PERKERASAN JALAN
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SEMARANG
TAHUN 2021
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Metode AASHTO
Metode perencanaan tebal perkerasan lentur dibedakan atas:
1. metode pendekatan empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengujian dan
pengukuran dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian.
2. metode pendekatan mekanistik – empirik (mechanistic – empirical design), metode ini
dikembangkan berdasarkan sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat
beban berulang dari lalu- lintas.
Metode yang umum digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah metode yang merujuk
kepada metode pendekatan empirik yang dikem- bangkan pertama kali oleh American
Association of State Highway Officials (AASHO). AASHO berdiri November 1914 dan
karena perkem- bangan yang terjadi dalam dunia transportasi, maka pada tahun 1973
AASHO berubah menjadi American Association of State Highway and Transportation
Officials (AASHTO). Dalam buku ini selanjutnya AASHO ataupun AASHTO disebut
dengan AASHTO.
1.1. Jalan Percobaan AASHTO
Indonesia menggunakan metode AASHTO sebagai acuan dalam menyu- sun standar
perencanaan tebal perkerasan lentur. Untuk memahami standar perencanaan itu dengan baik
perlu dipahami tentang metode AASHTO dan penelitian yang dilakukan pada jalan
percobaannya. Hasil penelitian pada jalan percobaan yang dilaksanakan pada tahun 1958 –
1960 di Ottawa, Illinois, merupakan cikal bakal metode AASHTO yang berkembang sampai
dengan saat ini.
Jalan percobaan terletak di daerah dengan temperatur rata - rata 76oF (25oC) di bulan Juli, dan
27oF (-3oC) di bulan Januari, terdiri dari 6 loop.
1.1.1 Struktur Jalan Percobaan
Struktur perkerasan dari masing-masing loop memiliki variasi tebal lapisan dimana lapis
permukaan adalah beton aspal, lapis pondasi dan pondasi bawah dibuat dari batu pecah.
Lapis permukaan
Lapis pondasi (base course)
Lapis pondasi bawah (subbase course)
Lapis Tanah Dasar (Subgrade)
1.1.2 Penelitian di Jalan Percobaan
Keenam loop digunakan untuk meneliti berbagai hal yang berbeda, yaitu Loop 1, tidak dilalui
oleh kendaraan tetapi hanya digunakan untuk meneliti efek dari kondisi lingkungan dan iklim.
Loop 2 sampai dengan loop 6 digunakan untuk meneliti kinerja struktur perkerasan akibat beban
lalulintas berbagai jenis kendaraan. Setiap loop, kecuali loop 1 digunakan untuk satu kelompok
jenis kendaraan sesuai dengan konfigurasi dan beban sumbunya
Penelitian dilakukan antara November 1958 sampai dengan Juni 1960 pada 332 seksi jalan
percobaan. Kinerja struktur perkerasan diamati akibat beban sumbu dan tebal perkerasan
yang berbeda. Pada penelitian dihitung pula jumlah beban yang melewati seksi percobaan
sampai kinerja struktur perkerasan mencapai IP = 1,5[WSDOT].
Dari hasil penelitian penurunan kinerja perkerasan akibat beban lalulintas, perbedaan tebal
perkerasan, jenis kendaraan dan iklim, diperoleh rumus empiris yang diharapkan dapat
dikembangkan untuk keadaan yang berbeda dengan jalan percobaan seperti:
1. perbedaan daya dukung tanah dasar
2. lalulintas campuran dari berbagai jenis kendaraan dan beban sumbu
3. perbedaan iklim dan kondisi lingkungan
4. perbedaan jenis dan tebal perkerasan jalan
5. modifikasi dari 2 tahun pengamatan menjadi umur rencana 20 tahun.
Perubahan mendasar untuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan terhadap metode
AASHTO 1972 terjadi melalui metode AASHTO 1986. Perencanaan tebal perkerasan lentur
jalan baru pada metode AASHTO 1993 sama dengan metode AASHTO 1986.
Perbedaannya hanya ditam- bahkan metode untuk perencanaan tebal perkerasan tambahan
atau overlay. Perubahan mendasar pada metode AASHTO 1993 terjadi untuk perencanaan
tebal perkerasan kaku.
