Anda di halaman 1dari 11

METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Beban Kendaraan Berlebih terhadap Umur


Rencana pada Perkerasan Lentur
(Studi Kasus : ruas jalan Guyangan-jalan Candirejo di Kabupaten
Nganjuk)

Disusun Oleh :
Reni Andri Apriani (16050724012)
Kelas :
S1 Teknik Sipil 2016

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Elizabeth Titiek Winanti M.S.

PRODI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang utama, sehingga
dalam perencanaannya perlu diperhatikan karena hal tersebut berpengaruh terhadap
keamanan dan kenyamanan penggunanya. Kebutuhan prasarana transportasi jalan raya
juga semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan setiap tahunnya.
Perencanaan jalan yang memperhatikan faktor kebutuhan lalu lintas dan kondisi
lingkungan setempat dapat mendukung optimalisasi fungsi sebuah ruas jalan
Kerusakan pada lapisan perkerasan jalan raya masih menjadi permasalahan yang
kompleks yang dihadapi sampai saat ini. Persoalan tersebut mengakibatkan beberapa
masalah diantaranya kemacetan, kecelakaan lalu lintas, lama waktu tempuh dan lain-lain.
Secara umum, banyak penyebab dari kerusakan jalan, salah satunya adalah
beban kendaraan yang berlebihan (over load) maupun jumlah kendaraan yang melintas.
Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, saat ini masih ada
toleransi muatan berlebih hingga 50 persen terkait dengan kendaraan dengan muatan
berlebih (overload), akan tetapi toleransi untuk muatan berlebih harus terus dapat
dikurangi karena angka kerusakan jalan akibat muatan berlebih sangat signifikan. Hal
tersebut membuat jalan menjadi cepat rusak karena umur jalan menjadi lebih pendek
daripada umur rencana.
Jalan Guyangan-Jalan Candirejo merupakan jalur alternatif yang
menghubungkan Kediri dan Madiun maupun ke Kabupaten Bojonegoro. Dari pantauan
di lapangan, jalan itu memang merupakan jalur untuk truk-truk besar dan bus. Lalu lintas
yang padat menyebabkan beban lalu lintas meningkat, sehingga berpengaruh pada kondisi
jalan terutama pada bagian struktur perkerasan jalan. Beban lalu lintas adalah salah satu
parameter dalam perhitungan perencanaan perkerasan jalan, yaitu sebagai jumlah lintasan
beban gandar standar yang terjadi selama umur rencana jalan. Muatan berlebih merupakan
salah satu jenis pelanggaran yang biasa terjadi pada kendaraan berat angkutan barang.
Pelanggaran tersebut sebenarnya dapat diminimalisir oleh jembatan timbang yang beroperasi
24 jam tanpa henti untuk menindak para pelanggar muatan berlebih yang tidak sesuai ijin.
Beban overloading berpotensi berpengaruh terhadap beban lalu lintas yang terjadi, sehingga
dapat mempengaruhi kondisi perkerasan jalan yang telah direncanakan

1
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan analisis pengaruh
beban berlebih terhadap umur rencana perkerasan, khususnya pada perkerasan lentur di
ruas jalan Guyangan-jalan Candirejo, Kabupaten Nganjuk.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persentase beban overloading aktual yang terjadi pada pekerasan lentur di
ruas Guyangan-jalan Candirejo di Kabupaten Nganjuk?
2. Bagaimana pengaruh beban overloading pada perkerasan terhadap umur rencana
perkerasan lentur?
3. Bagaimana pengaruh beban overloading terhadap kebutuhan tebal perkerasan
sesuai umur rencana yang telah ditentukan?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persentase beban overloading aktual pada perkerasan lentur di ruas
Guyangan-jalan Candirejo di Kabupaten Nganjuk
2. Mengetahui pengaruh beban overloading pada perkerasan terhadap umur rencana
perkerasan lentur
3. Mengetahui pengaruh beban overloading terhadap kebutuhan tebal perkerasan
sesuai umur rencana yang telah ditentukan.

D. Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan bagi pembaca tentang pengaruh beban overloading
terhadap umur rencana perkerasan lentur.
2. Menambah pengetahuan bagi pembaca tentang pengaruh beban overloading
terhadap kebutuhan tebal perkerasan lentur.
3. Memberikan masukan bagi peneliti lanjutan di bidang perkerasan jalan.
4. Memberikan masukan dalam perencanaan pemeliharaan perkerasan lentur
5. Sebagai acuan dalam perencanaan perubahan peraturan tentang beban ijin kendaraan
berat.

E. Batasan Penelitian
1. Lokasi penelitian berada diruas jalan Gayungan- jalan Gayungan di Kabupaten
Nganjuk
2. Perhitungan VDF menggunakan metode ASSHTO (1993).

2
3. Nilai sisa umur perkerasan menggunakan metode AASHTO (1993).
4. Analisis tebal perkerasan menggunakan metode modifikasi AASHTO (1993).

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkerasan
Pavement atau perkerasan adalah lapisan keras di antara tanah dan roda yang
mampu menahan beban lalu lintas berulang dan melindungi tanah dasar (Hardiyanto,
2009). Perkerasan jalan dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu perkerasan lentur
dan perkerasan kaku.
1. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur (flexible pavement)adalah perkerasan fleksibel dengan
bahan terdiri dari bahan ikat dan agregat. Perkerasan ini umumnya terdiri atas 3 lapis
atau lebih. Berikut urutan lapisan pada perkerasan lentur .
a. Lapis Tanah dasar (Subgrade)
b. Lapis Pondasi Bawah (Sub base course)
c. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
d. Lapis Permukaan

B. Beban Sumbu Kendaraan


Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan
melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban yang dilimpahkan tersebut tergantung
dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan
perkerasan, dan kecepatan kendaraan. Oleh karena itu perlu adanya beban standar
sehingga semua beban lainnya dapat diekivalenkan ke beban tersebut. Beban standar
merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18 kips (8,16 ton). Semua
beban kendaraan lain dengan beban sumbu berbeda diekivalenkan ke beban sumbu
standar dengan menggunakan angka ekivalen beban standar. (AASHTO, 1993)

Muatan sumbu terberat adalah jumlah tekanan maksimum roda terhadap jalan,
penetapan muatan sumbu terberat ditujukan untuk mengoptimalkan antara biaya
konstruksi dengan effisiensi angkutan. Muatan sumbu terberat untuk masing-masing
kelas jalan ditunjukkan dalam Tabel berikut.

4
C. Muatan Beban Berlebih (Overload)
Menurut Kamus Istilah Bidang Pekerjaan Umum tahun 2008, Hal 57, muatan
lebih adalah muatan sumbu kendaraan yang melebihi dari ketentuan seperti tercantum
pada peraturan yang berlaku (PP 43 tahun 1993) jumlah berat yang diizinkan disingkat
JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan
berdasarkan kelas jalan yang dilalui. Jumlah berat yang diizinkan semakin besar kalau
jumlah sumbu kendaraan semakin banyak.
Kerusakan pada perkerasan jalan disebabkan salah satunya oleh beban lalu lintas
beruang yang berlebihan (overloading), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu jalan
yang buruk. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya
tahan atau keawetan sampai umur rencana (Suwardo dan Sugiharto, 2004)

D. Jumlah Berat yang Diizinkan


Jumlah berat yang diizinkan (JBI) adalah berat maksimum kendaraan
bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui,
jumlah berat yang diizinkan semakin besar jika jumlah sumbu kendaraan semakin
banyak. JBI ditetapkan oleh Pemerintah dengan pertimbangan daya dukung kelas
jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu sebagai upaya
peningkatan umur jalan dan kendaraan serta aspek keselamatan di jalan. Sementara itu
jumlah berat bruto (JBB) ditetapkan pabrikan sesuai dengan kekuatan rancangan
sumbu, sehingga konsekuensi logisnya JBI tidak melebihi JBB. JBI untuk jalan kelas
II dan kelas III dengan muatan sumbu terberat 10 ton dan truk jalan dengan muatan
sumbu terberat 8 ton berbagai sumbu kendaraan dapat dilihat pada tabel berikut

5
Tabel Jenis Kendaraan Berdasarkan Jumlah Berat yang Diizinkan

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2008)

E. Umur Rencana
Dalam perancangan perkerasan, diperlukan pemilihan umur rancangan atau
periode perkerasan. Umur rencana adalah waktu di mana perkerasan diharapkan
mempunyai kemampuan pelayanan sebelum dilakukan pekerjaan rehabilitasi atau
kemampuan pelayanannya berakhir. Dalam Pt.T-01-2002-B, periode rancangan
diistilahkan sebagai umur rancangan. Umur rancangan merupakan jumlah waktu
dalam tahun yang dihitung sejak perkerasan jalan mulai dibuka untuk lalu lintas,
sampai saat diperlukan perbaikan kerusakan berat, atau dianggap perlu dilakukan lapis
permukaan baru.
Parameter perancangan yang berpengaruh pada umur pelayanan total dari
perkerasan adalah jumlah total beban lalu lintas, oleh sebab itu lebih cocok bila untuk
menggambarkan umur rancangan perkerasan dinyatakan dalam istilah beban lalu
lintas rancangan total (total design traffic loading). Dari pengertian ini, bila
perkerasan dirancang untuk 40 tahun dengan pertumbuhan lalu lintas 2,5%, namun

6
dalam kenyataan pertumbuhan lalu lintasnya 3,5%, maka umur perkerasan akan lebih
pendek dari yang direncanakan.

