Anda di halaman 1dari 58

Laston Lapis Antara Perata (AC-BC Levelling)

A. Pengenalan Laston
Laston atau aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dengan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan, yang
dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

Karakteristik Beton Aspal


Stabilitas, adalah kemampuan perkerasan aspal menerima baban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan bleeding.
Faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal :
- Gesekan internal, yang berasal dari kekasaran permukaann butiran agregat, luas
bidang kontak, bentuk butiran, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal
film aspal.
- Kohesi, adalah gaya iktan aspal yang berasal dari daya lekat aspal terhadap
agregat. Daya kohesi terutama ditentukab oleh penetrasi aspal, perubahan
viscositas akibat temperatur, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek
dari wakti dan umur aspal.
Keawetan/durabilitas, adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dgn
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh suhu dan iklim.
Kelenturan/fleksibilitas adalah kemampuanbeonaspal untuk menyesusikan diri
akibat penurunan danpergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadinya
retak.
Ketahanan terhadap kelelahan/Fatique reistance, adalah kemampuan beton aspal
menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan
berupa alur dan retak.
Kekesatan/tahanan geser /Skid resistance, adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama kondisi basah, memebrikan gaya gesk pada roda kendaraan sehinga
kendaraan tidak tergelincir atau slip.
Kerdap air/impermeabilitas, adalah kemapuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan beton aspal.
Mudah dilaksanakan/Workability, adalah kemampuan campuran beton aspal untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat workability menentukan tingkat
efisiensi pekerjaan.

Skema Volume Beton Aspal

Vmb = volume bulk campuran beton aspal padat


Vsb = volume bulk dari agregat
Vse = volume efektif agregat
VMA = volume pori antara butiran agregat di dalam beton aspal padat
Vmm = volume tanpa pori udara dari aspal beton padat
VIM = Volume pori udara dalam aspal beton padat
VFA = Volume pori antar agregat yang terisi aspal pada beton aspal
Vab = Volume aspal yang terabsorbsi ke dalam agregat dari beton aspal padat

B. Metoda AASHTO93

Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering
digunakan adalah metoda AASHTO93. Metoda ini sudah dipakai secara umum di
seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di
berbagai negara. Di Indonesia digunakan Metode Bina Marga yang yang merupakan
modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1983 .

Metoda AASHTO93 ini pada dasarnya adalah metoda perencanaan yang didasarkan
pada metoda empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunakan
metoda AASHTO93 ini antara lain adalah :

a. Structural Number (SN)


b. Lalu lintas
c. Reliability
d. Faktor lingkungan
e. Serviceablity
a. Structural Number
Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif
lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients).
Persamaan untuk Structural Number adalah sebagai berikut :

SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3 ..(Pers. 1)

Dimana :

SN = nilai Structural Number.

a1, a2, a3 = koefisien relatif masing - masing lapisan.

D1, D2, D3 = tebal masing- masing lapisan perkerasan.

m1, m2, m3 = koefisien drainase masing- masing lapisan.

b. Lalu Lintas
Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban
gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). Perhitungan
untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban
gandar standar 8.16 kN dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas,
faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).

c. Reliability

Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa


ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan
alternatif - alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability ini yang digunakan
tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan
maupun ekspetasi dari pengguna jalan.
Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan dapat
tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan
sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi
beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan pelayanan
tertentu.
Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar
deviasi yang mempresentasikan kondisi - kondisi lokal dari ruas jalan yang
direncanakan serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun
perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah
sebagai berikut:
a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan klasifikasi dari ruas jalan
yang akan direncanakan. Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut adalah
jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural).
b. Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang
ada pada metoda perencanaan AASHTO93. Semakin tinggi tingkat reliability yang
dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan.
c. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi - kondisi
lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So
sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk flexible pavement. Hal ini berhubungan
dengan total standar deviasi sebesar 0.35 dan 0.45 untuk lalu lintas untuk jenis
perkerasan rigid dan flexible.

d. Faktor Lingkungan
Persamaan - persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan
atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2
tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan
serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan
ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan, maka
penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian
berpengaruh pada umur rencana perkerasan.

Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga pada konstanta


swell, probabilitas swell, dll. Metoda dan tata cara perhitungan penurunan
serviceability ini dimuat pada Appendix G dari metoda AASHTO93.

e. Serviceability
Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan
yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter
utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai
serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan
fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini
merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah
lobang, luas tambalan, dll.

Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain :


a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini diberikan
sebesar 4.0 4.2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai
initial serviceability (Po).
b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai
serviceability ini diberikan sebesar 2.0. Nilai ini dalam terminologi perkerasan
diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).
c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai
serviceability ini akan diberikan sebesar 1.5. Nilai ini diberikan dalam terminologi
failure serviceability (Pf).

Persamaan AASHTO93
Dari hasil percobaan jalan AASHO untuk berbagai macam variasi kondisi dan jenis
perkerasan, maka disusunlah metoda perencanaan AASHO yang kemudian berubah
menjadi AASHTO. Dasar perencanaan dari metoda AASHTO baik AASHTO72,
AASHTO86, maupun metoda terbaru saat sekarang yaitu AASHTO93 adalah
persamaan seperti yang diberikan dibawah ini:

Dimana:

W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan (CESA).


ZR = Standard Normal Deviate.
So = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja.
SN = Structural Number.
Po = Initial serviceability.
Pt = Terminal serviceability.
Pf = Failure serviceability.
Mr = Modulus resilien (psi)

C. Langkah - Langkah Perencanaan Laston Dengan Metoda AASHTO93


Langkah - langkah perencanaan dengan metoda AASHTO93 adalah sebagai berikut:
a. Tentukan lalu lintas rencana yang akan diakomodasi di dalam perencanaan
tebal perkerasan. Lalu lintas rencana ini jumlahnya tergantung dari komposisi
lalu lintas, volume lalu lintas yang lewat, beban aktual yang lewat, serta
faktor bangkitan lalu lintas serta jumlah lajur yang direncanakan. Semua
parameter tersebut akan dikonversikan menjadi kumulatif beban gandar
standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA).
b. Hitung CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan ini. CBR
representatif dari suatu ruas jalan yang direncanakan ini tergantung dari
klasifikasi jalan yang direncanakan. Pengambilan dari data CBR untuk
perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak 100 meter. Untuk satu ruas
jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen - segmen yang mempunyai
nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR representatif ini kemudian
diprediksi modulus elastisitas tanah dasar dengan mengambil persamaan
sebagai berikut:
E = 1500 CBR (psi) (3)
Dimana :
CBR = nilai CBR representatif (%).
E = modulus elastisitas tanah dasar (psi).
c. Kemudian tentukan besaran - besaran fungsional dari sistem perkerasan

jalan yang ada seperti Initial Present Serviceability Index (Po), Terminal
Serviceability Index (Pt), dan Failure Serviceability Index (Pf). Masing- masing
besaran ini nilainya tergantung dari klasifikasi jalan yang akan direncanakan
antara lain urban road, country road, dll.
d. Setelah itu tentukan reliability dan standard normal deviate. Kedua
besaran ini ditentukan berdasarkan beberapa asumsi antara lain tipe
perkerasan dan juga klasifikasi jalan.
e. Menggunakan data lalu lintas, modulus elastisitas tanah dasar serta
besaran - besaran fungsional Po, Pt, dan Pf serta reliability dan standard
normal deviate kemudian bisa dihitung Structural Number yang dibutuhkan
untuk mengakomodasi lalu lintas rencana. Perhitungan ini bisa menggunakan
grafik - grafik yang tersedia atau juga bisa menggunakan rumus AASHTO93
seperti yang diberikan pada Persamaan 2 diatas.
f. Langkah selanjutnya adalah menentukan bahan pembentuk lapisan
perkerasan. Masing- masing tipe bahan perkerasan mempunyai koefisien
layer yang berbeda. Penentuan koefisien layer ini didasarkan pada beberapa
hubungan yang telah diberikan oleh AASHTO93.
g. Menggunakan keofisien layer yang ada kemudian dihitung tebal lapisan
masing- masing dengan menggunakan hubungan yang diberikan pada
Persamaan 1 diatas dengan mengambil koefisien drainase tertentu yang
didasarkan pada tipe pengaliran yang ada.
h. Kemudian didapat tebal masing- masing lapisan. Metoda AASHTO93
memberikan rekomendasi untuk memeriksa kemampuan masing- masing
lapisan untuk menahan beban yang lewat menggunakan prosedur seperti
yang diberikan pada langkah berikut ini:

Dimana:
ai = Koefisien layer masing - masing lapisan
Di = Tebal masing - masing lapisan.
SNi = Structural Number masing- masing lapisan.
Keterangan : D dan SN yang mempunyai asterisk (*) menunjukkan nilai aktual
yang digunakan dan nilainya besar atau sama dengan nilai yang dibutuhkan.

