Anda di halaman 1dari 2

Oleh Kelompok 10 :

Gusti R Aisy – 01051200202


Deynisha Efla Putri – 01051200212
Merdiansyah Maulana Mahendi – 01051200165
Nada Ainiyyah Tamy A – 01051200183

Analisis Film “Schindler List” Melalui Pandangan Etika

Film Schindler List merupakan sebuah film terkenal pada masanya yang menceritakan
tentang kehidupan seseorang yang bernama Oskar Schindler yang diperankan oleh Liam
Neeson. Dalam film ini Oskar Schindler merupakan mantan seorang mata-mata yang
berasal dari negara Jerman yang datang ke Polandia pada saat Perang Dunia II baru akan
dimulai. Oskar Schindler datang dengan menggenggam sebuah harapan besar untuk dapat
membangun properti sebagai seorang kontraktor militer. Dari hal itulah, perlahan mulai
bermunculan berbagai konflik yang terjadi dalam ini. Dalam artikel ini penulis akan
menuangkan beberapa analisis dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah
diberikan, penulis menganalisis berdasarkan sudut pandang serta menilai berdasarkan
nilai moralitas yang telah dipelajari dalam beberapa mata kuliah termasuk dalam mata
kuliah Etika.

Dalam film tersebut, Oskar Schindler yang merupakan seseorang yang beragama Katolik
tetapi ia berbohong dan dengan berusaha menyogok orang Nazi untuk memperkerjakan
para orang Yahudi di pabriknya. Untuk menilai perbuatan Oskar Schindler secara etis,
penulis memiliki pandangan bahwa ketika Oskar Schindler melakukan sebuah kebohongan
serta melakukan suatu tindakan sogok-menyogok para Nazi demi melakukan sebuah hal
yaitu mempekerjakan para orang Yahudi di pabriknya yang dapat dikatakan tidak baik,
Namun halnya dalam film ini Oskar Schindler berani melakukan hal tersebut demi
mempertahankan nyawa para orang Yahudi. Setelah diamankan, Schindler mendirikan
Pabrik Enamel Jerman (DEF) dengan bantuan akuntan Yahudi Itzhak Stern (Ben Kingsley).
Stern menyarankan agar Schindler mempekerjakan pekerja Yahudi untuk menghemat
uang. (Khususnya, semua upah pekerja Yahudi langsung masuk ke SS, artinya para pekerja
di Pabrik Schindler sebenarnya adalah budak Nazi.) Suatu perbuatan yang baik akan timbul
dari suatu niat dan usaha yang baik juga. dengan contoh seperti yang telah dilakukan oleh
Oskar Schindler sangat memberikan kesan yang begitu mendalam dan memberikan nilai
moralitas, ia berani mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkan banyak nyawa
lainnya.

Etika normatif adalah suatu standar yang memandu orang untuk melakukan hal-hal yang
baik dan bahkan menghindari hal-hal yang buruk sesuai dengan aturan yang berlaku di
masyarakat. Standar etika yang mungkin membenarkan tindakan Oskar adalah standar
etika konsekuensialis. Mengapa demikian? Menurut etika ini, baik buruknya suatu tindakan
yang dilakukan seseorang akan dilihat dari hasil atau tujuan seseorang melakukan
tindakan tersebut. Seperti yang kita semua tahu dalam film ini, Oskar terpaksa melakukan
suatu kebohongan untuk mencegah orang-orang Yahudi yang akan dibunuh oleh orang
Nazi. Dalam film tersebut, kita juga bisa melihat betapa kejamnya orang Nazi terhadap para
kaum Yahudi. Nazi akan dengan mudah membunuh seseorang tanpa ampun. Di tengah film
juga tidak kalah menarik, terdapat beberapa kali adegan tentara Nazi menembak dan
membunuh orang Yahudi yang sedang bersembunyi di daerah kumuh Krakow. Tanpa rasa
kemanusiaan, moralitas, dan keberanian Oskar mungkin tidak ada orang Yahudi yang akan
selamat dan meninggalkan Polandia. Oskar bahkan siap menutup pabrik yang sedang
dijalaninya selama tujuh bulan dan tidak peduli lagi berapa juta poin yang dikeluarkan
untuk bisa membantu para pekerjanya. Dalam film, Ia juga menyatakan bahwa tidak
seorang pun boleh membunuh pekerjaan yang sedang dijalankan dengan alasan apapun
tanpa izin Oskar. Sampai sini kita ketahui bahwasannya suatu kebohongan yang dan
korupsi yang dilakukan oleh Oskar pada Nazi tidak sebanding dengan banyaknya nyawa
yang hilang karena kekejaman orang Nazi. Sehingga ia mempercepat rencananya itu untuk
membebaskan para tahanan orang Yahudi dan pekerja kasar dari Nazi. Sampai dengan saat
itu, ia berhasil membawa orang-orang Yahudi ke kamp Auschwitz dan mengumumkan
bahwa perang tersebut telah berakhir dan para tahanan dibebaskan tanpa syarat.

Tindakan Oskar tidak cocok jika dinilai berdasarkan Etika Deontologis (non-
konsekuensialis). Etika deontologis tidak tepat untuk mengevaluasi suatu tindakan
kebohongan dan penyuapan Oskar untuk menyelamatkan orang lain. Memang, etika
deontologis berasumsi bahwa pemenuhan suatu kewajiban moral tidak dapat dianggap
baik untuk semua kondisi dan tidak dapat mengevaluasi tindakan sesuai dengan tujuannya.
Menurut etika ini, melakukan kesalahan, melanggar aturan, dan merugikan orang lain
dianggap sebagai tindakan amoral yang mutlak. Etika ini juga tidak mengakui adanya
sebuah kebohongan putih (kebohongan untuk alasan yang baik), kebohongan adalah
kebohongan, dan ini tidak dapat dibenarkan dalam prinsip moral.

Oleh karena itu, kami tidak dapat membenarkan suatu tindakan curang dan korup yang
telah dilakukan oleh Oskar melalui etos ini. Karena dari sisi moral, apapun yang dilakukan
oleh Oskar adalah suatu perbuatan tidak bermoral. Meskipun dalam etika ini terdapat
kewajiban untuk mengharukan kita memperlakukan orang lain secara setara dan
diusahakan untuk tidak merugikan orang lain. Namun, meskipun begitu tetap tidak dapat
digunakan untuk membenarkan suatu tindakan yang dilakukan oleh Oskar. Memang
moralitas ini hanya menilai dari sudut pandang pelaku dan korban, atau dengan kata lain
perbuatan Oskar selalu merugikan korban Nazi Jerman karena kebohongannya. 

Anda mungkin juga menyukai