Anda di halaman 1dari 59

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 04.04.

03
RUMAH SAKIT TK.IV04.07.03 dr. ASMIR

LAPORAN DAN ANALISA SURVEY BUDAYA KESELAMATAN

RUMAH SAKIT Tk. IV 04.07.03 dr. ASMIR

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

Budaya keselamatan adalah sebuah budaya organisasi yang mendorong


setiap individu anggota staf (baik klinis maupun administratif) melaporkan hal-hal
yang mengkhawatirkan tentang keselamatan atau mutu pelayanan tanpa adanya
imbal jasa dari Rumah Sakit1. Membangun budaya keselamatan merupakan langkah
awal dalam dalam pengembangan keselamatan pasien, yang merupakan inti dari
mutu pelayanan kesehatan2. Untuk dapat mengetahui budaya keselamatan dalam
suatu organisasi Rumah Sakit, diperlukan suatu pengukuran Budaya Keselamatan.
Pengukuran Budaya Keselamatan di Rumah Sakit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir
Salatiga, dilakukan melalui suatu survei menggunakan kuisioner dengan platform
Googleform. Kuisioner yang digunakan adalah AHRQ Hospital Survey on Patient
Safety Culture 2016 yang telah dilakukan adaptasi linguistik ke versi Indonesia3.
Sebelum pelaksanaan survei, dilakukan Sosialisasi Budaya Keselamatan sekaligus
Sosialisasi teknis pelaksanaan Survei Budaya Keselamatan, secara hybrid pada
tanggal 20 April 2022 (materi terlampir). Survei Budaya Keselamatan di Rumah Sakit
Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir Salatiga telah dilaksanakan pada tanggal 21 April 2022.
Jumlah kuisioner yang dibagikan adalah 400 lembar, dan jumlah yang terkumpul
kembali adalah 335 lembar, sehingga jumlah responden adalah 335 orang (tingkat
respon / response rate sebesar 83,75%). Response rate yang didapat sudah
melebihi yang dipersyaratkan oleh AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture
2016 4. Jumlah responden sudah memenuhi jumlah sampel yang diperlukan untuk
mewakili seluruh karyawan Rumah Sakit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir Salatiga, baik
klinis maupun administratif. Gambaran responden berdasarkan unit asal terdapat
pada tabel 1.
Teknis pelaksanaan survei Budaya Keselamatan ini adalah dengan
membagikan secara langsung link kuisioner kepada reponden pada masing-masing
unit, dengan sistem convienence sampling. Kuisioner dikumpulkan kembali dalam
waktu maksimal 3 hari kepada panitia survei Budaya Keselamatan. Data yang
diperoleh dari Survei Budaya Keselamatan ini diolah dan dianalisa menggunakan
Perangkat Lunak Excel 2017.
Tabel 1
Gambaran Rensponden

JUMLAH SAMPEL JUMLAH SAMPEL


NO UNIT NO UNIT
DIBAGIKAN KEMBALI DIBAGIKAN KEMBALI
1. Gizi 21 16 17. Sakura 20 15
2. Infokes 3 2 18. Cempaka 15 11
Dahlia
3. Urdal 4 3 19. Anggrek 25 19
4. Angkutan 2 2 20. ICU 12 16
5. Informasi 4 3 21. OK 8 5
Cleaning
6. Service 20 15 22. IGD 21 16
Komite Poliklinik
7. Keperawatan 3 2 23. Spesialis 15 11
Klinik Gigi
8. Staff RS 7 5 24. Mulut 2 2
9. Laborat 9 7 25. Paviliun utama 20 15
10. Radiologi 5 4 26. Krisan 19 14
11. Rehab Medik 4 3 27. Dr. Umum 8 6
12. Farmasi 19 14 28. Dr. Spesialis 18 14
13. CSSD 3 2 29. Casemix 8 6
14. Laundry 3 2 30. Bendahara 7 5
Rekam
15. Medis 15 11 31. Renprogar 5 4
Pemulasaraan
16. Hemodialisa 10 8 32. Jenazah 5 4
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survey Budaya Keselamatan ini melibatkan seluruh staff unit rumah sakit
yang meliputi unit klinis maupun non klinis, yang dapat digambarkan pada Gambar.1
dibawah ini.

Gambar.1. Responden Survey Budaya Keselamatan.


