Anda di halaman 1dari 4

Tugas Sesi 20 – Proyek modul 4

Kelompok 7 – Sophia

- Alexander Han’s Satyo (01541190196)

- Davito Arfiansyah Putra (01541190135)

- Delila Pramesti (01541190195)

- Ricky (01541190127)

- Ryan Kartawidjaya (01541190079)

- Servyo Jofanka (01541190061)

Tontonlah film “Schindler List” sampai habis, lalu diskusikan pertanyaan berikut dalam
kelompok. Tugas kalian adalah menulis artikel kelompok berisi analisis film sebanyak 1000
kata dan menerbitkannya di media online.
1. Oskar seorang Katolik, tetapi ia berbohong dan menyogok Nazi untuk mempekerjakan
Yahudi di pabriknya. Bagaimana kalian menilai perbuatan Oskar secara etis?
Meskipun diakui secara kritis dan sering berada di antara film-film terhebat sepanjang
masa, Schindler's List juga dikritik paling tidak karena keputusannya untuk fokus pada
penyelamatan 1.200 orang Yahudi, daripada pembunuhan 6 juta orang. Menulis untuk
The New York Review of Books, Jason Epstein berpendapat bahwa penekanan ini
mungkin mengaburkan pelajaran paling mengganggu yang bisa diambil dari Holocaust:
"Korban Hitler banyak sekali, tetapi kaki tangannya baik aktif maupun pasif dan tidak
hanya di Jerman adalah jauh lebih banyak. "Apa yang akan saya lakukan jika saya adalah
seorang Jerman pada waktu itu?" Menjawab dengan pasti bahwa seseorang akan
memberontak berarti menyatakan bahwa kapasitas untuk kejahatan ini adalah ciri
kepribadian yang dimiliki oleh hampir semua orang di Jerman Raya pada tahun 1930-an
dan 40-an namun entah bagaimana tidak ada dalam diri kita sendiri. lalu kekhawatiran
Epstein tentang penekanan Spielberg tidak boleh diabaikan sepenuhnya. Bahaya bahwa
Daftar Schindler akan ditafsirkan sebagai kisah kemenangan dan pengecualian
benar-benar nyata. Pada saat yang sama, sulit membayangkan film tentang Holocaust
menjangkau penonton sebesar ini tanpa memberikan harapan dan optimisme kepada
penonton. Film ini tidak kekurangan korban Yahudi yang menderita pelecehan kekerasan
dan bahkan kematian sering kali disebabkan oleh "pelanggaran" kecil seperti kegagalan
untuk melakukan pekerjaan dengan benar, menganggap pekerjaan seseorang terlalu
serius. Hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Cara kasual di mana
pembunuhan ini digambarkan adalah bukti kuat ketidakpedulian pejabat Nazi terhadap
kehidupan Yahudi. Dalam kasus ini, kita mengetahui bahwa kesadaran Schindler bisa
berbuat lebih banyak mungkin merupakan refleksi moral paling menyeluruh.

