Anda di halaman 1dari 9

Naskah Drama Cerita Rakyat Jawa

Mengambil pelajaran dari kisah cerita rakyat nusantara

Kamis, 30 Januari 2014


Naskah Drama Cerita rakyat berjudul "Jaka Tarub"
Tokoh Drama:
1. Ibu Jaka Tarub/Mbok Randha Tarub
2. Jaka Tarub

3. Pak Ranu
4. Nawang Wulan
5. 6 bidadari

Narator:
Pada jaman dahulu di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Hidup seorang pemuda bernama
Jaka Tarub. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Randha. Ayahnya sudah lama
meninggal. Sehari-hari Jaka Tarub dan Mbok Randha bertani padi di sawah.

Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi mendapat istri seorang
bidadari nan cantik jelita dari kayangan.

Begitu terbangun dari tidur.......,

Adegan 1

Jaka Tarub:
Ah! Ternyata aku Cuma mimpi.(sambil tersenyum) Mimpiku indah sekali dan nampak jelas
terbayang diingatanku. Duuuh ku jadi tidak bisa tidur lagi!
Aku keluar sajalah.(duduk di beranda rumah menatap ke langit)
Bintang-bintang itu indah sekali!

Narator:
Sesaat Jaka tarub sedang melamun, tiba-tiba terdengar ayam jantan berkokok menandakan hari
sudah pagi.Ibu Jaka Tarubpun terbangun dari tidurnya,

Mbok Randha:
Dimana Jaka Tarub ya? Kok sudah tidak ada di kamarnya.
(membuka jendela) oh! Itu dia pagi-pagi sudah duduk melamun di depan rumah. Apa yang
sedang dia pikirkan ya? Apa dia memikirkan ingin segera berumah tangga? Teman-teman
sebayanyapun rata-rata telah menikah. Kasian anakku. Aku harus membantu Jaka Tarub
mencari istri yang baik untuknya.

Narator:
Siang hari ketika Mbok Randha sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak Ranu pemilik
sawah sebelah menghampirinya...

Adegan 2

Pak Ranu:
Mbok, mengapa anakmu sampai saat ini belum menikah juga ?

Mbok Randha:
Entahlah! (sambil mengingat kejadian tadi pagi)
(heran) Ada apa kau menanyakan itu Pak Ranu ?

Pak Ranu:
Tidak ada apa-apa Mbok. Aku bermaksud menjodohkan anakmu dengan anakku Laraswati.

Mbok Randha:
(terkejut) haah?

Narator:
Mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat senang. Laraswati adalah
seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah lembut. Ia yakin kalau Jaka Tarub mau
menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun demikian Mbok Randha tidak ingin mendahului
anaknya untuk mengambil keputusan. Biar bagaimanapun ia menyadari kalau Jaka Tarub sudah
dewasa dan mempunyai keinginan sendiri.

Mbok Randha:
Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada anak kita masing masing.

Pak Ranu:
(mengangguk-angguk)
Iya, baik. Saya pikir apa yang dikatakan Mbok Randha benar. Nanti coba kita tanyakan pada
anak kita masing-masing.

Narator:
Hari berganti hari. Mbok Randha belum juga menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan
rencana perjodohan Jaka Tarub dan Laraswati. Ia takut Jaka Tarub tersinggung. Mungkin juga
Jaka Tarub telah memiliki calon istri yang belum dikenalkan padanya. Lama kelamaan Mbok
Randha lupa akan niatnya semula.

Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang memancing. Ia juga seorang
pemancing yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang sang ayah. Pagi itu Jaka
Tarub telah siap untuk pergi memancing ke sungai yang berada ditengah hutan.

Adegan 3

Jaka Tarub:
Bu, aku pergi mancing dulu ya.(sambil merapikan alat pancing dan umpan)

Mbok Randha:
Hati-hati ya, Nak.

Heemm semoga saja Jaka Tarub membawa pulang banyak tangkapan ikan yang bisa untuk
dijadikan lauk beberapa hari kedepan. Aku mau istirahat dulu(masuk ke dalam rumhah)

Narator:
Setelah lama menacing Jaka Tarub berhasil membawa banyak ikan. Namun saat perjalanan
pulang ditengah hutan, Jaka Tarub dihadang oleh seekor harimau yang sudah mengincar hasil
tangkapannya. Tanpa berpikir panjang dengan keadaan gemetar Jaka Tarub memberikan
semua hasil tangkapannya dan lari terbirit-birit.

