Anda di halaman 1dari 49

LOGIKA INDUKTIF

(M.Mudatsir Syatibi, Dipl.PT, SPsi, MKes)

SETTING: DI PASAR BUAH, INGIN MEMBELI JERUK


Jeruk 1 keras dan hijau adalah masam
Jeruk 2 keras dan hijau adalah masam
• Adalah fakta bahwa jeruk 1 dan 2 keras dan
hijau rasanya masam, dijadikan dasar induksi.
• Fakta tsb digeneralisasikan, shg timbul
pemikiran: “Semua jeruk yg keras dan hijau
rasanya masam” (konklusi).
• Keseluruhan proses tadi disebut induksi
Induksi menurut Aristoteles:

Adl proses peningkatan dari hal2 yang bersifat


individual kepada yang bersifat universal
• Premisnya berupa proposisi2 singular
• Konklusinya berupa sebuah proposisi universal,
yang berlaku secara umum
• Induksi dalam bentuk ini disebut GENERALISASI
Selanjutnya…
Proses menolak mencicipi jeruk ke 3 adalah proses
deduksi

Semua jeruk keras dan hijau rasanya masam(konkl. induksi)


Jeruk ini keras dan hijau
Jadi, jeruk ini rasanya masam

Penalaran calon pembeli juga dapat dirumuskan dalam


bentuk lain, sbb:
Jeruk 1 keras dan hijau adalah masam
Jeruk 2 keras dan hijau adalah masam
Jeruk 3 keras dan hijau
Jadi, jeruk 3 adalah masam
Penalaran induksi di atas disebut ANALOGI INDUKTIF
Lanjutannya…
• Analogi induktif tidak sesuai dengan
pengertian induksi menurut Aristoteles.
• Menurut John Stuart Mill, logika induktif:
Adl kegiatan budi, dimana kita
menyimpulkan bahwa apa yang kita
ketahui benar untuk kasus/kasus2 khusus
juga akan benar untuk semua kasus yang
serupa dengan yg tersebut tadi dalam hal2
tertentu
Dari 2 contoh di atas dapat diketahui ciri2 dari
induksi:

1. Premis2 dari induksi ialah proposisi empirik


hasil observasi indera (fakta). Pikiran tidak
dapat mempermasalahkan benar tidaknya
fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya.
2. Konklusi penalaran induktif lebih luas dari
premis2nya.
Contoh pada analogi induktif menurut kaidah2
logika penalaran itu tidak sahih. Dalam hal ini
pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran
konklusinya.
Ciri ke 3…
3. Meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat,
tetapi manusia yg normal akan menerimanya,
kecuali kalau ada alasan2 untuk menolaknya.
• Jadi, konklusi induktif itu oleh pikiran dapat
dipercaya kebenarannya atau dengan kata lain,
konklusi induktif itu memiliki kredibilitas rasional.
• Kredibilitas rasional disebut PROBABILITAS
• Probabilitas itu didukung oleh pengalaman,
artinya konklusi induksi itu menurut pengalaman
biasanya cocok dg observasi indera (tidak mesti
harus cocok)
LOGIKA DALAM METODE ILMU
PENGETAHUAN

Menurut Thomas Henry Huxley:


• Penalaran ilmiah sama dengan penalaran
biasa yang telah disempurnakan
• Penalaran terdiri 2 tahap:
1. Tahap induksi, tahap observasi terhadap
fakta2.
Kesimpulan tahap induksi ini dapat berupa:
Hukum; kalau diperkirakan takterbantahkan oleh
observasi lain.
Teori; kalau berlakunya harus memenuhi syarat2
tertentu

Hipotesis; kalau dasar observasi masih dianggap


kurang kuat.

