Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN

PENULISAN RESEP

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Untuk menjamin pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum Mamami yang bermutu dengan
kontinuitas yang tinggi yang berdasarkan konsep Pharmaceutical Care, maka harus dimulai dari
proses penulisan resep oleh dokter.
Preskripsi (kaidah penulisan resep) dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses
peresepan obat bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan
langkah yang sistematis dengan moto 7T (Tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat
cara, dan waktu pemberian serta tepat BSO (Bentuk Sediaan Obat) dan untuk penderita yang tepat).
Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis.
Dalam penulisan resep diperlukan preskripsi atau kaidah penulisan resep yang diatur dalam
kebijakan rumah sakit. Untuk meminimalkan kesalahan penulisan resep dan pembacaan resep oleh
Instalasi Farmasi maka diperlukan suatu Panduan Penulisan Resep/Formulir Permintaan Obat yang
dapat dijadikan acuan dalam pelayanan di Rumah Sakit Umum Mamami. Dengan adanya penerapan
panduan ini, diharapkan adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sehingga kualitas hidup
pasien lebih mudah dan cepat tercapai.

2. Tujuan
Tujuan dibuat dan diberlakukannya panduan ini adalah :
a. Menyediakan panduan bagi Dokter pada khususnya dan bagi rumah sakit pada
umumnya tentang peresepan
b. Meminimalkan kesalahan pembacaan resep dan pelayanan resep oleh Instalasi
Farmasi

1
BAB II
PENULISAN RESEP/FORMULIR PERMINTAAN OBAT

3. Definisi Resep /Formulir Permintaan Obat


Resep / Formulir Permintaan Obat (FPO) didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Formulir
Pemesanan Obat merupakan modifikasi bentuk resep untuk pasien rawat inap dalam bentuk instruksi
harian dokter.
Untuk kebijakan di Rumah Sakit Umum Mamami, pasien rawat jalan dan pasien rawat inap
untuk saat ini menggunakan resep sedangkan Formulir Pemesanan Obat akan digunakan untuk
pasien rawat inap jika di Rumah Sakit Umum Mamami sudah memungkinkan untuk waktu
mendatang.
Resep/FPO yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi
peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.
Unsur-unsur resep meliputi :
a. Identitas Dokter
Meliputi nama dokter dan nomor Surat Ijin Praktek (SIP).
b. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
c. Superscriptio
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam
blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan
penulisan R/ lagi.
d. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang
diperlukan dan ditulis dengan jelas
e. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.
Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang
digunakan.
Contoh:
- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
- m.f.l.a. sol
f. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi,
jumlah obat dan saat diminum obat, dll.
Contoh:

2
s.3.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
g. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien
dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol
dosis oleh Instalasi Farmasi dapat akurat.

4. Tata Cara Penulisan Resep


Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang lengkap
menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (SIP)
b. Tanggal penulisan resep
c. Nama setiap obat/komponen obat
d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
e. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi
dosis maksimum

5. Langkah Preskripsi
a. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah itu, dengan
mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit, perjalanan penyakit dan manifestasinya), maka
tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara
tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
1) Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
2) Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
3) Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau
bahan paten) yang dipilih
4) Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat
berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita
Untuk mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna serta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi.
Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan merupakan bahan baku,
obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau bahan jadi/paten