Adegan 4

Jaka Tarub:
Sialll! Siaaaalll!Baru kali ini aku mengalami nasib sesial ini! Semua hasil tangkapanku habis
dimangsa binatang buas. Pertanda apa, ini ? Ah! Aku tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak.
Sebaiknya aku pulang saua.

Narator:
Jaka Tarub pun pulang dengan perasaan kecewa
Ketika Jaka Tarub mulai memasuki desanya.

Jaka Tarub:
Loh, mengapa ada banyak orang dirumahku??

Narator:
Jaka Tarub mulai tidak enak hati. Ia segera berlari menuju rumahnya.

Jaka Tarub:
(setengah teriak) Ada apa ini ?!

Narator:
Orang orang terkejut dan menoleh kearahnya.

Pak Ranu:
(menghampiri dan menepuk nepuk bahu lalu membimbing masuk Jaka Tarub)
Sabar ya, Nak!

Narator:
Sesaat setelah pak Ranu membimbingnya masuk Jaka Tarub yang melihat ibunya terkapar pun
segera berlari menuju jasat ibunya.

Jaka Tarub:
Ibu....ibu....ibuuu!(teriak lalu menangis)

Narator:
Jaka Tarub tak sanggup berbuat apa apa. Ia hanya termenung memandang wajah ibunya. Cerita
Pak Ranu bahwa istrinya yang menemukan Mbok Randha telah meninggal dunia dalam tidurnya
tadi pagi tak dihiraukannya. Jaka Tarub pun pergi bersama warga menuju tempat
pemakaman.Seetelah ibunya dikebumikan, Ia merenungi nasibnya yang kini sebatang kara.
Jaka Tarub juga menyesal belum memenuhi keinginan ibunya melihat ia berumah tangga.

Adegan 5qp
Narator:
Sepeninggal ibunya, Jaka Tarub mengisi hari harinya dengan memancing. Hanya dengan
memancing, Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya.
Di suatu pagi hari, Jaka Tarub telah bersiap siap untuk berangkat memancing. Dengan santai ia
berjalan menuju sungai toyawening yang berada ditengah Hutan Wanawasa karena hari masih
pagi. Ketika sampai di sungai, Jaka tarub mulai memancing. Hari tersebut bertepatan dengan
turunnya para bidadari dari kayangan untuk mandi di sungai toyawening.

Scan nari

Jaka Tarub:
(melamun) Aaahh! Dari tadi pagi aku menunggu ikan menyambar umpanku, tapi tak ada satupun
ikan yang kudapat.

Bidarari :

Wahh ternyata air disini jernih sekali

Bidadari:

Iyaaa sejuk sekaliii

Narator:
Saat sedang menunggu ikan menyambar umpannya jaka tarub mendengar candaan wanita.

Jaka Tarub:
Sepertinya aku mendengar suara para gadis yang sedang bercanda

Narator:
Dengan mengendap-endap Jaka Tarub melangkahkan kakinya lagi menuju sungai Toyawening.
Suara tawa gadis-gadis itu makin jelas terdengar. Jaka Tarub mengintip dari balik pohon besar
kearah danau.

Jaka Tarub:
(Terkejut) haaahhh?? Ada 7 gadis cantik sedang mandi di Sungai Toyawening. Jantungku jadi
berdegub makin kencang begini, gadis-gadis itu semuanya berparas sangat cantik-cantik.
Oooohh! Ternyata tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan.
Heeemm. Apakah ini arti mimpiku waktu itu ?(senang)Eh! Itu, itu di atas tumpukan batu besar
seperti ada tumpukan selendang, mungkin itu tumpukan selendang para bidadari itu. Jika aku
mengambil salah satu selendang bidadari ini, tentu yang punya tidak akan dapat kembali ke
kayangan.
Heeemmm!(senyum dan membayangkan) sang bidadari yang selendangnya kucuri pasti akan
bersedia menjadi istriku.

Narator:
Dengan hati-hati Jaka Tarub berjalan menghampiri tumpukan selendang itu. Ia berjalan sangat
perlahan. Jika para bidadari itu menyadari kehadirannya, tentu semua rencananya akan buyar.
Jaka Tarub memilih selendang berwarna kuning. Setelah berhasil, Jaka Tarub buru-buru
menyelinap ke balik semak-semak.Tiba tiba seorang dari bidadari itu berkata........
Adegan 6

Bidadari tertua:
Ayo, kita pulang sekarang. Hari sudah sore

6 bidadari:
Ya benar. Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum matahari terbenam

Narator:
Para bidadari itu keluar dari sungai dan mengenakan selendang mereka masing masing.

