MATA KULIAH
OLEH
BAKRI
A1P1 17 032
KENDARI
2020
ANCAMAN ALIH FUNGSI LAHAN
Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat luas dalam
memenuhi berbagai kebutuhan manusia dari sisi ekonomi lahan merupakan input
tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas pertanian dan non-
pertanian. Banyaknya lahan yang digunakan untuk setiap kegiatan produksi tersebut
secara umum merupakan permintaan turunan dari kebutuhan dan permintaan
komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu perkembagan kebutuhan lahan untuk
setiap jenis kegiatan produksi akan ditentukan oleh perkembagan jumlah permintaan
setiap komoditas. Pada umumnya komoditas pangan kurang elastis terhadap
pendapatan dibandingkan permintaan komoditas nonpertanian, konsekuensinya
adalah pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan
cenderung menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar
pertanian dengan laju lebih cepat dibandingkan kenaikan permintaan lahan untuk
kegiatan pertanian
Alih Fungsi Lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari
bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain misalnya ke-
nonpertanian. Dan biasanya dalam pengalih fungsiannya mengarah ke hal yang
bersifat negatif bagi ekosistem lingkungan alam sawah itu sendiri.
Salah satu saran Malthus agar manusia terhindar dari malapetaka karena adanya
kekurangn bahan makanan adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuha
penduduk. Pengawasan tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang
dengan berbagai kebijakan misalnya saja dengan program keluarga berencana.
Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan
penduduk, sehingga bahaya kerawanan pangan dapat teratasi. Kebijakan lain yang
dapat diterapkan adalah dengan menunda usia kawin sehingga dapat mengurangi
jumlah anak
Dalam teorinya Malthus “Essay on population” berisi dua hukum alam dasar
yang dianggapnya sebagai “kebenaran yang tidak terbantahkan”: pertama populasi
cenderung bertambah menurut deret ukur (secara geometri (1,2,4,8,) ke dua,
produksi makanan (sumber daya alam cenderung bertambah menurut deret hitung
(secara aretmatika (1,2,3,4,5,) akibatnya adalah terjadi krisis “penderitaan dan
kejahatan” yang tak terelakan dimana suber daya alam bumi tidak bisa memenuhi
kebutuhan penduduknya yang terus bertambah.
Pada dasarnya pengalih fungsian lahan biasa terjadi dengan diawali penjualan
lahan, dan pendek cerita, mungkin uang hasil penjualan tersebut akan meningkatkan
kesejahteraan petani, tetapi karena umumnya sebagain besar uang hasil
penjualan tersebut dibelanjakan untuk aset nonproduktif seperti
membuat/rehabilitasi rumah dan pembelian kendaraan, maka laha pertanian sebagai
sumber mata pencaharian utama akan semakin sempit yang dalam jangka panjang
akan semakin menurunkan sekala usahanya. Peralihan lahan sawah bisa saja diiringi
oleh penurunan tingkat kesejahteraan petani, ini dapat diidentifikasi dari penurunan
luas lahan milik dan luas lahan garapan, yang secara keseluruhan bermuara kepada
penurunan pendaptan.
Perubahan penggunaan lahan akan mengarah kepada land rent yang lebih
tinggi, sehingga secara ekonomi demand lahan akan dideterminasi oleh surplusnya.
Ketika suatu lahan berubah fungsi, maka seharusnya secara agregat output
wilayahpun meningkat pula akibatnya adalah peningkatan produktifitas lahan.
Banyaknya lahan guntai disekitar lahan yang telah mengalami alih fungsi, dengan
motivi spekulasi lahan.Selain itu dengan nilai land rent kegiatan pertanian yang
rendah maka secara logis pertumbuhan ekonomi akan mendorong terjadinya alokasi
lahanyang bisa ke sektor ekonomi lain dan menimbulkan konversi lahan pertanian.