Tabel 4.7 menunjukkan perbedaan utama antara metode AASHTO 1972 dengan metode
AASHTO 1993 untuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru.
Faktor umur rencana adalah angka yang dipergunakan untuk menghitung repetisi lalu lintas
selama umur rencana dari awal umur rencana. Jika tidak ada pertumbuhan lalu lintas maka
N sama dengan umur rencana. Dengan demikian repetisi beban lalu lintas sama dengan
repetisi per tahun dikalikan dengan lamanya umur rencana. Namun demikian, hampir tidak
pernah lalu lintas tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan
1.3.2 Reliabilitas
Kinerja struktur perkerasan jalan sangat ditentukan oleh 4 faktor utama yaitu:
1. struktur perkerasan seperti tebal dan mutu setiap lapis perkerasan;
2. kondisi lingkungan seperti temperatur, curah hujan, kondisi tanah dasar;
3. perkiraan repetisi beban lalu lintas dan proyeksi selama umur rencana;
4. perkiraan daya dukung tanah dasar.
Pada metode AASHTO 1993 diperkenalkan parameter baru yaitu reliabilitas. Reliabilitas
(R) adalah tingkat kepastian atau probabilitas bahwa struktur perkerasan mampu melayani
arus lalu lintas selama umur rencana sesuai dengan proses penurunan kinerja struktur
perkerasan yang dinyatakan dengan serviceability yang direncanakan.
1.3.3 Drainase
Kemampuan struktur perkerasan jalan mengalirkan air merupakan hal penting dalam
perencanaan tebal perkerasan jalan. Air masuk ke struktur perkerasan jalan melalui banyak
cara antara lain retak pada muka jalan,
sambungan, infiltrasi perkerasan, akibat kapilaritas, atau mata air setem- pat. Air yang
terperangkap dalam struktur perkerasan jalan dapat menja- di penyebab:
1.3.3.1 berkurangnya daya dukung lapisan dengan material tanpa pengikat
1.3.3.2 berkurangnya daya dukung tanah dasar
1.3.3.3 naiknya butiran halus sebagai dampak dari efek pompa ke dalam struktur
perkerasan jalan.
1.3.3.4 lepasnya ikatan aspal dari agregat sebagai awal terjadinya lubang
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan dinyatakan
dengan menggunakan koefisien drainase (m)
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Metode SNI 1732-1989-F
Pada saat ini telah ada metode Pt T-01-2002-B yang mengacu kepada AASHTO 1993,
walaupun demikian Metode SNI 1732-1989-F dapat tetap digunakan terutama untuk
lalulintas rendah atau jika data perencanaan yang tersedia kurang lengkap. Oleh karena itu
dalam Bab ini diuraikan langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
Metode SNI 1732-1989-F.
Metode SNI 1732-1989-F yang dikenal dengan nama metode analisis komponen, mengacu
kepada metode AASHTO 1972 seperti telah diurai- kan pada Bab 4.2 dan dimodifikasi
sesuai kondisi jalan di Indonesia.
Perbedaan utama antara Metode AASHTO 1972 dengan Metode SNI 1732-1989-F. seperti
pada Tabel 5.1.
Beban lalu lintas berdasarkan SNI 1732-1989-F dinyatakan dalam Lintas Ekivalen Rencana
(LER) yang langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Angka ekivalen dihitung untuk setiap jenis kendaraan dengan terlebih dahulu dihitung
angka ekivalen masing-masing sumbu. Rumus untuk menghitung angka ekivalen sumbu
tunggal dan sumbu ganda
Metode SNI 1732-1989-F tidak membedakan angka ekivalen sumbu tunggal roda
tunggal dengan sumbu tunggal roda ganda. Di samping itu pada Metode SNI 1732-1989-
F tidak terdapat rumus untuk menentukan angka ekivalen sumbu tripel. Penentuan angka
ekivalen untuk sumbu tunggal roda tunggal dan sumbu tripel dapat digunakan rumus
yang ada pada Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur No. Pd.T-
05-2005-B .