3
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope
Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu
memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya
agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di Instalasi farmasi tidak
menjumpai adanya masalah.
Contoh:
Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka dapat dipilih bahan
baku (ada di Instalasi Farmasi), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau sirup paracetamol
atau sediaan paten)
Jumlah obat yang ditulis di dalam resep tergantung dari lama pemberian dan frekuensi
pemberian. Parameter yang diperlukan untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit,
tujuan terapi dan kondisi penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis
sediaan jadi/paten
Contoh:
Tab. Sanmol 500 mg no. X atau
Tab. Sanmol 500 mg da X
Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat
dikategorikan:
1) Golongan obat narkotika atau O (contoh : codein, morphin, pethidin)
2) Golongan obat Keras atau G atau K
Dibedakan menjadi 3:
 Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan
derivatnya)
 Golongan obat Keras atau K (contoh : amoxicillin, ibuprofen)
 Golongan obat wajib apotek atau OWA (contoh : famotidin,
allopurinol, gentamycin topical)
3) Golongan obat bebas terbatas atau W (contoh : paracetamol, pirantel palmoat)
4) Golongan obat bebas (contoh : Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus, jumlah obat tidak cukup hanya
dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X (decem) dan agar sah
harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal ini dilakukan untuk menghindari
penyalahgunaan obat di masyarakat.

b. Penetapan Cara Pemberian dan Aturan Dosis yang Tepat


1) Cara Pemberian Obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical,
dll). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat :
4
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang optimal
dan memberikan keamanan bagi pasien.
Contoh :
- Pemberian obat Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka
sebaiknya dipilih lewat parenteral.
- NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan pemberian
per rectal.

2) Aturan Dosis (Dosis dan Jadwal pemberian) obat


a) Dosis. Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini
mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan
dosis perlu mempertimbangkan:
- Kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)
- Kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
- Indeks terapi obat (lebar/sempit)
- Variasi kinetik obat
- Cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat
badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian
dari rumus yang dipakai.
b) Jadwal pemberian. Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per
kali dan saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
c) Frekuansi. Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada
pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan
terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar
tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari (t.d.d).
d) Waktu Pemberian. Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam
pemberiannya memiliki efek optimal, aman dan mudah diikuti pasien. Misal :
- Obat yang absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat
perut kosong 1/2 – 1 jam sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c)

5
- Obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan (p.c)

- Obat untuk mempermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dll.


e) Lama pemberian. Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau
menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS.
Misal :
- Pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari) setelah gejala hilang untuk
menghindari resistensi kuman
- Obat simptomatis hanya perlu diberikan saat simptom muncul (p.r.n)
- Pada penyakit kronis (misal asma, hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat
yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)

c. Pemilihan BSO yang tepat


Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal dan
harga terjangkau. Faktor ketaatan penderita, faktor sifat obat, bioaviabilitas dan faktor sosial
ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO

d. Pemilihan formula resep yang tepat


Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusun preskripsi dokter (Formula
marginalis, officialis atau spesialistis). Pemilihan formula tersebut perlu mempertimbangkan:
1) Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
2) Yang dapat menjaga stabilitas obat
3) Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
4) Biaya/harga terjangkau

e. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)


Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur yang
harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta menggunakan
singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)

f. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat


Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih harus
menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau peringatan yang perlu disampaikan
tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek
samping, dll. Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan

6
BAB III

CARA PENULISAN RESEP / FORMULIR PERMINTAAN OBAT (FPO)


DI RUMAH SAKIT

6. Umum
Untuk penulisan resep di Rumah Sakit Umum Mamami harus seragam dan mengikuti panduan
yang telah di tetapkan. Penulisan resep harus memenuhi hala-hal berikut

a. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):


1) Dimulai dengan huruf besar
2) Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia
atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
3) Tidak ditulis dengan nama kimia (misal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain
dengan huruf capital (misal clorpromazin dengan CPZ)
4) Khusus untuk obat high alert harus ditulis dengan huruf cetak, kapital, dan jelas. Jika
tulisan resep tidak jelas maka dokter harus menulis ulang resep.

b. Penulisan jumlah obat


1) Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram)
2) Satuan volume: ml (mililiter), l (liter)
3) Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
4) Penulisan jumlah obat dengan satuan menggunakan angka Romawi.
Misal: - Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- mf l.a.pulv. dt.d.no. X
5) Penulisan alat penakar:
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan:
Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena volumenya
tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok

7
plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan
cair paten.
6) Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) ===> 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) ===> 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) ===> 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
7) Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00...)

c. Penulisan Kekuatan dan Volume Obat


1) Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di
pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misal :
Tab Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
2) Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

d. Penulisan Bentuk Sediaan Obat


Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya
untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X

e. Penulisan Jadwal Dosis/Aturan Pemakaian (Bagian Signatura)


Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian harus ditulis dengan benar, Misal: s.t.d.d. pulv.
I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down”
gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien
ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

f. Penulisan Setiap R/
Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/)
atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.

g. Penulisan Lembar Resep


Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.

