Anda di halaman 1dari 11

27

BAB 4
A A S H T 0 ‘93
4.1. UMUM.
Pedoman ini meliputi beberapa modifikasi terhadap pedoman AASHTO 1972.

Berikut ini adalah modifikasi terhadap prosedur desain perkerasan lentur:


a. Nilai Soil Support diganti dengan modulus resilient untuk menyiapkan prosedur pengujian
yang sering dilakukan, untuk menentukan sifat-sifat material.
b. Koefisien Lapis untuk bermacam-macam material ditentukan dari modulus resilient seperti
juga metode standar CBR dan R-value.
c. Faktor lingkungan seperti cuaca dan temperatur secara objektif dimasukkan ke dalam
pedoman sehingga pertimbangan lingkungan dapat diperhitungkan dalam prosedur desain.
Pendekatan ini menggantikan faktor regional yang subjektif pada pedoman sebelumnya.
d. Reliabilitas diperkenalkan agar perencana dapat memakai konsep analisis risiko untuk
pelbagai kelas jalan.
e. Prosedur desain konstruksi bertahap ikut dimasukkan.

Modifikasi berikut ini dilakukan pada prosedur desain perkerasan kaku:


a. Konsep reliabilitas yang identik dengan perkerasan lentur juga diperkenalkan.
b. Aspek desain lingkungan juga diperkenalkan seperti pada perkerasan lentur.
c. Prosedur desain dimodifikasi untuk mengikut sertakan faktor-faktor seperti bahu terikat (tied
shoulder), erosi sub-base dan sub-base yang didesain dengan lean concrete.

4.2. VARIABEL DESAIN.


4.2.1. BATASAN WAKTU.
Bagian ini membahas pemilihan input performance period (umur rencana) dan input analysis
period (umur analisis) yang mempengaruhi atau membatasi desain perkerasan dari dimensi
waktu.
Performance Period adalah periode waktu sejak jalan dibuka untuk lalu-lintas hingga
rehabilitasi yang pertama atau waktu antara dua rehabilitasi (Design Period).

Analysis Period adalah periode waktu saat mana analisis dilakukan. Analysis Period analog
dengan Design Life.
Dulu, perkerasan secara tipikal didesain dan dianalisis untuk umur rencana 20 tahun. Sekarang
direkomendasikan untuk menggunakan umur analisis yang lebih panjang karena akan lebih
tepat jika mengevaluasi strategi jangka panjang berdasarkan “life-cycle costs”. Umur analisis
harus meliputi satu kali rehabilitasi.

Tabel 4.1. Umur Analisis.


Kondisi Jalan Umur Analisis (tahun)
High-volume urban 30 – 50
High-volume rural 20 – 50
Low-volume paved 15 – 25
Low-volume aggregate paved 10 – 20
28

4.2.2. LALU-LINTAS.
Prosedur desain untuk jalan raya (highway) dan jalan volume rendah didasarkan atas kumulatif
ekivalen beban sumbu tunggal 18 kip (ESAL) yang diharapkan selama umur analisis (W18).

Umumnya lalu-lintas yang diprediksi oleh perencana adalah kumulatif ESAL 18-kip per dua
arah, sedangkan perancang perkerasan membutuhkan jumlah sumbu pada lajur rencana.
Karena itu perancang harus mendistribusikan beban lalu-lintas pada masing-masing arah dan
pada lajur rencana.

W18 = DD x DL x W18

Dengan: DD = faktor distribusi arah (DD = 0,3 – 0,7), pada umumnya 0,5.
DL = faktor distribusi lajur.
W18 = jumlah lalu-lintas pada lajur rencana.
W18 = kumulatif ESAL-18 kip per dua arah selama periode analisis.

Tabel 4.2. Faktor DL.


Jumlah Lajur pada tiap-tiap arah Persen ESAL 18-kip pada lajur rencana.
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75

4.2.3. RELIABILITAS.
Konsep reliabilitas berdasarkan atas pemahaman bahwa di dalam proses desain telah
dipertimbangkan derajat kepastian (degree of certainty) agar lebih meyakinkan bermacam-
macam desain dapat memenuhi umur analisis. Untuk itu, maka telah dipersiapkan Tingkat
Reliabilitas (Level of Reliability) (R) untuk bermacam-macam kelas jalan.

Tabel 4.3. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas.


Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk jalan
Klasifikasi Fungsional
Urban Rural
Interstate and Other Freeways 85 – 99,9 80 – 99,9
Arteri Primer 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80

Tahapan pemakaian konsep reliabilitas:


1. Tetapkan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan kondisi lokasi jalan, rural atau urban.
2. Pilih tingkat reliabilitas R.
3. Pilih standar deviasi,S0, yang mewakili kondisi lokal. Dari AASHO Road Test, S0 = 0,35,
tanpa kesalahan lalu-lintas. Total Standar Deviasi untuk lalu-lintas, S0 = 0,45.
29

4.2.4. PENGARUH LINGKUNGAN.


Lingkungan dapat mempengaruhi kinerja perkerasan dalam berbagai cara. Perubahan
temperatur dan cuaca dapat mempengaruhi kekuatan, keawetan, dan kapasitas daya-dukung
beban dari perkerasan dan material tanah dasar. Dampak lingkungan utama lainnya seperti
pengaruh langsung pada swelling tanah dasar, blowups perkerasan, dan lain-lain dapat
menyebabkan kehilangan kualitas (riding quality) dan pelayanan (serviceability).
4.3. KRITERIA KINERJA (PERFORMANCE CRITERIA).
Pelayanan perkerasan didefinisikan sebagai kemampuan jalan melayani lalu-lintas yang
menggunakannya. Ukuran tingkat pelayanan adalah Present Serviceability Index (PSI) dengan
nilai 0 – 5. (5 untuk jalan yang sempurna).

Pemilihan PSI terendah yang diijinkan atau terminal serviceability index (p t) didasarkan atas
index terendah yang dapat ditoleransi sebelum rehabilitasi, resurfacing atau rekonstruksi
diperlukan.
pt > 2,5 diusulkan untuk jalan raya utama.
pt = 2,0 diusulkan untuk jalan raya dengan volume lalu-lintas rendah.

Kriteria lain untuk menetapkan pt minimum adalah penerimaan masyarakat (public acceptance).
Penelitian atas data AASHO Road Test menunjukkan hasil seperti Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Penerimaan Masyarakat


pt Persen Masyarakat Yang Tidak Menerima
3,0 12
2,5 55
2,0 85

Untuk Jalan Minor, yang didominasi faktor ekonomi, dianjurkan untuk menurunkan periode
desain atau volume lalu-lintas total daripada mendesain dengan pt kurang dari 2,0.
Dari AASHO Road Test : p0 = 4,2.

Jadi perubahan tingkat pelayanan = ∆ PSI = p0 – pt .

4.4. KARAKTERISTIK MATERIAL UNTUK DESAIN STRUKTUR.


4.4.1. MODULUS RESILIENT EFEKTIF TANAH DASAR.
Karakteristik material untuk desain struktur didasarkan pada modulus elastis atau modulus
resilient. Untuk material tanah dasar, uji laboratorium modulus resilient (AASHO T 274) harus
dilakukan pada benda uji yang mewakili kondisi musiman selama setahun. Alternatifnya,nilai
modulus resilient musiman harus ditentukan memakai korelasi dengan karakteristik tanah
seperti kadar lempung, kadar air, PI dan lain-lain.
Tujuan mengidentifikasi modulus musiman adalah untuk menentukan kerusakan relatif (Relative
Damage) perkerasan dalam tiap musim dan memperbaikinya sebagai bagian dari keseluruhan
desain.
Modulus resilient tanah dasar efektif kemudian ditetapkan yaitu yang ekivalen dengan nilai
modulus yang dipengaruhi oleh kondisi musiman.
30

Modulus Resilient musiman = Mr = 1500 x CBR (psi).

Kerusakan Relatif = uf = 1,18 x 108 x Mr-2,32.

Modulus Resilient Efektif dapat diperoleh dengan menggunakan uf rata-rata setahun.

Contoh Penentuan Modulus Resilient Efektif Tanah Dasar.


Modulus
Relative
Tanah
Bulan Damage
Dasar
Uf
Mr (psi)
Jan 20.000 0.01
Feb 20.000 0.01
Mar 2.500 1.51
Apr 4.000 0.51
Mei 4.000 0.51
June 7.000 0.13
Juli 7.000 0.13
Agus 7.000 0.13
Sept 7.000 0.13
Okt 7.000 0.13
Nov 4.000 0.51
Des 20.000 0.01
∑uf 3.72

∑ u f = 3. 72 =0 .31
uf = n 12
Modulus Resilient Efektif Tanah Dasar, Mr = 5000 psi.