Survei Budaya Keselamatan ini menggunakan kuisioner yang terdiri dari
delapan bagian (bagian A sampai dengan bagian I). Bagian A sampai dengan G
menguraikan tentang opini responden terkait budaya keselamatan, dengan rincian
sebagai berikut budaya keselamatan pada area/unit kerja (terdiri 18 soal), budaya
keselamatan berkaitan dengan atasan langsung (terdiri 4 soal), budaya keselamatan
terkait komunikasi (terdiri dari 6 soal), budaya keselamatan mengenai frekuensi
kejadian yang dilaporkan (terdiri dari 3 soal), budaya keselamatan mengenai Rumah
Sakit tempat bekerja (terdiri dari 11 soal), budaya keselamatan mengenai jumlah
kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir (1 soal). Bagian H meminta
responden untuk mengisi Latar belakang informasi mengenai profesi (terdiri 6 soal),
dan bagian I meminta responden untuk menuliskan komentar mengenai budaya
keselamatan di RS. Responden diminta untuk mengisi pilihan jawaban terhadap
pertanyaan dalam kuisioner, apakah sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor
2), kurang setuju (skor 3), setuju (skor 4), sangat setuju (skor 5). Dengan memilih
pertanyaan pada kuisioner Budaya Keselamatan, maka yang menggambarkan
persepsi/opini positif terhadap Budaya keselamatan adalah jawaban sangat setuju
(skor 5) dan setuju (skor 4), dan yang menggambarkan persepsi/opini negative
terhadap Budaya Keselamatan adalah sangat tidak setuju (skor 1) dan tidak setuju
(skor 2), sedangkan jawaban netral menggambarkan opini netral. Hal ini berlaku
terbalik pada beberapa soal yang merupakan soal dengan pernyataan negative,
sehinggan opini positif ditunjukkan oleh jawab sangat tidak setuju (skor 1) dan tidak
setuju (skor 2), dan persepsi/opini negative ditunjukkan oleh jawaban setuju (skor 4)
dan sangat setuju (skor 5).
Hasil survei Budaya Keselamatan bagian A (AREA/UNIT KERJA) terdapat
pada gambar 2.1.1 sampai dengan 2.1.6 . Bagian ini meminta responden
memberikan opini mengenai budaya keselamatan pada aspek kerjasama dalam
area/unit kerjanya serta ketersediaan tenaga dan jam kerja yang sesuai dengan
beban kerja (staffing). Hasil suvei secara keseluruhan untuk dimensi A ini
menunjukkan budaya positif sebesar 59%, yang memberikan informasi bahwa
Budaya Keselamatan pada dimensi Area Kerja/Unit Anda belum kuat dan
memerlukan perbaikan system (Gambar 2.1.1).
Dari 17 soal pada bagian ini, sebagian menggambarkan opini budaya
keselamatan yang positif, kecuali dalam hal ketersediaan staf yang cukup untuk
menangani kelebihan beban pekerjaan, serta masih kurangnya jumlah tenaga staf
yang ideal untuk menunjang budaya keselamatan (gambar A4, A6). Hal ini
memberikan masukan kepada pihak managemen RS untuk melakukan
penghitungan kembali jumlah tenaga kerja dan beban kerja dalam setiap unit kerja,
sehingga dapat mendukung budaya keselamatan. Didapatkan pula persepsi budaya
keselamatan negative dalam hal jika terjadi kesalahan, maka dianggap kesalahan
staf, dan terdapat kekhawatiran bahwa yang dilaporkan adalah staf yang
bersangkutan bukan masalahnya, serta adanya kekhawatiran bahwa masalah
tersebut akan tersimpan dalam berkas personalia mereka ( Gambar A7, A11, A15).
Hal ini berpotensi untuk terjadinya blaming culture. Budaya keselamatan yang baik
harus mendukung suatu dimensi bahwa jika terjadi kesalahan maka semua pihak
berusaha mengenali kesalahan sebagai kegagalan system daripada kegagalan
individu, sehingga pada saat bersamaan, akuntabilitas individu tersebut tidak
menjadi kecil (just culture)5. Dan jika hal ini terwujud, maka system secara
keseluruhan yang akan mengalami perbaikan, yang akan mencegah terulangnya
kesalahan yang sama, sehingga budaya keselamatan akan terwujud. Hasil ini
memberi masukan kepada managemen RS untuk lebih menanamkan dimensi
budaya keselamatan “just culture”, serta prinsip dalam pelaporan insiden yaitu “no
naming, no shaming, no blaming”.