2. Tahap deduksi:
Ilmu pengetahuan meramalkan/membuat
prediksi bahwa hukum,teori dan hipotesa itu
berlaku untuk semua kondisi yang sama seperti
yang diobservasi (observasi terdahulu yang
menghasilkan hukum,teori dan hipotesis).
Lanjutannya…

Konklusi dari deduksi itu dalam ilmu pengetahuan


diteliti lagi. Melalui observasi yang cermat
dikumpulkan fakta2. Selanjutnya disimpulkan
melalui induksi lagi seperti pd tahap pertama.
• Konklusinya tidak boleh bertentangan dengan
konklusi tahap pertama.
• Dalam ilmu pengetahuan proses itu disebut
verifikasi
GENERALISASI INDUKTIF
Penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yg bersifat
umum dari premis2 yg berupa proposisi empirik disebut
generalisasi.
• Prinsip2 yang menjadi dasar penalaran generalisasi
adalah sbb:
“Apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu,
dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi
yang sama terpenuhi”
• Dua kali kita jumpai jeruk masam dalam kondisi keras
dan hijau, maka ketika melihat jeruk ke 3 memenuhi
kondisi keras dan hijau, kita menyimpulkan bahwa dapat
diharapkan jeruk itupun akan masam rasanya.
Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu
kepercayaan. Karena konklusi penalaran induktif
tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan
tetapi hanya berupa suatu probabilitas, suatu
peluang.
• Hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri
juga disebut Generalisasi.
•Generalisasi dalam arti ini berupa suatu proposisi
universal, seperti:
“Semua apel yang keras dan hijau rasanya masam”
“Semua logam yang dipanasi memuai”
Generalisasi yang sebenarnya harus
memenuhi 3 syarat:

1. Generalisasi harus tidak terbatas secara


numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh
terikat pada jumlah tertentu.
Kalau dikatakan bahwa “Semua A adalah B,
maka proposisi itu harus benar, berapapun
jumlah A.
Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua
subjek yang memenuhi kondisi A.
2. Generalisasi harus tidak terbatas secara
spasio-temporal. Artinya tidak boleh
terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi harus
berlaku di mana saja dan kapan saja
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar
pengandaian
Contoh:
Faktanya: x, y dan z itu masing2 bukan B
Ada Generalisasi: Semua A adalah B
Pengandaiannya: Andaikata x, y dan z itu
masing2 sama dg A atau dg kata lain:
andaikata x, y dan z itu masing2
memenuhi kondisi A, maka pastilah x, y
dan z itu masing2 sama dengan B
Generalisasi yg dpt dijadikan dasar
pengandaian seperti itu yang memenuhi
syarat.
BENTUK GENERALISASI INDUKTIF

 Dalam logika induktif, tidak ada konklusi yang


mempunyai nilai kebenaran yang pasti
 Yang ada hanya konklusi dengan nilai
probabilitas rendah atau tinggi
 Tinggi rendahnya probabilitas konklusi
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang disebut
faktor2 probabilitas.
KITA BANDINGKAN BENTUK2 GENERALISASI INDUKTIF DI BAWAH INI:
1. Jeruk ini keras, hijau dan rasanya masam
Jadi, Semua jeruk yang keras dan hijau rasanya masam
2. Jeruk 1 keras, hijau dan rasanya masam
Jeruk 2 idem
Jeruk 3 idem
Jadi, Semua jeruk keras dan hijau, rasanya masam
3. Jeruk 1 keras, hijau dan rasanya masam
Jeruk 2 s/d 15 idem
Jadi, semua jeruk yang keras dan hijau, rasanya masam
4. Jeruk 1 keras, hijau, kecil, benjol dan masam
Jeruk 2 idem
Jeruk 3 idem
Jadi, semua jeruk keras dan hijau, rasanya masam
5. Jeruk 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam
Jeruk 2 keras, hijau, dari Tawangmangu, baru saja dipetik, dan masam
Jeruk 3 keras, hijau, besar, dari Medan, sudah disimpan sebulan, dan masam
Jadi, semua jeruk keras dan hijau rasanya masam
6. Jeruk 1 keras, hijau, benjol, rasanya masam
Jeruk 2 keras, hijau, besar, rasanya masam
Jeruk 3 keras, hijau, kecil, rasanya masam
Jadi, semua jeruk keras dan hijau rasanya masam
Semua 6 penalaran induktif di atas konlusinya sama:
“Semua jeruk keras dan hijau rasanya masam”

