Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tujuan dari pembelajaran kimia ialah
siswa dapat menguasai konsep-konsep dan bersikap ilmiah serta dapat memahami
konsep-konsep kimia yang dapat menyelesaikan masalah.
Menurut Sudijono (1996), pemahaman konsep ialah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Pemahaman konsep juga sangat penting karena dengan memahami
konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, menguasai, dan menyimpan
materi yang dipelajarinya dalam waktu yang lama. Dengan pemahaman konsep,
siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi yang dipelajari. Sehingga setiap
pembelajaran di usahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa
memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar. Oleh karena
itu siswa harus memahami konsep kimia terlebih dahulu agar dapat
menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut di
dunia nyata. Dimana siswa menggambarkan proses netralisasi sebagai
pencampuran fisika dari asam dan basa yang tidak menghasilkan produk dan tidak
memiliki persamaan reaksi. Oleh karena itu untuk mengetahui pemahaman siswa
dalam memahami materi titrasi asam basa diperlukan tes.
Materi titrasi asam basa yang akan diajarkan harus bisa dijelaskan dengan
baik agar siswa mengerti dan menguasai konsep dasar yang akan terus
dipergunakan hingga tingkat selanjutnya jika materi dasarnya belum berhasil
mereka kuasai. Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang bisa
mendorong siswa aktif dalam proses pembelajaran, salah satu model pembelajaran
yang bisa digunakan adalah model pembelajaran discovery learning. Model
pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran yang mengarahkan
siswa menemukan konsep melalui berbagai informasi atau data yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan. Discovery learning juga adalah model

1
belajar yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang membuat
peserta didik belajar aktif dan menemukan pengetahuan sendiri (Kartika, 2017).
Dengan adanya model pembelajaran discovery learning yang digunakan,
maka siswa diharapkan dapat memahami dan menguasai konsep dari materi titrasi
asam basa.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Mananggu, terungkap
bahwa masih sebagian besar siswa hanya mampu untuk mengetahui dan
menghafal materi tanpa memahami materi yang disampaikan. Hal ini yang
menyebabkan mereka seringkali masih mengalami kesulitan untuk memahami
materi kimia. Banyak juga siswa yang mengaku bahwa ketika guru menjelaskan
suatu pokok bahasan yang baru, terkadang mereka lupa akan inti dari pokok
bahasan yang telah dijelaskan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Oleh
karena itu suatu usaha untuk dapat memperbaiki cara belajar siswa, khususnya
pelajaran kimia. Salah satu materi kimia yang akan dipelajari adalah titrasi asam
basa. Materi titrasi asam basa merupakan materi yang sulit bagi kebanyakan siswa
karena bersifat abstrak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti brmaksud melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning
Terhadap Pemahaman Konsep Pada Materi Titrasi Asam Basa Di SMA Negeri
1 Mananggu”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di identifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Kurangnya pemahaman konsep dasar siswa pada pada mata pelajaran
kimia.
2. Siswa masih mengalami kesulitan belajar kimia.
3. Siswa kurang optimal dalam proses pembelajaran sehingga diperlukan
model pembelajaran discovery learning.
4. Siswa kurang memahami materi titrasi asam basa yang diajarkan guru.

2
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu dirumuskan
permasalahan untuk penelitian ini adalah bagaimana pengaruh model
pembelajaran discovery learning terhadap pemahaman konsep pada materi titrasi
asam basa di SMA Negeri 1 Mananggu ?.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap pemahaman konsep
pada materi titrasi asam basa di SMA Negeri 1 Mananggu.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif untuk
mengembangkan proses pembelajaran siswa sehingga dapat meningkatkan
mutu pendidikan.
2. Bagi guru
Sebagai sumber informasi untuk melakukan pengembangan
strategi pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery
learning untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada
mata pelajaran kimia.
3. Bagi Siswa
Dapat memudahkan siswa dalam memahami pelajaran kimia
menggunakan model pembelajaran discovery learning
4. Bagi Peneliti
Bagi sumber pengalaman, tambahan pengetahuan dan motivasi
serta berlatih untuk dapat menggunakan model pembelajaran discovery
learning dalam proses pembelajaran kimia.