D. Contoh Perencanaan Jalan Laston Metode AASHTO

Jalan percobaan berlokasi di kampus UMY di jalan Lingkar Utara Yogyakarta. Jalan
percobaan ini direncanakan untuk lalu lintas sedang dengan nilai kumulatif beban
gandar standar ekivalen sebesar 300.000 ESA. Komposisi lapisan yang
direncanakan adalah sebagai berikut :

a. Lapis permukaan ACWC.


b. Lapis Pondasi AC Base.
c. Lapis Pondasi Agregat.

Sedangkan untuk metoda perhitungan yang digunakan adalah metoda AASHTO93


dengan mengambil parameter - parameter sebagai berikut:

a. Initial Present Serviceability Index (Po) = 4.0

b. Failure Serviceability Index (Pf) = 2.0


c. Terminal Serviceability Index (Pt) = 1.5
d. Standard Deviate (So) = 0.45
e. Reliability = 95%, hal ini memberikan nilai Zr = - 1.645

Untuk bahan pembentuk perkerasan digunakan sebagai berikut:

a. Lapisan aus terdiri dari AC WC dengan Modulus Elastisitas 2,000 MPa dan layer
coefficient a = 0.40.

b. Lapis pondasi beraspal terdiri dari AC Base dengan Modulus Elastisitas 1,500 MPa
dan layer coefficient a = 0.30.

c. Lapis pondasi berbutir terdiri dari Lapis Pondasi Atas dengan CBR 90% dan
Modulus Elastisitas 200 Mpa (dari hubungan CBR dan modulus di buku AASHTO93)
dan layer coefficient 0.13.

d. Tanah dasar dengan CBR sebesar 6% dan Modulus Elastisitas 60 MPa.

Hasil dari perencanaan tebal perkerasan untuk lalu lintas 300,000 CESA diberikan
pada Gambar 2 sedangkan hasil perhitungan secara tabelaris diberikan pada Tabel
1 berikut ini.

Mengenal Konstruksi Lapisan Aspal


Permasalahan yang terjadi pada perkerasan jalan raya di Indonesia saat ini adalah kerusakan
yang disebabkan oleh beban lalu lintas yang mengalami pertumbuhan sangat cepat melampaui
kemampuan layan perkerasan jalan, curah hujan yang tinggi dengan sistem drainase yang belum
dikelola dengan tepat dan proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Permasalahan lain adalah ulah oknum pelaksana yang seringkali sengaja menggurangi kualitas
sehingga perkerasan jalan yang dihasilkan kurang berkualitas sehingga tidak mampu berfungsi
sesuai dengan umur rencana infrastruktur tersebut. Perkerasan jalan dibedakan menjadi 2 yaitu
perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan lentur (flexible pavement), Baca juga tulisan
tentang salah satu faktor penyebab kerusakan jalan. Pada tulisan saya kali ini mencoba
membahas perkerasan lentur, yaitu jalan aspal, lebih detailnya beton aspal (Asphalt Concrete)
Menurut Bina Marga (2007), Aspal beton merupakan campuran yang homogen antara agregat
(agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi atau filler) dan aspal sebagai bahan pengikat
yang mempunyai gradasi tertentu, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu
untuk menerima beban lalu lintas yang tinggi.

Aspal beton (Asphalt Concrete) di Indonesia dikenal dengan Laston (Lapisan Aspal Beton)
yaitu lapis permukaan struktural atau lapis pondasi atas. Aspal beton terdiri atas 3 (tiga) macam
lapisan, yaitu Laston Lapis Aus ( Asphalt Concrete- Wearing Course atau AC-WC), Laston Lapis
Permukaan Antara ( Asphalt Concrete- Binder Course atau AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (
Asphalt Concrete- Base atau AC-Base). Ketebalan nominal minimum masing-masing 4 Cm, 5
Cm, dan 6 Cm.

Gambar 1. Konstruksi Lapisan Pondasi Atas (Base), Lapisan Pengikat (Binder Course) dan
Lapisan Permukaan (Wearing Course)
Asphalt Concrete Wearing Course
Asphalt Concrete -Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas dan
berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya
tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan . Spesifikasi Umum Bina Marga, Divisi 6 dapat anda
download di Rak Kode.
Asphalt Concrete Binder Course
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course)
dan di atas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan
cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi
tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu
Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah
stabilitas.
Asphalt Concrete Base
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan
tersebut tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk
menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan. Perbedaan terletak pada
jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum
(1983) Laston Atas atau lapisan pondasi atas ( AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang
terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan
dalam keadaan panas. Lapis Pondasi (AC- Base ) mempunyai fungsi memberi dukungan lapis
permukaan; mengurangi regangan dan tegangan; menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi
jalan di bawahnya (Sub Grade)

Setelah memahami hal diatas, pertanyaan selanjutnya adalah dimanakah letak lapisan
aspal beton pada struktur lapisan perkerasan lentur?

Gambar 2. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


Lapisan perkerasan lentur adalah perkerasan yang memanfaatkan aspal sebagai bahan pengikat.
Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan meyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar. yang telah dipadatkan. Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis lapis
perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran homogen
antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Berdasarkan fungsinya
aspal beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser dan tekanan roda serta
memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan air.

Sebagai Lapis Pondasi atas

Sebagai Lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan dan
pemeliharaan jalan

Sesuai fungsinya maka lapis aspal beton atau perkerasan lentur mempunyai kandungan agregat
dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis pondasi, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah
cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang dipergunakan agak kasar
jika dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis aus atau lapisan permukaan.
Dari uraian singkat diatas, kita dapat mencermati konstruksi perkerasan lentur di sekitar kita.
Apakah sudah sesuai dengan hal tersebut? Jangan-jangan setelah lapisan tanah dasar, hanya
dengan lapis pondasi bawah kemudian langsung ditimpa wearing course saja, tanpa ada lapisan
pondasi atas? Lebih parah lagi jika lapisan tanah dasar tidak distabilisasi dulu atau jangan-jangan
tanah dasar tidak dipadatkan? Baca juga artikel saya tentang stabilisasi tanah.Hal tersebut akan
mempercepat kerusakan pada konstruksi jalan. Faktor yang tak kalah pentingnya dalam
menentukan keawetan jalan pada umur layannya adalah ada tidaknya drainase di kanan kiri
konstruksi jalan tersebut.

Salah siapa? Pemerintah? Benarkah? Pihak Kontraktor yang mengerjakan? Benarkah? DPR
dalam menerikan nilai anggaran? Benarkah? Jangan-jangan ada pihak -pihak yang tidak
mengetahui teknis tetapi memberikan intervensi? Ada suatu lapisan konstruksi yang diabaikan,
asalkan jalan terlihat hitam dan halus saja tanpa mempertimbangkan umur konstruksi tersebut?
Siapakah itu? Mari saling menyadari bersama-sama. Kita benahi bersama, jangan biarkan hal
tersebut berkepanjangan.

Mengenal Konstruksi Lapisan Aspal


Permasalahan yang terjadi pada perkerasan jalan raya di Indonesia saat ini adalah
kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas yang mengalami pertumbuhan sangat
cepat melampaui kemampuan layan perkerasan jalan, curah hujan yang tinggi dengan
sistem drainase yang belum dikelola dengan tepat dan proses pemadatan lapisan di atas
tanah dasar yang kurang baik. Permasalahan lain adalah ulah oknum pelaksana yang
seringkali sengaja menggurangi kualitas sehingga perkerasan jalan yang dihasilkan kurang
berkualitas sehingga tidak mampu berfungsi sesuai dengan umur rencana infrastruktur
tersebut. Perkerasan jalan dibedakan menjadi 2 yaitu perkerasan kaku (rigid pavement) dan
perkerasan lentur (flexible pavement), Baca juga

tulisan tentang salah satu faktor

penyebab kerusakan jalan. Pada tulisan saya kali ini mencoba membahas perkerasan lentur,
yaitu jalan aspal, lebih detailnya beton aspal (Asphalt Concrete)
Menurut Bina Marga (2007), Aspal beton merupakan campuran yang homogen antara
agregat (agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi atau filler) dan aspal sebagai
bahan pengikat yang mempunyai gradasi tertentu, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan
pada suhu tertentu untuk menerima beban lalu lintas yang tinggi.
Aspal beton (Asphalt Concrete) di Indonesia dikenal dengan Laston (Lapisan Aspal Beton)
yaitu lapis permukaan struktural atau lapis pondasi atas. Aspal beton terdiri atas 3 (tiga)
macam lapisan, yaitu Laston Lapis Aus ( Asphalt Concrete- Wearing Course atau AC-WC),
Laston Lapis Permukaan Antara ( Asphalt Concrete- Binder Course atau AC-BC) dan Laston
Lapis Pondasi ( Asphalt Concrete- Base atau AC-Base). Ketebalan nominal minimum masingmasing 4 Cm, 5 Cm, dan 6 Cm.

Gambar 1. Konstruksi Lapisan Pondasi Atas (Base), Lapisan Pengikat (Binder Course) dan
Lapisan Permukaan (Wearing Course)
Asphalt Concrete Wearing Course
Asphalt Concrete -Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas
dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat
menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan
menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan . Spesifikasi Umum Bina Marga,
Divisi 6 dapat anda download di Rak Kode.
Asphalt Concrete Binder Course
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing
Course) dan di atas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung
dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk
mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di
bawahnya

yaitu Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang terpenting pada

campuran ini adalah stabilitas.


Asphalt Concrete Base
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC),
perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki
stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan.
Perbedaan terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Menurut
Departemen Pekerjaan Umum (1983) Laston Atas atau lapisan pondasi atas ( AC- Base)
merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapis Pondasi (ACBase ) mempunyai fungsi memberi dukungan lapis permukaan; mengurangi regangan dan
tegangan; menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (Sub Grade)
Setelah memahami hal diatas, pertanyaan selanjutnya adalah dimanakah letak
lapisan aspal beton pada struktur lapisan perkerasan lentur?

Gambar 2. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


Lapisan perkerasan lentur adalah perkerasan yang memanfaatkan aspal sebagai bahan
pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan meyebarkan beban lalu lintas
ke tanah dasar. yang telah dipadatkan. Aspal beton campuran panas merupakan salah satu
jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan
campuran homogen antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.
Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser dan tekanan roda
serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan
air.

Sebagai Lapis Pondasi atas

Sebagai Lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan


dan pemeliharaan jalan
Sesuai fungsinya maka lapis aspal beton atau perkerasan lentur mempunyai kandungan
agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis pondasi, maka kadar aspal yang
dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air. Agregat
yang dipergunakan agak kasar jika dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi
sebagai lapis aus atau lapisan permukaan.
Dari uraian singkat diatas, kita dapat mencermati konstruksi perkerasan lentur di sekitar
kita. Apakah sudah sesuai dengan hal tersebut? Jangan-jangan setelah lapisan tanah dasar,
hanya dengan lapis pondasi bawah kemudian langsung ditimpa wearing course saja, tanpa
ada lapisan pondasi atas? Lebih parah lagi jika lapisan tanah dasar tidak distabilisasi dulu
atau jangan-jangan tanah dasar tidak dipadatkan? Baca juga artikel saya tentang stabilisasi
tanah.Hal tersebut akan mempercepat kerusakan pada konstruksi jalan. Faktor yang tak
kalah pentingnya dalam menentukan keawetan jalan pada umur layannya
tidaknya drainase di kanan kiri konstruksi jalan tersebut.

adalah ada

Salah siapa? Pemerintah? Benarkah? Pihak Kontraktor yang mengerjakan? Benarkah? DPR
dalam menerikan nilai anggaran? Benarkah? Jangan-jangan ada pihak -pihak yang tidak
mengetahui teknis tetapi memberikan intervensi? Ada suatu lapisan konstruksi yang
diabaikan, asalkan jalan terlihat hitam dan halus saja tanpa mempertimbangkan umur
konstruksi tersebut?
Siapakah itu? Mari saling menyadari bersama-sama. Kita benahi bersama, jangan biarkan
hal tersebut berkepanjangan.
Note : Jadilah pembaca yang baik, jika anda menganggap tulisan saya bermanfaat silahkan
dicopy atau anda sebar luaskan. Tentunya tetap mencantumkan sumbernya. Hargailah
kekayaan intelektual seseorang, maka orang lain pun akan menghormati anda.
Sumber:
Departemen Pekerjaan umum, 1983, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Pondasi Atas
(Laston Atas), Direktorat Jenderal Bina Marga.
Departemen Pekerjaan Umum, 2007, Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi 6
Perkerasan Aspal, Pusjatan-Puslitbang Pekerjaan Umum.

KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN


Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi
melaluisungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.
Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanyarintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,
alur sungai saluran irigasi dan pembuang .
Berikut beberapa jenis jembatan :
1.

Jembatan diatas sungai

2.

Jembatan diatas saluran sungai irigasi/ drainase

3.

Jembatan diatas lembah

4.

Jembatan diatas jalan yang ada / viaduct


Bagian-bagian Konstruksi Jembatan terdiri dari :

1.

Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)Konstruksi bagian atas jembatan meliputi


:

a.

Trotoir : - Sandaran + tiang sandaran-Peninggian trotoir / kerb-Konstruksi trotoir

b.

Lantai kendaraan + perkerasan

c.

Balok diafragma / ikatan melintang

d.

Balok gelagar

e.

Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)

f.

Perletakan (rol dan sendi)Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian atas
suatu jembatan, berfungsimenampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
orang, kendaraan, dll,kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.

2.

Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures) Konstruksi bagian bawah jembatan


meliuputi:

a.

Pangkal jembatan / abutment + pondasi

b.

Pilar / pier + pondasi


Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya
untuk menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian menyalurkan
kepondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.Pada umumnya suatu
bangunan jembatan terdiri dari empat bagian pokok, yaitu :

a.

Bangunan atas

b.

Landasan

c.

Bangunan bawah

d.

Pondasi

Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk
menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas
ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential
settlement
pada
sistem
strukturnya.
Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu
cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan
untuk
diselesaikan
secara
ekonomis
sesuai
dengan
jadwal
kerjanya.
Hal-hal berikut perlu dipertimbangkan
1.
Keadaan
2.
Batasan-batasan
akibat
konstruksi
3.
Keadaan
daerah

dalam pemilihan tipe pondasi:


tanah
pondasi
di
atasnya
(upper
structure)
sekitar
lokasi

4.
5.

Waktu
Kokoh,

dan
kaku

biaya
dan

pekerjaan
kuat

Umumnya kondisi tanah dasar pondasi mempunyai karakteristik yang bervariasi,


berbagai parameter yang mempengaruhi karakteristik tanah antara lain pengaruh
muka air tanah mengakibatkan berat volume tanah terendam air berbeda dengan
tanah
tidak
terendam
air
meskipun
jenis
tanah
sama.
Jenis tanah dengan karakteristik fisik dan mekanis masing-masing memberikan nilai
kuat dukung tanah yang berbeda-beda. Dengan demikian pemilihan tipe pondasi
yang akan digunakan harus disesuaikan dengan berbagai aspek dari tanah di lokasi
tempat
akan
dibangunnya
bangunan
tersebut.
Suatu pondasi harus direncanakan dengan baik, karena jika pondasi tidak
direncanakan dengan benar akan ada bagian yang mengalami penurunan yang
lebih
besar
dari
bagian
sekitarnya.
Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan suatu pondasi, yakni :
1. Pondasi harus ditempatkan dengan tepat, sehingga tidak longsor akibat
pengaruh
luar.
2.
Pondasi
harus
aman
dari
kelongsoran
daya
dukung.
3. Pondasi harus aman dari penurunan yang berlebihan.
Jenis pondasi ini terbuat dari batu belah ukuran 15 25 cm dengan batu pengunci.
Batu belah tersebut diatas diatur pada bagian lapisan pasir setebal 10 cm dengan
tujuan lapisan pasir dipakai untuk keperluan kemungkinan drainasi. PEngaturan
batu belah dilakukan dengan sistem manual dan diusahakan agar rongga-rongga
yang terjadi di antara batu belah tersebut sekecil mungkin. Untuk memperkuat
berdirinya batu belah tersebut, di sela-sela batu belah dipasang pasak-pasak batu
kemudian digilas. Batu-batuan yang kecil ditebarkan di bagian atasnya untuk
mengisi rongga-rongga yang terjadi di antara batu belah tersebut kemudian di
lakukan penggilasan lagi.

Gambar konstruksi Telford


Pada saat pelaksanaan penggilasan, kadang kala diberi air secukupnya dengan
tujuan agar batu-batu kecil dapat masuk ke dalam sela-sela batu belah yang ada.
Kekuatan jenis konstruksi telford ditimbulkan oleh gesekan antar batu-batu
tersebut, sehingga kekuatan konstruksi ini sangat tergantung pada bidang-bidang
kontak antar batu serta permukaan batu harus kasar. Semakin besar bidang kontak
dan semakin kasar permukaan batu, maka akan memberi daya dukung yang besar
pula. Maka untuk konstruksi Telford dipergunakan batu belah yang memberikan
gesekan yang lebih besar.Apabila bidang kontak permukaan batu tersebut kecil atau
tidak ada sama sekali maka konstruksi Telford akan rusak.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan pondasi Telford antara lain :
1. Penopang tepi pada pondasi terlepas
2. Batu yang dipakai ternyata tidak tahan aus
3. Beban yang diderita terlalu besar, sehingga gesekan yang tersedia untuk
melawan beban tersebut tidak mencukupi.
Pengertian Aspal Beton (Hot Mix)
Aspal Beton (Hotmix) adalah campuran agregat halus dengan agregat kasar, dan
bahan pengisi ( Filler ) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu panas
tinggi. Dengan komposisi yang diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis.
Berdasarkan bahan yang digunakan dan kebutuhan desain konstruksi jalan aspal
Beton mempunyai beberapa jenis Antara Lain:
Binder Course ( BC ) dengan tebal minimum 4cm biasanya digunakan sebagai lapis
kedua sebelum wearing course.
Asphalt Traeted Base ( ATB ) dengan tebal minimum 5 Cm digunakan sebagai lapis
pondasi atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / Tinggi.
Hot Roller Sheet ( HRS ) / Lataston / laston 3 dengan tebal penggelaran minimum 3
s/d 4 cm digunakan sebagai lapis permukaan konstruksi jalan dengan lalu lintas
sedang

( FG ) Fine Grade dengan tebal minimum 2.8 cm maks 3 cm bisanya digunakan


untuk jalan perumahan dengan beban rendah.
Sand Sheet dengan tebal Maximum 2.8 cm biasanya digunakan untuk jalan
perumahan dan perparkiran.
Wearing Course ( ACWC ) / Laston dengan tebal penggelaran minimum 4 Cm
digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas berat.