4.4.2. KOEFISIEN LAPISAN.


Koefisien lapisan menyatakan hubungan empiris antara SN dan tebal dan merupakan ukuran
kemampuan relatif material untuk berfungsi sebagai komponen struktural perkerasan.
Persamaan umumnya adalah sebagai berikut:
SN =∑ a i D i
i=1
Koefisien lapisan tergantung atas tebal, daya dukung bagian bawahnya, kedudukan pada
struktur perkerasan.

Koefisien struktur lapis permukaan beton aspal bergradasi rapat didasarkan atas modulus
elastis (resilient) (EAC) pada temperature 680 F (= 200 C). Direkomendasikan untuk berhati-hati
jika memakai nilai modulus yang lebih besar dari 450.000 psi. Meskipun modulus beton aspal
yang lebih besar akan menghasilkan beton aspal yang lebih kaku dan lebih tahan terhadap
lentur, namun bahan itu lebih peka terhadap temperatur dan retak kelelahan.
31

Gambar 4.1. Hubungan a1 – EAC.

Koefisien Struktur lapis base dapat diestimasi dari empat hasil tes laboratorium atas material
base berbutir, termasuk diantaranya adalah modulus resilient. Hubungan antara koefisien lapis
base dengan modulus resilient dinyatakan sebagai berikut:

a2 = 0,249 (log EBS) – 0,977

Gambar 4.2. Hubungan a2 – Euntreated-base.

Jika digunakan material beraspal pada lapis base, maka koefisien struktur lapis base dapat
diestimasi dari modulus elastis, EBS, atau alternatif lain yaitu dari nilai stabilitas Marshall.
32

Gambar 4.3. Hubungan a2 – Ebituminous Treated Base.

Gambar 4.4. Hubungan a3 – Esubbase.


33

Koefisien Struktur lapis sub-base diestimasi seperti koefisien lapis base, yaitu dari empat hasil
tes laboratorium atas material sub-base berbutir, termasuk diantaranya adalah modulus
resilient.
Hubungan antara koefisien lapis sub-base dengan modulus resilient dinyatakan sebagai berikut:

a3 = 0,227 (log ESB) – 0,839.

4.4.3. DRAINASE.
Perancang dapat mengidentifikasi tingkat atau kualitas drainase yang diharapkannya dari satu
kondisi drainase tertentu yang dipilihnya.

Tabel 4.5. Tingkat Drainase.


Kualitas Drainase Lamanya Air Hilang
Excellent 2 jam
Good 1 hari
Fair 1 minggu
Poor 1 bulan
Very poor Air tidak terdrainase.

Tingkat drainase yang diharapkan pada perkerasan lentur dicapai dengan memodifikasi
koefisien lapisan. Faktor untuk memodifikasi koefisien lapisan dinyatakan dengan nilai m i dan
diintegrasikan ke dalam persamaan SN sebagai berikut:

SN = a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3 m3.

Pengaruh drainase pada lapis permukaan beton aspal tidak diperhitungkan.


Tabel 4.6 dari AASHTO (1993) menyatakan rekomendasi nilai mi sebagai fungsi kualitas
drainase dan persen waktu dalam satu tahun, struktur perkerasan biasanya berada pada
kondisi jenuh.

Tabel 4.6. Rekomendasi Nilai mi .


Persen Waktu Dalam Satu Tahun, Struktur Perkerasan Berada Pada
Kualitas
Kondisi Jenuh.
Drainase
<1% 1–5% 5 – 25 % >25%
Excellent 1,40 – 1,35 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,20
Good 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00
Fair 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80
Poor 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,60
Very poor 1,05 – 0,95 0,95 – 0,75 0,75 – 0,40 0,40

4.5. DESAIN STRUKTUR PERKERASAN.


4.5.1. PENENTUAN ANGKA STRUKTUR (SN).
Penentuan SN untuk kondisi tertentu direkomendasikan menggunakan Nomogram, dan
mengikuti proses sebagai berikut:
1. Tentukan lalu-lintas yang akan datang, W18 selama umur rencana.
34

2. Tentukan reliabilitas R, dengan asumsi semua input merupakan nilai rata-rata.


3. Tentukan overall standard deviation, S0.
4. Tentukan modulus resilient efektif material tanah dasar.
5. Tentukan design serviceability loss, ∆ PSI = p0 – pt.

Gambar 4.5. Nomogram Perancangan Perkerasan Lentur.

4.5.2. PENENTUAN TEBAL LAPISAN.


Jika angka struktur (SN) desain telah diperoleh, maka perlu untuk mengidentifikasi seperangkat
tebal lapisan yang jika dikombinasikan akan menghasilkan kapasitas dukung beban yang
sesuai dengan SN desain.
Persamaan berikut menyediakan dasar untuk mengkonversi SN menjadi tebal aktual lapis
permukaan, lapis base dan lapis sub-base.

SN = a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3 m3.
Dengan:
a.. = koefisien lapisan.
D..= tebal aktual.
m..= koefisien drainase.

Tebal lapisan perkerasan harus dibulatkan ke ½ inci terdekat dan dalam pemilihan nilainya
perlu mempertimbangkan keefektifan biaya konstruksi dan batasan-batasan pemeliharaan
untuk menghindarkan kemungkinan menghasilkan desain yang tidak praktis.
35

Dari sudut pandang keefektifan biaya, jika ratio biaya lapis 1 dan lapis 2 lebih kecil dari ratio
koefisien lapis dikalikan koefisien drainase 1 dan 2, maka desain ekonomis yang optimum
adalah desain yang menggunakan tebal base yang minimum.
Karena pada umumnya tidak praktis dan tidak ekonomis memakai tebal lapis permukaan, base
dan sub-base lebih kecil dari tebal minimum, maka berikut ini adalah tebal minimum praktis
untuk tiap lapis perkerasan.

Tabel 4.7. Tebal Minimum (inci).


ESAL Beton Aspal Base Agregat.
<50.000 1,0 (atau surface treatment) 4
50.001 – 150.000 2,0 4
150.001 – 500.000 2,5 4
500.001 – 2.000.000 3,0 6
2.000.001 – 7.000.000 3,5 6
>7.000.000 4,0 6

4.5.3. ANALISIS DESAIN LAPISAN.


Harus dipahami, bahwa untuk perkerasan lentur, strukturnya adalah system berlapis dan harus
didesain berlapis.
Pertama, angka struktur yang dibutuhkan di atas tanah dasar harus dihitung. Dengan cara yang
sama, angka struktur yang dibutuhkan di atas lapis base dan di atas lapis sub-base harus juga
dihitung menggunakan nilai kekuatan masing-masing.
Dengan menggunakan perbedaan nilai angka struktur yang diperlukan di atas tiap lapis, tebal
ijin minimum tiap lapis dapat dihitung. Sebagai contoh, angka struktur ijin minimum untuk
material sub-base adalah angka struktur yang dibutuhkan di atas tanah dasar dikurangi angka
struktur yang dibutuhkan di atas sub-base. Dengan cara yang sama, angka struktur lapisan lain
dapat ditentukan dan kemudian tebal masing-masing lapisan dapat dihitung.

Harus dipahami juga bahwa prosedur ini tidak boleh untuk menentukan nilai SN yang
diperlukan di atas material base dan sub-base yang mempunyai modulus resilient yang lebih
besar dari 40.000 psi. Untuk kasus tersebut, tebal lapisan di atas material bermodulus tinggi
harus dihitung berdasarkan efektifitas biaya dan pertimbangan tebal praktis minimum.

SN1 Surface Course D1

SN2 Base Course D2

SN3 Sub-base Course D3

Tanah Dasar
36

SN 1
D1 ≥
SN 1 =a 1 D 1 ≥SN 1
¿

a1 >>>>>>> >>>>>>>
¿ ¿

SN 2 −SN 1 ¿

D2 ≥
SN 1 +SN 2 ≥SN 2
¿
a 2 m2 >>>>>>>>>
¿ ¿

SN 3 −( SN 1 + SN 2 )
¿ ¿

D3 ≥
¿

a3 m 3 .
Dengan:
a. a, D,m, dan SN adalah nilai minimum yang diperlukan.
b. Tanda bintang (*) pada D dan SN menyatakan nilai aktual.

4.6. PENENTUAN EKIVALEN BEBAN SUMBU TUNGGAL.


Untuk menghitung ESAL pada perancangan proyek tertentu, lebih nyaman mengkonversikan
estimasi distribusi lalu-lintas ke dalam faktor beban truk (truck load factor). Terdapat dua
metode untuk menghitung faktor beban truk.

