Anda di halaman 1dari 3

KESEHATAN REPRODUKSI

Yaitu keadaan yang menunjukkan kondisi Kesehatan fisik, mental, dan social kita dihubungkan
dengan fungsi dan proses reproduksinya. Pada diri kita tidak ada penyakit atau kelainan yang
mempengaruhi proses dan fungsi reproduksi.
Kita disebut memiliki reproduksi yang sehat bila :

 Mampu mempunyai anak/ keturunan yang sehat


 Mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum nikah atau
diluar nikah
 Mampu menjalankan kehidupan seksual yang sehat dengan pasangan sah
 Tidak menulari atau tertular penyakit kelamin
 Tidak memaksa atau dipaksa oleh pasangan kita, apalagi orang lain
 Bisa memperoleh informasi pelayanan reproduksi yang kita butuhkan
 Keputusan apapun yang kita ambil seputar masalah reproduksi kita bisa dipertanggung
jawabkan.

MASA REPRODUKSI SEHAT


Kalau kita sudah mencapai usia Baligh, berarti alat reproduksi kita sudah mulai berkembang
dan mulai bisa berproses serta berfungsi. Artinya laki-laki sudah bisa menghamili dan
perempuan sudah bisa hamil.
Walaupun undang-undang perkawianan mengatakan perempuan umur 16 tahun dan laki-
laki umur 18 tahun sudah boleh menikah, tetapi sebaiknya sabar dulu sampai kita berumur
lebih lebih tua, paling tidak tunggu sampai umur 20 tahun. Artinya kita sudah siap lahir batin
untuk menjalankan kehidupan reproduksi kita.

MENGELOLA DORSEK ( DORONGAN SEKSUAL ) / SEXUAL DRIVE


Sebagai remaja, kita mungkin pernah atau sering merasakan adanya dorongan seksual yang
menggebu-gebu. Sebagian dari kita sering menyebutnya dengan be – te alias birahi tinggi.
Pada masa remaja sampai dewasa awal, dorongan seksual memang sedang tinggi-tingginya,
baik pada laki-laki maupun perempuan. Meski demikian, besarnya dorongan seksual ini bisa
berubah-ubah. Kadang kita merasa dorongan seksual kita rendah alias “dingin”, kadang kita
juga merasa be – te banget sampai ke ubun-ubun. Nah sebenarnya wajar nggak sih kalau
kita be-te ? Bagaimana sebaiknya kita menghadapi keadaan ini ?
Dorongan seksual atau dorsek menggebu-gebu adalah sesuatu yang mungkin dan wajar
terjadi di masa remaja. Hal ini dipengaruhi dan ditandai oleh berfungsinya hormon-hormon
seksual ( testosterone untuk laki-laki serta progesterone dan estrogen untuk perempuan).
Hormon-hormon inilah yang kemudian menyebabkan munculnya dorsek. Meningkatnya
dorsek bisa muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk
mendapatkan kepuasan seksual, dsb. Keadaan ini muncul karena hormone akan membuat
kita lebih bereaksi terhadap sensasi seksual. Misalnya hormone testosterone akan
menyebabkan seorang laki-laki lebih sensitive terhadap rangsangan yang menimbulkan
sensasi seksual. Selain itu, kadar testosterone dalam darah juga akan membuat otak
mengaktifkan pikiran atau dorongan seks. Karena itulah seorang laki-laki akan ereksi kalau
ada rangsangan yang menimbulkan sensasi seksualnya. Begitu juga perempuan, ia akan
terangsang jika ada rangsangan.
Bagi remaja dorongan seksual yang menggebu-gebu merupakan suatu masalah yang cukup
berat karena agama melarang kita melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Apalagi
kalau kematangan seksual kita belum diimbangi dengan kemampuan mengelola dorsek
serta kemampuan mengambil keputusan secara matang. Akibatnya, keinginan untuk
mencoba-coba dan memenuhi dorsek kadang-kadang atau bahkan sering mengalahkan
pemahaman tentang agama, control diri, dan pemikiran rasional. Tak sedikit yang lari ke
cara-cara yang tidak sehat seperti mengintip, nonton BF ( blue film ), memuaskan diri
dengan benda-benda tertentu yang tujuannya untuk mencapai kepuasan.
Dorsek dapat dialihkan ke aktivitas lain, artinya dorsek yang muncul dapat kita antisipasi
atau kurangi dengan kegiatan-kegiatan yang melulu mengarah “ngeseks” seperti
berolahraga, berorganisasi, mengembangkan hobi, dsb.
Tips-tips
1. Mesti tahu sebanyak-banyaknya informasi seks dari sumber yang dapat dipercaya. Kalau
kita banyak tahu tentang informasi seks dengan benar, hal itu akan membantu
mengenali tubuh kita, perasaan kita dan kita akan sadar bahwa setiap perilaku seksual
punya konsekuensi dan resiko baik yang positif maupun negative.
2. Sebagai insan social dan beragama, kita juga mesti tahu banyak tentang norma-norma
sosial dan nilai-nilai agama yang mengatur dan berkaitan dengan masalah seks
3. Kita juga harus mempertimbangkan nasehat orang tua dan rambu-rambu dari orang tua
4. Kita harus punya harga diri yang positif, penghargaan yang kuat terhadap diri sendiri
dan orang lain, serta mampu mempertimbangkan segala resiko dari setiap perilaku
sebelum mengambil keputusan.
5. Penting juga bagi kita mengenali faktor-faktor yang memicu dorongan seks itu, agar kita
dapat mengendalikan dorongan seksual kita secara terarah
Pengelolaan dorongan seks ini adalah tanggung jawab pribadi kita. Jadi kita sendiri
yang harus mengendalikannya. Melempar tanggung jawab ke orang lain tidak akan
menyelesaikan masalah.

Anda mungkin juga menyukai