Anda di halaman 1dari 4

Shoulder

Shoulder Kompleks
Error: Reference source not foundSh
oulder complex merupakan sendi yang paling kompleks pada tubuh manusia. Dibentuk
oleh tulang-tulang scapula, clavicula, sternum dan humerus. Dari keempat tulang ini
membentuk sendi-sendi: glenohumeralis, acromioclavicularis, sternoclavicularis dan
scapulothoracic. Sendi-sendi ini bergerak bersama-sama saling mempengaruhi dan
menjadi gerak sendi yang kompleks.
“Range of motion” dari shoulder kompleks yaitu:
- Gerak fleksi dapat mencapai 180˚ dan dapat berkurang dengan bertambahnya umur
(Murray et al, 1985), sedang ekstensi bisa sampai 60˚.
- Geraka abduksi juga mencapai 180˚ (AAOS, 1965) maksimal abduksi terjadi pada
“scapularpalne” (diantara bidang gerak fleksi dan abduksi). Sedang gerak adduksi dapat
mencapai 75˚ di depan tubuh.
- Gerak rotasi bervariasi, tergantung posisi fleksi shoulder dan total ROM external dan
internal rotasi dapat mencapai 180˚.
Gerakan shoulder kompleks (shoulder girdle) saling mempengaruhi , dengan pengertian
apabila salah satu mengalami gangguan gerak (terbatas) maka dapat dilakukan aktifitas
fungsional dengan cara kompensasi dan gerak sendi yang lain.
Sendi Glenohumeralis
Merupakan sendi synovial, hubungan antara “head humeri” dengan “fossa glenoidalis”
(cavitas glenoidalis), bentuknya mendekati “ball and socket joint” dan mempunyai
kebebasan gerak yang lebih luas daripada hip.
Diameter permukaan sendi humeral berkisar antara 37-55 mm (Maki, 1976). Kepala
(caput) humeri membentuk sudut 35˚ dengan shaft humeri dan retroverted sekitar 32˚
terhadap axis fleksi sendi siku.
Glenoid fossa tertutup cartilage dengan ukuran sekitar 41 mm longitudinal dan sekitar 25
mm jarak tranversal (Maki dan Gruen, 1976). Lebar permukaan glenoid fossa hanya 1/3
sampai ¼ besarnya kepala (head) humeri (Kent, 1971). Sedang diameter glenoid fossa
secara longitudinal sekitar 75% dan tranversal sebesar 60% dari besarnya caput humeri.
(Saka, 1971). Glenoid fossa dikuatkan oleh fibrocartilaginous yang menyatu di capsule
dan ligament glenoihumerale dan tendon m. biceps caput longum. Semua ini menyatu
menjadi labrum glenoidale. Kecilnya kontribusi tulang glenoid terhadap shoulder socked
(mankok sendi), menyebabkan kecilnya kontak tulang dengan tulang, sehingga gerakan
shoulder menjadi luas. Dan inilah yang menyebabkan sering terjadinya instabilitas sendi
dan bahkan terjadi dislokasi ataupun subluksasio.
Sendi ini diperkuat oleh kapsul sendi yang dibagian depan diperkuat lig. Glenohumeral
(superior, middle, dan inferior) yang biasanya ada lipatan-lipatan kapsul sendi. Dibagian
atas diperkuat oleh lig. Coracohumerale bersama acromion dan inilah yang mencegah
dislokasi ke proksimal (Basmajian dan Bazout, 1969). Tendon-tendon otot rotator cuff
(subscapularis, supraspinatus, infraspinatus, dan teres minor) bersama dengan lig
glenohumerale mencegah dislokasi ke anterior, posterior dan inferior karena otot-otot ini
melekat pada trochanter mayor dan minor humeri.
Ada beberapa factor yang perlu diketahui tentang stabilitas sendi glenohumerale:
1. Ukuran yang adequate dan glenoid fossa.
Saha (1971) mendapatkan bahwa diameter longitudinal fossa glenoidalis lebih kecil 75%
dan diameter transversal lebih kecil 57% dari pada caput humeri.
1. Tilting kearah posterior dari fossa glenoidalis.
Saha (1971) menemukan 80% dari 21 orang yang shouldernya tidak stabil, 27% dari 50
orang normal.
1. Ada posisi retroversi 32˚ caput humeri terhadap axis fleksi elbow.
2. Intact capsule dan labrum glenoidale
Reevers (1968) menemukan sendi yang tak stabil pada usia muda dimana terjadi uluran
pada kapsul sendi.
1. Fungsi otot-otot subscapularis, infraspinatus, teres minor yang mengontrol posisi
antero-posterior caput humeri.
Gerakan sendi glenohumerale yang mempunyai tipe “ball and socked joint”, sesuai
dengan permukaan sendinya maka mempunyai tipe gerak: rotasi, rolling dan translasi
(sliding).
Selama rotasi kontak joint pada socked dipertahankan konstan, sedang ball bergerak
rotasi pada socked.
