ABSTRACT
There are many methods for designing the thickness of concrete plates, such as
AASHTO 1993 and Bina Marga 2017. The selection of the right planning method for
a road construction project has an important role related to the succes indicators of a
project and it is necessary to develop rigid pavement contsruction according to
technical requirements and economical cost. Therefore a research is needed to
compare the thick rigid pavement design and the cost of used using both methods. The
objectives of this research are to identify the thickness of rigid pavement, the
compability of the thickness of rigid pavement plan with the thickness on the site and
econominal cost. One of the success indicators of a project is its potential to yield a
considerable amount of financial profit. This work is conducted by calculating the
thickness of the concrete surface layer as well as by analyzing its cost under both
methods. The result shows that there is no difference between concrete plate thickness
and thickness on the site under the AASHTO 1993 method that produced 34 cm
thickness with a total cost of Rp 142.888.087.400, while Bina Marga 2017 method
produced 30,5 cm thickness with a total cost of 126.845.004.800. Thus, Bina Marga
2017 method costs Rp 16.043.082.590 or more economical 11.23 %.
Keywords: AASHTO, Bina Marga, Rigid Pavement, Plate Thickness, Cost
ABSTRAK
Terdapat banyak metode dalam mendesain tebal perkerasan kaku, diantaranya metode
AASHTO 1993 dan metode Bina Marga 2017. Pemilihan metode perencanaan yang
tepat untuk suatu pekerjaan mempunyai peranan penting terkait dengan indikator
keberhasilan suatu proyek sehingga diperlukan pembangunan konstruksi perkerasan
kaku yang memenuhi syarat teknis dan biaya yang ekonomis. Oleh karena itu,
diperlukan suatu penelitian untuk membandingkan tebal pelat beton dan biaya yang
digunakan untuk konstruksi perkerasan kaku antara kedua metode. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui tebal perkerasan kaku, kesesuaian tebal
perkerasan kaku hasil perencanaan dengan tebal di lapangan, dan biaya yang lebih
ekonomis. Salah satu indikator keberhasilan suatu proyek adalah memberikan
keuntungan finansial yang memadai. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung
tebal lapis permukaan beton serta menganalisis biaya lapis permukaan beton dari
masing-masing metode yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada selisih perhitungan antara ketebalan pelat beton perencanaan dengan ketebalan
di lapangan. Perhitungan dengan metode AASHTO 1993 menghasilkan tebal 34 cm
dengan biaya Rp 142.888.087.400, sedangkan metode Bina Marga 2017 menghasilkan
tebal lapis permukaan beton 30,5 cm dengan biaya Rp 126.845.004.800. Sehingga,
metode Bina Marga 2017 lebih murah Rp 16.043.082.590 atau lebih ekonomis 11,23%.
Kata kunci : AASHTO, Bina Marga, Perkerasan Kaku, Tebal Pelat, Biaya
496
Alda Dea Vinna, Nuzul Barkah P, Edy Purnomo, Analisis Tebal Perkerasan…
497
Seminar Nasional Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta, 2019
500
Alda Dea Vinna, Nuzul Barkah P, Edy Purnomo, Analisis Tebal Perkerasan…
dan total sumbu. Analisis ini dapat dilihat Analisis Biaya Perkerasan Kaku
pada lampiran 1. Analisis biaya perkerasan kaku
Perhitungan komulatif repetisi yang terjadi menggunakan dua metode menghasilkan
didasarkan pada beban sumbu, jumlah biaya pelaksanan pekerjaan perkerasan
sumbu, proporsi beban, proporsi sumbu, kaku yang berbeda. Perbedaan biaya
dan lalu lintas rencana. Analisis ini dapat pelaksanaan terjadi karena adanya
dilihat pada lampiran 2. perbedaan tebal lapisan beton, volume total
Analisis fatik dan erosi didasarkan pada pekerjaan, penggunaan dowel dan tiebar,
perhitungan repetisi ijin dan persen rusak sehingga menghasilkan harga per m3 yang
yang terjadi dengan penggunaan grafik berbeda antara kedua metode. Sehingga
yang terdapat pada pedoman desain berdasarkan perhiungan biaya, dapat
perkerasan kaku (Pd T-14-2003). Analisis disimpulkan biaya pelaksanaan metode
ini dapat dilihat pada lampiran 3. Bina Marga lebih ekonomis dibanding
Tabel 2. Parameter Desain Tebal biaya pelaksanaan metode AASHTO 1993.