2. Etika normatif manakah yang dapat membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film ini?
Film ini merupakan film bergenre sejarah yang menceritakan Pada saat itu, Jerman telah
menduduki Polandia dan banyak menggunakan warga Yahudi untuk melakukan kerja
paksa. Tokoh utama dalam film tersebut Oskar Schindler berharap dirinya dapat
memanfaatkan tenaga para Yahudi untuk bekerja di pabriknya, sehingga ia bisa menekan
pengeluaran dan mendapatkan lebih banyak penghasilan. Sesuai dengan misi awal, Oskar
Schindler dapat menjalankan bisnisnya dengan sangat baik di Polandia. Ia mendapatkan
banyak kekayaan dan mulai terkenal di kalangan para pejabat Nazi. Schindler tidak
pernah peduli dengan persoalan perang. Bahkan dirinya tidak pernah melihat pekerja
Yahudi dalam pabriknya sebagai manusia. Mereka dipaksa bekerja keras dengan upah
yang sangat sedikit.Sampai akhirnya kebiadaban perang terjadi di depan mata kepalanya
sendiri. Schindler menyaksikan sadisnya pembantaian yang dilakukan oleh para tentara
Nazi terhadap para Yahudi. Mereka merampas barang berharga milik Yahudi,
membinasakan rumah-rumah, dan menembaki para Yahudi tanpa terkecuali. Tanpa
banyak berpikir, Schindler akhirnya merelakan segala hal yang ia miliki untuk
menyelamatkan para Yahudi. Schindler meminta Stern untuk membantu dirinya
menjalankan misi penyelamatan. Stern ditugaskan untuk membuat daftar nama para
Yahudi. Schindler membeli para Yahudi yang masuk ke dalam daftar nama tersebut dari
tangan Nazi dan membawa mereka ke negara asalnya agar terhindar dari siksaan para
tentara Nazi. Seperti itulah awal mula film berjudul Schindler List, sejarah kelam yang
terjadi pada masa perang dunia II atau yang disebut Holocaust. Seperti yang diketahui
Holocaust bukanlah hal asing. Holocaust adalah sebuah pembantaian besar - besaran
yang dilakukan oleh negara Jerman Nazi terhadap hampir seluruh penganut Yahudi di
Eropa. Dalam waktu empat tahun, jutaan penganut Yahudi disiksa dan dibunuh oleh para
tentara Nazi di bawah pimpinan si tangan besi, Adolf Hitler. Selain itu di dalam film ini
terdapat seorang tokoh pengusaha Katolik asal Jerman yang bernama Oskar, Tokoh
tersebut membantu orang - orang Yahudi agar terhindar dari tentara Jerman agar tidak
dibawa ke kamp konsentrasi. Kemudian Oskar melindungi orang - orang Yahudi dengan
cara mempekerjakan orang - orang Yahudi di pabrik yang ia miliki, yang dimana pabrik
tersebut dapat dibangun atas dukungan militer dari Jerman, akan tetapi malah Oskar
pakai untuk melindungi orang- orang Yahudi dari siksaan Jerman. Etika normatif yang
dapat membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film ini adalah Oskar sebagai orang
Jerman yang seharusnya juga ikut membenci orang - orang dari Yahudi kemudian ikut
menyiksanya, akan tetapi Oskar malah tergerak hatinya karna telah menyaksikan
pembantaian orang-orang Yahudi di depan matanya sendiri sehingga ia ingin
menghindarkan hal-hal buruk yang menimpa orang-orang Yahudi dan malah membantu
serta menolong orang-orang Yahudi agar tidak ditangkap dan disiksa oleh tentara-tentara
Jerman. jadi hal yang membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film ini adalah dari hal
tersebut dapat dilihat dari perbuatan yang dilakukan oleh Oskar yaitu bertindak secara
baik dan menghindarkan segala hal atau kemungkinan yang buruk sesuai dengan kaidah
yang berlaku di masyarakat.

3. Apakah etika deontologis (non-konsekuensialis) cocok untuk menilai Tindakan Oskar


(menyogok tapi menyelamatkan)?
Etika deontologis atau deontologi adalah pandangan etika normatif yang menilai
moralitas suatu tindakan berdasarkan kepatuhan pada peraturan. Etika ini kadang-kadang
disebut etika berbasis "kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan memberikan
kewajiban kepada seseorang. Sementara teori etika non-konsekuensialis mencakup etika
deontologi, etika keutamaan, dan etika kesetaraan dan keadilan sebagai kewajaran. Etika
non konsekuensialis memfokuskan moralitas tindakan atau keputusan pada kewajiban
untuk melakukan apa yang merupakan kewajiban, pada motivasi dan karakter moral si
pelaku tindakan, serta pada prinsip keadilan. Schindler menyaksikan pembantaian ini dari
perbukitan, dan ia tampak sangat terpukul. Namun kini ia menghadapi masalah yang
lebih mendesak tentang bagaimana menjalankan pabriknya tanpa buruh-buruhnya. Ia
menemui seorang perwira SS bernama Amon Goth, berteman dengannya, dan
meyakinkannya agar ia diizinkan mempertahankan buruh-buruhnya dengan ganjaran
sogokan dan hadiah. Meski dengan berat hati, Schindler kini melindungi orang-orang
yang kecakapannya sangat rendah di pabriknya. Jadi bisnisnya bukan lagi “profit
motive”, malah Schindler bangkrut gara-gara ini. Pabrik milik Schindler ini kemudian
berubah fungsi dan menjadi lebih mirip seperti “Bahtera Nuh” sebagai tempat
penyelamatan makhluk Tuhan. walaupun mereka hidup dengan makanan dan pakaian
seadanya, bahkan harus bekerja siang malam sebagai pemasok logistik perang. Karena
pabrik itu adalah tempat yang paling aman daripada di luar tembok pabrik yang bisa
sewaktu-waktu membawa kaum Yahudi masuk ke dalam “Kereta Maut” yang memuat
mereka ke kamp konsentrasi Auschwitz. Schindler mengubah dirinya menjadi seorang
yang telah melakukan suatu hal sangat yang mulia. Schindler sudah terbiasa dengan
kehidupan Pemabuk, tukang foya-foya, tukang KKN dan menggunakan keahliannya
dalam memanipulasi hukum-hukum Nazi dengan “menyuap, memperdayai, mengakali
elemen-elemen Nazi hanya untuk menyelamatkan nyawa etnis Yahudi dengan dalih
mereka akan di pekerjakan di dalam pabrik milik Schindler ini.

Anda mungkin juga menyukai