3
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery Learning adalah salah satu model dalam pengajaran teori
kognitif dengan mengutamakan peran guru dalam menciptakan situasi belajar
yang melibatkan siswa belajar aktif dan mandiri. Model pembelajaran discovery
(penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian besar atau seluruhnya ditemukan mandiri.
Dalam penggunaan model ini, siswa dibiarkan untuk belajar dan berfikir sendiri
serta menemukan jawaban atas soal atau masalah yang dihadapinya (Dewi, 2015).
Menurut Astuti (2018), menyatakan pembelajaran model Discovery
Learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif
dengan menemukan sendiri dan menyelidiki sendiri, sehingga akan diperoleh hasil
yang akan bertahan lama dalam ingatan serta tidak mudah dilupakan oleh siswa.
Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses
mental sendiri, peran guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaksnya (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.
Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai
pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. Suatu pola urutan
(sintaks) dari suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur
langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran
(Budiyanto, 2016).
Adapun menurut Kartika (2017), sintak pembelajaran model discovery
learning dapat dilihat pada tabel 2.1 yaitu sebagai berikut :

4
Tabel 2.1 Sintak model pembelajaran discovery learning
No Tahapan Pembelajaran Kegiatan Belajar
1. Simulation Pada tahap ini, mendidik memberikan
(Stimulasi/Memberikan rangsangan kepada peserta didik dimana
Rangsangan nantinya peserta didik akan melakukan tanya
jawab terhadap topik yang disampaikan
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi.
2. ProblemStatement Pendidik memberikan kesempatan kepada
(Pertanyaan/Identifikasi peserta didik untuk melakukan identifikasi
Masalah) terhadap permasalahan yang disajikan
sebanyak mungkin, kemudian dilanjutkan
dengan menentukan salah satu solusi
pemecahan masalah yang dianggap sangat
relevan untuk digunakan dalam proses
penyelesaian masalah tersebut.
3 DataCollection Pendidik memberi kesempatan kepada
(Pengumpulan Data) peserta didik untuk melakukan proses
mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan, ini dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa
dalam menimbulkan benar atau tidaknya
hipotesisyang telah ditentukan tersebut.
4. DataProcessing Pada tahapan ini, semua informasi yang
(Pengolahan Data) telah didapatkan/dikumpulkan oleh peserta
didik baik informasi dari hasil bacaan,
melakukan wawancara, melakukan
observasi, dan lain sebagainya. Lalu
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan jika perlu dihitung dengan
menggunakan cara tertentu lalu kemudian

5
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu.
5. Verification Pada tahap ini peserta didik melakukan
(Pembuktian) pengkajian ulang secara cermat sebagai
dasar untuk membuktikan benat atau
tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil processing.
6. Generalization Tahap generalisasi/menarik kesimpulan
(Menarik Kesimpulan) adalah sebuah tahapan yang dilakukan oleh
peserta didik untuk menarik kesimpulan
yang dijadikan sebagai prinsip umum dan
berlaku untuk semua masalah kejadian yang
sama, dengan tetap memperhatikan hasil
verifikasi.
Menurut Suherman (2011), terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan
model pembelajaran discovery learning yaitu :
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir untuk menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
2. Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya.
3. Menimbulkan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorong melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.
4. Siswa akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konsep.
5. Dapat melatih siswa untuk banyak belajar sendiri.
Menurut Yuliana (2018), mengemukakan beberapa kekurangan dari model
Discovery Learning, yaitu :
1. Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
2. Bagi siswa yang kurang memiliki kemampuan kognitif yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak atau yang mengungkapkan
hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga pada

6
gilirannya akan menimbulkan frustasi.
3. Model ini tidak cukup efisien untuk digunakan dalam mengajar pada
jumlah siswa yang banyak hal ini karena waktu yang dibutuhkan cukup
lama untuk kegiatan penemuan pemecahan masalah.
4. Harapan dalam model ini dapat terganggu apabila siswa dan guru telah
terbiasa dengan cara lama.
5. Model pengajaran discovery ini akan lebih cocok dalam pengembangan
pemahaman, namun aspek lainnya kurang mendapat perhatian.
2.1.2 Pemahaman Konsep
Menurut Sudijono (2015), pemahaman konsep merupakan kemampuan
individu untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahuidn
diingat. Pemahaman konsep juga sangat penting karena dengan pemahaman
konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari kimia. Sehingga setiap
pembelajaran harusnya lebih ditekankan pada penguasaan konsep siswa terhadap
materi, agar siswa memiliki dasar yang baik dan benar untuk mencapai
kemampuan dasar atau standar kompetensi. Oleh karena itu, siswa diharuskan
memahami konsep kimia terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal
sehingga mampu mengaplikasikan pembelejaran tersebut di dunia nyata.
Menurut Sugiarti (2012), hal ini sejalan dengan masalah yang
dikemukakan oleh Brook dan Brooks yang mengungkapkan bahwa permasalahan
penting yang dihadapi oleh dunia pendidikan sampai saat ini adalah bagaimana
mengupayakan dalam membangun pemahaman. Untuk itu peserta didik
diharuskan memahami dan mengerti apa saja yang diajarkan, mengetahui apa
yang diajarkan, mengetahui apa yang dikomunikasikan serta dapat memanfaatkan
isinya. Ada beberapa manfaat pemahaman tentang suatu konsep, yaitu :
1. Konsep membuat kita tidak perlu “mengulang-ulang pencarian arti” setiap
kali menemukan informasi baru.
2. Konsep membantu proses mengingat dan membuatnya menjadi lebih
efisien.

