Anda di halaman 1dari 14

Naskah Drama Cerita Rakyat Jawa

Naskah Drama Cerita rakyat berjudul "Jaka Tarub"


Tokoh Drama:
1. Ibu Jaka Tarub/Mbok Randha Tarub
2. Jaka Tarub
3. Pak Ranu
4. Nawang Wulan
5. 6 bidadari

Narator:
Pada jaman dahulu di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Hidup seorang pemuda
bernama Jaka Tarub. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok
Randha. Ayahnya sudah lama meninggal. Sehari-hari Jaka Tarub dan Mbok
Randha bertani padi di sawah.

Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi mendapat
istri seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan.

Begitu terbangun dari tidur.......,

Adegan 1

Jaka Tarub:
Ah! Ternyata aku Cuma mimpi.(sambil tersenyum) Mimpiku indah sekali dan
nampak jelas terbayang diingatanku. Duuuh ku jadi tidak bisa tidur lagi!
Aku keluar sajalah.(duduk di beranda rumah menatap ke
langit) Bintang-bintang itu indah sekali!

Narator:
Sesaat Jaka tarub sedang melamun, tiba-tiba terdengar ayam jantan berkokok
menandakan hari sudah pagi.Ibu Jaka Tarubpun terbangun dari tidurnya,

Mbok Randha:
Dimana Jaka Tarub ya? Kok sudah tidak ada di kamarnya.

1
(membuka jendela) oh! Itu dia pagi-pagi sudah duduk melamun di depan rumah.
Apa yang sedang dia pikirkan ya? Apa dia memikirkan ingin segera berumah
tangga? Teman-teman sebayanyapun rata-rata telah menikah. Kasian anakku. Aku
harus membantu Jaka Tarub mencari istri yang baik untuknya.

Narator:
Siang hari ketika Mbok Randha sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak
Ranu pemilik sawah sebelah menghampirinya...

Adegan 2

Pak Ranu:
Mbok, mengapa anakmu sampai saat ini belum menikah juga ?

Mbok Randha:
Entahlah! (sambil mengingat kejadian tadi pagi)
(heran) Ada apa kau menanyakan itu Pak Ranu ?

Pak Ranu:
Tidak ada apa-apa Mbok. Aku bermaksud menjodohkan anakmu dengan anakku
Laraswati.

Mbok Randha:
(terkejut) haah?

Narator:
Mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat senang. Laraswati
adalah seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah lembut. Ia yakin
kalau Jaka Tarub mau menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun demikian
Mbok Randha tidak ingin mendahului anaknya untuk mengambil keputusan. Biar
bagaimanapun ia menyadari kalau Jaka Tarub sudah dewasa dan mempunyai
keinginan sendiri.

2
Mbok Randha:
Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada anak kita masing
masing.

Pak Ranu:
(mengangguk-angguk)
Iya, baik. Saya pikir apa yang dikatakan Mbok Randha benar. Nanti coba kita
tanyakan pada anak kita masing-masing.

Narator:
Hari berganti hari. Mbok Randha belum juga menemukan waktu yang tepat untuk
membicarakan rencana perjodohan Jaka Tarub dan Laraswati. Ia takut Jaka
Tarub tersinggung. Mungkin juga Jaka Tarub telah memiliki calon istri yang
belum dikenalkan padanya. Lama kelamaan Mbok Randha lupa akan niatnya semula.

Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Ia juga seorang
pemburu yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Pagi
itu Jaka Tarub telah siap berburu ke hutan.

Adegan 3

Jaka Tarub:
Bu, aku pergi berburu dulu ya.(sambil merapikan busur, panah, pisau dan pedang
telah disiapkannya)

Mbok Randha:
Hati-hati ya, Nak.

Heemmm semoga Jaka Tarub membawa pulang seekor menjangan besar yang bisa
dipakai makan untuk beberapa hari ke depan. Aku mau istirahat dulu(masuk ke
dalam rumah)

3
Narator:
Tak lama kemudian di tengah hutan, Jaka tarub berhasil memanah seekor
menjangan. Hatinya senang. Namun sayang, begitu Jaka Tarub sedang berjalan
pulang membawa hasil buruannya, tiba-tiba datang seekor harimau menyerangnya
dan membawa menjangan itu pergi,

Jaka Tarub terduduk lemas....

Adegan 4

Jaka Tarub:
Sialll! Siaaaalll!Baru kali ini aku mengalami nasib sesial ini! Hewan buruan sudah
ditangan malah dimangsa binatang buas. Pertanda apa, ini ? Ah! Aku tidak boleh
berpikiran yang tidak-tidak. Sebaiknya aku lanjutkan perjalananku.