 Walaupun begitu, pikiran kita lebih mudah


mengakui kebenaran konklusi penalaran yang satu
dari pada yang lain.
 Konklusi2 itu berbeda-beda kredibilitas
rasionalnya / probabilitasnya

Penalaran yang nomor berapa yang probabilitasnya


paling tinggi menurut saudara?
Kalau konklusi dari induksi (3) dibandingkan dengan
konklusi induksi (2), maka konklusi induksi (3) lebih tinggi
probabilitasnya.

 Kita lebih dapat menerima kebenarannya dari pada


kebenaran konklusi induksi (2)
 Kalau kita cari sebabnya, mengapa pikiran kita lebih dapat
menerima konklusi induksi (3) karena premis2nya
menunjuk 15 fakta, sedangkan induksi (2) hanya 3 fakta.
 Induksi (1) premisnya hanya mengenai satu fakta, sehingga
kita cenderung meragukan kebenaran onklusinya.
FAKTOR-FAKTOR PROBABILITAS

1. Jumlah Fakta yg Dijadikan Dasar Penalaran


Semakin besar fakta yg dijadikan dasar penalaran
induktif, makin tinggi probabilitas konklusinya,
dan sebaliknya.
 Dalam penelitian, idealnya digunakan sebanyak
mungkin fakta sebagai dasar penalarannya. Semua
fakta dapat dirumuskan sebagai premis
 Jumlah dari semua subjek yang ditunjuk oleh
konklusi yg berupa generalisasi dan berbentuk
proposisi universal dlm penelitian disebut populasi
2. Jumlah Faktor Analogi
Makin besar jumlah faktor analogi dalam premis,
makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya
Faktor analogi adalah faktor persamaan yang terdapat pada
premis-premisnya.
 Kita bandingkan penalaran (2) dan (4) yg konklusinya juga sama
 Faktor yg sama pada penalaran (2) adl keras dan hijau,
sedangkan pada penalaran (4) adl keras, hijau, kecil dan benjol.
 Kalau dibandingkan, probabilitas konklusi penalaran (4) ……
………….dari pada penalaran (2)
 Premis penalaran (4) mengatakan bahwa jeruk yg masam itu
adalah jeruk yg keras, hijau, kecil dan benjol; bukan asal yang
keras dan hijau
3. Jumlah Faktor Disanalogi
Makin besar jumlah faktor disanalogi dalam premis,
makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya
Faktor disanalogi adl faktor yg menyebabkan perbedaan
di antara premis2nya.
 Kita bandingkan penalaran (4) dan (6)
 Premis2 penalaran (6) masing2 mengandung sebuah faktor
yang berbeda satu dg yang lain, yaitu benjol, besar dan kecil.
 Karena adanya faktor disanalogi maka konklusi penalaran (6)
probabilitasnya lebih ………. dari pada probabilitas konklusi
penalaran (4)
 Bandingkan antara penalaran (5) dan (6), mana yg lebih
tinggi probabilitasnya?
 Konklusi penalaran (5) probabilitasnya lebih tinggi karena
faktor disanaloginya lebih besar
4. Luasnya Konklusi
Semakin luas konklusinya semakin rendah
probabilitasnya, dan sebaliknya
 Populasi yg ditunjuk oleh generalisasi tidak boleh memiliki
anggota yg tidak sesuai dg adanya faktor analogi dan
disanalogi di dalam premis
 Semakin luas generalisasi atau proposisi semakin besar
populasi yang ditunjuknya
 Semakin sedikit faktor analogi yang terdapat dalam
generalisasi atau proposisi akan semakin besar populasi
yang ditunjuknya
 Semakin sedikit faktor analogi di dalam generalisasi atau
proposisi, semakin besar kemungkinannya generalisasi atau
proposisi itu tidak sesuai lagi kalau anggotanya ada yang
memiliki faktor analogi lebih dari pada yg disebut di dalam
generalisasi itu (penalaran (4) konklusinya menunjuk
populasi yg lebih besar dari yang ditunjuk oleh premisnya)
Latihan…
Soal:
Dalam rangka penelitian tentang Tekanan Darah di
Desa Tohudan, Colomadu, diambil sampel 30
orang laki-laki, berumur antara 30-40 tahun.
Semua subjek penelitian tersebut tekanan darahnya
ternyata 120/80 mmHg. Maka disimpulkan bahwa
penduduk Desa Tohudan yang laki-laki dan
berumur 30 – 40 tahun tekanan darahnya normal.
Kalau diadakan perubahan2 sebagai berikut, probabilitas
konklusinya naik atau turun? Apa sebabnya?