F. Penurunan Umur Rencana


Sisa umur rencana adalah konsep kerusakan yang diakibatkan oleh jumlah
repetisi beban lalu lintas dalam satuan satuan Equivalent Standard Load (ESAL) yang
diperkirakan akan melintas dalam kurun waktu tertentu (AASHTO,1993). perhitungan
persentase umur sisa rencana menggunakan Persamaan 3.1 sebagai berikut.

dengan :
Rl = Persentase sisa umur rencana,
Np = Kumulatif ESAL pada akhir tahun, dan
N1,5 = Kumulatif ESAL pada akhir umur rencana.

G. Vehicle Damage Factor (VDF)


Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan Vehicle Damage Factor,
selanjutnya disebut VDF, merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan tebal
perkerasan cukup signifikan, dan jika makin berat kendaraan (khususnya kendaraan
jenis truk) apalagi dengan beban overload, nilai VDF akan secara nyata membesar,
seterusnya Equivalent Single Axle Load membesar.
Beban konstruksi perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian
mempunyai perbedaan prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar konstruksi jalan.
Pemahaman atas ciri-ciri khusus beban konstruksi perkerasan jalan tersebut sangatlah
penting dalam pemahaman lebih jauh, khususnya yang berkaitan dengan desain
konstruksi perkerasan, kapasitas konstruksi perkerasan, dan proses kerusakan
konstruksi yang bersangkutan
1. Formula VDF AASHTO (1993)
Nilai VDF tiap golongan kendaraan pada metode AASHTO (1993)
menggunakan cara interpolasi, yaitu dengan menggunakan Tabel yang diberikan
oleh AASHTO (1993) (lihat Lampiran 3). Cara menentukan nilai VDF pada tabel
tersebut adalah dengan menghubungkan antara 3 parameter yaitu, beban sumbu
(Axle Load), Pavement Structural Number (SN) dan nilai Pt.

7
H. ASSHTO 1993
Perencanaan mengacu pada AASHTO (American Association of State High way
and Transportation Officials guide for design of pavement structure (1993) (selanjutnya
disebut AASHTO). Parameter-parameter perencanaan yaitu sebagai berikut.
1. Analisis lalu lintas
Analisis lalu lintas ini mencakup umur rencana, lalu lintas harian rata-rata,
pertumbuhan lalu lintas tahunan, dan distribusi lajur. Data tersebut kemudian
diolah untuk mendapatkan nilai ESAL yang berguna dalam menentukan tebal pelat
beton agar memberikan performa yang baik selama umur rencana. Umur rencana
perkerasan kaku umumnya 20 tahun untuk jenis konstruksi baru, sedangkan untuk
pelebaran jalan di mana struktur perkerasan jalan eksisting perkerasan lentur dan
pelebarannya merupakan perkerasan komposit, umur rencana ditetapkan selama 10
tahun.
2. Equivalency factor (E)
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan dalam angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan sumbu
tunggal atau ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
satu lintasan beban sumbu tunggal sebanyak 8,16 ton.
3. Traffic design
Data dan parameter lalu lintas yang digunakan suatu perencanaan tebal
perkerasan meliputi sebagai berikut.
a. Jenis kendaraan.
b. Volume lalu lintas harian rata-rata.
c. Pertumbuhan lalu lintas tahunan (kendaraan per hari).
d. Damage factor.
e. Umur rencana.
f. Faktor distribusi arah.
g. Faktor distribusi lajur.
h. ESAL selama umur rencana.
Faktor distribusi arah (DD) yang ditetapkan AASHTO (1993) yaitu berkisar
antara 0,3-0,7 dan umumnya diambil nilai tengah 0,5 sedangkan untuk nilai
distribusi lajur (DL) , mengacu pada Tabel

8
Tabel Distribusi Jalur
Jumlah lajur setiap arah (DL) %
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : AASHTO (1993)

9
1

Anda mungkin juga menyukai