7
3. Konsep membantu kita menyederhanakan dan meringkas informasi,
komunikasi dan waktu yang digunakan untuk memahami informasi
tersebut.
4. Konsep-konsep merupakan dasar untuk proses mental yang lebih tinggi.
5. Konsep menentukan apa yang diketahui atau diyakini seseorang.
Proses belajar konsep dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
pemberian contoh, atribut, umpan balik, bahan atau materi, dan perbedaan
individu.
1. Pemberian contoh-contoh.
Belajar konsep akan lebih cepat apabila menggunakan contoh-contoh
positif daripada menggunakan contoh-contoh negatif, karena manusia
cenderung menyukai contoh-contoh positif dan lebih informatif dalam
memberikan pesan.
2. Atribut
Jumlah atribut yang relevan dan tidak relevan mempengaruhi tingkat
kemudahan mempelajari konsep. Makin banyak jumlah atribut tambahan
yang relevan, maka belajar konsep akan lebih cepat dan mudah atau
sebaliknya.
3. Umpan balik
Umpan balik dapat menyediakan informasi terhadap kebenaran atau
kesalahan hipotesis yang digunakan individu.
4. Perbedaan Individu
Pembentukan konsep-konsep antar individu satu dengan yang lain dapat
berbeda, tergantung pada tingkat usia, intelgensi, kemampuan berbahasa,
pelatihan, atau pengalaman masing-masing.
2.1.2 Materi Titrasi Asam Basa
Penetapan kadar larutan asam dan basa dapat dilakukan melalui suatu
prosedur percobaan yang disebut titrasi asam basa.istilah titrasi berarti penetapan
titer atau kadar. Kadar larutan asam basa ditentukan dengan menggunakan larutan
basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya kadar larutan basa ditentukan
dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Prinsip dari titrasi

8
asam basa ini menerapkan prinsip reaksi asam basa dimana ketika dicampurkan
atau direaksikan maka akan terjadi reaksi penerapan yang menghasilkan suatu
garam dan air dengan pH yang netral.
Titrasi asam basa dibagi menjadi empat jenis tergantung pada jenis asam
dan basa yang direaksikan. Pada saat larutan basa ditetesi dengan larutan asam,
pH larutan akan turun. Sebaliknya, jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa,
maka pH larutan akan naik. Jenis asam dan basa yang direaksikan akan
mempengaruhi perubahan pH yang dapat digambarkan dengan kurva titrasi yang
dihasilkan dengan plot antara pH dengan asam atau basa yang ditambahkan.
Bentuk karakteristik dari kurva yang berbeda-beda menggambarkan perbedaan
konsentrasi dan sifat kekuatan asam basanya. Berikut merupakan jenis titrasi asam
basa beserta kurva titrasinya :
1. Asam Kuat dan Basa Kuat
Titrasi asam kuat dan basa kuat contohnya titrasi antara HCl dengan
NaOH. Reaksinya adalah :
HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(aq)
Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir
titrasi pada titik ekuivalen pH adalah netral.

Gambar 2.1 : Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat


2. Asam Kuat dan Basa Lemah
Contoh titrasi ini adalah asam klorida sebagai asam kuat dan larutan
ammonia sebagai basa lemah. Dalam reaksi ini akan terbentuk garam yang
bersifat asam.
NH4OH(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O
9
Gambar 2.2 : Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah
3. Asam Lemah dan Basa Kuat
Titrasi asam lemah dan basa kuat contohnya adalah titrasi CH 3COOH
sebagai asam lemah dengan NaOH sebagai basa kuat sehingga membentuk
garam yang bersifat basa. Reaksinya yang akan terjadi adalah :
NaOH(aq) + CH3COOH(aq) CH3COONa + H2O

Gambar 2.3 : Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat


4. Asam Lemah dan Basa Lemah
Titrasi asam lemah dan basa lemah contohnya adalah titrasi
CH3COOH dengan NH4OH sebagai basa lemah sehingga membentuk
garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Jika Ka>Kb kelarutan
bersifat asam, jika Kb>Ka kelarutan bersifat basa. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
CH3COOH(aq) + NH4OH CH3COONH4 + H2O

10
Gambar 2.4 : Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Lemah
Dalam melakukan titrasi, larutan yang dititrasi atau titrat dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer. Biasanya larutan yang dititrasi adalah larutan asam,
sedangkan larutan penitrasi disebut titran(larutan basa) dimasukkan kedalam
buret. Titran tersebut dituangkan dari buret tetes kedalam larutan titrat sampai titik
akhir titrasi tercapai.

Gambar 2.5 : Rangkaian Alat Titrasi


Karena kemampuan mata kita terbatas dalam mengamati suatu warna
larutan, maka penggunaan indikator dalam titrasi asam basa selalu mengandung
resiko kesalahan. Misalnya ingin menentukan kadar suatu larutan HCl dengan
menggunakan larutan NaOH 1 M, maka dilakukan percobaan untuk mengetahui
beberapa volume larutan HCl tersebut. Untuk itu jumlah larutan HCl tersebut
misalnya 20 mL, ditempatkan dalam labu erlenmeyer, kemudian ditetesi dengan
larutan NaOH 0,1 M sehingga keduanya ekuivalen atau tepat habis bereaksi. Titik
ekuivalen dapat diketahui dengan adanya bantuan indikator. Titrasi dihentikan

11
pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Saat indikator menunjukkan
perubahan warna disebut titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah yaituh pH pada
saat asam dan basa tepat ekuivalen, sedangkan titik akhir titrasi adalah pH pada
saat indikator berubah warna. Ada dua cara untuk mengetahui titik ekuivalen,
yaitu :
1. Memakai pH meter
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik ekuivalennya adalah titik tengah dari kurva titrasi tersebut.
2. Memakai indikator asam basa
Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes pada titrasi sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa
adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Chang (2004), berpendapat ada beberapa indikator yang digunakan untuk
mengetahui titik ekuivalen. Adapun indikator tersebut sebagai berikut :
Indikator Perubahan Warna Pelarut Trayek
Asam Basa pH
Thimol biru Merah Kuning Air 1,2 – 2,2
Metil kuning Merah Kuning Etanol 90% 2,0 - 3,0
Metil jingga Merah Kuning jingga Air 3,1 – 4,4
Metil merah Merah Kuning Air 4,4 – 6,2
Bromtimol biru Kuning Biru Air 6,0 – 7,6
Phenolphthalein Tak berwarna Merah – Ungu Etanol 70% 8,0 – 9,5
Thimolftalein Tak berwarna Biru Etanol 70% 9,3 – 10,5
Pada umumnya cara kedua banyak digunakan karena mudah dilakukan
untuk pengamatan, tidak perlu alat tambahan dan praktis meskipun tidak seakurat
pH meter. Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika
menggunakan indikator phenolpthalein.

12
Gambar 2.6 : Perubahan Warna Menggunakan Indikator Phenolpthalein
Pada titrasi asam basa, terdapat rumus umum yang perlu diketahui. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut :
Mol ekuivalen asam = Mol ekuivalen basa
Pada saat titik ekuivalen, maka molekul ekuivalen asam akan sama dengan
mol ekuivalen basa. Mol ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara
normalitas (N) dengan volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut :
N asam x V asam = N basa x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan
jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas
menjadi :
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H+ atau OH-
Berdasarkan uraian diatas, titrasi asam basa merupakan suatu prosedur
untuk menentukan kadar pH suatu larutan asam atau basa berdasarkan reaksi asam
basa, dimana dalam melakukan titrasi perlu digunakan indikator agar dapat
menunjukkan titik ekuivalen.

