Rangkuman Modul 2 Analisis Isu Kontemporer
Rangkuman Modul 2 Analisis Isu Kontemporer
isu strategis kontemporer (isu-isu kritikal yang sedang terjadi atau berpotensi untuk terjadi) :
1. bahaya paham radikalisme / terorisme
2. bahaya narkoba
3. cyber crime
4. money laundry
5. korupsi
6. proxy war
KORUPSI
pada masa orde lama, dibawah kepemimpinan I.r Soekarno terbentuk badan
pemberantasan korupsi:
1. PARAN : panitia retooling aparatur negara
2. operasi budhi
pada masa orde baru, mencoba memperbaiki penanganan korupsi dengan membentuk :
1. tim pemberantasan korupsi (TPK)
2. operasi tertib (OPSTIB)
pada masa reformasi (zaman presiden bj. habibie sampai SBY), berbagai peraturan dan
badan/lembaga dibentuk :
1. KPKPN : komisi penyelidik kekayaan penyelenggara negara
2. KPPU : komisi pengawas persaingan usaha
3. Ombudsmen
4. TGPTPK : tim gabungan pemberantasan tindak pidana korupsi
menurut Deny Indrayana 2007, epicentrum korupsi (pihak yang secara sistematis
melindungi koruptor) yaitu :
1. istana
2. cendana
3. senjata
4. pengusaha raksasa
Tahun 2003, pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam Konvensi PBB anti korupsi
(United Nations Convention Against Corruption / UNCAC) untuk menentang korupsi di
dunia.
UNCAC memuat 8 bagian :
1. Chapter I : General Provisions
2. Chapter II : Preventive Measures
3. Chapter III : Criminalization and Law Enforcement
4. Chapter IV : International Coorperation
5. Chapter V : Asset Recovery
6. Chapter VI : Technical Assistance and Information Exchange
7. Chapter VII : Mechanisms for Implementation
8. Chapter VIII : Final Provisions
Konvensi ini dirumuskan pertama kali di Merida, Meksiko pada tanggal 9-11 Desember
2003. tepat pada 18 April 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian
menandatangani UU No 7 Tahun 2006 sebagai tanda ratifikasi UNCAC.
Tujuan UNCAC :
1. memajukan / meningkatkan / memperkuat tindakan pencegahan dan pemberantasan
korupsi yang lebih efisien dan efektif.
2. memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerjasama internasional dan bantuan
teknis dalam mencegah dan memerangi korupsi terutama dalam pengembalian aset.
3. meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen publik dalam pengelolaan
kekayaan negara.
Golongan Psikotoprika :
● Golongan I : utk ilmu pengetahuan & tidak untuk terapi, potensi ketergantungan
tinggi
ex : ekstasi, LSD
● Golongan II : utk pengobatan & pelayanan kesehatan, potesi ketergantungan
tinggi
ex : amfetamin, shabu, metilfenidat, ritalin
● Golongan III : utk pengobatan dan pelayanan kesehatan, potensi ketergantungan
tinggi
ex : pentobarbital, flunitrazepam
● Golongan IV : utk pengobatan & pelayanan kesehatan, potensi ketergantungan
ringan
ex : diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam,
klordiazepoxide,
nitrazepam.
Zat Adiktif :
- minuman beralkohol
- inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut). ex : lem, thinner, cat kuku, dll
- tembakau, dll
Tusi BNN-RI :
1. mengkoordinasi perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan
narkotika
2. mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkotika
TERORISME
4 pilar strategi global pemberantasan terorisme :
1. pencegahan kondisi kondusif penyebaran terorisme
2. langkah pencegahan dan memerangi terorisme
3. peningkatan kapasitas negara-negara anggota untuk mencegah dan memberantas
terorisme serta penguatan peran sistem PBB
4. penegakan hak asasi manusia bagi semua pihak dan penegakan rule of law sebagai
dasar pemberantasan terorisme
potensi-potensi terorisme :
1. terorisme yang dilakukan oleh negara lain di daerah perbatasan Indonesia
2. terorisme yag dilakukan oleh WN yang tidak puas atas kebijakan negara
3. terorisme yang dilakukan oleh organisasi dengan dogma dan ideologi tertentu
4. terorisme yang dilakukan oleh kaum kapitalis ketika meaksakan bentuk atau pola
bisnis dan investasi kepada masyarakat
5. terorisme yang dilakukan oleh masyarakat kepada dunia usaha
F. Paulus
Karakter terorisme :
1. karakteristik organisasi : bentuk orgaisasi, rekrutmen, pendanaan, hub internasional
2. karakteristik operasi : perencanaan, waktu, taktik dan kolusi
level terorisme :
1. level negara / state
2. level kawasan / regional
3. level internasional / global
RADIKAL
kehendak untuk mengubah kekuasaan
pola penyebaran :
1. media massa : internet, radio, buku, majalah, dan pamflet
2. komunikasi langsung : dakwah, diskusi, dan pertemanan
3. hub kekeluargaan : pernikahan, kekerabatan, keluarga inti
4. lembaga pendidikan : sekolah, pesantren, perguruan tinggi
ragam radikalisme :
1. radikal gagasan : memiliki gagasan, tidak ingin menggunakan kekerasan,
mengakui NKRI
2. radikal milisi : berbentuk milisi, terlibat konflik komunal, mengakui NKRI
3. radikal separatis : mengusung misi separatis/pemberontakan, berkonfrontasi
dgn
pemerintah
4. radikal premanisme : melakukan kekerasan untuk melawan kemaksiatan di
lingkungan
mereka, mengakui NKRI
5. lainnya : menyuarakan kepentingan politik, sosial, budaya, ekonomi,
dsb
6. radikal terorisme : mengusung cara kekerasan dan menimbulkan rasa takut,
tidak
mengakui NKRI
DERADIKALISASI
upaya untuk mentransformasi dari keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal
dengan pendekatan multi dan interdisipliner (agama, sosial, budaya, dsb) bagi orang yang
terpengaruh oleh keyakinan radikal.
model deradikalisasi :
1. collective de-radicalisation : kelompok dan jaringan teroris
a. disarmament (pelucutan senjata)
b. demobilisation (pembatasan pergerakan)
c. reintegration (penyatuan kembali)
2. individual de-radicalization : pemutusan mata rantai teroris secara individual
prinsip deradikalisasi :
1. prinsip pemberdayaan
2. prinsip HAM
3. prinsip supremasi hukum
4. prinsip kesetaraan
PROXY WAR
konflik diantara 2 negara, dimana negara tersebut tidak terlibat langsung dalam peperangan
karna melibatkan "proxy" atau kaki tangan.
perang proxy memanfaatkan perselisihan external atau pihak ketiga untuk menyerang
kepentingan atau kepemilikan teritorial lawannya.
peraturan perundangan yang bisa menjadi rujukan dalam konteks kejahatan yang terjadi
dalam komunikasi massa adalah:
1. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
2. Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
4. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
5. Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
cyber crime
= kejahatan di dunia maya dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan internet
untuk masuk, merusak atau mencuri data.
hate speech
= ujaran kebencian dalam bentuk provokasi, hinaan / hasutan yg disampaikan di muka
umum.
hoax
= berita atau pesan yang isinya tdk dapat dipertanggung jawabkan / bohong / palsu, baik
dari segi sumber maupun isi.