Pada rolling kontak joint pada setiap permukaan berubah sesuai permukaannya. Sedang
translasi atau sliding kontak joint pada ball dipertahankan konstan sedang pada socked
berubah.
Poppen dan Walker (1976) pada penelitiannya mendapatkan pada gerak 30˚- 60˚ fleksi,
caput humeri bergerak 3 mm pada fossa glenoidalis dan pada setiap 30˚ caput humeri
bergerak ½ sampai 1 mm yang menggambarkan seperti adanya rotasi.
Sendi Acromioclavicularis
Merupakan sendi synovial atau kecil berupa hubungan antara clavicula dengan acromion.
Sendi ini diperkuat oleh fibrous capsule yang tertutup oleh ligamentum
acromiclavicularis superior dan inferior, conoid dan trapezoid.
Scapula dapat bergerak pada clavicula pada 3 axis.
1. Ligamentum conoid (axis satu) yang melekat dari processus coracoideus sampai
clavicula. Ligament ini menjadi penguat axis longitudinal (vertical) untuk rotasi
scapula (protraksi, retraksi).
2. Trapezoid ligament, disebelah lateral ligament conoid. Berfungsi menggantung
scapula pada gerakan yang beraksis transversal (horizontal) pada bidang frontal
(axis 2)
3. Pada sendi acromiclavicularis sendiri (Imman dkk, 1944) menunjukkan adanya
gerakan rotasi scapula terhadap clavicula pada axis gerak transversal bidang
sagital (axis 3)
Dempster (1965) menunjukkan pada gerak axis 1 terjadi gerakkan 30˚, axis 2 60˚ dan axis
3 -30˚.
Sendi Sternoclavicular
Merupakan sendi synovial yang berupa hubungan antara manubrium sterni dengan bagian
medial clavikula. Dilengkapi demgan diskus articularis (fibrocartilaginous).
Sendi ini di perkuat oleh lig. Costoclavicular yang berfungsi untuk mengontrol gerak
sliding clavicula terhadap manubrium sterni ketika terjadi gerak shoulder ( Last, 1972).
Gerakan anteroposterior terjadi di antara manubrium dengan discus, sedang antara discus
dengan clacivula pada gerakan elevasi dan depresi scapula. Gerakan elevasi berkisar 4˚
setiap lengan flexi 10˚ (sampai flexi 90˚).
Rotasi pada axis longitudinal berkisar 40˚ (Kent, 1971).
Sendi Scapulothoracic
Selain bersendi pada acromioclavicular dan sternoclavicular, scapula (tanpa perlekatan
ligament dan sendi/tulang) bersendi dengan thorax. Gerakan sendi ini terkait dengan
gerak protraksi, retraksi, elevasi dan depresi serta rotasi. Terjadi sliding diantara m.
serratus anterior dengan m. subscpularis.
Inman dkk (1944) mengamati bahwa gerakan fleksi dan abduksi 2/3 gerak (120˚) terletak
pada glenohumeral, sedang 1/3 gerak (60˚) terjadi pada sendi scapulohumeral. Gerak
scapulothoracic sebesar 60˚ itu terdiri 20˚ pada acromioclavicular sedang 40˚ pada
sternoclavicular.
3 phase gerak fleksi pada shoulder joint:
1. 0˚- 60˚/80˚
Otot-otot penggerak:
1. M. deltoideus anterior
2. M. coraco brachii
3. M. pectoralis mayor pars clavicula
Hambatan:
- Lig. Corahumeral
- M. teres minor, m. teres mayor dan m. infraspinatus
2. 60˚/80˚ – 120˚
Gerakan:
1. Outword rotasi scapula 60˚ sehingga pada cavitas glenoidalis bergerak ke superior
dan anterior.
2. Axial posterior rotasi acromio clavicular dan sternoclaviculare 30˚. Otot-otot
penggeraknya juga sama dengan abduksi 90˚ – 150˚, yaitu:
1. M. trapezius ascenden
2. M.trapezius descenden
3. M. serratus anterior
4. M. supraspinatus
Hambatan:
- Latissimus dorsi
- M. pectoralis mayor pars costosternalis.
3.120˚- 180˚
Gerak bilateral terjadi extensi vertebrae, sedang gerakan unilateral terjadi lateral fleksi
vertebrae.
Otot-ototnya: m. trapezius descenden dan erectors spine.
3 phase gerak abduksi:
1. 0˚ – 90˚
Otot-otot penggerak:
1. M. deltoideus
2. M. supraspinatus
Kedua otot ini juga penggerak eksorotasi 90˚
1. 90˚ – 150˚
Otot-otot penggerak:
1. M. trapezius ascenden
2. M. trapezius descenden
3. M. serratus anterior
Gerakan:
1. Outword rotasi scapula 60˚
2. Axial posterior rotasi acromioclaviculare joint dan sternoclaviculare joint 30˚.
Factor-faktor penghambat gerakan:
- M. pectoralis
- M.latissimus dorsi
1. 150˚ – 180˚
Pada gerakan bilateral terjadi lordosis vertebrae, sedang pada unilateral terjadi gerakan
lateral fleksi vertebrae
Sumber: Buku Mengenal Gerakan Sendi Menuju Manual Terapi

Anda mungkin juga menyukai