JALAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Perancangan Perkerasan Jalan
Oleh :
BANDUNG
2020
1. Sejarah Perkerasan Jalan
Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan
hidup, termasuk sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-
jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan digunakannya hewan sebagai alat
transportasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu. Teknologi
perkerasan jalan berkembang pesat sejak ditemukannya roda sekitar 3500 tahun
sebelum Masehi di Mesopotamia dan pada zaman keemasan Romawi. Pada saat
itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan perkerasan terutama dari pasangan
batu, yang secara keseluruhan lebih tebal dari struktur perkerasan jalan saat ini,
walaupun belum menggunakan aspal ataupun semen sebagai bahan pengikat.
Beberapa orang yang namanya diabadikan sebagai bapak perkerasan jalan
antara lain Thomas Telford dan John Lauden Macadam. Ciri khas Telford adalah
lapisan batu dibangun di atas tanah dasar dimana lapis pertama terdiri dari batu
besar dengan lebar 10 cm dan tinggi 7,5 -18 cm, lapis kedua dan ketiga terdiri dari
batu dengan ukuran maksimum 6,5 cm (tinggi lapis kedua dan ketiga sekitar 15-
25 cm), dan paling atas diberi lapisan aus dari kerikil dengan ukuran 4 cm.
Lapisan perkerasan ini diperkirakan mampu memikul beban 88 N/mm lebar.
4. Repitisi sumbu
Saat ini ada dua cara menentukan besar beban lalu lintas untuk
perencanaan, yaitu :
a. Repitisi lintasan sumbu standar
Kendaraan memiliki berbagai konfigurasi sumbu, roda dan variasi total
beban yang diseragamkan dengan (LSS) satuan lintasan sumbu standar.
Oleh karena itu dibutuhkan angka ekuivalen untuk mengekuivalenkan
berbagai lintasan sumbu terhadap sumbu standar. Terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi nilai ekuivalen, yaitu konfigurasi sumbu kendaraan, beban
sumbu, mutu struktur perkerasan dan kecepatan kendaraan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya angka ekivalen adalah:
a) Kecepatan kendaraan
Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi menyebabkan kontak antara
ban dengan muka jalan lebih singkat dibandingkan dengan yang
berkecepatan lebih rendah. Dengan demikian E sumbu kendaraan
dengan kecepatan tinggi lebih kecil dari pada E sumbu kendaraan pada
kecepatan rendah.
b) Perbedaan mutu struktur perkerasan jalan
Perbedaan mutu menyebabkan kemampuan perkerasan menerima beban
tanpa terjadi kerusakan akan berbeda. Perkerasan dengan mutu lebih
baik memiliki kemampuan perkerasan menerima beban tanpa terjadi
kerusakan lebih besar dibandingkan dengan perkerasan bermutu yang
lebih buruk. Dengan demikian E
sumbu kendaraan lebih kecil jika mutu perkerasan semakin baik.
c) Beban sumbu kendaraan
Beban kendaraan didistribusikan ke sumbu-sumbunya sesuai dengan
berat total kendaraan. Beban sumbu menjadi lebih besar jika berat total
kendaraan lebih berat, walaupun dengan konfigurasi sumbu yang sama.
Dengan demikian E sumbu kendaraan yang lebih berat akan lebih besar
dari pada E sumbu kendaraan dengan beban lebih ringan.
b. Spektra beban sumbu
Di samping metode mengekivalenkan ke sumbu standar, variasi beban
sumbu dapat digambarkan dalam bentuk spektra beban. Beban lalulintas
yang dinyatakan dengan spektra beban sumbu digunakan pada perencanaan
tebal perkerasan kaku dan mulai digunakan untuk perencanaan tebal
perkerasan lentur yang menggunakan metode mekanistik-empirik. Beban
sumbu pada metode spektra beban dikelompokkan berdasarkan konfigurasi
dan rentang beban sumbu.
Contoh Spektra Beban Sumbu Kendaraan
4. Daya Dukung Tanah Terhadap Perkerasan Jalan
Tanah terdiri dua bagian yaitu tanah dasar asli, atau tanah galian dan tanah
urug yang di siapkan dengan cara di dapatkan.Di atas lapisan tanah dasar di
letakan lapisan stuktur perkerasaan lainnya, oleh karna itu mutu daya dukung
tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan secara keseluruhan. Berbagai
parameter digunakan sebagai penunjuk mutu daya dukung tanah dasar seperti
California Bearing Ratio (CBR), Modulus resilent, Penetrimeter Konus Dinamis.
Kontruksi jalan terdiri tiga bagian yg penting, Lapis penutup, Tanah dasar,
perkerasan. Ada 3 jenis perkerasan yaitu,
1. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak
digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan
lentur dikonstruksi baik untuk kontruksi jalan, maupun untuk kontruksi landasan
pacu. Tujuan struktur perkerasan adalah agar di atas struktur perkerasan itu dapat
lalui setiap saat. Oleh karena itu lapis permukaan perkerasan harus kedap air -
melindungi lapis tanah dasar sehingga kadar air lapis tanah dasar tidak mudah
berubah.
