net/publication/342987595
CITATIONS READS
0 655
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muhammad Fakhruriza Pradana on 16 July 2020.
Pendahuluan
Perkerasan jalan adalah bagian utama dari konstruksi jalan raya, kelancaran lalu lintas
tergantung dari kondisi perkerasan jalan tersebut. Bila perkerasannya bermasalah (rusak,
berlubang, berkembang, licin, retak, dsb.) maka kelancaran lalu lintas akan terganggu baik
dari segi waktu maupun biaya. Oleh karena itu, perkerasan jalan harus direncanakan sesuai
kebutuhan serta kelas jalan berdasarkan jenis moda yang akan melaluinya. Perencanaan
perkerasan jalan yang berhasil harus dilakukan dengan pertimbangan seoptimal mungkin
sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan perkembangannya, agar mencapai kebutuhan yang
sesuai, tidak lebih maupun tidak kurang. Salah satu faktor utama penyebab kerusakan jalan
adalah adanyak kendaraan berat yang berlebih (overload) melintas pada suatu ruas jalan
sehingga menyebabkan jalan tidak mampu mempertahankan kondisi permukaan sesuai
dengan perencanaannya. Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa Teknik Sipil Untirta, Jesica Nababan dibawah bimbingan penulis.
Pemilihan Lokasi penelitian ini adalah Jalan Raya Legok – Tangerang dengan jenis
perkerasan kaku (rigid pavement), karena melihat kondisi jalan yang tidak memenuhi syarat
kelayakan jalan karena jalan ini merupakan akses utama dari Legok sampai Karawaci dan
banyak kendaraan overload, sehingga jalan tidak mampu menampung kebutuhan lalu lintas
yang ada dan terjadi kerusakan. Kendaraan overload disini adalah kendaraan yang
mengangkut pasir basah dan melewati ruas Jalan Raya Legok. Oleh karena itu diperlukan
perhitungan umur pelayanan jalan actual berdasarkan kendaraan riil yang melintasi ruas
jalan tersebut, termasuk kendaraan overload.
Kasus overloading jalan yang rusak dewasa ini sering dituduhkan sebagai akibat dari
overloading kendaraan-kendaraan pengangkut barang. Secara definisi overloading yang
terjadi perlu ditetapkan statusnya apakah overloading berdasarakan peraturan yaitu beban
as yang ada melampui MSTnya atau usia rencana yan telah dicapai lebih dini. Adapun status
overloading yang ada tetap sulit ditentukan karena tidak ada data yang aktual untuk
mengkonfirmasikannya. Overloading yang mungkin terjadi adalah overloading yang
didasarkan kepada peraturan yang berlaku, sedangkan dari sisi perencanaan beban lalu
lintas untuk perkerasan tidak ada istilah overloading, yang ada adalah usia rencana yang
dicapai lebih dini, karena dalam menghitung beban lalu lintas rencana tidak ada pembatasan
beban, kendaraan dengan berat as yang besar memiliki Vehicle Damage Factor (VDF) yang
besar pula.
JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diijinkan
berdasarkan ketentuan. MST adalah jumlah maksimum roda-roda kendaraan pada sumbu
yang menekan jalan. Firdaus (1999) mendefinisikan Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah
muatan sumbu dimana nilai daya perusak (Damage Factor) terhadap struktur perkerasan
jalan mendekati atau sama dengan satu. Pengaruh merusak dari sumbu yang diambil sebagai
standar adalah sumbu tunggal roda ganda dengan beban 8,16 ton.
Kerusakan jalan yang diakibatkan oleh berat dan lintasan kendaraan dinyatakan dalam
angka ekivalen (E) atau Equivalent single axle load (ESAL) yaitu angka yang menyatakan
jumlah lintasan sumbu tunggal seberat 8160 kg (1800 lbs) yang akan menyebabkan derajat
kerusakan yang sama apabila beban sumbu tersebut lewat satu kali (Bina Marga, 1987 dan
Dirtjen Perhubungan Darat, 1996). Muatan Sumbu Terberat (MST) dipakai sebagai dasar
pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Sepang dan Mouradhy (1995) mengungkapkan bahwa
pengaruh beban lalu-lintas terhadap kontruksi perkerasan jalan ditentukan oleh
frekuensi/jumlah lintasan kendaraan niaga (Commercial Vehicle) dan beban sumbu masing-
masing kendaraan. Setiap muatan sumbu yang melintas satu kali di atas suatu ruas jalan
akan memberikan nilai kerusakan tertentu dan setiap penambahan 1 ton beban sumbu akan
menyebabkan nilai kerusakan berlipat pada jalan yang bersangkutan.
Terdapat 4 (empat) katagori kendaraan dengan izin beroperasi di jalan-jalan umum sebagai
berikut:
• Kendaraan kecil dengan panjang dan lebar maksimum 9000 x 2100 mm, dengan
Muatan Sumbu Terberat (MST) ≤ 8 ton, diizinkan menggunakan jalan pada semua
katagori fungsi jalan yaitu jalan ling-kungan, jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan arteri.
• Kendaraan sedang dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500 mm, serta MST
≤ 8 ton, diizinkan terbatas hanya beroperasi di jalan-jalan yang berfungsi kolektor dan
arteri. Kendaraan Sedang dilarang memasuki jalan lokal dan jalan lingkungan.
• Kendaraan besar dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500 mm, serta MST
≤ 10 ton, diizinkan terbatas beroperasi di jalan-jalan yang berfungsi arteri saja; dan
• Kendaraan besar khusus dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500 mm,
serta MST >10 ton, diizinkan sangat terbatas hanya beroperasi di jalan-jalan yang
berfungsi arteri dan kelas I (satu) saja. Baik kendaraan besar maupun kendaraan besar
khusus dilarang memasuki jalan lingkungan, jalan lokal, dan jalan kolektor.