8
h. Penulisan Tanda Lter dan N.I.
Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang).
Resep yang memerlukan pengulangan dapat diberi tanda : Iter n X di sebelah kiri atas dari
resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap
resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas
dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di
bawah setiap resep yang tidak boleh diulang.

i. Penulisan tanda Cito atau PIM


Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi
penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di sebelah kanan atas
resep.

j. Dokter Penulis Resep


Dokter yang berhak menulis resep adalah dokter yang memiliki surat izin praktek di
Rumah Sakit dan ditetapkan oleh SK Kepala Rumah Sakit Umum Mamamisebagai dokter yang
berhak menuliskan resep, yang terdiri dari :
1) Staf medis Organik ( Baik militer maupun ANS)
2) Dokter TKS ( Dokter Tenaga Sukarela)
3) Dokter tamu
4) Dokter konsultan

k. Hal – Hal yang harus Diperhatikan Dokter Sebelum Menulis R/ Di Lembar Resep
1) Dokter menulis resep sesuai dengan standar formularium Rumah Sakit Umum
Mamami Dokter penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication
reconciliation) sebelum menulis resep dan harus memperhatikan kemungkinan adanya
kontraindikasi, interaksi obat dan riwayat alergi obat.
2) Dokter penulis resep harus mengetahui obat-obatan yang dibawa masuk rumah sakit
oleh pasien atau keluarganya dan dicatat dalam rekam medis pasien setelah divalidasi
oleh petugas farmasi, untuk selanjutnya ditetapkan apakah obat boleh digunakan atau
tidak.
3) Kelanjutan terapi yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan terbaru

l. Obat Pasien Rawat Inap


Setiap obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap harus tercatat di rekam medis pasien
dalam Formulir Instruksi Pengobatan Pasien, Formulir Permintaan Obat/Alkes (dikirim ke

9
Instalasi Farmasi untuk disiapkan) dan Catatan Perkembangan Terintegrasi Pasien. Semua
informasi obat pasien ditulis dalam rekam medis pasien atau jika lembar terpisah harus
diselipkan dalam rekam medis pasien saat dipulangkan atau dipindahkan.

m. Tulisan dan Istilah yang Digunakan


1) Tulisan dokter pada resep harus jelas dan dapat dibaca. Jika resep atau permintaan
dokter tidak terbaca, Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengkonfirmasi dokter
penulis resep hingga diperoleh kejelasan.
2) Dokter harus menggunakan istilah dan singkatan yang lazim dan ditetapkan rumah
sakit sehingga tidak disalah artikan.

n. Penggunaan Obat Off-Label


Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar indikasi yang
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus berdasarkan Panduan Pelayanan
Medik yang ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit Umum Mamami.

o. Batasan Penulisan Resep


1) Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang
bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS.
2) Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat
Izin Praktik) di RS
3) Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor
SIP (Surat Izin Praktik) dan merupakan spesialis anastesi
4) Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan huruf yang lazim sehingga tidak
disalahartikan oleh staff Instalasi Farmasi
5) Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound Alike
(LASA) dan High Alert sesuai daftar yang dikeluarkan oleh Instalasi Farmasi
6) Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS

Kupang, 18 Januari 2019


Direktur Rumah Sakit Umum Mamami

dr. Thimotius Tarra Behy

10

Anda mungkin juga menyukai