Narator:
Nasib sial belum mau meninggalkan Jaka tarub. Setelah berjalan dan menunggu
beberapa kali,

Jaka Tarub:
(terduduk lemas) haaahh. Aku capek sekali. tak seekor hewan buruanpun yang
melintas di depanku. sedangkan matahari makin meninggi. Aku lapar sekali.
Sebaiknya aku pulang saja. Biarlah meskipun aku tidak membawa hasil buruan.
Semoga ibuku nanti bisa mengerti keadaanku.

Narator:
Ketika Jaka Tarub mulai memasuki desanya,

Jaka Tarub:
Ada apa ya? Kenapa banyak orang yang jalannya dengan sangat tergesa-gesa? Dan
mereka memandangku dengan pandangan aneh.
Ah! Tidak usah kupikirin! Aku sudah lapar sekali. Aku ingin cepat sampai di rumah.
Narator:
Jaka Tarub tertegun memandang rumahnya yang sudah nampak dari kejauhan.

4
Jaka Tarub:
Nah tuh!
Banyak orang berkerumun di depan rumahku. Dan orang-orang juga tergesa-gesa
menuju rumahku. Ada apa ya ?

Narator:
Jaka Tarub mulai tidak enak hati. Ia segera berlari menuju rumahnya.

Jaka Tarub:
(setengah teriak) Ada apa ini ?!

Narator:
Orang orang terkejut dan menoleh kearahnya.

Pak Ranu:
(menghampiri dan menepuk nepuk bahu lalu membimbing masuk Jaka Tarub)
Sabar ya, Nak!

Narator:
Sesaat kemudian.....

Jaka Tarub:
Ibu....ibu....ibuuu!(teriak lalu menangis)

Narator:
Mata Jaka Tarub langsung tertuju pada sesosok tubuh yang terbujur kaku diatas
dipan di ruang tengah. Beberapa detik kemudian Jaka Tarub menyadari kalau
ibunya telah meninggal. Jaka Tarub tak sanggup menahan air mata. Inilah bukti
atas firasat buruk yang dirasakan sejak pagi, pikirnya.

Jaka Tarub tak sanggup berbuat apa apa. Ia hanya termenung memandang wajah
ibunya. Cerita Pak Ranu bahwa istrinya yang menemukan Mbok Randha telah
meninggal dunia dalam tidurnya tadi pagi tak dihiraukannya. Ia merenungi
nasibnya yang kini sebatang kara. Jaka Tarub juga menyesal belum memenuhi

5
keinginan ibunya melihat ia berumah tangga dan menimang cucu. Tapi semua
tinggal kenangan. Kini ibunya telah beristirahat dengan tenang.

Sepeninggal ibunya, Jaka Tarub mengisi hari harinya dengan berburu. Hanya
dengan berburu, Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya.

Di suatu pagi hari, Jaka Tarub telah bersiap siap untuk berangkat berburu.
Dengan santai ia berjalan menuju Hutan Wanawasa karena hari masih pagi. Ketika
sampai di hutanpun Jaka tarub hanya menunggu hewan buruan lewat di depannya.
Tak terasa hari sudah siang.

Adegan 5

Jaka Tarub:
(melamun) Aaahh! Dari tadi pagi aku menunggu hewan buruan, tapi tak ada
satupun hewan buruan yang kudapat. Duuuh aku haus sekali. Baiklah, aku coba
cari air.

Narator:
Tak lama kemudian.....

Jaka Tarub:
Wooow! itu danau toyawening sudah kelihatan dari sini. (menghentikan langkah)
aku seperti mendengar suara gadis-gadis sedang bersenda gurau. Ah! Ini mungkin
cuma khayalanku saja!
Mana mungkin ada gadis-gadis bermain-main di tengah hutan belantara begini?

Narator:
Dengan mengendap-endap Jaka Tarub melangkahkan kakinya lagi menuju Danau
Toyawening. Suara tawa gadis-gadis itu makin jelas terdengar. Jaka Tarub
mengintip dari balik pohon besar kearah danau.

Jaka Tarub:

6
(Terkejut) haaahhh?? Ada 7 gadis cantik sedang mandi di Danau Toyawening.
Jantungku jadi berdegub makin kencang begini, gadis-gadis itu semuanya
berparas sangat cantik-cantik.
Oooohh! Ternyata tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari
kayangan.
Heeemm. Apakah ini arti mimpiku waktu itu ?(senang)Eh! Itu, itu di atas
tumpukan batu besar seperti ada tumpukan baju mungkin itu tumpukan baju para
bidadari itu. Jika aku mengambil salah satu pakaian bidadari ini, tentu yang punya
tidak akan dapat kembali ke kayangan.
Heeemmm!(senyum dan membayangkan) sang bidadari yang bajunya kucuri pasti
akan bersedia menjadi istriku.