Gambar 2.1.1 Gambar hasil Survei Dimensi A: Area Kerja/Unit Anda


Gambar 2.1.2 Hasil Survei Bagian A soal 1 sampai 4

Gambar 2.1.3 Hasil Survei Bagian A Soal 5 sampai 8

Gambar 2.1.4 Hasil survei Bagian A Soal 9 sampai 11


Gambar 2.1.5 Hasil survei Bagian A Soal 12 sampai 14

Gambar 2.1.6 Gambar Hasil Survei Bagian A soal 15 sampai 17

Pada kuisioner bagian B, meminta responden untuk memberikan


opini/persepsi mengenai Budaya Keselamatan yang terkait dengan Supervisor/
Manager/Atasan langsung. Bagian ini menitik beratkan apakah pihak Supervisor
memiliki kemauan untuk mempertimbangkan masukan dari staf yang dapat
meningkatkan keselamatan pasien, memberikan pujian/penghargaan terhadap staf
yang telah mengikuti prosedur keselamatan, dan tidak mengabaikan masalah
keselamatan. Hasil survei untuk dimensi ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa
persepsi positif budaya keselamatan sebanyak 70%, yang bermakna budaya
keselamatan yang cukup baik, namun seyogyanya makin ditingkatkan hingga
mencapai diatas 75% yang menyatakan budaya keselamatan yang cukup kuat dan
dapat dipertahankan (Gambar 2.2.1). Secara lebih terperinci, hasil survei dalam
dimensi ini, persepsi positif didapatkan dalam hal supervisor memberikan
pujian/penghargaan terhadap staf yang telah mengikuti prosedur keselamatan dan
memiliki kemauan untuk mempetimbangkan masukan staf untuk meningkatkan
keselamatan pasien. Namun terdapat hasil adanya persepsi budaya keselamatan
negatif terhadap kondisi saat tekanan meningkat, Supervisor menginginkan staf
untuk bekerja lebih cepat, meskipun hal tersebut menyebabkan staf harus
mengambil jalan pintas yang dapat membahayakan keselamatan pasien (Gambar
2.2.2 -B3). Hal tersebut menunjukkan masih diperlukannya peningkatan Budaya
Keselamatan pada tingkat Supervisor/Manager (safety leadership).1 Dengan
terwujudnya dimensi kepemimpinan dalam budaya keselamatan, pada kondisi
dimana pemimpin mengakui bahwa lingkungan pelayanan kesehatan adalah
lingkungan beresiko tinggi dan berusaha menyelaraskan visi/misi, kompetensi staf,
dan sumber daya baik fiskal maupun manusia, dari semua bagian/unit kerja5.

Gambar 2.2.1 Gambar hasil Survei Dimensi B: Supervisor/ Manager Anda


Gambar 2.2.2 Hasil Survei Bagian B soal 1 sampai 4.

Budaya Keselamatan pada aspek Komunikasi tertuang pada bagian C.


Bagian ini menitikberatkan pada keterbukaan dalam komunikasi terkait budaya
keselamatan dan adanya umpan balik serta komunikasi kepada staf mengenai
terjadinya kesalahan/insiden. Responden diminta untuk memberikan persepsi
mengenai seberapa besar kebebasan untuk mengungkapkan jika melihat sesuatu
yang dapat membahayakan pasien, seberapa sering diberikan informasi mengenai
kesalahan/insiden yang terjadi, diberikan umpan balik mengenai perubahan-
perubahan kebijakan yang terjadi akibat kesalahan/insiden yang ada, dan dilakukan
diskusi untuk mencegah terjadinya kesalahan/insiden. Hasil survei pada bagian ini
menunjukkan pendapat yang positif pada keseluruhan budaya keselamatan pada
aspek Komunikasi sebesar 59%, yang memberikan informasi bahwa pada dimensi
ini masih memerlukan perbaikan sistem (Gambar 2.3.1). Lebih lanjut, hanya pada
poin bahwa dalam unit kerja mendiskusikan cara-cara untuk mencegah kesalahan
terjadi berulang saja yang menunjukkan pendapat positif dengan prosentase diatas
80%. Sedangkan pada kelima pernyataan yang lain tentang komunikasi
menunjukkan pendapat positif dibawah 70%. Hal ini memberikan masukan bahwa
budaya keselamatan terkait komunikasi yang meliputi pemberian umpan balik
mengenai perubahan yang dilakukan berdasarkan laporan insiden dan pemberian
informasi tentang kesalahan yang terjadi di unit kerja masih harus terus ditingkatkan.
Budaya keselamatan terkait komunikasi mengenai semua individu memiliki hak dan
tanggung jawab untuk berbicara atas nama pasien juga masih harus terus
dikembangkan, yang meliputi kebebasan berbicara bila melihat sesuatu yang
berdampak negative pada pelayanan pasien, kebebasan untuk mempertanyakan
keputusan atau tindakan pihak dengan wewenang lebih tinggi (hasil survei
menunjukkan pendapat yang positif tidak mencapai 50% responden- sehingga
sangat perlu ditingkatkan), dan kebebasan dari rasa takut untuk bertanya bila ada
suatu hal yang tampak tidak benar (Gambar 2.3.2- 2.3.3)