13
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian
yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain :
1. Penelitian oleh Asna Uge, Astin Lukum, Opir Rumape, 2018 yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Dengan
Metode Demonstrasi Terhadap Pemahaman Konsep Reduksi Oksidasi
Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Suwawa”. Analisis data menggunakan
uji-t untuk menguji hipotesis penelitian dengan taraf signifikaan 5%. Nilai
t hitung berdasarkan uji-t adalah 4,42 yang lebih besar dari t tabel 1,67
pada dk=52 yang berarti H0 ditolak atau menerima H1. Hasil penelitian
terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran discovery learning
dengan menggunakan metode demonstrasi terhadap pemahamn konsep
siswa.
2. Penelitian oleh Nyoman Rusminiati, Nat I Wayan Karyasa, Nyoman
Suardana, 2015 yang berjudul “Komparasi Peningkatan Pemahaman
Konsep Kimia Dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Antara Yang
Dibelajarkan Dengan Model Pembelajaran Project Based Learning Dan
Discovery Learning”. Data dikumpulkan dengan tes pemahaman konsep
kimia dan tes keterampilan berfikir kritis. Data dianalisis dengan statistic
deskriptif dan inferensial menggunakan multivariate analysis of variance
(MANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) terdapat perbedaan
peningkatan pemahaman konsep dan berfikir kritis siswa yang signifikan
antara yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PjBL dan DL
(Fhitung= 8.991), 2) terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep
kimia yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
PjBL dan DL (Fhitung= 7.262 ), 3) terdapat perbedaan peningkatan
keterampilan berfikir kritis siswa yang signifikan antara kelompok siswa
yang dibelajarkan dengan PjBL dan DL (Fhitung=16.603). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman konsep dan berfikir
ktitis siswa dengan model PjBL relative lebih tinggi dibandingkan dengan
model DL.

14
3. Penelitian oleh Tiya Permana Putri, Noor Ferdiawati, Ratu Betta
Rudibyani, 2014 yang berjudul “Model Discovery Learning Dalam
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Fleksibel Pada Materi Asam-Basa.
Efektivitas model discovery learning diukur berdasarkan perbedaan n-
Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ratarata n-Gain pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen sebesar 0, 34 dan 0, 63. Pengujian hipotesis (uji-t)
menunjukkan bahwa model pembelajaran discovery learning efektif dalam
meningkatkan keterampilan berpikir fleksibel siswa pada materi asam-
basa.
2.3 Kerangka Berfikir
Menurut Sugiyono (2015), kerangka berpikir merupakan model konseptual
tentang bagaimana teori hubungan dengan berbagai factor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Dalam proses pembelajaran di sekolah saat ini, banyak siswa yang kurang
menguasai materi pembelajaran, hal ini disebabkan guru lebih mendominasi
kegiatan belajar mengajar dengan model konvensional sehingga menutup akses
siswa untuk berkembang secara mandiri. Hal itu menyebabkan siswa kurang aktif
dalam proses belajar. Maka perlu adanya pembaharuan untuk proses belajar siswa
agar menjadi lebih dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran juga, siswa
masih kesulitan dalam memecahkan soal dalam materi kimia yaitu Titrasi Asam
Bas. Dimana hanya beberapa siswa saja yang paham, sedangkan siswa lain masih
kebingungan dalam mengerjakan soal tersebut dan ada juga siswa merasa bosan
sehingga mereka hanya mengandalkan teman mereka untuk menyelesaikan soal
titrasi asam basa. Selain itu proses pembelajaran masih menggunakan metode
konvensional atau metode ceramah, sehingga siswa kurang memahami dalam
mengerjakannya dan kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan
pemahaman konsepnya masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan model
pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran, agar bisa menarik minat siswa
dalam menyelesaikan masalah dalam materi tersebut (Triano, 2010).

15
Untuk memberikan gambaran pada pemikiran dalam penelitian ini maka
dikemukakan kerangka pemikiran sebagai berikut

Kondisi Awal:
1.Siswa kurang aktif dan kurang memahami
materi Titrasi Asam Basa
2. Kemampuan konsep yang masih rendah

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Memberikan tes sebelum


perlakuan (Pre-test)

Model Pembelajaran Model Pembelajaran


Discovery Learning Konvensional

Memberikan tes setelah perlakuan

Kondisi Akhir :
Kemampuan Siswa

2.4 Hipotesis Penelitian


Menurut Sugiyono (2015), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-
fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan dengan kerangka berfikir di atas, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:

16
Ha : Ada pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap
Pemahaman Konsep Pada Materi Titrasi Asam Basa.
Ho : Tidak ada pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning
Terhadap Pemahaman Konsep Pada Materi Titrasi Asam Basa.

17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mananggu yang bertempat di
Jalan Lingkar SMA, Dusun Jambura, Desa Mananggu, Kecamatan Mananggu,
Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini akan dilaksanakan di
kelas XI pada mata pelajaran Kimia Semester Genap Tahun Pelajaran 2022.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode (Quasi Eksperimental Design) pretest-
posttest control design, yaitu dengan memberi dua perlakuan terhadap dua
kelompok siswa. Kelompok pertama diberikan sistem pembelajaran melalui
model pembelajaran Discovery Learning, sedangkan kelompok kedua mendapat
pembelajaran dengan metode konvensional sebagai kelas kontrol.
Pemilihan Penelitian ini menggunakan metode (Quasi Eksperimental
Design) pretest-posttest control design, yaitu dengan memberi dua perlakuan
terhadap dua kelompok siswa. Kelompok pertama diberikan sistem pembelajaran
melalui model pembelajaran Discovery Learning sebagai kelas eksperimen,
sedangkan kelompok kedua mendapat pembelajaran dengan metode konvensional
sebagai kelas kontrol.
Sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling di SMA Negeri
1 Mananggu sehingga diperoleh dua kelas untuk dibandingkan yaitu kelas XI
MIPA 1 dan kelas XI MIPA 2. Kedua kelas akan diberikan soal pretes sebelum
perlakuan dan posttest setelah perlakuan. Adapun skema desain penelitian ini
terdapat pada tabel 3.1 di bawah. Berdasarkan gambaran diatas maka penelitian
ini berbentuk pretest-posttest control group design.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Pretest Perlakuan Posttest
Kelas Eksperimen O1 X O3
Keelas Kontrol O2 - O4

18
Keterangan:
X : Pembelajaran Discovery Learning
O1 : pretest kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan
O2 : pretest kelas control
O3 : posttest kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan
O4 : posttest kelas control
3.3 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2016), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
menjadi obyek pengamatan penelitian atau sebagai faktor-faktor yang berperan
dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Pada penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Discovery
Learning sebagai variabel bebas (variabel X) dan variabel terikatnya dalam
penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa (variabel Y).
3.4 Populasi Dan Sampel
3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2012), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek dan subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA SMA
Negeri 1 Mananggu Tahun Ajaran 2022 yang terdiri dari kelas XI MIPA 1
berjumlah 23 orang dan kelas XI MIPA 2 berjumlah 25 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Teknik Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple
random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi (Sugiyono, 2015).
Dalam penelitian ini menggunakan dua kelas, yang terdiri dari satu kelas
sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran discovery
learning dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang hanya menggunakan metode
konvensional.

19
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Tes
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dikumpulkan melalui
instrument tes objektif berupa tes pemahaman konsep yang di buat dalam bentuk
two tier multiple choice, yang berfungsi untuk mengukur kemampuan pemahaman
konsep siswa.
Menurut Noprianti (2017), two tier multiple choice merupakan instrument
tes yang terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama terdiri atas pertanyaan dan
tingkat kedua terdiri atas pilihan alasan yang mengacu pada tingkat pertama. Tes
yang diberikan sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol baik pre-test dan
post-test. Tes disusun berdasarkan isi materi Titrasi Asam Basa dengan soal 10
nomor (objektif). Dimana tes ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
pemahaman konsep setelah diberikan perlakuan pembelajaran Discovery
Learning. Sebelum penyusunan tes pemahaman konsep, terlebih dahulu dibuat
kisi-kisi yang disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan indikator
pemahaman seperti pada berikut.
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrument
No Indikator Nomor Soal Ranah Kognitif
1 Menjelaskan konsep titrasi asam basa 1, 2 C2
2 Menentukan konsentrasi/kadar asam 3, 4 C4
atau basa dari data hasil titrasi
3 Menentukan indikator yang terjadi 5, 6 C3
digunakan untuk titrasi asam basa
4 Menganalisis kurva titrasi dari 7, 8 C3
berbagai jenis hasil titrasi asam basa
5 Melakukan percobaan titrasi asam 9, 10 C2
basa