Aspal Beton (Hotmix) secara luas digunakan sebagai lapisan permukaan konstruksi
jalan dengan lalu lintas berat, sedang, ringan, dan lapangan terbang, dalam kondisi
segala macam cuaca
Kelebihan Aspal Beton Hot Mix :
Waktu pekerjaan yang relatif sangat cepat sehingga terciptanya efesiensi
waktu.
Lapisan konstruksi Aspal beton tidak peka terhadap air.
Dapat dilalui kendaraan setelah pelaksanaan penghamparan.
Mempunyai sifat flexible sehingga mempunyai kenyamanan bagi pengendara,
Pemeliharaan yang relative mudah dan murah.
Stabilitas yang tinggi sehingga dapat menahan beban lalu lintas tanpa
terjadinya deformasi

Karakteristik Aspal
Definisi dan Komposisi
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral. Bitumen
adalah bahan yang berwarna coklat hingga hitam, keras hingga cair mempunyai
sifat baik larut dalam Cs2 atau CCL4 dengan sempurna dan mempunyai sifat lunak

dan tidak larut dalam air, ter adalah bahan cair berwarna hitam tidak larut dalam
air, larut sempurna dalam Cs2 atau CCL4, mengandung zat-zat organik yang terdiri
dari gugusan aromat dan mempunyai sifat kekal.
Bitumen secara kimia terdiri aromat, Naphten dan alkan sebagai komponen
terpenting dan secara kimia fisika merupakan campuran colloid dimana butir-butir
yang merupakan komponen yang padat (disebut Asphaltene) berada dalam fase
cairan yang disebut Malten. Asphlatene terdiri campuran gugusan aromat Naphten
dan Alkan dengan berat molekul yang lebih tinggi, sedangkan Malten terdiri
campuran gugusan aromat. Napthen dan alkali dengan berat molekul yang lebih
rendah.

Jenis-Jenis Aspal
Aspal yang digunakan untuk bahan perkerasan jalan terdiri dari aspal alam
dan aspal buatan.
1.

Aspal alam

a. Aspal alam dapat dibedakan atas :

Aspal gunung (Rock Asphalt) contoh : aspal dari pulau Buton

Aspal danau (Lake Asphalt) contoh : aspal dari Bermudus Trinidat

b. Berdasarkan kemurniannya sebagai berikut :

Murni dan hampir murni (Bermuda Lake Asphalt)

Tercampur dengan mineral di Pylau Buton, Aspal gunung (Rock Asphalt) contoh :

aspal dari pulau Buton, Trinidat, Prancis dan Swiss


c. Berhubung aspal alam tidak mempunyai mutu tertentu penggunaan aspal tersebut
dapat dievaluasi dengan baik.
2.

Aspal buatan
Jenis ter dibuat dari proses pengolahan minyak bumi. Jadi bahan baku yang
dibuat untuk aspal pada umumnya adalah minyak bumi yang banyak mengandung
aspal.

Ter merupakan hasil penyulingan batu bara tidak umum digunakan untuk
perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras, peka terhadap temperature dan
beracun.
Aspal minyak bumi dengan bahan dasar dapat dibedakan atas :
a.

Aspal Keras

Aspal keras/panas (Asphalt Cement, Ac) adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan panas, aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan
temperatur ruang (25oC 30oC). Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung
dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya. Pengelompokan aspal
semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasan pada
temperatur 25oC ataupun berdasarkan nilai Visiositasnya.
Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasi.

AC per 40/50

yaitu AC dengan penetrasi antara 40 - 50

AC per 60/70

yaitu AC dengan penetrasi antara 60 - 70

AC per 84/100 yaitu AC dengan penetrasi antara 85 - 100

AC per 120/150 yaitu AC dengan penetrasi antara 120 - 150

AC per 200/300 yaitu AC dengan penetrasi antara 200 - 300

Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas (lalu
lintas dengan volume tinggi) sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dengan lalu lintas ber volume rendah.
Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi (60/70
dan 80/100)
b.

Aspal Cair

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil
penyulingan dengan minyak bumi, dengan demikian cut back aspal berbentuk cair

dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap


bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :

RC (Rapid Curing Cut Back)

Merupakan aspal (semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium).


RC merupakan Cut Back aspal yang paling cepat menguap.

MC (Medium Curing Cut Back)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental
seperti minyak tanah.

SC (Slow curing Cut Back)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti
solar, aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.
Berdasarkan jenis pelarut

3.

RC dari Ac + Premium

MC dari Ac + Bensin

SC dari + Solar
Aspal Emulsi

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi
berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi.
Dalam aspal emulsi Kationik dan anionic, kedua golongan tersebut masih
dipecahkan lagi menurut sifat labil sebagai berikut :
a. Kationik
Disebut juga aspal elmulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus
listrik negatif. Berdasarkan sifat labil dibedakan atas :

- (ML), labil Memisah dengan cepat, tidak dapat dipergunakan untuk campuran
sebelum dihampar.
- (MS) Agak Stabil, mempunyai

kestabilan sehingga dapatdipergunakan untuk

campuran dengan jenis-jenis batuan dan gradasi tertentu sebelum dihampar.


- (ML) Stabil, dapat dicampurkan dengan semua jenis batuan yang bisa digunakan
segala macam gradasi termasuk gradasi filler semen portland.
b. Katonik
Merupakan aspal emulsi yang bermuatan positif berdasarkan sifat bekerja dapat
dibedakan atas :
- (MCK) Bekerja Cepat

: Cepat bereaksi dengan batuan pada


terjadinya kontak dengan permukaan
jalan maupun batuan sehingga tidak
dapat batuan sebelum dihampar.

(MSK)

Bekerja

Kurang : Reaksi kurang cepat dengan batuan

Cepat

menyebabkan

jenis

digunakan

untuk

pencampuran

ini

dengan

dapat
pekerja,
bantuan

bergradasi kasar dan bersih.


- (MLK) Bekerja Lamban

: Karena reaksi lamban sekali maka


jenis ini dapat dipergunakan untuk
menampung

dengan

batuan

bergradasi halus mis : glury dan tidak


bersih.

c. Nonionik
Merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi berarti tidak menghantarkan
listrik. Selain pengelompokan menurut apa yang disebut di atas aspal emulsi dibagi
juga menurut viscositasnya. Berdasarkan geologi maka pembagian aspal emulsi

akan menyangkut kadar bitumen atau kadar air dan kandungannya karena kadar air
mempengaruhi viscositas.
-

(RS) Rapid Setting aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga

pengikatnya yang terjadi cepat.


-

(MS) Medium Setiing

(SS) Slow Setting, jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap.
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai

berikut :
1.

Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan

aggregat dan antara aspal itu sendiri.


2.

Bahan Pengisi, mengisi rongga antar butir-bitir aggregat dan pori yang

ada dari aggregat itu sendiri.


3.

Menutupi permukaan jalan hingga tidak berdebu

4.

Menambah stabilitas atau memberikan semacam bantalan antar batuan.

5.

Membuat permukaan jalan kedap air.

Berdasarkan fungsi aspal tersebut maka aspal harus mempunyai daya tahan (tidak
cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan
memberikan sifat elastis yang baik.

Spesifikasi Aspal
a.

Syarat Umum Aspal Keras

1. Aspal keras harus berasal dari hasil minyak bumi

2. Aspal keras harus mempunyai sifat sejenis, bebas air dan tidak berbusa jika
dipanaskan sampai 175oC.
3. Kadar paraffin dalam aspal tidak melebihi 2 %
b.

Syarat-Syarat Umum Aspal Cair

Spesifikasi meliputi tiga mutu aspal cair RC 70, RC 250 fan RC 800
1. Aspal cair harus berasal dari hasil minyak bumi
2. Aspal harus mempunyai sifat sejenis, bebas air dan tidak berbusa jika di
panaskan
3. Jika dipakai menunjukkan pemisahan atau penggumpalan
4. Kadar paraffin dalam aspal tidak melebihi 2 %.

