Anda di halaman 1dari 26

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 2009

TENTANG

KEPARIWISATAAN
SISTEMATIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB I KETENTUAN UMUM (Pasal 1)


BAB II ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN (Pasal 2 s/d 4)
BAB III PRINSIP PENYELENGGARAAN
KEPARIWISATAAN (Pasal 5)
BAB IV PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (Pasal 6 s/d 11)
BAB V KAWASAN STRATEGIS (Pasal 12 s/d 13)
BAB VI USAHA PARIWISATA (Pasal 14 s/d 17)
BAB VII HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN (Pasal 18 s/d 27)
BAB VIII KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH
DAERAH (Pasal 28 s/d 32)
BAB IX KOORDINASI (Pasal 33 s/d 35)
BAB X BADAN PROMOSI PARIWISATA (Pasal 36 s/d 49)
BAB XI GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA
(Pasal 50 s/d 51)
BAB XII PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA,
STANDARDISASI, SERTIFIKASI, DAN TENAGA
KERJA (Pasal 52 s/d 56)
BAB XIII PENDANAAN (Pasal 57 s/d 61)
BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF (Pasal 62 & 63)
BAB XV KETENTUAN PIDANA (Pasal 64)
BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 65 & 66)
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP (Pasal 67 s/d 70)

( 17 BAB 70 Pasal )
8 Reformasi Isi
UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

1. Sistem Perencanaan
2. Kawasan Strategis
3. Rezim Perijinan menjadi Pendaftaran
4. Desentralisasi
5. Sistem Koordinasi
6. Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI)
7. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI)

8. Standardisasi & Sertifikasi


1. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata.

2. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang


yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.

3. Industri Pariwisata adalah


kumpulan usaha pariwisata yang
saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau
jasa bagi pemenuhan kebutuhan
pariwisata.
4. Kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh pekerja
pariwisata untuk mengembangkan
profesionalitas kerja.

5. Sertifikasi adalah proses


pemberian sertifikat kepada
usaha dan pekerja pariwisata
untuk mendukung peningkatan
mutu produk pariwisata,
pelayanan, dan pengelolaan
kepariwisataan
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:

1. manfaat,
2. kekeluargaan,
3. adil dan merata,
4. keseimbangan;
5. kemandirian,
6. kelestarian,
7. partisipatif,
8. berkelanjutan
9. demokratis,
10. kesetaraan, dan
11. kesatuan.
Memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan
perjalanan serta meningkatkan pendapatan
negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kepariwisataan bertujuan untuk :

1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi,


2. meningkatkan kesejahteraan rakyat,
3. menghapus kemiskinan,
4. mengatasi pengangguran,
5. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya,
6. memajukan kebudayaan,
7. mengangkat citra bangsa,
8. memupuk rasa cinta tanah air,
9. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
10. mempererat persahabatan antarbangsa.
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:

1. menjunjung tinggi norma agama dan nilai


budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan
hubungan antara manusia dan Tuhan Yang
Maha Esa, hubungan antara manusia dan
sesama manusia, dan hubungan antara
manusia dan lingkungan;

2. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan


kearifan lokal;

3. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan,


dan proporsionalitas;
4. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
5. memberdayakan masyarakat setempat;
6. menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara
pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik
dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
7. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan
internasional dalam bidang pariwisata; dan
8. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan 11
asas yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan
keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan
alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pembangunan kepariwisataan dilakukan
berdasarkan asas sebagaimana tersebut di
atas yang diwujudkan melalui pelaksanaan
rencana pembangunan kepariwisataan
dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan, dan kekhasan budaya dan alam,
serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pembangunan kepariwisataan meliputi:

a. industri pariwisata;
b. destinasi pariwisata
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang terdiri
atas Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Provinsi, dan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten/Kota.

Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud di


atas merupakan bagian integral dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional diatur
dengan Peraturan Pemerintah (PP.
No. 50 Tahun 2011)

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi


diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan


Kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Rencana induk pembangunan kepariwisataan
sebagaimana dimaksud tersebut di atas meliputi
perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.
Usaha pariwisata meliputi, antara lain:

1. daya tarik wisata;


2. kawasan pariwisata;
3. jasa transportasi wisata;
4. jasa perjalanan wisata;
5. jasa makanan dan minuman;
6. penyediaan akomodasi;
7. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran;
9. jasa informasi pariwisata;
10. jasa konsultan pariwisata;
11. jasa pramuwisata;
12. wisata tirta; dan
13. spa.

Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud


di atas diatur dengan Peraturan Menteri.
Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata , pengusaha
pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu
kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran diatur dengan


Peraturan Menteri.

Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau


meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak
sesuai dengan ketentuan tata cara pendaftaran.
1. Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang
kompetitif, dibentuk satu wadah yang dinamakan Gabungan
Industri Pariwisata Indonesia.

2. Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas:

a. pengusaha pariwisata;

b. asosiasi usaha pariwisata;

c. asosiasi profesi; dan

d. asosiasi lain yang terkait langsung


dengan pariwisata.
3. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana
sebagaimana tersebut di atas, berfungsi sebagai mitra
kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta wadah
komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam
penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.

4. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat


mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat
nirlaba.
5. GIPI melakukan kegiatan, antara lain:
a. menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri
Pariwisata Indonesia;

b. menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan


kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam
pembangunan bidang kepariwisataan;

c. meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha


pariwisata Indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk
kepentingan pembangunan kepariwisataan;

d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang


pariwisata; dan

e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan


kebijakan Pemerintah di bidang kepariwisataan.
Pasal 53
(1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar
kompetensi.

(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.

(3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi


profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 54

(1) Produk, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki


standar usaha

(2) Standar usaha sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui sertifikasi usaha
(3) Sertifikasi usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan
melalui lembaga mandiri yang
berwenang sesuai ketentuan
perundang-undangan
Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan sertifikasi usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 52 Tahun 2012
Tentang Sertifikasi Kompetensi dan
Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata

Anda mungkin juga menyukai