20
Menurut Jauhariansyah (2014), kriteria penilaian dan pengkategorian
untuk tes pilihan ganda dua tingkat (two tier multiple choice) adalah sebagai
berikut :
Kriteria penilaian :
a. Jika siswa memilih jawaban dan alasan benar
Skor = 1
b. Jika siswa memilih jawaban salah dan alasan benar
Skor = 0
c. Jika siswa memilih jawaban benar dan alasan salah
Skor = 0
d. Jika siswa memilih jawaban dan alasan salah
Skor = 0
Pengkategorian terhadap pemahaman siswa
a. Jika siswa memilih jawaban benar dan alasan benar, maka siswa
dinyatakan paham.
b. Jika siswa memilih jawaban benar namun alasan salah, maka siswa
dinyatakan kurang paham.
c. Jika siswa memilih jawaban salah dan alasan benar, maka siswa
dinyatakan kurang paham.
d. Jika siswa memilih jawaban salah dan alasan salah, maka siswa
dinyatakan tidak paham.
3.5.2 Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah “cara untuk memperoleh imformasi dari bermacam-
macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat,
dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya”.
Dengan demikian metode dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan dokumen-dokumen yang ada pada suatu objek penelitian, seperti
profil sekolah, daftar hasil belajar peserta didik dan hal lain yang diperlukan
dalam penelitian ini.

21
3.5.3 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu alat ukur yang digunakan untuuk menunjukkan
seberapa jauh ketepatan dan kecepatan suatu instrument dalam melakukan fungsi
ukurnya. Instrument dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat
mengukur apa yang hendak diukur oleh peneliti. Adapun cara untuk menghitung
validitas menggunakan rumus korelasi product moment yaitu sebagai berikut:
N .(ΣXY )−( ΣX ) ( ΣY )
rxy =
√¿¿¿
Keterangan:
r xy= validitas soal
N = jumlah responden
Σ XY = korelasi skor dengan skor total setiap butir
Σ X = skor total butir soal
2
Σ X = kuadrat skor total setiap butir soal
ΣY = skor total responden
2
ΣY = kuadrat skor total responden
Kriteria pengujiannya adalah jika rhitung>rtabel, maka butir soal dinyatakan valid,
dalam keadaan lain butir soal dinyatakan tidak valid (Invalid).
Tabel 3.3 Koefisien Validitas Butir Soal
Rentang Keterangan
0,8 – 1,00 Sangat tinggi
0,6 – 0,80 Tinggi
0,4 – 0,60 Cukup
0,2 – 0,40 Rendah
0,0 – 0,20 Sangat rendah
(Sumber: Arikunto, 2012)
3.5.4 Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rumus alpha Cronbach yaitu sebagai berikut:

22
[ ][( Σσ b )
]
2
k
r 11= 1− 2
k −1 σt

Keterangan:
r11= Reliabilitas Instrumen
K= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
Σσ b= jumlah varians skor tiap-tiap item
2
σ t = varian totalUntuk mencari reliabilitas maka harus diketahui jumlah varians
item/butir ( Σσ 2b) dan jumlah varians total σ 2t butir menggunakan rumus varians
sebagai berikut:
( xi¿¿ 2)
∑ xi− N
σ 2i = ¿
N
Dimana :
σ 2i = Varian skor tiap-tiap item/butir
ΣXi = jumlah kuadrat item Xi
Xi = jumlah item Xi dikuadratkan
N = jumlah responden
Tabel 3.4 Klasifikasi Nilai Reliabilitas Butir Soal
Rentang Keterangan

0,8 – 1,00 Sangat tinggi

0,6 – 0,79 Tinggi

0,4 – 0,59 Cukup

0,2 – 0,39 Rendah

0,0 – 0,19 Sangat rendah

3.6 Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari dua bagian yaitu analisis data deskriptif dan analisis data
inferensial. Analisis data deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan atau

23
menggambarkan data yang telah dikumpulkan dimana analisis deskriptif yang
digunakan pada penelitian ini adalah mean, median dan modus. Sedangkan
analisis data inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. (Sugiyono,
2015).
3.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Dalam pengujian data ini menggunakan
uji Lilliefors, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengamatan X1, X2.....Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,....Zn dengan
X i−X
menggunakan rumus Z1 = dimana : X = rata-rata sampel yang
s

diperoleh dengan rumus X =


∑ Xi , s = satandar deviasi yang diperoleh
n
dengan rumus S2=∑ ¿ ¿¿
2. Untuk bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang F(Zi = P(Z<Zi)).
3. Selanjutnya menghitung proporsi Z1, Z2,....Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika Zi ini dinyatakan oleh S(Zi) maka
banyaknya Z 1 , Z 2 , … . Z n yang ≤ Z i
S (Zi )=
n
4. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
5. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih
tersebut. sebutlah harga tersebut ini LO
Hipotsis statistik yang diuji dinyatakan sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima jika LO ≤ Ltabel dan tolak H0 jika LO >
Ltabel pada taraf nyata α yang dipilih.
3.6.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians bertujuan untuk
mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai tingkat