Penggunaan Agregat Quary PT.Intrako Jalan Sorong-Makbon Km.16 Sebagai Agregat


Beton Aspal 1
Ardi La Madi
00:00
1 Komentar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Perkerasan Jalan
Persyaratan umum dari suatu jalan adalah dapatnya menyediakan lapisan

permukaan yang selalu rata dan kuat, serta menjamin keamanan yang tinggi untuk
masa hidup yang cukup lama, dan yang memerlukan pemeliharaan yang sekecilkecilnya dalam berbagai cuaca. Tingkatan sampai dimana kita akan memenuhi

persyaratan tersebut tergantung dari imbangan antara tingkat kebutuhan lalu


lintas, keadaan tanah serta iklim yang bersangkutan.
Sebagaimana telah dipahami bahwa yang dimaksud dengan perkerasan
adalah lapisan atas dari badan jalan yang dibuat dari bahan-bahan khusus yang
bersifat baik/konstruktif dari badan jalannya sendiri.
Berdasarkan bahan pengikat yang menyusunnya, konstruksi perkerasan
jalan dibedakan atas (Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, hal
4) :
a.

Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement), yaitu perkerasan yang


menggunakan aspal sebagi bahan pengikat di mana lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b.

Konstruksi

perkerasan

kaku

(Rigid

pavement),

yaitu

perkerasan

yang

menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat dimana pelat


beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau
tanpa lapis pondasi bawah sehingga beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh
pelat beton.
c.

Konstruksi perkerasan komposit (Composite pavement), yaitu perkerasan kaku


yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di
atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Dalam penulisan tugas akhir ini jenis konstruksi jalan yang digunakan
adalah konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement).
Bahan untuk perkerasan jalan umumnya terdiri dari banyak jenis pilihan.
Bahan kontruksi tersebut memiliki faktor konversi atau koefisien bahan masing-

masing. Material dan bahan-bahan umumnya mempunyai koefisien yang lebih


besar dibanding dengan tanpa bahan pengikat.
Jenis-jenis material untuk setiap lapisan perkerasan berbeda-beda namun secara
umum lapisan perkerasan jalan terdiri atas agregat, filler dan aspal.
Susunan lapisan perkerasan secara umum dapat dilihat pada gambar

Sumber : Konstruksi Jalan Raya, badan Penerbit PU


Gambar II 1. Susunan lapisan perkerasan jalan

II.1.

2.2

Agregat

Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, yang termasuk di
dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, trak dapur tinggi, abu (debu)
agregat. Agregat dibutuhkan pada lapisan struktur perkerasan karena merupakan
bahan utama pembuatan konstruksi perkerasan jalan dan juga merupakan bahan
yang paling dominan menghimpun kekuatan campuran untuk konstruksi jalan
(Sumber : Bambang Ismanto, Perancangan Perkerasan dan Bahan, hal 22) .

Agregat dapat kita bagi dalam tiga golongan umum yaitu :


a.

Agregat dari batuan beku ( vulcanic rock )


Agregat ini terjadi karena pendinginan dan pembekuan dari bahan-bahan yang
meleleh akibat panas ( magma bumi ).

b.

Agregat / batuan endapan ( sedimentary rock )


Agregat terjadi dari hasil endapan halus dari proses pelapukan batuan bebas,
tumbuh-tumbuhan dan binatang.

Dengan mengalami proses pelekatan dan

penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan endapan. Jenis agregat


endapan antara lain : batuan kapur, batuan silika ( quartsite ), batuan pasir.
c.

Agregat dari batuan methamorphik


Agregat terjadi akibat modifikasi (perubahan yang termasuk perubahan fisika /
kimia dari batuan endapan dan beku, sebagai hasil dari tekanan yang kuat akibat
gesekan bumi dan panas yang berlebihan ).
Sebagi contoh antara lain :

Batuan kapur, berubah menjadi marmer

Batuan pasir, berubah menjadi kwarsa.


Berdasarkan proses pengolahannya agregat/batuan yang digunakan dalam
perkerasan lentur dapat dibedakan atas :
a. Batuan Alam
Agregat yang dapat digunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit
proses pengolahan, dinamakan agregat alam. Agregat ini terbentuk melalui proses
erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses
pembentukannya. Aliran air sungai membentuk partikel-partikel yang bersudut
dengan permukaan yang kasar.
Dua bentuk agregat alam yang sering digunakan yaitu kerikil dan pasir. Kerikil
adalah agregat dengan ukuran partikel > inch (6,35 mm) sedangkan pasir adalah
agregat dengan ukuran partikel < inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm
(saringan no. 200). Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat dibedakan atas
pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu
agregat yang berasal dari sungai endapan sungai.
b. Agregat / batuan sebagai proses pengolahan tertentu
Agregat sebagai hasil suatu pengolahan tertentu meliputi kerikil atau agregat
lainnya yang telah pecah (crushed) dan disaring. Untuk lebih meningkatkan mutu
agregat baik yang menyangkut ukuran butiran, gradasi butiran maupun bentuk dan
susunan permukaan dari bulat ke bersudut, biasanya diolah dengan mesin pemecah

batu (stone crusher). Pemecahan agregat ini bagi agregat yang berasal dari
gunung,maupun dari sungai antara lain :

Agregat pecah, pada umumnya dari agregat gunung.

Crushed run, pada umumnya dari agregat asal pitbank-run .

c . Batuan Sintetis ( Buatan )


Agregat batuan yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran
0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan mesin
pemecah batu.
Berdasarkan besar partikel-partikel agregat,agregat dapat dibedakan atas:

Agregat kasar, agregat >4,75 mm menurut ASTM atau >2 mm AASHTO

Agregat halus, agregat <4,75 mm menurut ASTM atau <2 mm dan

>0,075

mm menurut AASTHO.

Abu batu mineral filler, agregat halus yang umumnya lolos saringan no. 200.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban
lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan
permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke
lapisan di bawahnya. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :

1.

Kekuatan dan keawetan ( Strengih and Durability ) lapisan perkerasan dipengaruhi


oleh :

a.

Gradasi

b.

Ukuran maksimum

c.

Kadar lempung

d.

Kekerasan dan ketahanan


e.
f.
2.

Bentuk butir
Tekstur permukaan
Kemampuan dilapisi aspal yang dengan baik, dipengaruhi oleh :

a.

Porositas

b.

Kemungkinan basah

c.

Jenis agregat

3.

Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan


aman dipengaruhi oleh :

a.

Tahanan geser (Skid Resistance )

b.

Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (Bitominoun Mix


Workability)
Agregat yang dipakai untuk perkerasan lapis permukaan harus mempunyai
gradasi yang menerus dari butir yang kasar sampai yang halus dan apabila
diperiksa dengan SNI harus memenuhi salah satu gradasi yang digunakan lapis
permukaan No. IV.

2.3

Bahan Pengisi ( Filler )


Bahan pengisi merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat

halus umumnya lolos saringan No.200.


Filler adalah bahan yng berfungsi mengurangi rongga, mengurangi permeabilitas
dan menambah kekuatan tarik pada campuran beton aspal. Menurut keputusan
menteri Pekerjaan Umum N0. 378/KPTS/1978 tentang pengesahan 33 standar
konstruksi bangunan Indonesia, bahan pengisi (filler) halus terdiri dari debu batu,
debu batu kapur, kapur padam, semen atau bahan non plastis lainnya.
Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari kotoran atau bahan lain
yang mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan harus
memenuhi gradasi bahan pengisi untuk beton aspal.
Adapun karakteristik yang harus dimiliki material filler adalah :

Tidak reaktif atau mengurai saat bercampur dengan aspal.

Tidak larut dalam air.

Tidak higroskopis.

Berwarna gelap (opoque) untuk menghindari masuknya sinar matahari yang


dapat mempercepat oksidasi aspal.

Tidak hancur saat proses pencampuran.


Semen biasa juga disebut Portland cemen ( PC ). Semen adalah suatu bahan

pengikat hidrolis yang dapat mengeras jika dicampur dengan air. Dalam proses
pemakaiannya misalnya pada pembuatan beton

( campuran pasir, kerikil,

semen dan air ), semen dan air akan mengalami proses kimia sedangkan pasir dan
kerikil pada dasarnya hanyalah bahan tambahan karena tidak bekerja aktif
didalamnya.
Penggunaan semen sebagai hasil produksi pabrik adalah :
1.
2.

Bahan pengikat dalam pembuatan beton ( pasangan, plesteran).


Untuk pembuatan elemen-elemen bangunan seperti: bahan penutup atap
(genteng, asbes) dan pipa beton.

3.

Sebagai filler pada campuran aspal untuk pembuatan struktur jalan.


Dalam penggunaan semen harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, artinya
sesuai dengan jenisnya. Adapun klasifikasi penggunaannya sebagai berikut :

a.

Kelas I

: Semen Portland untuk penggunaan umum dimana tidak memerlukan

persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan pada jenis lain.


b.