2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah suatu perkerasan jalan yang
terdiri atas plat beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah di atas
tanah dasar. Karena memakai beton sebagai bahan bakunya, perkerasan jenis ini
juga biasa disebut sebagai jalan beton. Maksud dari penggunaan lapisan
pondasi perkerasan kaku ialah untuk meningkatkan daya dukung terhadap pelat
beton dan memberikan ketahanan terhadap pencegahan erosi pada lapisan pondasi
akibat beban lalu lintas dan lingkungan.
3. Perkerasan Komposit
Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku
(rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya,
dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas.
Lapisan perkerasan jalan berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan
menyebarkannya ke lapisan di bawahnya terus ke tanah dasar.
5. Kondisi Lingkungan Terhadap Perkerasan Jalan
Kondisi lingkungan penting untuk dipertimbangkan dalam perancangan
perkerasan jalan agar pelayanan beroperasi secara optimal. Salah satu faktor
penting yaitu perkerasan jalan dibangun diluar ruangan, maka secara langsung
berinteraksi dengan alam, maka dari itu dibutuhkan pertimbangan untuk
membangun perkerasan jalan di daerah tertentu dengan berbagai macam kondisi
di setiap daerahnya. Pertimbangan kondisi lingkungan akan berpengaruh pada
mutu struktur hingga umur rencana. Kondisi lingkungan yang dipertimbangkan,
yaitu:
1. Faktor Klimatik
Faktor klimatik memberikan pengaruh jangka panjang pada kinerja struktur
perkerasan jalan dan respon struktur perkerasan terhadap beban. Faktor klimatik
meliputi
- Temperatur, yaitu tingkat panas/suhu yang berada di suatu daerah.
Temperature siang dan malam mempengaruhi mutu perkerasan aspal
seiring berjalannya waktu. Jika temperature sangat tinggi, terutama
siang hari, dan melebihi syarat maks. Suhu, maka aspal akan melembek
dan mengakibatkan adanya deformasi jalan seperti bergelombang.
- Musim, suatu keadaan cuaca dalam rentang waktu berbulan-bulan.
Seperti di Indonesia memiliki musim kemarau dan hujan, maka
perancangan perkerasan aspal biasanya memakai nilai pen 60/70,
berbeda jika daerah yang memiliki empat musim.
2. Besarnya Intensitas Air
Volume air yang mengalir ataupun yang tergenang diatas perkerasan jalan
khususnya flexible pavement akan sangat mempengaruhi mutu struktur jalan
tersebut. Akibat yang dirasakan yaitu ketidaknyamanan saat berkendara. Ada
beberapa sumber air yang harus dipertimbangkan dalam merancang tebal
perkerasan jalan, yaitu:
- Presipitasi, air yang jatuh membasahi jalan seharusnya langsung
dilimpahkan ke drainase yang ada di pinggir jalan, agar jalan tetap
kering/tidak lama tergenang air. Jika air tergenang dalam waktu yang
lama, maka air akan terserap kedalam perkerasan dan mempengaruhi
bahan pengikat jalan tersebut. Kondisi yang lain jika keadaan suatu
jalan retak, atau berlubang, hujan yang turun akan mempercepat
kerusakan jalan, semakin deras hujan yang jatuh diperkerasan yang
rusak, semakin cepat memecah material jalan seperti agregat dan
aspalnya, dan lubang akan semakin besar. Perbaikannya juga akan
semakin mahal.
- Sifat Kapilaritas Tanah Dasar, fenomena naik atau turunnya air yang
ada didalam tanah. Air yang diterima akibat resapan arah vertical, akan
memenuhi rongga2 agregat di setiap lapisannya dan mengalir hingga
muka air tanah. Semakin cepat aliran yang terjadi didalam lapisan
struktur jalan, akan semakin cepat kualitas lapisan jalan menurun.
Penuruan kualitas jalan akan mempengaruhi umur rencana yang
semakin berkurang.
- Kondisi Drainase, tempat dimana air mengalir khususnya perlimpahan
air dari jalan. Pembuatan drainase harua mempertimbangkan kondisi
seberapa banyak air yang datang pada daerah tersebut, khususnya pada
musim penghujan. Jika saat musim penghujan drainase tidak cukup
menampung air yang datang, maka air akan naik dan meluap ke
permukaan jalan.
3. Padatnya Pemukiman
Kondisi lingkungan termasuk tata guna lahan didaerah tersebut harus
dipertimbangkan guna merancang tebal perkerasan jalan. Kondisi jalan di urban
akan berbeda dengan kondisi jalan di rural. Ketika pemukiman itu padat, maka
volume lalu lintas nya akan padat. Volume lalu lintas yang padat dan tidak padat,
tebal perkerasan nya berbeda, karena perancangan butuh biaya, semakin padat lalu
lintas, kualitas jalan pun harus semakin bagus dan biaya akan semakin mahal agar
mutu jalan dan umur rencana beroperasi secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA