ditemukan pada telapak tangan, telapak kaki dan selaput lendir. Masa inkubasi
berlangsung sampai 6 bulan. Lesi mungkin terasa gatal, sehingga menyebabkan autoinokulasi. Lesi
dapat bertahan sampai 2 tahun, tetapi akhirnya akan sembuh secara spontan. Virus ini merupakan
imunogen yang lemah, sepertiga penderita tidak memproduksi antibodi terhadap virus ini, sehingga
serangan kedua sering terjadi.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dalam bentuk sporadis maupun epidemi, dan lebih sering
ditemukan pada anak-anak dibanding orang dewasa. Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung
dan tak langsung misalnya melalui penggunaan handuk secara bersama, kolam renang, oleh
pemotong rambut atau alat cukur.
Moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan secara seksual, terutama pada orang muda. Hal ini
terlihat pada penderita AIDS. Lesi khasnya berupa suatu papula berbentuk kawah pada daerah genital.
Lesi moluskum pada kelopak mata sering menimbulkan konjungtivitis dan keratitis.
Diagnosa moluskum kontagiosum biasanya dilakukan secara klinik, dengan melihat gambaran
dari lesi. Bahan setengah padat yang mirip keju yang dikeluarkan dari lesi dapat digunakan untuk
diagnosis laboratorium. Mikroskop elektron dapat dengan cepat mendeteksi badan moluskum yang
diwarnai dengan Giemsa atau iodin lugol dan partikel-partikel poxvirus. Walaupun virus Moluskum
kontagiosum belum dapat dibiakkan dalam biakan sel, namun infeksi virus ini akan menimbulkan
efek sitopatik sementara yang khas. Perubahan seluler yang terjadi dapat disangka HSV. Pada tahun
1985, pada penelitian terhadap 137 bahan yang dibiakkan untuk HSV, 49 diantaranya mengandung
HSV, sedang 6 spesimen menunjukkan efek sitopatik namun antigen HSVnya negatif. Penggunaan
mikroskop elektron dapat memastikan adanya virus moluskum kontagiosum pada bahan yang bersifat
HSV negatif namun memiliki efek sitopatik.
SEMOGA SUKSES