Gambar 2.3.1 Hasil Survei Bagian C : Komunikasi


Gambar 2.3.2 Hasil Survei Bagian C soal 1 sampai 3

Gambar 2.3.3 Hasil Survei Bagian C soal 4 sampai 6

Bagian D pada kuisioner dalam survei Budaya Keselamatan ini mengenai


aspek Frekuensi Kejadian yang Dilaporkan. Dalam Budaya Keselamatan, terdapat
tiga jenis kejadian yang harus dilaporkan meski tidak menimbulkan kerugian pada
pasien, yaitu kesalahan yang terdeteksi dan terkoreksi sebelum menimbulkan efek
apapun pada pasien, kesalahan yang terjadi namun tidak membahayakan pasien,
dan kesalahan yang dapat membahayakan pasien namun efek tersebut tidak terjadi.
Pada bagian ini, responden diminta memberikan opininya mengenai seberapa sering
kejadian-kejadian tersebut dilaporkan. Hasil survei ini menunjukkan bahwa staf
Rumah Sakit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir Salatiga memiliki opini yang positif terhadap
keseluruhan aspek Frekuensi Kejadian yang Dilaporkan sebesar 52% (Gambar
2.4.1). hal ini menunjukkan budaya keselamatan yang belum kuat dan masih
membutuhkan perbaikan system. Lebih detil, hasil tiap aspek terdapat pada gambar
2.4.2. Hasil ini menunjukkan bahwa diperlukannya masukan kepada managemen
RS untuk lebih mendorong stafnya untuk melaporkan hal-hal yang menkhawatirkan
tentang keselamatan dan mutu pelayanan, dengan prinsip “no naming, no shaming,
no blaming”.

Gambar 2.4.1 Hasil survey Bagian D : Frekuensi Pelaporan Insiden


Gambar 2.4.1 Hasil Survei Bagian D soal 1 sampai

Pada bagian E dari survei ini menilai opini/persepsi responden mengenai


derajat keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir Salatiga. Hasil
survei menunjukkan bahwa 77% reponden menilai derajat keselamatan pasien di RS
luar biasa -sangat bagus dan tidak ada yang menyatakan gagal (Gambar 2.5). Masih
didapatkannya sedikit responden yang menyatakan bahwa tingkat keselamatan
pasien di unit kerja di RS buruk, menunjukkan bahwa keselamatan pasien tidak
boleh berhenti untuk terus dikembangkan dan diperbaiki secara berkesinambungan.

Gambar 2.5.1 Hasil Survei Derajat Keselamatan pasien


Gambar 2.5.2 Hasil Survei Derajat Keselamatan pasien

Survei Budaya Keselamatan mengenai aspek dukungan pihak managemen


RS terhadap keselamatan pasien, permasalahan seputar hand-offs dan transisi shift
dalam tugas pelayanan sehari-hari di RS dan kerjasama antar unit, terdapat pada
bagian F. Hasil survei menunjukkan bahwa responden memiliki opini yang positif
terhadap aspek-aspek tersebut (Gambar 2.6.1). Hal ini merupakan capaian yang
baik, dan sebaiknya terus ditingkatkan.
Gambar 2.6.1 Hasil Survei Bagian F soal 1 sampai 4

2.6.2 Hasil Survei Bagian F soal 5 sampai 8


2.6 3 Hasil Survei Bagian F soal 9 sampai 11

Budaya Keselamatan pada aspek jumlah insiden yang dilaporkan, terdapat


pada bagian G. Hasil survei ini menunjukkan bahwa separuh responden
menyatakan tidak ada kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir.
Seperempat responden menyatakan 1-2 kejadian, dan dalam jumlah sedikit yang
menyatakan lebih dari 3 kejadian dalam periode tersebut (Gambar 2.7). Hal ini
sesuai dengan data laporan insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk. IV
04.07.03 dr. Asmir Salatiga yang memang jumlahnya tidak banyak dalam 1 tahun
terakhir.

Gambar 2. 7 Hasil Survei Bagian G Jumlah Laporan insiden


Pada bagian H dari survei Budaya Keselamatan ini, berisi informasi Latar
Belakang dari responden survei. Hasil survei ini menunjukkan bahwa porporsi
terbesar responden memiliki masa kerja di Rumah Sakit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir
Salatiga selama kurang 1 tahun (36,8%), diikuti oleh 1-5 tahun (28,1%). Hal ini
tampaknya berkaitan dengan rekruitmen staf RS dalam jumlah yang cukup besar
dalam 2 tahun terakhir dan adanya beberapa staf PHL yang diterima dalam tes
CPNS. Dalam hal masa kerja di unit tempat bekerja saat ini, responden dengan
proporsi terbesar memiliki masa kerja kurang 1 tahun (39,7%) diikuti oleh masa kerja
selama 1-5 tahun (34,1%) (Gambar 2.8.1 dan 2.8.2).