Bidadari Nawang wulan:


Selendangku tidak ada. Dimana selendangku ? Duuuuhh Siapa yang mengambil selendangku?
(menangis)

Bidadari tertua:
Dimana kau taruh selendangmu Nawangwulan ?

Bidadari Nawang Wulan:


(menangis dan panik) Disini. Sama dengan selendang kalian... Duuuuh gimana aku ini? Kalau
selendangku tidak ada, aku tidak bisa pulang ke kayangan.

Narator:
Karena Nawangwulan tidak menemukan selendangnya, ia segera masuk kembali ke Sungai
Toyawening. Teman temannya yang lain membantu mencari baju Nawangwulan. Usaha mereka
sia-sia karena selendang Nawang wulan sudah dibawa pulang Jaka Tarub ke rumahnya.

Akhirnya seorang bidadari berkata...

Bidadari tertua:
Nawangwulan, maafkan kami. Kami harus segera pulang ke kayangan dan meninggalkanmu
disini. Hari sudah menjelang sore.

Nawang Wulan:
Iya.

Narator:
Nawangwulan tidak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa mengangguk dan melambaikan
tangan kepada keenam temannya yang terbang perlahan meninggalkan Sungai Toyawening.

Nawang Wulan:
(sambil menangis) Mungkin memang nasibku untuk menjadi penghuni bumi.
aku harus gimana coba? masa aku harus berendam di sungai ini selamanya.

Narator:
Nawang Wulanpun merasa putus asa. Dan tiba-tiba berucap....

Nawang Wulan:
Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila
ia laki laki akan kujadikan suamiku.
Narator:
Jaka Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Nawangwulan dari balik pohon
tersenyum senang.

Jaka Tarub:
Ha ...ha...ha....!
(bergumam) Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan!

Narator:
Jaka Tarubpun keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia membawa baju
mendiang ibunya yang diambilnya ketika pulang tadi. Jaka Tarub segera meletakkan baju yang
dibawanya di atas sebuah batu besar seraya berkata....

Jaka Tarub:
Hai....bidadari! Aku Jaka Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan. Ambillah dan
pakailah segera. Hari sudah hampir malam!

Narator:
Jaka Tarub meninggalkan Nawangwulan dan menunggu di balik pohon besar tempatnya
bersembunyi. Tak lama kemudian Nawangwulan datang menemuinya.

Nawang Wulan:
Aku Nawangwulan. Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa kembali kesana karena bajuku
hilang. Hai, Jaka. Karena aku tadi sudah bersumpah, aku bersedia menerimamu untuk jadi
suamiku.

Jaka Tarub:
Terima kasih, Nawangwulan. Kalau begitu, ayo sekarang kita pulang ke rumahku.

Nawang Wulan:
Baiklaaah

Narator:
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa rumah tangga Jaka Tarub dan Nawangwulan
telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak seorangpun penduduk desa
yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Jaka Tarub mengakui istrinya itu sebagai
gadis yang berasal dari sebuah desa yang jauh dari kampungnya.

Sejak menikah dengan Nawangwulan, Jaka Tarub merasa sangat bahagia. Namun ada satu hal
yang mengganggu pikirannya selama ini.

Adegan 7

Jaka Tarub:
(heran) walau dimasak setiap hari mengapa padi di lumbung kelihatannya tidak berkurang ya?
justru Lama-lama tumpukan padi itu semakin meninggi.

Narator:
Pada suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai...
Nawang Wulan:
Kang Mas, Jaga Nawangsih dulu ya. Aku mau mencuci dulu dan tutup kukusan nasi yang
sedang dimasak, jangan dibuka ya.

Jaka Tarub:
Iya,

Narator:
Ketika sedang asyik bermain dengan Nawangsih yang saat itu berumur 40 hari, Jaka Tarub
teringat akan nasi yang sedang dimasak istrinya,

Jaka tarub:
Oooh iya. Tadi masak nasi. Kayaknya sudah lama memasak nasinya. Tunggu sebentar ya, Nak.
Bapak lihat dulu nasinya sudah matang belum.

Narator:
Tanpa sadar Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan Nawangwulan.

Jaka Tarub:
(terkejut)Haaahh? Di dalam kukusan ini hanya ada setangkai padi? Nawangwulan hanya
memasak setangkai padi. Apa maksudnya ya? Aku tidak mengerti.

Narator:
Sesaat Jaka Tarub masih dalam kebingungan, tiba-tiba Nawang Wulan,
telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya di pintu dapur.

