Anda di halaman 1dari 2

Rasulullah SAW telah mensyariatkan sebuah ibadah khusus di sepuluh hari yang terakhir di bulan

Ramadhan. Ibadah yang memungkinkan seseorang untuk lebih menghargai keutamaan setiap detik
yang berlalu di bulan yang penuh berkah dan kemuliaan ini.

Ibadah yang memberikan kita kesempatan kedua untuk beribadah dengan lebih khusyu’ dan lebih
berkualitas, jika pada dua puluh hari pertama bulan Ramadhan kita belum mampu
mempersembahkan ibadah terbaik kita kepada Allah. Ibadah tersebut adalah I’tikaf.
Secara bahasa i’tikaf berasal dari akar kata ‘akafa-ya’kufu-ukuufan’yang berarti berdiam pada
sesuatu tempat, baik untuk melakukan amal kebaikan ataupun keburukan.

Demikian dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah. Namun, -menurutnya- I’tikaf yang
dimaksud dalam ajaran Islam adalah menetap dan berdiam di masjid dengan tujuan mendekatkan
diri kepada Allah subhanahu wataala.

I’tikaf adalah sebuah ibadah khusus yang berbeda dengan ibadah-ibadah lain. Kesempurnaan dari
ibadah ini adalah apabila kita mampu memaksimalkan sepuluh hari yang terakhir dari bulan
Ramadhan untuk meninggalkan hiruk pikuk dunia dengan semua masalah dan keruwetannya, untuk
sejenak fokus pada diri kita dan merendahkan diri di depan Allah subhanahu wataala.

Ada beberapa hikmah dan manfaat yang bisa kita raih dengan melaksanakan I’tikaf, diantaranya
adalah:

Yang pertama; dengan melaksanakan I’tikaf, berarti kita telah menghidupkan sunnah Nabi yang
mulai banyak ditinggalkan orang. Menghidupkan sunnah adalah tanda cinta kita kepada Baginda
Rasulullah. Maka, semoga dengan melaksanakan I’tikaf, kita akan dibangkitkan dan dimasukkan
surga bersama Rasulullah, karena beliau sudah berjanji bahwa orang-orang yang mencintainya akan
masuk surga bersamanya.

Yang kedua; I’tikaf memberikan kita kesempatan yang cukup untuk berkomunikasi lebih intens
dengan Allah subhanahu wataala. Jika selama ini kita kurang khusyu’ ketika shalat, jika selama ini
sangat sedikit kita melakukan dzikir dan istighfar, dan jika selama ini kita jarang mengadukan keluh
kesah dan masalah kita kepada Allah, maka di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah
kesempatan emas untuk memaksimalkan semua hal tersebut.

Yang ketiga; I’tikaf memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan interospeksi atau
muhasabah. Terdapat waktu yang cukup untuk kita me-review, menimbang serta menilai setiap
langkah dan keputusan yang kita ambil di masa yang telah lalu. Sehingga kita mampu meng-
identifikasi kelebihan dan kekurangan kita, amal dan dosa kita, prestasi dan kegagalan kita,
keikhlasan dan pamrih dalam amalan kita, kejujuran dan kebohongan yang telah kita lakukan, dan
segala perbuatan yang telah kita kerjakan sebelumnya.

Yang keempat; I’tikaf adalah; dengan melaksanakan I’tikaf, maka peluang kita untuk bertemu
dengan Lailatul Qadar dalam keadaan beribadah lebih besar dibandingkan jika kita tidak melakukan
I’tikaf. Lailatul Qadar adalah malam yang mulia, dimana Jibril dan para malaikat turun ke langit
dunia. Ibadah di malam tersebut lebih baik dari pada ibadah selama seribu bulan.

Dan Rasulullah menyuruh kita untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan. Maka jika kita bisa memaksimalkan ibadah pada hari-hari tersebut, peluang yang lebih
besar akan kita dapatkan untuk bertemu Lailatul Qadar dalam keadaan beribadah kepada Allah.

Rasulullah bersabda:

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”(HR. al-
Bukhari).

Anda mungkin juga menyukai