Gambar 2. 8.1 Hasil Survei Bagian H. Masa bekerja di RS

Gambar 2.8.2. Hasil Survei Bagian H. Informasi Latar Belakang


Pada bagian informasi latar belakang responden, dalam hal jam kerja/minggu,
didapatkan hasil hanya 26,3% yang bekerja kurang dari 40jam/minggu, dan
responden yang bekerja 40-59 jam/minggu merupakan proporsi terbesar (Gambar
2.8.3). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar staf Rumah Sakit Tk. IV
04.07.03 dr. Asmir Salatiga memiliki jam kerja yang yang lebih panjang
dibandingkan ketentuan jam kerja sesuai dengan perundang-undangan. Dengan
demikian, sangat dibutuhkan perbaikan dalam penghitungan beban kerja dan
ketersediaan SDM, sehingga durasi bekerja dapat lebih tepat dan sesuai dengan
perundang-undangan. Jika staf bekerja dengan durasi yang sesuai, akan sangat
menunjang terwujudnya Budaya Keselamatan yang baik.

Gambar 2.8.3. Hasil Survei Bagian H. Jumlah Jam Kerja/minggu


Responden dalam survei ini sebagian besar merupakan staf RS yang tidak
melakukan kontak langsung dengan pasien (75,9%), dan berkontak langsung
dengan pasien (24,1%) (Gambar 2.8.4). Dalam hal masa kerja di bidang
spesialisasi/profesi saat ini, proporsi responden dalam jumlah yang hampir sama
pada rentang waktu 1-5 tahun (32,4%), kurang dari 1 tahun (27,3%), 6-10 tahun
(24,9%) (Gambar 2.8.5).

Gambar 2.8.4 Interaksi/Kontak dengan Pasien

Gambar 2.8.5 Masa Kerja pada Spesialisasi/ Profesi saat Ini.


BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

➢ Secara umum, hasil survei Budaya Keselamatan di Rumah Sakit Tk. IV


04.07.03 dr. Asmir Salatiga menunjukkan opini/persepsi positif pada sebagian
besar soal yang diberikan.

➢ responden memberikan nilai yang baik terhadap tingkat keselamatan pasien


RST dr.Asmir

➢ Hasil survei yang membutuhkan perhatian terdapat pada:

• Jumlah staf yang dirasa belum mencukupi untuk menunjang Budaya


Keselamatan;
• Dalam pelaporan insiden, masih didapatkan kekhawatiran terjadinya
blaming culture dan rasa khawatir akibat belum terciptanya just culture;
• Supervisor masih memiliki potensi untuk mengorbankan aspek
keselamatan jika berada dalam tekanan;
• Komunikasi terutama kepada pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi
harus diperbaiki;
• Jam kerja sebagian besar staf melebihi peraturan perundang-undangan;
• Pelaporan atas kesalahan yang terjadi yang tidak dan belum berdampak
pada pasien masih sangat sedikit.

2. SARAN

➢ Penghitungan kembali jumlah staf dan beban kerja yang ada, sehingga dapat
dilakukan penambahan jumlah SDM jika diperlukan;

➢ Penanaman nilai-nilai/dimensi-dimensi Budaya keselamatan dalam kegiatan


RS (apel pagi, rapat antara managemen RS dengan Unit kerja, dan lain-lain);

➢ Pelatihan kepada para supervisor mengenai kepemimpinan yang mendukung


budaya keselamatan;
➢ Pengelolaan jam kerja yang sesuai dengan perundang-undangan,
penambahan jumlah SDM pada unit-unit kerja yang stafnya bekerja dengan
jam panjang;

➢ Mendorong pelaporan terhadap adanya hal-hal yang menghawatirkan dalam


mutu dan keselamatan pasien.

Ketua Komite Mutu Ketua Panitia

Dr. Masruroh, Sp.KFR Meirina Wahyu P., Amd.Keb

Karumkit Tk. IV 04.07.03 dr. Asmir

dr. Galih Rakasiwi Soekarno, Sp.JP


Mayor Ckm NRP 11080087700880
LAMPIRAN I
BUDAYA KESELAMATAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT
Sosialisasi, RS dr. Asmir Salatiga, 21 April 2022
PMKP standar SNARS 1.1
PMKP Ada pengukuran R 1 Ada regulasi pengukuran budaya
10 dan evaluasi keselamatan (lihat juga TKRS 13)
budaya
keselamatan
pasien
D,W 2 Direktur rumah sakit telah
melaksanakan pengukuran budaya
keselamatan
PMKP standar Kemkes
PMKP 10 a Rumah sakit telah melaksanakan pengukuran budaya
keselamatan pasien secara regular setiap tahun menggunakan
metode yang telah terbukti

b Hasil pengukuran budaya sebagai acuan dalam menyusun


program peningkatan budaya keselamatan di RS
Maksud Dan Tujuan PMKP 10 (SNARS 1.1)
• Budaya keselamatan juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya
organisasi yang mendorong setiap individu anggota staf (klinis atau administratif)
melaporkan hal-hal yang menguatirkan tentang keselamatan atau mutu pelayanan
tanpa adanya imbal jasa dari RS.