24
varians yang sama (homogenitas yang sama) atau tidak. Pada penelitian ini untuk
menguji homogenitas varians digunakan uji F.
Pengujian homogenitas data digunakan uji F dengan rumus sebagai
berikut:
varians terbesar
F=
varians terkecil
Hipotesis statistik yang diuji dinyatakan sebagai berikut:
H0 : σ12 = σ22 : populasi yang mempunyai varians yang homogen.
H1 : σ12≠ σ22 : populasi yang mempunyai varians yang tidak homogen.
Kriteria pengujian homogenitas adalah H0 diterima jika Fhitung≤ Ftabel dan H0 ditolak
jika Fhitung¿ Ftabel pada taraf signifikan α (0,05) yang dipilih dengan derajat bebas
(db) pembilang dan derajat bebas penyebut masing-masing n-1 pada keadaan lain
terima H0.
3.6.3 Hipotesis Statistika
Menurut (Sudjana, 2005)uji statistik yang digunakan adalah uji t satu
pihak dengan rumus sebagai berikut:
x 1−x 2
t=


S 1 1
+
n1 n2
Dengan :

2 ( n1−1 ) S21 + ( n2 −2 ) S 22
t =
n1 +n 2−2
Keterangan :
t = Nilai hitung untuk uji t
x 1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen
x 2 = Nilai rata-rata kelas kontrol
n1 = Jumlah anggota sampel kelas eksperimen
n2 = Jumlah anggota sampel kelas control
S21 = Standar deviasi kelas eksperimen
2
S2 = Standar deviasi kelas kontrol
S2 = Varians sampel

25
Kriteria Pengujian:
Terima H0 jika : t tabel > t hitung dengan dk = (n1 + n2 - 2), pada taraf
signifikasi α = 0,05, dan tolak H0 jika tmempunyai harga lain.
Uji hipotesis digunakan untuk melihat hasil tes peserta didik dari kelompok
eksperimen dan kontrol dilakukan uji parametrik yaitu uji-t dengan menggunakan
Microsoft Ecxel 2013, dengan hipotesa penelitian:
 Ha : μ1 = μ2 (Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap
pemahaman siswa pada materi titrasi asam basa di SMA Negeri 1
Mananggu).
 Ho : μ1 ≠ μ2 (Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap
pemahaman siswa pada materi titrasi asam basa di SMA Negeri 1
Mananggu).
Setelah dilakukan uji-t kemudian membentuk interprestasi terhadap(thit)
dengan ketentuan:
thit ≥ ttab, berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
thit ≤ ttab, berarti Ha ditolak dan Ho diterima.

26
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Theresia Inovia, dkk, 2018. Penerapan Model Pembelajaran Discovery


Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Biologi Siswa
SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Biologi.Vol.2 (1).ISSN: 2598-
9669.

Budiyanto, Agus Krisno. 2016. Sintaks 45 Metode Pembelajaran Dalam Student


Centered Learning (SCL). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Chang, Raymond, 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Erlangga

Dewi, Fatma. 2015, Efektivitas Metode Discovery Learning untuk Peningkatan


Kompetensi Belajar Analisis Karakteristik Komponen Elektrokimia Siswa
Kelas X SMK Negeri 2 Wonosari. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta..

Jauhariansyah, Seotian 2014. Pengembangan dan Penggunaan Tes Diagnostic


Pilihan Ganda Dua Tingkat (Two Tier Multiple Choice) untuk
Mengungkap Pemahaman Siswa Kelas X Pada Materi Konsep Redoks
Dan Larutan Elektrolit. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu : Bengkulu.

Kartika, E, R., & Efkar, Tasviri, 2017. Penerapan discovery learning dalam
meningkatkan kemampuan berpikir orisinal materi elektrolit dan non
elektrolit. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia. Vol 6, No 1. 62 –
73.

27
Nopriyanti, 2017. Penggunaan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Tes Disertai
Ciri Untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa. Jurnal tadris kimia 2,2
(Desember 2017) : 124 – 129.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada.

Sugiarti, A. A. S. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif GI


Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa SMAN 3 Denpasar. Jurnal Penelitian Pascasarjana UNDIKSHA,
2(1), 1-24.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:


ALFABETA, 2015.

Suherman, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :


Jurusan Pendidikan Matematika UPI.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan


Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Bumi Aksara.

Yuliana, Nabila. 2018. Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning

28

Anda mungkin juga menyukai