1. Sampel yang diambil adalah yang pernah sekolah tetapi


tidak melebihi SMP/sederajad
2. Semua sampel pernah sekolah tidak melebihi SMP, semua
bekerja dam melakukan olahraga rutin 3 kali/minggu
3. Semua sampel, selain tentang umur dan pendidikan di atas,
pekerjaan dan kebiasaan makannya berbeda-beda satu
dengan yang lain.
4. Semua sampel, selain umur dan pendidikan di atas, semua
keterangan yang lain berbeda-beda satu dengan yang lain
Soal:
Kita mengadakan angket untuk mengumpulkan fakta
guna menguji apakah sesuatu pendapat/hipotesis
itu benar. Faktor-faktor analogi apa sajakah yang
harus ditanyakan di dalam angket itu, kalau
hipotesis itu seperti tercantum di bawah.
1. Olahraga teratur dapat mencegah stroke
2. Mahasiswa yang putus studinya disebabkan
kurang tekun dalam belajar.
ANALOGI INDUKTIF
Analogi Sebagai Dasar Induksi
Analogi: (Ind:Kias, Arab:qasa = membandingkan)
 Berbicara ttg analogi adl berbicara ttg dua hal yang
berlainan, yg satu bukan yg lain, dan dua hal itu
dibandingkan yg satu dg yg lain
 Dalam perbandingan, orang mencari persamaan
dan perbedaannya.
Contoh:
Bandingkan antara sapi dengan kerbau (carilah
persamaan dan perbedaannya)
Parno dan Parni keduanya anak pak Parman, tetapi
Parno laki2, Parni perempuan, Parno berumur 20 th,
Parni 15 th
 Kalau dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan
persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya, timbullah
ANALOGI, yaitu persamaan di antara dua hal yang berbeda
Contoh:
Sehat adl kondisi badan yang baik. Makanan bergizi adl sarana
memelihara kondisi badan yg baik atau kesehatan. Maka
makanan bergizi-pun disebut sehat, krn adanya persamaan dg
kondisi badan yg baik.
Di sini,’sehat’ pada makanan mempunyai arti kiasan. Dikatakan:
‘sehat’ pada makanan bergizi analog dengan ‘sehat’ pada
badan, atau di antara ‘sehatnya’ makanan bergizi dan
‘sehatnya’ badan ada analogi.
Prinsip yang menjadi dasar penalaran analogi induktif
itu dapat dirumuskan sbb:

Karena d itu analog dengan a, b dan c, maka apa yang berlaku


untuk a, b dan c dapat diharapkan juga akan berlaku untuk d.
Contoh:
a. Parno anak Pak Parman adl anak yg rajin dan jujur
b. Parni anak Pak Parman adl anak yg rajin dan jujur
c. Parmo anak Pak Parman adl anak yg rajin dan jujur
d. Parmin adalah anak Pak Parman.
Jadi, Parmin anak Pak Parman adl anak yg rajin dan jujur
Lanjutannya…

 Jadi, analogi induktif tidak hanya menunjukkan


persamaan di antara dua hal yg berbeda, tetapi
menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu
 Konklusi analogi induktif tidak selalu berbentuk
universal. Tergantung dari subjek2 yang
diperbandingkan dalam analogi. Subjek dapat
individual, partikular maupun universal.
 Sebagai penalaran induksi, konklusinya selalu
lebih luas dari pada premis2nya.
Bentuk Analogi Induktif
Sama dengan generalisasi induktif, dipengaruhi 4 hal:

1. Jumlah fakta yang dijadikan dasar. Jumlah fakta akan


menentukan probabilitasnya. Semakin banyak faktanya
akan semakin tinggi probabilitasnya.
2. Jumlah faktor analogi. Semakin besar jumlah faktor
analoginya, semakin rendah probabilitasnya
3. Jumlah faktor disanalogi. Semakin banyak faktor
disanaloginya, semakin tinggi probabilitasnya.
4. Bentuk proposisi yang menjadi konklusinya. Semakin luas
konklusinya, semakin rendah probabilitasnya.
Kesesatan generalisasi/induksi
Selain 4 hal di atas(faktor objektif), terdapat faktor
subjektif yg juga dapat mempengaruhi probabilitas
konklusi induktif.
 Faktor subjektif terletak pada diri manusia yg
berpikir dan berupa kondisi2 tertentu yg bersifat
pribadi dan tidak disadari (bisa juga disadari)
sehingga penyimpulannya tidak sesuai dg kaidah2
penalaran, disebut kesesatan (fallacy)
Kesesatan Penalaran Induktif yg Penting
Adalah:
1. Tergesa-gesa. Terlalu cepat menarik konklusi, padahal
fakta2 yang dijadikan dasarnya tidak cukup mendukung
konklusi itu. Jumlah fakta terlalu sedikit.
Contoh:
Seorang cowok berjumpa dg seorang gadis Solo pertama kali di
sebuah pesta. Kmd berjumpa lagi dg gadis Solo lain di
SGM. Selanjutnya berjumpa lagi dg gadis Solo lain di
pentas seni.Ketiga gadis Solo tsb semuanya halus dan
luwes. Maka, si cowok punya keinginan untuk
mempersunting gadis Solo, karena anggapannya semua
gadis Solo halus dan luwes.(Kesimpulan yg ter-gesa2)
2. Kecerobohan
Contoh:
Cowok lainnya, teman cowok pertama berkata: Saya kemarin
lihat pertunjukan tari di Keraton Mangkunegaran. 15 cewek
penarinya cantik2 dan anggun, semuanya berkebaya.
Memang semua puteri Solo itu cantik dan luwes.
Itu kesimpulan yg ceroboh, karena mengabaikan adanya faktor
analogi yg penting. 15 gadis itu semua adl bangsawan,
berdandan untuk perayaan, dll. Mestinya kesimpulan itu
tidak untuk semua gadis Solo, hanya untuk 15 gadis
bangsawan itu.
SEBAB - AKIBAT
SEBAB-AKIBAT SBG DASAR INDUKSI
 Pada umumnya yg dimaksud sebab-akibat ialah:
keadaan/kejadian yang satu
menimbulkan/menjadikan keadaan/ kejadian
yang lain
 Yang satu disebut sebab dan yang lain disebut
akibat
 Dalam pengertian sebab-akibat pertama- tama
terkandung makna bahwa yang satu (sebab) itu
mendahului yang lain (akibat)
 Tetapi, tidak semua yang mendahului sesuatu
yang lain itu pasti sebab dari yang lain itu
Contoh: Seorang anak sakit panas kemudian
disuntik, keesokan harinya kakinya lumpuh.
Contoh: Seorang anak sakit panas kemudian
disuntik, keesokan harinya satu tungkainya
lumpuh.

 Hub. sebab-akibat ukan hub. urutan biasa


atau hub. Yang kebetulan
 Hub. sebab-akibat mrpkn hub.intrinsik, hub.
yg begitu rupa shg kalau yg satu (sebab)
ada/tidak ada, maka yg lain (akibat) juga pasi
ada/tidak ada.
 Selain itu, hub.sebab-akibat adl sesuatu yg
mengandung keseragaman, memiliki sifat
kaidah, artinya: apabila sebabnya sama,
maka akibatnya juga sama. Jadi,dlm keadaan
yg serupa ada hub.sebab-akibat yg serupa.
Dalam logika,”sebab” itu dipandang sebagai suatu
syarat atau suatu kondisi yg mrpkn dasar adanya
atau terjadinya sesuatu yg lain, yaitu “akibat”.