Kelas II

: Semen Portland untuk penggunaan tahan

terhadap sulfat dan panas

hidrasi.
c.

Kelas III : Semen Portland yang penggunaannya memerlukan kekuatan pada fase
permulaan setelah pengikatan terjadi.

d. Kelas IV
e.

Kelas V

: Semen Portland yang memerlukan panas hidrasi yang rendah.


: Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan yang

tinggi terhadap sulfat.


Semen portland terdiri atas beberapa jenis yaitu :
1.

Semen PortlandTahan Sulfat

Jenis PC ini mengandung trikalsium aluminat (C3A )tidak lebih dari 5 % ditambah
dengan beberapa mineral aktif (10 15 % )yang berfungsi untuk mengikat
trikalsium aluminat, sebelum bereaksi dengan sulfat
2.

Semen Portland Penambah Plastisitas


Jenis semen portland ini mengandung anggur ( vinas ) sulfat alkohol = HSO4
O2H5 sebanyak 0,1 atau 0,25 % dari beraty semen, dengan penambahan ini
selaput maka koloida yang mengedap oada butir-butir permukaan semen menjadi
lebih meresaap air, sehingga mengurangi gesekan butir-butir antara semen, jadi
menambah plastisitas pada adukan.

3.

Semen Portland Yang Tahan Lembab


Jenis semen portlad ini mengandung sabun nafka sebanyak 0,1 dan 0,2 dari berat
semen, atau asam minyak(C17H32CO.OH) sebanyak 0,1 % dari berat semen.
Denganpenambahan bahan ini, maka pada pernukaan butir-butir semen terbentuk
suatu selaput yang tahan lembab dan mengurangi sifat hidroskopis dari semen.

4.

Semen portlad Yang Mengeras Cepat


Jenis semen portland ini mempunyai sifat mengeras dengan cepat, jadi mempunyai
keteguhan mula yang tinggi.

5.

Semen Portlad Putih Dan Berwarna


Semen portland putih diperoleh dari penggilingan klingker putih, dan utuk mencapai
klingker putih ini, bahan dasarnya harus terpilih yaitu harus batu kapur murni
(warnanya putih) dan lempung putih dengan kadar oksida terutama kadar oksida
besi yang berwarna kotor yang rendah.

Pembakaran

bahan

dasar

ini

dilakukan

tanpa

pengotoran

oleh

abu-abu

pembakaran. Semen portland putih diperoleh dari penggilingan campuran klingker


putih dan mineral-mineral yang tahan alkali, seperti ekermeni besi dan lain-lain.
2.4

Aspal Minyak
Aspal minyak yaitu aspal yang dibuat/diperoleh dari residu pengilangan

minyak bumi, berwarna hitam terdiri dari hidrokarbon solid (asphaltene) dan
medium liquid

(maltene). Sifat aspal yang diperoleh dari residu pengilangan

minyak bumi bergantung pada sifat alam crude oil, karena aspal merupakan fraksi
berat yang tidak bisa diuapkan atau didestilasi.
Aspal minyak merupakan bahan hasil tambahan dari penyulingan (destilasi)
minyak bumi. Prosesnya dimulai dari minyak mentah yang dikeluarkan dari bumi,
dipanasi pada suhu 550oF. Kemudian karena pendinginan bertingkat akan didapat
beberapa jenis minyak sedang sisa endapannya (residu) diantaranya didapat aspal.
(Sumber: Bambang IsmantoPerancangan Perkerasan dan Bahan, hal 3).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas :

Aspal keras/panas (Asphalt Cement/AC).

Aspal cement atau biasa disebut aspal keras atau aspal panas adalah aspal murni
yang biasa disingkat dengan AC
Menurut derajat kekerasannya, aspal semen yang umumnya dipergunakan adalah :
1.
2.

AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi 40 50


AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi 60 70

3.

AC pen 80/100, yaitu AC dengan penetrasi 80 100

4.

AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi 120 150

5.

AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi 200 300


Aspal semen atau aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan didaerah
bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen
dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah yang bercuaca dingin atau lalu
lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya digunakan aspal semen
dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
Aspal minyak untuk lapis beton aspal harus terdiri dari salah satu aspal
keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila
dipanaskan sampai dengan 1750C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan Aspal
keras.

Aspal dingin/cair (Cut Back Asphalt)


Aspal cair adalah suatu campuran aspal semen dengan bahan pencair hasil

penyulingan minyak bumi. Aspal cair ini tidak segera mengeras sehingga lebih
mudah disemprotkan dan mempunyai cukup waktu untuk berpenetrasi atau
meresap pada celah-celah batuan.
Aspal cair sangat dipengaruhi oleh bahan pencair yang dipakai dan cepatnya
menguap serta perubahan kekentalan akibat perubahan temperatur.
Apabila bahan pencair digunakan premium atau bensin, aspal tersebut
dinamakan Rapid Curing (RC). Bila bahan pencair yang dipakai lebih kental, seperti

minyak tanah maka aspal disebut Medium Curing (MC). Bila bahan pencair lebih
kental lagi seperti solar, maka aspal tersebut menjadi Slow Curing (SC).
Ada dua macam untuk aspal cair, sebutan tersebut didasarkan hasil
pemeriksaan Viskositas Saybolt Furol. Sebutan pertama berdasarkan nilai viskositas
pada temperatur 60C, cut back aspal dapat dibedakan atas :
RC 30 60

MC 30 60

SC 30 60

RC 70 140

MC 70 140

SC 70 140

RC 250 500

MC 250 500

SC 250 500

RC 800 1600

MC 800 1600

SC 800 1600

RC 3000 6000

MC 3000 6000

SC 300 6000

Sebutan di atas mempunyai arti :


-

30 berarti batas kekentalan minimum 30 dan maks 60 cts

70 berarti batas kekentalan minimum 70 dan maks 140 cts

250 berarti batas kekentalan minimum 250 dan maks 500 cts

800 berarti batas kekentalan minimum 800 dan maks 1600 cts

3000 berarti batas kekentalan minimum 3000 dan maks 6000 cts

dan seterusnya.

Sebutan yang kedua berdasarkan tingkat kekentalan aspal cair yaitu


-

Grade 0 : antara 15 sampai 30 detik

Grade 1 : antara 40 sampai 80 detik

Grade 2 : antara 100 sampai 200 detik

Grade 3 : antara 250 sampai 500 detik

Grade 4 : antara 600 sampai 1200 detik

Grade 5 : antara 1500 sampi 3000 detik


Aspal RC yang mendapatkan pemeriksaan kekentalannya mendapatkan hasil
antara 15 30 detik disebut RC 0,begitu juga aspal MC 0,dan SC 0. Sedangkan
yang berada pada grade 1 disebut RC 1 dan SC 1 dan seterusnya.
Setiap

aspal

masing-masing

mempunyai

kekentalan

tersendiri.

Untuk

mengetahui kekentalan ini dapat diketahui dengan pemeriksaan Viscosity Kinematik


atau dengan percobaan Viscosity Saybolt Furol. Nilai dari hasil percoban ini disebut
indeks kekentalan, dimana semakin besar indeksnya semakin tinggi kekentalannya.

Aspal emulsi (Emultion Asphalt)


Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dengan menambahkan

bahan pengemulsi tertentu sehingga air dan aspal dapat bercampur.


Ada beberapa jenis aspal emulsi yang biasa dipergunakan yaitu :
Aspal emulsi anionik atau dinamakan juga aspal emulsi yang dipersiapkan dengan
bahan pengemulsi (pelarut) tertentu sehingga menghasilkan butir-butir aspal dalam
larutan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatif.

Aspal emulsi katonik atau dinamakan aspal emulsi asam adalah aspal emulsi yang
dipersiapkan dengan bahan pengemulsi (pelarut) tertentu sehingga menghasilkan
butir-butir aspal dalam larutan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positf.

Aspal Emulsi Nionik merupakan aspal emulsi yang dipersiapkan dengan bahan
tertentu sehingga menghasilkan butir aspal dalam larutan emulsi yang tidak
mengalami ionisasi atau tidak menghantarkan listrik.
Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik
dan kationik.
Pada aspal emulsi anionik dikenal tiga standar variasi umum dipergunakan yaitu :

Rapid setting (RS) yaitu jenis aspal emulsi yang cepat pemecahannya, sehingga akan
lebih cepat pula terjadi pengikatannya.
Medium setting (MS) yaitu jenis aspal emulsi yang agag lambat pemecahannya,
sehingga pengikatan sedikit lebih lambat.
Slow setting (SS) yaitu jenis aspal emulsi yang lambat pemecahannya.
Pada aspal emulsi katonik juga dikenal tiga standar variasi yaitu : CRS, CMS, dan
CSS.
2.5

Beton Aspal
Beton aspal adalah campuran antara agregat dengan aspal sebagai bahan
pengikat dan bahan pengisi (filler), yang

dicampur, dihampar dan dipadatkan

dalam keadaan panas atau dingin dengan suhu tertentu. Beton aspal juga
merupakan campuran yang digunakan untuk lapisan permukaan jalan. Pembuatan
beton aspal dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan yang mampu

memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan
kedap air.
Lapisan beton aspal terdiri atas tiga jenis, yaitu : laston Aus (BC) untuk lapis
permukaan, mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25,4 mm, laston Aus (WC)
untuk lapis perata atau laston atas mempunyai ukuran butir agregat maksimum
19,0 mm dan laston pondasi (ATB) untuk pondasi mempunyai ukuran butir agregat
maksimum 37,5 mm.( Sumber : Pusat Litbang Prasarana Transportasi Badan
Penelitian dan Pengembangan, Divisi 6, hal 6 19).
Berdasarkan fungsinya, beton aspal dapat diklasifikasikan sebagai berikut
( Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, hal 177):
-

Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser dan tekanan
roda serta lapisan kedap air dan dapat melindungi lapisan dibawahnya dari
rembesan air.