• Direktur rs melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan


menggunakan beberapa metoda, survei resmi, wawancara staf, analisis data dan
diskusi kelompok.
Budaya Keselamatan
• Budaya keselamatan adalah produk dari keyakinan, nilai, sikap, persepsi,
kompetensi, dan pola perilaku, dari individu dan kelompok yang menentukan
komitmen RS (organisasi) terhadap mutu dan keselamatan pasien.
• RS dengan budaya keselamatan yang kuat ditandai dengan komunikasi yang
dibangun atas dasar saling percaya, dengan berbagi persepsi tentang pentingnya
keselamatan, dan dengan keyakinan akan kemanjuran langkah-langkah penting

(Strategies for Creating, Sustaining, and Improving a Culture of


Safety in Health Care, JCI, 2017)
Budaya Keselamatan
• Budaya keselamatan suatu RS (organisasi) adalah hasil dari nilai2 individu dan
kelompok, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku yg menentukan
komitmen terhadap keselamatan pasien, dan gaya serta kemampuan, dan
manajemen dalam pelayanan kesehatan dan keselamatan RS.
• RS dengan budaya keselamatan positif dicirikan oleh komunikasi atas dasar
saling percaya, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan
yakin akan manfaat langkah2 pencegahan dalam mewujudkan keselamatan pasien.

(AHRQ, U.S. Department of Health and Human Services. 2016.


Hospital Survey on Patient Safety Culture, User’s Guide)
Maksud dan Tujuan TKRS 13 dan TKRS 13.1
(SNARS 1.1)

Budaya keselamatan di RS adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena:


• Staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dgn melibatkan serta
memberdayakan pasien dan keluarga.
• Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yg
efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dlm asuhan berfokus
pada pasien.
Perilaku yg tidak mendukung budaya keselamatan:

• Perilaku yg tidak layak (inappropriate) seperti kata2 atau bahasa tubuh yg merendahkan
atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki
• Perilaku yg mengganggu (disruptive) a.l. Perilaku tidak layak yg dilakukan secara berulang,
bentuk tindakan verbal atau nonverbal yg membahayakan atau mengintimidasi staf lain, dan
“celetukan maut” yang adalah komentar sembrono di depan pasien yg berdampak
menurunkan kredibilitas staf klinis lain.
Contoh: komentar negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien,
melarang perawat utk membuat laporan ttg ktd, memarahi staf klinis lainnya di depan
pasien, kemarahan yg ditunjukkan dgn melempar alat bedah di kamar operasi, serta
membuang rekam medis di ruang rawat;
• Perilaku yg melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk
gender
• Pelecehan seksual
• Hal-hal penting menuju budaya keselamatan:

1) staf RS mengetahui bhw kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan bertekad utk
melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.

2)regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tdk takut mendapat hukuman bila
membuat laporan ttg ktd dan knc.

3) direktur rs mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden keselamatan


pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perUUan.

4) mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian
masalah keselamatan pasien.
DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN
(Source: Botwinick, Bisognano, & Haraden, 2006.)
A. Pathological: organisasi dgn sikap yg berlaku “mengapa
membuang waktu kita pada keselamatan” dan hanya sedikit
atau tidak ada investasi dalam meningkatkan keselamatan.
B. Reactive: organisasi yg hanya memikirkan keamanan
setelah insiden terjadi.
C. Bureaucratic: organisasi yg sangat berbasis kertas dan
keselamatan melibatkan kotak centang utk membuktikan
kepada auditor dan penilai bahwa mereka berfokus pada
keselamatan.