 Terdapat 2 macam kondisi: kondisi


mutlak (necessary condition) dan kondisi
memadai (sufficient condition)
 Kondisi mutlak ialah sebab yang kalau
tidak ada, akibatnya juga tidak ada
 Hal ini berarti bahwa, akibat A hanya ada
kalau ada sebab S; A hanya kalau S
•Kondisi memadai ialah sebab yang kalau
ada, akibatnya tentu ada: Kalau S maka A

• Jadi, dari adanya sebab di sini dapat


disimpulkan adanya akibat
Contoh:
Seorang laki2 menderita tennis elbow saat
bermain tennis.
Kondisi mutlak:
 Tegangan klpk otot eks. perg.tangan
 Gaya yg timbul oleh luncuran bola lawan
Kondisi memadai:
 Peristiwa bertemunya/benturan antara bola dan
raket (gaya luncur bola dan tegangan otot)
Masih terusannya lho…
 Baik tegangan otot eks. Perg.tangan
maupun gaya luncuran bola lawan
secara sendiri2 tidak dapat
menimbulkan tennis elbow.
 Baru kalau luncuran bola lawan
mengenai raket(umumnya back-hand),
terjadilah tennis elbow.
Terdapat sebab yang sekaligus merupakan
kondisi mutlak dan kondisi memadai.

Misalnya: Lulus tes masuk adalah syarat


untuk diterima di Poltekkes Surakarta
Ini mengandung 2 arti:
1. Lulus tes adl kondisi mutlak. Kalau diterima di
poltekkes (akibat A), orang tentu lulus tes
masuk (sebab S)
2. Lulus tes adl kondisi memadai. Kalau orang
lulus tes (sebab S), maka ia tentu diterima di
poltekkes (akibat A)
Jadi, dalam hal ini sebab dan akibat adalah
ekuivalen.
Dengan melihat sebab sebagai suatu kondisi
adanya atau terjadinya sesuatu,hub.intrinsik antara
sebab dan akibat terjabar menjadi 3 macam:

1. Dari adanya akibat dapat disimpulkan adanya


sebab
2. Dari adanya sebab dapat disimpulkan adanya
akibat
3. Dari adanya sebab dapat disimpulkan akibatnya
dan sebaliknya.
Bentuk2 penalaran untuk menyimpulkan sebab dari
akibat atau sebaliknya, umumnya
menggunakan metode yang diciptakan oleh
John Stuart Mill.
METODE JOHN STUART MILL: antara lain:

1. Metode Persamaan
Apabila dua peristiwa atau lebih dari suatu
gejala yg diteliti hanya mempunyai satu
faktor yg sama, maka satu2nya faktor
yg sama untuk semua peristiwa itu
ialah sebab (atau akibat) dari gejala
tersebut
Contoh: Sakit perut
Peristiwanya: makan di warung
Jumlah peristiwa: tiga (3)

 Makan di warung itu mendahului sakit


perut, maka “sakit perut” adalah
akibat. Jadi, yang perlu dicari adalah
sebabnya.
 Untuk itu, perlu dicari faktor2 yg
berhub.dg peristiwa itu, dlm hal ini yg
berhub.dg makan di warung
Tiga peristiwa makan di warung itu,
faktor2nya masing2 adl sbb:

A. Makan nasi rawon, telur, minum teh, dan


sakit perut.
B. Makan pisang rebus, tempe goreng, minum
teh, dan sakit perut.
C. Makan mie goreng, tahu bacem, kacang
goreng, minum teh, dan sakit perut.
Satu2nya faktor yg sama dari tiga peristiwa itu
adalah “minum teh”. Maka minum teh itulah
sebab dari sakit perut.
Kesimpulan di atas berdasarkan pengertian
sebab sebagai kondisi mutlak: Apabila
akibatnya ada, maka sebabnya harus ada