E setiap jenis kendaraan merupakan jumlah dari nilai E untuk setiap sumbu yang
dimilikinya. E kendaraan dihitung dengan memperhatikan fluktuasi beban kendaraan.
Perhitungan seperti contoh pada Tabel 4.9.
2. LHR dihitung di awal umur rencana untuk masing-masing kelompok jenis kendaraan
3. Faktor distribusi kendaraan pada lajur rencana ditentukan berda- sarkan jumlah lajur
perkerasan jalan
4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) sebagai lintas ekivalen di awal umur rencana dihitung
dengan menggunakan Rumus 5.4.
Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan parameter Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)
yang merupakan korelasi dari nilai CBR. Nilai CBR yang dipergunakan untuk menentukan
DDT adalah CBR yang merupakan nilai wakil untuk satu segmen jalan.
Kondisi lingkungan di lokasi ruas jalan mempengaruhi kinerja struktur perkerasan selama
masa pelayanan jalan. Parameter penunjuk kondisi lingkungan sesuai metode SNI 1732-
1989-F adalah Faktor Regional (FR). Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kinerja
perkerasan jalan seperti curah hujan dan iklim tropis, elevasi muka air tanah, kelandaian
muka jalan, fasilitas dan kondisi drainase, dan banyaknya kendaraan berat.
Tebal perkerasan yang dibutuhkan dipengaruhi oleh nilai kinerja struktur perkerasan yang
diharapkan pada saat jalan dibuka untuk melayani arus
lalu lintas selama umur rencana, dan kondisi kinerja perkerasan diakhir umur rencana.
Kinerja struktur perkerasan dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP) yang memiliki
pengertian sama dengan serviceability index
Secara grafis Rumus 5.9 digambarkan dalam bentuk nomogram. Indonesia memiliki
berbagai nilai IP0 dan IPt, maka nomogram yang dihasilkan dari Rumus 5.9 ada 9 buah,
berdasarkan nilai IP0 dan IPt seperti pada Gambar 5.2 sampai dengan Gambar 5.11. Dengan
menggunakan nomogram tersebut, diperoleh Indeks Tebal Perkerasan
(ITP ) Jalan.
ITP adalah angka yang menunjukkan nilai struktural perkerasan jalan yang terdiri dari
beberapa lapisan dengan mutu yang berbeda. Oleh karena itu untuk menentukan ITP
diperlukan koefisien relatif sehingga
tebal perkerasan setiap lapisan setelah dikalikan dengan koefisien relatif
dapat dijumlahkan
Koefisien kekuatan relatif ditentukan dari fungsi dan mutu perkerasan yang ditentukan
melalui nilai stabilitas Marshall (MS), kuat tekan (Kt), atau CBR. Tabel 5.9 menunjukkan
nilai koefisien relatif untuk berbagai jenis perkerasan yang digunakan sesuai dengan SNI
1732-1989-F. Cement Treated Base (CTB) sering juga digunakan sebagai lapis pondasi
walaupun tidak terdapat pada Tabel yang diberikan pada SNI 1732- 1989-F.
Koefisien relatif untuk CTB sesuai dengan kuat tekannya adalah sebagai berikut[CER:04]:
AASHO 1972 membatasi tebal minimal setiap lapisan berdasarkan mutu perkerasan setiap
lapis dan beban lalu lintas seperti Gambar 4.3, sedangkan SNI 1732-1989-F menentukan
tebal minimal berdasarkan ITP
dan jenis perkerasan setiap lapisan seperti pada Tabel 5.10.
Konstruksi bertahap adalah pelaksanaan struktur perkerasan dimana lapis permukaan tidak
dilaksanakan sekaligus setebal yang dibutuhkan untuk melayani lalulintas selama umur
rencana, tetapi melalui 2 tahap. Pelaksanaan lapis tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis
pondasi dilakukan sekaligus setebal yang dibutuhkan selama umur rencana.
Metode Pt T-01-2002-B mengacu kepada metode AASHO 1993 seperti yang telah diuraikan.
Bagan alir perencanaan tebal perkerasan sama dengan bagan alir untuk perencanaan tebal
perkerasan mengikuti metode AASHTO 1993.