Kondisi demikian dapat terjadi akibat penilaian pasar terhadap lahan pertanian yang
cenderung under estimate karena lahan pertanian dianggap hanya menghasilkan
komoditas pertanian yang berharga murah dan bernilai tambah rendah. Persepsi
demikian melekat pada hampir seluruh lapisan masyarakat termasuk para ekonom
makropun berpersepsi demikian sangat dominan sehingga pertumbuhan ekonomi
Yang direfleksikan dalam pertumbuhan GDP (gross domestic product) hanya diukur
dari nilai produksi pertanian secara fisik, padahal lahan pertanian memiliki
multifungsi yang sangat luas secara lingkungan dan sosial. Persepsi demikian pula
yang menyebabkan konversi lahan pertanian seringkali berlangsung dengan
dukungan birokrasi daerah dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah.
Aturan dalam UU No. 24/1992 yang secar jelas berisi tentang pernyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seharusnya dilaksanakan secara baik oleh
berbagai pihak yakni mempertimbangkan budidaya tanaman pangan (sawah irigasi
teknis) agar tetap lestari dengan demikian pembangunan ekonomi juga sudah
seharusnya tetap mengikuti/mentaati Undang-undang RTRW untuk menjaga
ketahanan pangan. Adapu peraturan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penata Ruangan bahwa ruang Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri
Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu
ditingkatkan upaya pengelolaanmya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna
dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah
nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan
keadilan sosial sesuai dengan landasan Konstitusioan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1995
Model Klasik dari alokasi lahan adalah Model Ricardo. Menurut model ini.
Alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonoim
(land rent) yang lebih tinggi yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang
ditentukan oleh kesuburannya.
Menurut Model Von Thunen nilai sewa lahan (land rent) bukan hanya ditentukan
oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya. Pendekatan Von Thunen
mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan
yang kualitasnya homogen. Tata guna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan
sebagai cincin-cincin lingkaran yang bentuknya konsentris yang mengelilingi kota
tersebut. Tanah yang letaknya paling jauh dari kota memiliki sewa sebesar 0 dan
sewa tanah itu meningkat secara linear kearah pusat kota Model Barlow
menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan
diantara berabagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan
strategis mempunyai land rent yang tinggi. Sehingga sektor tersebut berada pada
kawasan strategis. Sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial maka
nilai sewa lahan semakin kecil pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan
yang lebih luas. Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi
maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri
manufaktur dan fasilitas infrastruktur.
Dari teori yang di paparkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwasannya
semakin dekat lahan sawah dengan pusat kota maka kemungkinan lahan
tersebut di Alih Fungsikan akan semakin tinggi hal ini dikarenakan land rent dari
lahan tersebut akan lebih tinggi bila di Alih Fungsikan, karena land rent yang lebih
tinggi membuat petani berfikir Alih Fungsi akan meningkatkan Pendapatan mereka
Selain itu lahan yang sudah dialih fungsikan dan terbukti meningkatkan kesejahteraan
pemiliknya akan membuat pemilik lahan lain berfikir serupa dan sepekulasi pengalih
fungsi lahanan akan terjadi secara berjamaah, hal ini tentunya akan menjadi ancaman
yang serius bagi luas lahan.
Pada lahan yang sudah ditanami kelapa sawit membutuhkan waktu yang
sangat panjang untuk mengembalikan ke produktifitas lahan seperti semula. Baik
untuk pertanian sawah maupun jenis tanaman palawija dan hortikultura ataupun
jenis tanaman lainnya. Secara ekonomis memang budidaya tanaman kelapa sawit
memang sangat menguntungkan, akan tetapi hal tersebut hanya pada jangka pendek
dimana kelapa sawit hanya mampu menghasil yang optimal sampai pada umur 15
tahun.
Data pada tahun lalu (2011) produksi beras hanya sekitar 38,96 juta ton. Angka
itu turun hampir 2 juta ton jika dibandingkan dengan produksi beras pada 2010
yang mencapai sekitar 40,88 juta ton. Krisis pangan penyebab utamanya adalah
krisis lahan pertanian sehingga produksi pangan tidak mampu mengimbangi
pesatnya pertambahan penduduk.
Pada tahun 2005 impor beras nasional mencapai 25 ribu ton. Berdasarkan
asumsi Dewan Ketahanan Pangan, kebutuhan beras tahun 2005 sebesar 139,15
kilogram per kapita per tahun. Maka dengan jumlah penduduk 219,898 juta orang,
kebutuhan beras nasional mencapai 30.599.356 ton. Sementara produksi beras
untuk konsumsi 30.574.428 ton atau terjadi defisit 24.929 ton. Sementara itu,
untuk produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2005 sebesar 53.984.590 ton
terdiri dari penggunaan GKG mencapai 3.940.875 ton. serta GKG yang
diolah menjadi beras mencapai 50.043.715 ton. Untuk produksi beras dalam
negeri yang dikonversi sebesar 63,2 persen atau setara dengan31.627.628 ton.
Sedangkan untuk penggunaan beras bukan makanan sebesar 1.053.200 ton.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, produksi biji kedelai
kering selama 2011 diperkirakan sebanyak 934 ribu ton. Angka tersebut meningkat
2,85 persen dibanding produksi tahun 2010 yang volumenya sekitar 908 ribu ton,
dan peningkatan produksi kedelai terebut sebagian besar terjadi di luar Jawa.
Peningkatan produksi biji kedelai kering di luar Jawa sebanyak 22,43 ribu ton dan
di Jawa sebanyak 3,46 ribu ton, kenaikan produksi kedelai dengan volume relatif
besar diperkirakan terjadi Provinsi Nusa Tenggara Barat, Aceh dan Jambi.Sedang
penurunan produksi kemungkinan terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. "Kenaikan produksi kedelai utamanya terjadi
karena perluasan areal panen sebesar 4,99 hektar dan peningkatan produktivitas
sebesar 0,29 kwintal per hektar.
Perkiraan areal panen kedelai tahun 2011 seluas 666.702 hektar atau lebih
luas dari areal panen tahun 2010 yang 661.711 hektar dan perkiraan, kenaikan
produksi kedelai selama 2011 terjadi antara Mei-Agustus dan Januari-April, sedang
penurunan produksi terjadi antara September-Desember.
Akibat alih fungsi lahan pertanian yang cukup besar akan menekan
produksi pertanian atau setidak-tidaknya akan menekan laju pertumbuhan produksi
pertanian. Trend konversi lahan dimaksud harus diminimalisir, terutama
mengingat program ketahanan pangan nasional yang perlu terus didukung dan
disukseskan.Sehubungan dengan program ketahanan pangan nasional,
Presiden RI menegaskan dalam sambutannya pada acara pembukaan Konferensi
Ketahanan Pangan 2010 pada tanggal 24 Mei 2010 di Jakarta Convention Center,
bahwa negara perlu terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan karena :
1. Pangan adalah salah satu bagian dari basic human need, dan tidak ada
substitusinya.Setiap manusia akan mati tanpa makanan.
2. Penduduk Indonesia terus bertambah, dan pada saat ini diperkirakan telah
mencapai 230 juta jiwa. Semuanya membutuhkan makanan yang cukup
dan bergizi. Kebutuhan akan makanan tersebut semakin tinggi seiring
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Kalau berbicara pada tingkat global,
kebutuhan makanan akan semakin banyak karena hams memenuhi kebutuhan
penduduk dunia yang terns bertambah, dari 6,6 miliar pada 5 tahun yang lalu
menjadi sekitar 6,8 miliar manusia pada tahun ini.
Sejumlah isu mengenai ketahanan pangan yang menurut Presiden perlu dicarikan
solusinya secara bersama-sama adalah:
BPS Pusat. 2011. Badan Pusat Statistik Nasional. Jakarta: BPS Pusat.
Produksi Bappeda.
Iqbal dan Sumaryanto. 2007. Alih Fungsi Lahan. Paper di IPB Bogor. Kusmitarini.
2006. Penggunaan Lahan di Tanerang, sebuah paper.
Kepres No. 30 Tahun 1990, Irigasi Teknis dilarang dialihkan menjadi Lahan
Non Produksi,Jakarta.
Sitorus. 2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Jurnal Ilmiah IPB, Bogor.
Sutopo. 2010. Komunikasi Sosial dan Perubahan Sosial. Surakarta: UNS Press.
Tineke Mandong. 2012. Kesadaran Petani Pengelola Lahan, Jurnal IP, Jakarta
Undang- Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Berkelanjutan, Jakarta.