Sebagai lapis pondasi atas.


Sebagai

lapis

pembentukan

pondasi,

jika

dipergunakan

pada

pekerjaan

peningkatan dan pemeliharaan.


Untuk mendapatkan beton aspal yang bermutu tinggi, maka sebaiknya memenuhi
syarat syarat antara lain :
-

Campuran harus memiliki stabilitas yang tinggi, sanggup menahan beban lalu
lintas tanpa deformasi.

Tahan terhadap lenturan, tidak ada retak-retak pada lapisan campuran permukaan

Tahan lama/awet dan aus terhadap cuaca dan beban lalu lintas

Campuran harus nonstick/tidak slip selama masa pelayanan

Harus ekonomis.
Beton aspal terdiri dari beberapa material yang bercampur menjadi satu.
Adapun material penyusun dari pada beton aspal adalah

(Sumber DPU,

Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya hal 5) :
1.

Aspal
Pada campuran beton aspal, aspal berfungsi sebagai bahan pengikat yang mengikat
agregat satu dengan agregat yang lain, sehinga agregat satu dengan agregat yang
lain dapat saling mengunci (tidak dapat terpisah). Semakin baik aspal yang
digunakan maka daya lakatnya akan semakin baik pula.

2.

Agregat
Agregat merupakan material yang memiliki porsi paling besar yang digunakan
dalam campuran beton aspal. Dengan kata lain agregat merupakan material utama
penyusun campuran beton aspal. Kandungan agregat pada campuran beton aspal
berkisar antara 90 % - 95 % dari berat total atau 75 % - 85 % agregat berdasarkan
persentase volume.

3.

Bahan Pengisi (filler)


Bahan pengisi (filler) biasanya digunakan dalam campuran beton aspal dengan
tujuan untuk mengisi rongga ronga udara yang terdapat dalam campuran beton
aspal.

2.6

Pengujian Karakteristik Beton Aspal


Salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap sifat-sifat beton aspal
adalah rancangan campuran, baik itu pada saat pencampuran, penghamparan,
pemadatan, atau pada saat pemanfaatannya. Suatu rancangan campuran dengan
proporsi

tertentu

akan

menghasilkan

karakteristik

campuran

tertentu

pula.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh campuran beton aspal adalah (Sumber : Silvia
Sukirman, Perkersana Lentur Jalan Raya hal 178):
a. Stabilitas
Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan
menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk seperti gelombang, alur
maupun bleeding.
Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan menjadi kaku dan cepat
mengalami

retak,

disamping

itu

karena

volume

antara

agregat

kurang,

mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Hal ini menghasilkan film
aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitasnya
rendah,

dengan

demikian

stabilitas

yang

mengusahakan penggunaan :

Agregat dengan gradasi rapat

Agregat dengan permukaan kasar

Agregat berbentuk kubus

Aspal dengan penetrasi rendah

tinggi

dapat

diperoleh

dengan

Aspal dalam jumlah mencukupi untuk ikatan antar butir

b. Durabilitas (keawetan/daya tahan)


Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan mampu
menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu maupun
keausan akibat gesekan kendaraan. Faktor-faktor yang mempengaruhi durabilitas
lapisan beton aspal adalah:

Film atau selimut aspal. Film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis beton
aspal yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding yang tinggi.

VIM kecil sehingga hasil kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang
menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuk.

VMA besar sehingga, film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta
kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar.
Yang dimaksud dengan VIM (Void In Mix) adalah pori dalam campuran yang telah
dipadatkan atau banyaknya rongga udara yang dalam campuran beton aspal.
Sedangkan VMA (Void in Mix Agregate) adalah ruang diantara partikel agregat pada
suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidk
termasuk volume aspal yang cukup diserap agregat).

c. Fleksibilitas (kelenturan)
Fleksibilitas adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti deformasi yang
terjadi akibat beban lalulintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan
volume.

Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :

Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar.

Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi)

Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil

d. Tahan Geser/kekerasan (Skid Resistance)


Tahan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga
tidak mengalami slip, baik diwaktu hujan atau basah maupun diwaktu kering,
kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antar permukaan jalan dengan ban
kendaraan.

Tahan geser akan tinggi jika :

Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding

Penggunaan agregat berbentuk kubus

Penggunaan agregat kasar yang cukup

e. Ketahanan terhadap kelelehan


Ketahanan terhadap kelelehan adalah ketahanan dari lapisan beton aspal
dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur
(rutting) dan retak.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan adalah :

VIM yang tinggi yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan
kelelahan yang lebih cepat

VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis
perkerasan menjadi fleksible

f.

Kemudahan Pekerjaan (workability)


Yang dimaksud dengan kemudahan pekerjaan adalah mudahnya suatu
campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi
kepadatan yang diharapkan.
Faktor yang mempengaruhi dalam kemudahan pekerjaan adalah :

Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada
agregat bergradasi jelek

Temperatur campuran ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat


termoplastis

Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan yang


lebih sukar.
Dalam pengujian karakteristik beton aspal dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui sifat-sifat dari campuran beton aspal tersebut. Pengujian itu antara lain
dilakukan dengan uji stabilitas dengan alat uji Marshall (filler semen).
Agar diperoleh karakteristik campuran yang maksimal, maka harus dilakukan
pengujian pada kondisi dimana persentase aspal dari campuran adalah optimum.

2.7

Spesifikasi Bahan Untuk Beton Aspal

2.7.1

Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 atau 4,76 mm

dan harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet
dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai
berikut (Sumber : DPU, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk
Jalan Raya hal 3) :
a.

Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angles pada 500 putaran, maksimum
40 %

b.

Kelekatan dengan aspal minimum 95 %

c.

Jumlah berat butiran tertahan saringan No. 4 secara visual minimum 50 %

d.

Indeks kepipihan butiran tertahan dan 3/8 maksimum

e.

Penyerapan air maksimum 3 %

f.

25%.

Berat jenis curah (Bulk) minimum 2,5 (khusus untuk terak)


Bahan agregat kasar dalam keadaan kering setelah melalui percobaan analisa
saringan/gradasi harus memenuhi spesifikasi berikut :
Tabel II.1 Spesifikasi Agregat Kasar Beton Aspal
Ukuran Saringan

Persen Berat Yang Lolos

mm

ASTM

Batas atas

Batas tengah

Batas
bawah

20

100

100

100

12.7

100

65

30

9.5

3/8

55

27.5

4.76

No. 4

10

Sumber :
Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan raya,Departemen
Pekerjaan Umum, 1987.

Gambar II.2 grafik spesifikasi agregat kasar beton aspal (campuran normal)

Dalam keadaan apapun, agregat kasar yang kotor dan berdebu serta
mengandung partikel harus lolos ayakan No. 200 lebih besar dari 1% tidak boleh
digunakan.

2.7.2

Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,76 mm) dan

tertahan saringan No. 200 (0,075 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam, pasir
buatan, pasir terak atau gabungan dari bahan-bahan tersebut. Agregat halus harus
bersih, kering, kuat, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain

yang mengganggu serta terdiri dari buitr-butir yang bersudut tajam dan mempunyai
permukaan yang kasar.
Agregat halus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Petunjuk Pelaksanaan
Lapis Aspal Beton SKBI 1987, DPU) :
a.

Nilai sand equivalent minimum 50%

b.

Berat jenis semu (Apparent) minimum 2,5 gr/cm3

c.

Penyerapan agregat maksimum 3%


Tabel II.2 Gradasi Agregat Halus Beton Aspal
Ukuran Saringan

Persen Berat Yang Lolos

mm

ASTM

Batas atas

Batas tengah

Batas bawah

9.5

3/8

100

100

100

100

97.5

95

4.75

No. 4

1.18

No. 16

80

62.5

45

0.3

N0. 50

30

20

10

0.15

No. 100

10

Sumber : Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Jalan Raya, Malang, 2001

Gambar II.3 Grafik spesifikasi agregat halus beton aspal


Sumber : Spesifikasi Umum, Buku 3, Second Highway Sector Invesment, Direktorat Bina
Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum.