D. Proactive: organisasi yg menempatkan nilai tinggi pada peningkatan keselamatan, aktif berinvestasi
dalam peningkatan keselamatan berkelanjutan dan memberi penghargaan kpd staf yg memberikan
perhatian besar terhadap masalah terkait keselamatan.
E. Generative: nirwana/tingakatan tertinggi dari semua organisasi keselamatan di mana keselamatan
merupakan bagian integral dari semua yg mereka lakukan. Dalam organisasi generatif, keselamatan
benar2 ada dalam hati dan pikiran semua orang, mulai dari manajer senior hingga staf garis depan
• Menetapkan visi yang meyakinkan untuk
keselamatan.
• Visi organisasi mencerminkan prioritas
bahwa jika sejalan dengan misinya,
membangun fondasi yang kuat untuk
pekerjaan organisasi. Dengan
menanamkan visi untuk keselamatan pasien
dan keselamatan SDM di dalam organisasi,
pemimpin fasilitas layanan kesehatan
menunjukkan bahwa keselamatan adalah
nilai pokok yang mendasar
• Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi.
Membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat, dan
mempromosikan inklusi - dan menunjukkan prinsip2 di
seluruh organisasi dan dengan pasien dan keluarga -
sangat penting bagi kemampuan seorang pemimpin
untuk menciptakan dan mempertahankan budaya
keselamatan. Untuk mencapai bahaya nol, para
pemimpin harus memastikan bahwa tindakan mereka
konsisten setiap saat dan di semua tingkat organisasi.
Kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi adalah
standar yang tidak dapat dinegosiasikan yang harus
mencakup ruang dewan/pimpinan, departemen klinis,
dan keseluruhan staf
• Memilih, mengembangkan, dan melibatkan
dewan. Dewan memainkan peran penting dalam
menciptakan dan memelihara budaya
keselamatan. CEO bertanggung jawab untuk
memastikan pendidikan anggota dewan
mengenai ilmu keselamatan dasar, termasuk
pentingnya untuk menjaga pasien dan satuan
kerja tetap aman. Dewan harus memastikan
bahwa telah tersedia ukuran/metrik yang
secara bermakna menilai keamanan
organisasi dan budaya keselamatan, yang
hasil pengukurannya dianalisis secara
sistematis, dan hasilnya ditindaklanjuti.
• Prioritaskan keselamatan dalam pemilihan dan
pengembangan pemimpin. Merupakan tangg-jawab
CEO, bekerja sama dengan dewan, untuk
memasukkan akuntabilitas keselamatan
sebagai bagian dari strategi pengembangan
kepemimpinan bagi organisasi. Selain itu,
mengidentifikasi dokter, perawat, dan pemimpin
klinis lainnya sbg champion keselamatan adalah
kunci untuk menutup kesenjangan antara
pengembangan kepemimpinan administratif
dan klinis. Harapan untuk merancang dan
mengirimkan pelatihan keselamatan yg relevan
untuk semua pemimpin eksekutif dan klinis harus
ditetapkan oleh CEO dan kemudian menyebar ke
seluruh organisasi.
• Memimpin dan menghargai budaya yang adil – just
culture. Pemimpin harus memiliki pemahaman
menyeluruh ttg prinsip dan perilaku budaya yg adil,
dan berkomitmen utk mengajar dan memberi model
mereka. Kesalahan manusia adalah dan selalu akan
menjadi kenyataan. Dalam kerangka budaya yg adil,
fokusnya adalah pada menangani masalah sistem yg
berkontribusi pada kesalahan dan kerugian.
Sementara dokter dan tenaga kerja bertangg-jwb
untuk secara aktif mengabaikan protokol dan
prosedur, melaporkan kesalahan, penyimpangan,
nyaris rindu, dan kejadian buruk dianjurkan. Staf
didukung saat sistem macet dan terjadi kesalahan.
Dalam budaya sejati, semua staf - baik yg bersifat
klinis maupun non-klinis - diberi wewenang dan
tidak takut untuk menyuarakan kekhawatiran
ttg ancaman thd keselamatan pasien dan staf.
• Menetapkan harapan perilaku organisasi. Pemimpin senior
bertanggung jawab untuk membangun kesadaran keselamatan
bagi semua dokter dan angkatan kerja dan, mungkin yang lebih
penting lagi, memodelkan perilaku dan tindakan ini. Perilaku
ini meliputi, namun tidak terbatas pada, transparansi, kerja tim
yang efektif, komunikasi aktif, kesopanan, dan umpan balik
langsung dan tepat waktu. Komitmen budaya ini harus
dipahami dan diterapkan secara universal untuk keseluruhan
angkatan kerja, terlepas dari peringkat, peran, atau departemen
PENGUKURAN
BUDAYA
KESELAMATAN
POPULASI SUrvey
semua staf di rumah sakit
Secara spesifik, yang dapat diklasifikasikan :
• Staf rumah sakit yang kontak langsung atau berinteraksi dengan pasien (staf klinis seperti
perawat, administrasi, laboratorium, farmasi, gizi, radiologi, rehabilitasi medik)
• Staf rumah sakit yang tidak kontak atau berinteraksi secara langsung dengan pasien
akan tetapi pekerjaannya terkait dengan penanganan pasien (misal staf rekam medik,
CSSD, laundry, angkutan)
• Staf dokter rumah sakit termasuk dokter mitra
• Staf lainnya seperti pegawai struktural, pegawai keuangan, keamanan, logistik, humas,
IPSRS, kamar jenazah, dan relawan rumah sakit.
Jumlah sampel
Jumlah sampel ditentukan sesuai dengan ketentuan
pengambilan sampel dari AHRQ