Narator:
Dengan hati-hati Jaka Tarub berjalan menghampiri tumpukan baju itu. Ia
berjalan sangat perlahan. Jika para bidadari itu menyadari kehadirannya, tentu
semua rencananya akan buyar. Jaka Tarub memilih baju berwarna merah. Setelah
berhasil, Jaka Tarub buru-buru menyelinap ke balik semak-semak.Tiba tiba
seorang dari bidadari itu berkata........

Adegan 6

Bidadari tertua:
Ayo, kita pulang sekarang. Hari sudah sore
6 bidadari:
Ya benar. Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum matahari terbenam

Narator:
Para bidadari itu keluar dari danau dan mengenakan pakaian mereka masing
masing.

Bidadari Nawang wulan:


Bajuku tidak ada. Dimana bajuku ? Duuuuhh Siapa yang mengambil bajuku ?
(menangis)

Bidadari tertua:

7
Dimana kau taruh bajumu Nawangwulan ?

Bidadari Nawang Wulan:


(menangis dan panik) Disini. Sama dengan baju kalian... Duuuuh gimana aku ini?
Kalau bajuku tidak ada, aku tidak bisa pulang ke kayangan dan selendang yang
dipakai untuk terbang ikut raib juga.

Narator:
Karena Nawangwulan tidak menemukan bajunya, ia segera masuk kembali ke
Danau Toyawening. Teman temannya yang lain membantu mencari baju
Nawangwulan. Usaha mereka sia-sia karena baju Nawangwulan sudah dibawa
pulang Jaka Tarub ke rumahnya.

Akhirnya seorang bidadari berkata...

Bidadari tertua:
Nawangwulan, maafkan kami. Kami harus segera pulang ke kayangan dan
meninggalkanmu disini. Hari sudah menjelang sore.
Nawang Wulan:
Iya.

Narator:
Nawangwulan tidak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa mengangguk dan
melambaikan tangan kepada keenam temannya yang terbang perlahan
meninggalkan Danau Toyawening.

Nawang Wulan:
(sambil menangis) Mungkin memang nasibku untuk menjadi penghuni bumi.
aku harus gimana coba? masa aku harus berendam di danau ini selamanya.

Narator:
Nawang Wulanpun merasa putus asa. Dan tiba-tiba berucap....

Nawang Wulan:

8
Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila ia
perempuan, tapi bila ia laki laki akan kujadikan suamiku.
Narator:
Jaka Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Nawangwulan dari balik
pohon tersenyum senang.

Jaka Tarub:
Ha ...ha...ha....!
(bergumam) Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan!

Narator:
Jaka Tarubpun keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia
membawa baju mendiang ibunya yang diambilnya ketika pulang tadi. Jaka Tarub
segera meletakkan baju yang dibawanya di atas sebuah batu besar seraya
berkata....

Jaka Tarub:
Hai....bidadari! Aku Jaka Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan.
Ambillah dan pakailah segera. Hari sudah hampir malam!

Narator:
Jaka Tarub meninggalkan Nawangwulan dan menunggu di balik pohon besar
tempatnya bersembunyi. Tak lama kemudian Nawangwulan datang menemuinya.

Nawang Wulan:
Aku Nawangwulan. Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa kembali kesana
karena bajuku hilang. Hai, Jaka. Karena aku tadi sudah bersumpah, aku bersedia
menerimamu untuk jadi suamiku.

Jaka Tarub:
Terima kasih, Nawangwulan. Kalau begitu, ayo sekarang kita pulang ke rumahku.
Nawang Wulan:
Baiklaaah

Narator:

9
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa rumah tangga Jaka Tarub
dan Nawangwulan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak
seorangpun penduduk desa yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Jaka
Tarub mengakui istrinya itu sebagai gadis yang berasal dari sebuah desa yang
jauh dari kampungnya.

Sejak menikah dengan Nawangwulan, Jaka Tarub merasa sangat bahagia. Namun
ada satu hal yang mengganggu pikirannya selama ini.

Adegan 7

Jaka Tarub:
(heran) walau dimasak setiap hari mengapa padi di lumbung kelihatannya tidak
berkurang ya? justru Lama-lama tumpukan padi itu semakin meninggi.

Narator:
Pada suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai...

Nawang Wulan:
Kang Mas, Jaga Nawangsih dulu ya. Aku mau mencuci dulu dan tutup kukusan nasi
yang sedang dimasak, jangan dibuka ya.

Jaka Tarub:
Iya,

Narator:
Ketika sedang asyik bermain dengan Nawangsih yang saat itu berumur satu tahun,
Jaka Tarub teringat akan nasi yang sedang dimasak istrinya,

Jaka tarub:

10
Oooh iya. Tadi masak nasi. Kayaknya sudah lama memasak nasinya. Tunggu
sebentar ya, Nak. Bapak lihat dulu nasinya sudah matang belum.

Narator:
Tanpa sadar Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan
Nawangwulan.