Hampir keseluruhan tabel yang digunakan pada Metode Pt T-01-2002-B merupakan adopsi
identik dengan metode AASHTO 1993. Pada Bab 6 ini penggunaan tabel pada Metode Pt T-
01-2002-B yang sesuai dengan tabel pada Metode AASHTO 1993, akan dirujuk langsung
kepada Tabel pada Bab 4. Di samping hal tersebut ada pula tabel yang digunakan pada
Metode SNI 1732-1989-F, digunakan juga pada Metode Pt T-01-2002-B. Guna pemahaman
yang komprehensif tentang metode ini
6. Tentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi ke lajur rencana.
7. Hitunglah Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (W18)
8. Reliabilitas seperti telah dijelaskan ,besarnya ditentukan berdasarkan So dan ZR sesuai
reliabilitas yang dipilih.
9. Tentukan MR tanah dasar
10. Tentukan nilai SN dalam inci dengan menggunakan nomogram
11. SN yang diperoleh pada Butir 10 harus sama dengan yang di- asumsikan pada Butir 3.
Jika SN yang diperoleh tidak sama dengan SN yang diasumsikan, maka langkah diulang
kembali mulai dari Butir 3 sampai ditemukan SN hasil hitungan = SN asumsi
12. Tentukan koefisien drainase lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
13. Tentukan tebal minimum masing-masing lapisan perkerasan
14. Tentukan tebal setiap lapis dengan menggunakan Rumus.
15. Analisis biaya yang dibutuhkan untuk konstruksi struktur perkerasan dengan
membandingkan berbagai kombinasi lapis perkerasan yang dipilih sehingga akhirnya
diperoleh desain akhir.
Konstruksi bertahap sesuai metode Pt T-01-2002-B dilakukan dengan alasan yang sama
dengan yang dikemukakan pada Bab 5.7. Tahap pertama diambil lebih pendek dari tahap
kedua yaitu 25% - 50% dari umur rencana total. Langkah-langkah perencanaan tebal
perkerasan bertahap sama dengan tanpa bertahap, hanya saja reliabilitas yang digunakan
untuk konstruksi bertahap dihitung dengan Rumus 6.2
1/n .........................................................................
Rbertahap = (R seluruh) (6.2)
dengan:
Rbertahap = reliabilitas masing-masing tahapan Rseluruh =
reliabilitas keseluruhan tahapan
n = jumlah tahapan selama umur rencana
Metode Pt T-01-2002-B merupakan metode yang identik dengan metode AASHTO 1993,
walaupun terdapat beberapa hal yang kurang sesuai untuk digunakan di Indonesia. Tabel 6.4
menunjukkan perbedaan utama antara Metode Pt T-01-2002-B dan AASHTO 1993.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada Metode Pt T-01-2002-B adalah:
1. Penggunaan satuan yang tak lazim digunakan di Indonesia yaitu satuan imperial. Tebal
lapis perkerasan dinyatakan dalam satuan inci.
2. Jenis lapis permukaan yang dipilih dapat bukan beton aspal, sehingga IP0 memiliki
variasi nilai. Rumus empiris yang dihasilkan oleh AASHTO 1993 hanya untuk lapis
beton aspal.
3. Kinerja perkerasan jalan di akhir umur rencana (IPt) sesuai AASHTO 1993 hanya
terdiri dari 3 nilai yaitu 2; 2,5; dan 3; sedangkan IPt pada Metode Pt T-01-2002-B ada
yang kurang dari 2. Tabel angka ekivalen yang disediakan tidak ada untuk nilai IPt
kurang dari 2.
4. Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan MR sebagai hasil dari pengujian sesuai
AASHTO T274. Nilai MR diperoleh dengan memper- hatikan kondisi muka air tanah
dan untuk perencanaan digunakan MR efektif.
5. Untuk nilai CBR kurang dari 10%, kedua metode memberikan korelasi MR dengan nilai
CBR.
Koefisien kekuatan relatif ditentukan berdasarkan nilai modulus dari setiap jenis lapis
perkerasan. Untuk menyesuaikan dengan jenis lapis perkerasan yang biasa di Indonesia.
Sumber : Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur oleh Silvia Sukrirman (2010)