Gambar 2. Kendaraan yang melintas di Jalan Legok
Semua beban kendaraan dengan gandar yang berbeda diekivalensikan ke dalam beban
standard gandar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu tersebut sehinggan
diperole beban kendaraan yang ada dalam sumbu standar (Equivalent Single Axle Load) 18
kip Esal. Penambahan beban melebihi beban sumbu kendaraan akan mengakibatkan
penambahan daya rusak yang sangat signifikan. Kerusakan terjadi lebih cepat karena
konsentrasi beban pada setiap roda kendaraan sangat tinggi akibat jumlah axle yang
terbatas apalagi dengan adanya beban berlebih, karena pada perencanaan perkerasan jalan
masih mengacu kepada desain kendaraan untuk muatan normal. Anak Agung Gde Kartika,
(2001) menyatakan bahwa Equivalent Single Axle Load (ESAL) adalah merupakan faktor
pengali beban sumbu kendaraan non-standard menjadi beban sumbu tunggal standard (8,16
ton). Beban lalu lintas yang diperlukan dalam merencanakan struktur perkerasan jalan
adalah jumlah total perulangan beban sumbu standar ekivalen yang akan diperkirakan akan
lewat pada jalur rencana yang sedang direncanakan selama masa layan (Kokasih, 1995).
Department of The Army and The Airforce (1994) menyatakan bahwa untuk menentukan
suatu ruas jalan mengalami overloading atau tidak adalah dengan menggunakan nilai Truck
Factor (TF), yang secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan dibawah ini:
𝐸𝑆𝐴𝐿
TF = 𝑁
Dengan:
TF = Truck Factor
ESAL = Equivalent Single Axle Load
N = Number of Vehicle
Apabila nilai dari truck factor lebih dari satu maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi
overloading pada segmen ruas jalan yang diteliti (TF >1).
Bina Marga (1987) memberikan suatu persamaan nilai pendekatan persamaan ekivalen
kerusakan jalan yang ditunjukkan pada persamaan berikut:
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 4
𝐸=𝑘𝑥 ( )
8160
Dengan:
E = Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (ESAL)
k = Nilai konversi sumbu (Single/Tandem; 0,086/Tridem; 0,031)
Penurunan umur pelayanan jalan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐴𝐸 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
𝑈𝑃 = 𝑥 𝑈𝑅
𝐴𝐸 𝑜𝑣𝑒𝑙𝑜𝑎𝑑
Dengan:
UP = Umur Pelayanan
AEnormal = Angka Ekivalen pada lalu lintas normal (ESAL norm)
AEoverload = Angka Ekivalen pada lalu lintas overload (ESAL over)
UR = Umur Rencana
Pembahasan
Data lalu lintas yang diambil adalah data volume lalu lintas selama satu hari (± 24 jam),
dengan interval waktu tiap 2 jam. Data lalu lintas ini diambil dengan cara melakukan
perhitungan langsung (survey lapangan) di satu titik. Jumlah volume lalu lintas yang
melewati ruas jalan Legok-Karawaci selama ± 24 jam dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Sebelum dilakukan pengumpulan data lalu lintas dilakukan identifikasi terhadap kendaraan
overload di lapangan. Pada lokasi diidentifikasi bahwa kendaraan overload adalah
kenadraan dengan tipe truk berat (1.2 H) dan Truk Tandem (1.22) dimana kendaraan-
kendaraan tersebut mengangkut bahan galian yang melebihi beban gandar maksimal yang
di syaratkan.
Berat kendaraan overload dihitung dengan cara mengalikan volume dari bak angkutan truk
dengan berat jenis dari bahan yang diangkut kemudian ditambahkan dengan berat kosong
kendaraan.
Diliat dari tabel perhitungan diatas didapat umur pelayanan yaitu 3,59 tahun dari umur
rencana jalan 20 tahun. Jadi, pengurangan umur jalan yang terjadi sebesar 16,41 tahun
akibat adanya kendaraan overload.
Referensi
Bina Marga. 1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan jalan, Direktorat Pembinaan Jalan
Kota: Jakarta.
Djalante, Susanti. 2010. Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa
Ruas Jalan Kota Kendari. Universitas Halu Uleo.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2009. Pemeliharaan Jalan Raya. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Manurung, Mikael Abdi. 2010. Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan
Perbaikan Jalan. Universitas Sumatera Utara.
Priyadi, Panji Arrie. 2008. Analisis Faktor-faktor Pengaruh terhadap Kerusakan Perkerasan
Lentur pada Jalan Raya. Universitas Indonesia.
Pradana, Fakhruriza, Dwi Esti Intari, and Desy Nathalia. "Analisis Faktor-faktor Pengaruh
Kerusakan terhadap Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Kolektor Sekunder-
Cilegon)." Teknika: Jurnal Sains dan Teknologi 12.2 (2016): 447-446.
Pramana, Sangga. 2011. Kerusakan Jalan Aspal. Jakarta.
Saudale, Andre R. 2014. Analisa Faktor Penyebab Kerusakan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan
W. J. Lalamentik dan Ruas Jalan Gor Flobamora). Undana.
Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung.
Sarwono, Jonathan. 2013. 12 Jurus Ampuh SPSS untuk Riset Skripsi. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Widarjono, Agus. 2015. Statistika Terapan dengan Excel & SPSS. UPP STIM YKPN. Jakarta.
Wijaya, Eka. 2011. Kerusakan Jalan. Jakarta.