Populasi Minimum sampel size Respon yang diharapkan

≤500 Semua Setidaknya 50%


501-999 500 250
1000-2999 600 300
≥3000 800 400
Instrumen Pengumpulan Data
• Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner HSOPSC dari AHRQ
(Agency for Healthcare Research and Quality).
Komponen Dalam Kuesioner
• Bagian A (Dimensi Unit Kerja Anda)
• Bagian B (Dimensi Manajer/Supervisor/Ka. Instalasi Anda)
• Bagian C (Dimensi Komunikasi)
• Bagian D (Dimensi Frekuensi Pelaporan Insiden)
• Bagian E (Dimensi Level Keselamatan Pasien)
• Bagian F (Dimensi RS Anda)
• Bagian G (jumlah insiden yang dilaporkan)
• Bagian H (Latar Belakang) digunakan sebagai data dari jenis latar belakang responden sebagai bahan
pertimbangan
Pengumpulan data
pengolahan Data
Penyuntingan Data

Pengodean
Tabulasi Data
Penghitungan Data
Analisis Data
PENILAIAN HASIL SURVEI BUDAYA KESELAMATAN
PASIEN
PENILAIAN TIAP ASPEK / ITEM
• Dihitung untuk tiap aspek/item berapa persen yang menjawab Sangat
Tidak Setuju, Tidak Setuju, Kadang-Kadang, Setuju, Sangat Setuju.
• Contoh : Untuk satu item/aspek dari 100 responden 50 orang menjawab
sangat setuju dan setuju, 25 orang menjawab kadang-kadang, 25 orang
sangat tidak setuju/tidak setuju.

Artinya : di unit yang dilakukan survei 50% mempunyai persepsi bahwa


karyawan di unitnya saling mendukung (Aspek no 1)
PENILAIAN UNTUK SATU BAGIAN (DIMENSI)

Satu bagian/dimensi terdiri dari kumpulan item/aspek menggambarkan dimensi dari


budaya keselamatan.
• Dalam satu bagian/dimensi terdapat ada 2 macam item/aspek yaitu : aspek dengan
pernyataan bersifat positif dan pernyataan yang bersifat negatif.
• Untuk pernyataan yang negatif jawaban responden dengan tidak setuju/sangat tidak
setuju merupakan respon positif dan sebaliknya.
• Cara menghitung
ANALISA / PENILAIAN
HASIL SURVEI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Umpan balik hasil survei agar didistribusi secara luas :


• Manajemen RS
• Pemilik
• Para Direktur
• Komite2 di RS
• Staf RS sampai ke unit2 pelaksana

Semakin luas penyebaran hasil survei ini semakin bermanfaat


untuk keterlibatan seluruh staf RS dalam meningkatkan budaya
keselamatan.
TERIMAKASIH
LAMPIRAN II
TEKNIS PELAKSANAAN SURVEI
BUDAYA KESELAMATAN
RS dr. ASMIR DKT, SALATIGA
2022
KARU/KAINSTAL MELAPORKAN
SOSIALISASI BUDAYA PELAKSANAAN SURVEI BK DG MEMFOTO
KESELAMATAN REKAP DATA
LEMBAR KENDALI DAN MENGIRIMKAN
SURVEI BK
PADA TIM/WA GROUP
OLEH TIM

PENGHITUNGAN SAMPLE PJ UNITMEREKAP PENGISIAN SURVEI BK


SURVEI BK DALAM LEMBAR KENDALI: TAHAP TGL
DIKERJAKAN DAN DIKUMPULKAN

ANALISA DATA
PENGISIAN LEMBAR KENDALI OLEH TIM
RESPONDEN MENGIRIM SS/FOTO BAHWA
SURVEI BK OLEH PJ UNIT : GOOGLE FORM SURVEI BK TELAH TERISI
TAHAP PEMBAGIAN (INITIAL DAN TEREKAM- KEPADA PJ UNIT
NAMA DAN ID RESPONDEN)

DISEMINASI GOOGLE FORM


SURVEI BK KPD RESPONDEN TAHAP PENGISIAN GOOGLE FORM
SURVEI BK DI TIAP OLEH RESPONDEN
RUANGAN/INSTALASI
Referensi

1. STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1, 2017;

2. Iriviranty, Afrisya, Analisis Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan Pasien


sebagai Langkah Pengembangan Keselamatan Pasien di RSIA Budi Kemuliaan
tahun 2014. Jurnal ARSI/Juni 2015;

3. Tambajong M, Pramono D, Utarini A. ADAPTASI LINGUISTIK KUESIONER


HOSPITAL SURVEY ON PATIENT SAFETY CULTURE KE VERSI INDONESIA.
The Journal of Hospital Accreditation, 2022; Vol 04, Edisi 1, hal 17 - 27
Tanggal Publikasi, 28 Februari 2022;

4. AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture 2016;

5. “Leading a Culture of Safety: a Blue Print for success”. American College of


Healthcare Executives 2016.

Anda mungkin juga menyukai