Jaka Tarub:
(terkejut)Haaahh? Di dalam kukusan ini hanya ada setangkai padi? Nawangwulan
hanya memasak setangkai padi. Apa maksudnya ya? Aku tidak mengerti.

Narator:
Sesaat Jaka Tarub masih dalam kebingungan, tiba-tiba Nawang Wulan,
telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya di pintu dapur.

Nawang Wulan:
Kang Mas! Kenapa kau melanggar pesanku?

Jaka Tarub:
(terdiam tidak bisa menjawab)

Nawang Wulan:
Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi!
Duuuuhh!(muka kesal) Mulai sekarang aku harus menumbuk padi untuk kita masak.
Karena itu kau harus menyediakan lesung untukku!

Jaka Tarub:
Maafkan aku. Aku menyesal tidak menghiraukan perkataanmu.

Nawang Wulan:
Ya. apa mau dikata, semua sudah terlambat.
Mulai hari ini aku harus selalu menumbuk padi untuk dimasak.

Narator:

11
Sejak kejadian itu, mulailah terlihat persediaan padi mereka semakin lama
semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung.

Seperti biasa pagi itu Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman


belakang untuk mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang
tersisa sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang
lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu.

Adegan 8

Nawang wulan:
(terkejut dan wajah pucat, kesal)
Haaahh? Ini kan baju dan selendangku yang berwarna merah. Kenapa bisa ada
disini? Wuaah ini pasti perbuatan Jaka Tarub. Jadi, jadi yang mengambil baju dan
selendangku selama ini adalah Jaka Tarub. Jaka Tarub menipuku. Sama sekali aku
tidak menyangka ternyata yang tega mencuri bajuku adalah Jaka Tarub. Ah! Aku,
aku ingin segera pulang ke kayangan. Aku rindu dengan saudara-saudaraku di
kayangan. Aku ingin kembali ke asalku.

Narator:
Sore hari ketika Jaka Tarub kembali ke rumahnya, ia tidak mendapati
Nawangwulan dan anaknya Nawangsih.

Adegan 9

Jaka Tarub:
(berteriak) Wulan! Wulan! Wulan! Dimana kau?
Hari sudah menjelang malam, tapi tak kutemukan Nawangwulan dan Nawangsih.
Dimana mereka ya?

Narator:
Tiba tiba Jaka Tarub yang sedang berdiri di halaman rumah melihat sesuatu
melayang menuju ke arahnya. Dia mengamatinya sesaat.

Jaka Tarub terpana. Beberapa saat kemudian ia mengenali ternyata.....

12
Jaka Tarub:
Haaahh? Wulan? Wulan? Aku mencari-carimu kemana-mana. Darimana kau
Wulan? (Gemetar) Kau Kau memakai baju bidadari, Wulan. Kau Kau cantik sekali
memakai baju bidadari dan selendangmu itu.
(bergumam) aku sama sekali tidak menyangka kalau Nawangwulan berhasil
menemukan kembali baju bidadarinya. berarti rahasia yang kusimpan selama ini
telah terbongkar.

Nawang Wulan:
(sedih) Kenapa kau tega melakukan ini padaku Jaka Tarub?

Jaka Tarub:
Maafkan aku Nawangwulan. A, aku menyesal Nawang Wulan.

Narator:
Hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Jaka Tarub. Nawangwulan dapat
merasakan betapa Jaka Tarub tidak berdaya di hadapannya.

Nawang Wulan:
Sekarang kau harus menanggung akibat perbuatanmu Jaka Tarub!
Aku akan kembali ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari.
Tempatku bukan disini!

Narator:
Jaka Tarub tidak menjawab. Ia pasrah akan keputusan Nawangwulan.

Nawang Wulan:
(suara tegas) Kau harus mengasuh Nawangsih sendiri. Mulai saat ini kita bukan
suami istri!
Dan ini aku serahkan Nawangsih padamu!

Narator:
Anak kecil itu masih tertidur lelap. Ia tidak sadar bahwa sebentar lagi ibunya
akan meninggalkan dirinya.

13
Nawang Wulan:
(sambil menatap wajah Nawangsih) Betapapun salahmu padaku Jaka Tarub,
Nawangsih tetaplah anakku. Jika ia ingin bertemu denganku suatu saat nanti,
bakarlah batang padi, maka aku akan turun menemuinya
Hanya satu syaratnya, kau tidak boleh bersama Nawangsih ketika aku
menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat batang padi yang dibakar!

Jaka Tarub:
Iya, Nawang Wulan. Akan aku turuti segala yang kau katakan.
Narator:
Jaka Tarub hanya bisa menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat
tegar.

Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi


dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan
Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil
mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain
yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik seperti
pesan Nawangwulan

14

Anda mungkin juga menyukai