1. Jika informasi beban sumbu bisa diperoleh dari stasion timbang yang diasumsikan mewakili
lalu-lintas untuk perkerasan yang akan didesain, faktor beban truk dapat dihitung langsung.
Sebagai contoh, asumsikan data pada Tabel 4.8 merupakan hasil penimbangan 165 truk
semi-trailer 5-sumbu pada suatu stasion timbang. Perlu dicatat bahwa faktor beban truk ini
didasarkan atas terminal serviceability pt = 2,5 dan angka struktur SN = 5,0.

Tabel 4.8. Perhitungan Faktor Beban Truk.


Faktor Ekivalen
Beban Sumbu
Ekivalen Jumlah Sumbu Beban Sumbu
(lbs)
Beban 18 kip.
Sumbu Tunggal:
<3.000 0,0002 0 0,000
3.000 – 6.999 0,0050 1 0,005
7.000 – 7.999 0,0320 6 0,192
8.000 – 11.999 0,0870 144 12,528
12.000 – 15.999 0,3600 16 5,760
26.000 – 29.999 5,3890 1 5,3890

SumbuTandem:
<6.000 0,0100 0 0,000
6.000 – 11.999 0,0100 14 0,140
12.000 – 17.999 0,0440 21 0,924
18.000 – 23.999 0,1480 44 6,512
24.000 – 29.999 0,4260 42 17,892
30.000 – 32.000 0,7530 44 33,132
32.001 – 32.500 0,8850 21 18,585
32.501 – 33.999 1,0020 101 101,202
34.000 – 35.999 1,2300 43 52,890
Total Ekivalen Beban Sumbu 18 kip = 255,151
Faktor Beban Truk = 255,151 / 165 = 1,5464.
37

2. Jika informasi beban tidak dapat diperoleh langsung dari stasion timbang, perlu
menggunakan nilai representatif bagi tiap-tiap kelas truk. Di sini, tidak ada penyesuaian
pelayanan ataupun tebal. Metode ini paling sering digunakan.

Tabel 4.9. Contoh Penentuan Ekivalen Beban Sumbu Tunggal 18 kip.


Lokasi: Contoh 1. Umur Analisis = 20 tahun
Asumsi SN atau D = 9”
Faktor *) Kumulatif
Faktor ESAL
Jenis Kend. LHR Pertumbuha Lalu-lintas
ESAL Desain
n Desain **)
g = 2%
Mobil Penumpang 5.925 24,30 52.551.787 0,0008 42.041
Bus 35 24,30 310.433 0,6806 211.280
Panel and pickup Trucks 1.135 24,30 10.066.882 0,0122 122.816
Other 2-Axle/4-Tire Trucks 3 24,30 26.609 0,0052 138
2-Axle/6-Tire Trucks 372 24,30 3.299.454 0,1890 623.597
3 or more Axle Trucks 34 24,30 301.563 0,1303 39.294
All Single Unit Trucks
3 Axle Tractor Semi Trailers 19 24,30 168.521 0,8646 145.703
4 Axle Tractor Semi Trailers 49 24,30 434.606 0,6560 285.101
5+Axle Tractor Semi Trailers 1.880 24,30 16.674.660 2,3719 39.550.626
All Tractor Semi Trailers
5 Axle Double Trailers 103 24,30 913.559 2,3187 2.118.268
6+ Axle Double Trailers 0 24,30
All Double Trailers Combos

3 Axle Truck-Trailers 208 24,30 1.844.856 0,0152 28.042


4 Axle Truck-Trailers 305 24,30 2.705.198 0,0152 41.119
5+ Axle Truck-Trailers 125 24,30 1.108.688 0,5317 589.489
All Truck-Trailers Combos
Total
All Vehicles 10.193 90.406.816 ESAL 43.772.314
Desain
n
(1+g ) −1
*) Faktor = g
**) Kumulatif Lalu-lintas Desain = LHR x 365 x Faktor pertumbuhan.

Jika contoh total ESAL desain pada Tabel 4.9 diasumsikan untuk jalan rural utama 4 lajur/2
arah, dan faktor distribusi arah dan distribusi lajur adalah 0,5 dan 0,9 berturut-turut, maka
estimasi lalu-lintas pada lajur rencana dihitung sebagai berikut:
0,5 x 0,9 x 43.772.314 = 19.697.541 ESAL 18 kip.

Anda mungkin juga menyukai