Perkerasan Kaku Metode Bina Marga Untuk analisis biaya perkerasan kaku
2017 metode AASHTO 1993 mempunyai
perhitungan volume pekerjaan dengan
No Parameter Hasil panjang jalan 6670 meter, lebar jalan 30,4
meter, dan tebal perkerasan kaku 0,34
1 Jumlah CESA4 74.352.646 meter sehingga menghasilkan harga total
yang didapat dari volume total dikali
Komulatif
dengan harga per m3.
2 kelompok sumbu 57.649.312
Analisis Biaya Perkerasan Kaku Metode
kendaraan berat
AASHTO 1993 Sepanjang 6,67 km
3 Proporsi beban Lapisan Beton = 34 cm
Volume pekerjaan = 69.394,68 m3
STRT 45,43% Harga per m3 = Rp 2.059.064
Harga Total = Rp 142.888.087.400
STRG 42,57% Untuk analisis biaya perkerasan kaku
metode Bina Marga 2017 mempunyai
perhitungan volume pekerjaan dengan
STdRG 4,54% panjang jalan 6670 meter, lebar jalan 30,4
meter, dan tebal perkerasan kaku 0,305
STrRG 0,95% meter sehingga menghasilkan harga total
Komulatif yang didapat dari volume total dikali
4 repetisi yang 53.895.900,08 dengan harga per m3
terjadi Analisis Biaya Perkerasan Kaku Metode
Bina Marga 2017 Sepanjang 6,67 km
Analisis fatik dan
5 0 Lapisan Beton = 34 cm
erosi
Volume pekerjaan = 61.230,6 m3
Sumber: Hasil Analisis Harga per m3 = Rp 2.071.595
Harga Total = Rp 126.845.004.800
Tebal taksiran pelat beton bersambung
dengan dowel dan tiebar menggunakan Perbedaan Metode AASHTO 1993 dan
metode Bina Marga 2017 didapat tebal 30,5 Metode Bina Marga 2017
cm dengan dowel berdiameter 38 mm,
Dalam perencanaan tebal perkerasan kaku,
panjang 450 mm, jarak 300 mm, dan tiebar
metode Bina Marga 2017 mempunya hasil
berdiameter 13 mm, panjang 635 mm, dan
tebal perkerasan yang lebih tipis dibanding
jarak 710 mm.
metode AASHTO 1993 yang nantinya akan
berepengaruh pada biaya pelaksanaan. Hal
501
Seminar Nasional Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta, 2019
502
Alda Dea Vinna, Nuzul Barkah P, Edy Purnomo, Analisis Tebal Perkerasan…
503
Seminar Nasional Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta, 2019
LAMPIRAN 1
Proporsi Beban
Konfigurasi beban Jumlah
Jumlah
Jenis Konfigurasi sumbu (ton) sumbu Total STRT STRG STdRg STrRG
Kendaraan
Kendaraan sumbu per sumbu BS JS BS JS BS JS BS JS
2019
RD RB RGD RGB kendaraan (ton) (buah) (ton) (buah) (ton) (buah) (ton) (buah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
5B 1.2 1 1,5 252 2 504 1 252 1,5 252
6A 1.1 1 1,75 919 2 1.837 1 919 1,75 919
6B 1.2 5 10 993 2 1.987 5 993 10 993
5 1
7A1 1.1.2 5 10 11 1 3 3 11 1
10 1
7A2 1.22 6 21 87 3 262 6 87 21 87
7C1 1.2-22 6 11 21 51 4 203 6 51 11 51 21 51
21 38
7C2a 1.22-22 6 21 22 38 5 190 6 38
22 38
7C2b 1.2-222 5 11 33 25 5 127 5 25 11 25 33 25
7C3 1.22-222 5 22 31 25 6 152 5 25 22 25 31 25
Total 5.265 2.392 2.241 239 50
Proporsi Beban 45,43% 42,57% 4,54% 0,95%
RD = roda depan, RB = roda belakang, RGD = roda gandeng depan, RGB = roda gandeng belakang, BS = beban sumbu, JS = jumlah sumbu,
STRT = sumbu tunggal roda tunggal, STRG = sumbu tunggal roda ganda, STdRG/STrRG = sumbu tandem/tridem roda ganda
504
Alda Dea Vinna, Nuzul Barkah P, Edy Purnomo, Analisis Tebal Perkerasan…
LAMPIRAN 2
505
Seminar Nasional Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta, 2019
LAMPIRAN 3
506