 Seperti penalaran induksi lainnya, konklusi


metode persamaan ini juga tidak mengandung
kebenaran yg pasti, tetapi hanya mengandung
probabilitas.
 Untuk memperoleh kepastian, seharusnya semua
faktor yg mungkin relevan dg akibatnya
disebutkan, dan ini suatu hal yg tidak mungkin
dikerjakan.
 Dalam metode persamaan ini, orang menarik
konklusi berdasarkan asumsi bahwa sebab yg
dicari itu pasti terdapat di antara faktor2 yg
disebut di dalam premisnya.
2. Metode Perbedaan
Kalau sebuah peristiwa yg mengandung
gejala yg diselidiki dan sebuah peristiwa
lain yg tidak mengandungnya, semua
faktor2nya sama kecuali satu, sedang yg
satu itu terdapat pada peristiwa
pertama, maka faktor satu2nya yg
menyebabkan kedua peristiwa itu
berbeda adalah akibat atau sebab atau
bagian yang tak terpisahkan dari sebab
gejala tersebut.
Contoh: “makan di warung” sebagai
peristiwanya dan “sakit perut” sebagai
gejala yang dicari sebabnya.

A. Makan nasi rawon, telur, minum teh,


dan sakit perut
B. Makan nasi rawon, telur, - dan tidak
sakit perut
 Metode ini penerapannya dlm
penelitian berupa eksperimen atau
eksperimen terkendali(controlled
experiment).
Dalam eksperimen terkendali ada dua peristiwa yg
diperbandingkan, yg semua faktor2nya sama kecuali
satu, yg dianggap sbg sebab dari gejala yg dipandang
sebagai akibatnya

 Faktor yg terakhir itu disebut faktor


eksperimental.
 Subjek yg mengandung faktor
eksperimental disebut kelompok
eksperimental.
 Subjek yg tidak mengandung faktor
eksperimental disebut kelompok pengendali
(Control group)
 Istilah faktor dlm penelitian disebut
variabel
3. Metode Gabungan
Antara metode persamaan dan perbedaan

Kalau pada dua peristiwa atau lebih dg sebuah gejala,


hanya terdapat sebuah faktor yg sama, sedang pada
dua peristiwa atau lebih yang tidak memiliki gejala
itu, tidak ada persamaannya antara yg satu dg yang
lain, kecuali tidak adanya faktor tsb, maka faktor
yg merupakan satu2nya perbedaan di antara kedua
kelompok peristiwa itu, adalah akibat, atau sebab,
atau bagian tak teroisahkan dari sebab dari gejala
itu (jangan diterusin, nanti kepalanya jadi berasap!)
Contoh:
A. Makan nasi gudeg, telur, minum teh, dan sakit
perut
B. Makan pisang, jeruk, minum teh, dan sakit perut
C. Makan nasi gudeg, telur… dan tidak sakit perut

 Ketiga peristiwa di atas tidak dapat digunakan


dlm metode persamaan karena tidak ada faktor yg
sama untuk semua peristiwa itu.
 Ketiga peristiwa di atas juga tidak dapat
digunakan dlm metode perbedaan karena tidak
“semua faktor2nya sama kecuali satu”.
Dengan menggunakan gabungan metode
persamaan dan perbedaan bisa diperoleh
konklusi.

A. Makan nasi gudeg, telur, minum teh… sakit perut


B. Makan pisang, jeruk, minum teh… sakit perut
Jadi, minum teh… sakit perut (metode persamaan)

A. Makan nasi gudeg, telur, minum the… sakit perut


B. Makan nasi gudeg, telur,… tidak sakit perut
Jadi, minum the… sakit perut.
 Karena dg menggunakan kedua metode secara terpisah sdh
dapat diperoleh konklusinya, maka konklusi ini dianggap
lebih kuat apabila kedua-duanya digunakan bersama-sama

Anda mungkin juga menyukai