Nawang Wulan:
Kang Mas! Kenapa kau melanggar pesanku?

Jaka Tarub:
(terdiam tidak bisa menjawab)

Nawang Wulan:
Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi!
Duuuuhh!(muka kesal) Mulai sekarang aku harus menumbuk padi untuk kita masak. Karena itu
kau harus menyediakan lesung untukku!

Jaka Tarub:
Maafkan aku. Aku menyesal tidak menghiraukan perkataanmu.

Nawang Wulan:
Ya. apa mau dikata, semua sudah terlambat.
Mulai hari ini aku harus selalu menumbuk padi untuk dimasak.

Narator:
Sejak kejadian itu, mulailah terlihat persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis.
Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung.
Seperti biasa pagi itu Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk
mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang tersisa sedikit itu,
Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran,
Nawangwulan terus menarik benda itu.

Adegan 8

Nawang wulan:
(terkejut dan wajah pucat, kesal)
Haaahh? Ini kan baju dan selendangku yang berwarna merah. Kenapa bisa ada disini? Wuaah
ini pasti perbuatan Jaka Tarub. Jadi, jadi yang mengambil baju dan selendangku selama ini
adalah Jaka Tarub. Jaka Tarub menipuku. Sama sekali aku tidak menyangka ternyata yang tega
mencuri bajuku adalah Jaka Tarub. Ah! Aku, aku ingin segera pulang ke kayangan. Aku rindu
dengan saudara-saudaraku di kayangan. Aku ingin kembali ke asalku.

Narator:
Sore hari ketika Jaka Tarub kembali ke rumahnya, ia tidak mendapati Nawangwulan dan
anaknya Nawangsih.

Adegan 9

Jaka Tarub:
(berteriak) Wulan! Wulan! Wulan! Dimana kau?
Hari sudah menjelang malam, tapi tak kutemukan Nawangwulan dan Nawangsih. Dimana
mereka ya?

Narator:
Tiba tiba Jaka Tarub yang sedang berdiri di halaman rumah melihat sesuatu melayang menuju
ke arahnya. Dia mengamatinya sesaat.

Jaka Tarub terpana. Beberapa saat kemudian ia mengenali ternyata.....

Jaka Tarub:
Haaahh? Wulan? Wulan? Aku mencari-carimu kemana-mana. Darimana kau Wulan?
(Gemetar) Kau Kau memakai baju bidadari, Wulan. Kau Kau cantik sekali memakai baju bidadari
dan selendangmu itu.
(bergumam) aku sama sekali tidak menyangka kalau Nawangwulan berhasil menemukan
kembali baju bidadarinya. berarti rahasia yang kusimpan selama ini telah terbongkar.

Nawang Wulan:
(sedih) Kenapa kau tega melakukan ini padaku Jaka Tarub?

Jaka Tarub:
Maafkan aku Nawangwulan. A, aku menyesal Nawang Wulan.

Narator:
Hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Jaka Tarub. Nawangwulan dapat merasakan
betapa Jaka Tarub tidak berdaya di hadapannya.

Nawang Wulan:
Sekarang kau harus menanggung akibat perbuatanmu Jaka Tarub!
Aku akan kembali ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari. Tempatku bukan
disini!

Narator:
Jaka Tarub tidak menjawab. Ia pasrah akan keputusan Nawangwulan.

Nawang Wulan:
(suara tegas) Kau harus mengasuh Nawangsih sendiri. Mulai saat ini kita bukan suami istri!
Dan ini aku serahkan Nawangsih padamu!

Narator:
Anak kecil itu masih tertidur lelap. Ia tidak sadar bahwa sebentar lagi ibunya akan meninggalkan
dirinya.

Nawang Wulan:
(sambil menatap wajah Nawangsih) Betapapun salahmu padaku Jaka Tarub, Nawangsih
tetaplah anakku. Jika ia ingin bertemu denganku suatu saat nanti, bakarlah batang padi, maka
aku akan turun menemuinya
Hanya satu syaratnya, kau tidak boleh bersama Nawangsih ketika aku menemuinya. Biarkan ia
seorang diri di dekat batang padi yang dibakar!

Jaka Tarub:
Iya, Nawang Wulan. Akan aku turuti segala yang kau katakan.

Narator:
Jaka Tarub hanya bisa menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar.

Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan
Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub
hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh
kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat
Nawangsih dengan baik seperti pesan Nawangwulan

Anda mungkin juga menyukai