2.7.3

ahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat


halus umumnya lolos saringan No. 200. Menurut keputusan menteri pekerjaan
umum No. 378/KPTS/1978 tentang pengesahan 33 standar konstruksi bangunan
Indonesia, bahan pengisi (filler) harus terdiri dari debu batu, debu batu kapur, kapur
padam, semen dan bahan mineral non plastis.
Bahan pengisi harus kering dan bebas dari kotoran atau bahan lain yang
mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan basah harus
memenuhi gradasi seperti dalam Tabel II.4 berikut (Petunjuk Pelaksanaan Lapis
Aspal Beton SKBI 1987, DPU):

Tabel II.3 Gradasi bahan pengisi untuk beton aspal

Sumber :

Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan raya,Departemen


Pekerjaan Umum, 1987.

Gambar II.4 Grafik Gradasi Bahan Pengisi untuk Beton Aspal


2.7.4

Agregat Campuran
Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir yang

kasar sampai yang halus, dan apabila diperiksa dengan SNI harus memenuhi salah
satu gradasi yang tercantum pada Tabel II.4 Agregat campuran yang diperoleh dari
hasil pencampuran menurut proporsi yang diperlukan untuk rumusan campuran
kerja, harus mempunyai eqivalensi pasir minimal 50%.

Tabel II.4 Batas-Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran


No.
Campur
an
Gradasi/
Tekstur

II

III

IV

VI

VII

VIII

IX

XI

kasa
r

kasa
r

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

rapa
t

2040

2550

2040

2550

4065

5075

4050

2040

4065

4065

4050

Tebal
Padat(m
m)
Ukuran
% Berat Yang Lolos Saringan

Saringa
n
1
(38,1m
m)

100

100

90100

100

100

100

100

80100

82100

100

85100

85100

100

100

75100

100

80100

7290

80100

100

75100

6080

80100

7090

6090

6585

5678

7492

3555

3555

5575

5070

4865

5270

5472

6280

4565

3860

4870

2035

2035

3550

3550

3550

4056

4258

4460

3454

2747

3553

1.0
(25,4m
m)

(19,1m
m)

(12,7m
m)
3/8
(9,52m
m)
No. 4
(4,76m
m)
No. 8
(2,38m
m)

No. 30
1020

1022

1829

1829

1930

2436

2638

2840

2035

1328

1530

6-16

6-16

1323

1323

1323

1626

1828

2030

1626

9-20

1020

4-12

4-12

8-16

8-16

7-15

1018

1220

1220

1018

2-8

2-8

4-10

4-10

1-8

6-12

6-12

6-12

5-10

4-8

4-9

(0,59m
m)
No. 50
(0,279m
m)
No. 100
(0,149m
m)
No. 200
(0,074m
m)

Sumber :Petunjuk Pelaksanaan LASTON SKBI 1987 DPU.


Catatan :
Nomor campuran I,III,IV,VI,VII,VIII,IX,X dan XI digunakan untuk lapisan permukaan.
Nomor campuran II dan V digunakan untuk lapisan permukaan, perata (Leveling) dan
lapisan antara (Binder).

2.7.5 Bahan pengikat (Aspal minyak)


Aspal minyak untuk Lapis Beton aspal harus terdiri dari salah satu aspal keras
penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan
sampai dengan 1700C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sebagaimana
tercantum pada Tabel II.5 Persyaratan Aspal Keras.

Tabel II.5 Persyaratan Aspal Keras

No.

Jenis
Pemeriksaa
n

Spesifikasi
Metode
Pemeriksaan

Pen. 60 / 70
Min

Maks

Satua
n

Penetrasi (100
gr,25oC,5 dtk)

SNI 06-24561991

60

79

0.1mm

Titik lembek

SNI 06-24341991

48

58

Titik nyala dan


titik bakar

SNI 06-24331991

200

Kehilangan
berat

SNI M-29-1990F

0.8

% berat

Daktilitas

SNI 06-24321991

100

Cm

Penetrasi
setelah
kehilangan
berat

SNI 06-24561991

54

% sml

Berat jenis

SNI 06-24411991

gr/cc

Kelekatan

SNI 03-24391991

95

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Beton aspal (LASTON) untuk jalan raya 1987
dan Panduan Praktikum Jalan Raya dan Aspal.

Apabila dilakukan cara Marshall harus memenuhi persyaratan campuran beton


aspal seperti ditunjukkan pada Tabel II.6.

Tabel II.6 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Beton Aspal

Sifat Sifat Campuran

Penyerapan Aspal (%)

Ma

Lataston

Kls A &

BC

Laston
WC

Mi

BC

Bas
e

2,0

1,7

50

75

3,0

3,0

1,2

Jumlah tumbukan per bidang


Rongga dalam campuran (%)

Latasir

75

112
3,5

n
Ma
x
Rongga dalam Agregat

Mi

(VMA) (%)

Rongga terisis aspal (%)

Stabilitas Marshall (%)

Mi

Mi

n
Ma

Mi

Mi

perendaman 24 jam, 60C

pada kepadatan membal


(refusal)

17

75

68

200

800

Mi
n

5,5

15

14

13

65

63

60
150

800

2
3

250

300

3
80

250

75

75

75

2,5

Stabilitas Sisa (%) setelah

Rongga dalam campuran (%)

18

x
Marshall Quotient (kg/mm)

20

Mi
Pelelehan (mm)

6,0

6,0

Sumber : Divisi 6 Perkerasan Aspal, Spesifikasi Umum Bidang Umum dan Jembatan, 2005

2.8

Rancangan Campuran Beton Aspal ( Mix Design Beton aspal )


Metode rancangan campuran beton aspal yang digunakan adalah rancangan
campuran aspal panas (Hot mix) yaitu suatu campuran yang terdiri dari komponenkomponen agregat yang merupakan komponen terbesar dalam campuran dan
bahan pengikatnya aspal dimana cara pencampurannya melalui proses pemanasan.

Perencanaan campuran beton aspal yang digunakan berdasarkan metode


Marshall, dengan metode ini kita dapat menentukan jumlah pemakaian aspal yang
tepat sehingga dapat menghasilkan komposisi yang baik antara agregat dengan
aspal sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang ditentukan.
Komposisi rancangan campuran didasarkan pada gradasi agregat campuran
yang dipilih. Komposisi rancangan campuran agregat dibagi atas tiga fraksi yaitu :
fraksi agregat kasar, fraksi agregat halus, dan fraksi bahan pengisi. Dimana ukuran
dari setiap fraksi didasarkan pada standar Petunjuk Pelaksanaan Lapis Beton aspal
(LASTON)

No.378/KPTS/1987,

Direktorat

Jenderal

Bina

Marga,

Departemen

Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

2.9

Pengujian Perendaman Marshall


Pengujian perendaman Marshall bertujuan untuk menentukan ketahanan /
stabilitas dan kelelehan praktis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan adalah
kemampuan menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis, dinyatakan dalam
satuan kilogram atau pound. Dengan kata lain stabilitas marshall dimaksudkan
sebagai beban maksimum yang dapat diterima oleh campuran sebelum runtuh.
Sedangkan kelelehan plastis adalah perubahan bentuk campuran aspal yang terjadi
akibat suatu beban hingga batas runtuh, yang dinyatakan dalam mm atau 0,01.
Prosedur pengujian perendaman marshall mengikuti rujukan AASHTO T 2451997 dan RSNI M-01-2003. Proses perendaman benda uji dilakukan pada suhu 60C
selama

30-45 menit dan

24 jam dan melakukan pengujian Marshall untuk

mengetahui sifat mekanik benda uji yaitu stabilitas dan flow.

2.10 Pengujian Marshall


Kinerja campuran beton aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat
pemeriksaan Marshall Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce
Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh

U.S Corps of

Engineer. Saat ini

pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur AASTHO T 245-1997 atau

RSNI M-01-

2003.
Pengujian Marshall ( Marshall Test ) adalah suatu metode pengujian mengukur
untuk mengukur ketahanan (Stabilitas) dan kelelehan plastis (flow) campuran
beraspal.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring
(cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pound. Proving ring
dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas
campuran, disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur
kelelehan plastis (flow).
Dari proses pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh data-data sebagai
berikut :
a.

Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan desimal.

b.

Berat volume, dinyatakan dalam ton/m3.

c.

Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukkan kekuatan,


ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting).

d.

Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01. Flow merupakan


indikator terhadap lentur.

e.

VIM, persen rongga dalam campuran. VIM merupakan indikator dari durabilitas,
kemungkinan bleeding.

f.

VMA, persen rongga dalam agregat, dinyatakan dalam bilangan bulat. VMA
bersama VIM merupakan indikator dari durabilitas.

g.

Quetiont Marshall, merupakan hasil bagi antara stabilitas dan flow, dinyatakan
dalam kg/mm.

h.

Tebal lapis aspal (flim asphalt), dinyatakan dalam mm.

i.

Kadar aspal efektif, dinyatakan dalam bilangan desimal.

Anda mungkin juga menyukai