Anda di halaman 1dari 35

Etika  

Terapan  -‐  Rangkuman  Buku   Etika  Kristen:  Pilihan  &  Isu


Kontemporer  -‐  Edisi  Kedua   Norman  L.  Geisler   Dosen:  Dr.  Bambang
Sriyanto   Oleh:  Kenny  Gunawan   STT  Bethany  [NIM:  16.13.399]  

MENGENAI  BUKU   Buku   etika   klasik   ini   telah   diperbarui   secara  


menyeluruh,   mengevaluasi   pilihan-‐pilihan  etika  kotemporer  dan  juga
isu-‐isu  masa  kini  yang  mendesak   dari   perspektif   Injili.   Edisi   kedua   ini
telah   ditambahkan   bagian-‐bagian   baru   mengenai   hak-‐hak   binatang,  
etika   seksual   dan   dasar   Alkitab   untuk   keputusan   etis.   Buku   ini   juga
memuat   empat   apendiks   baru   yang   membahas  tentang  obat-‐obatan,
perjudian,  dan  pengendalian  kehamilan.    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

Daftar  Isi  

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Daftar  Isi
.................................................................................................................................................  1  
Bagian  1  -‐  Pilihan  Etika
...........................................................................................................................  2   1.   Pilihan-‐
pilihan  yang  Ada  .............................................................................................................  2  
2.   Antinomianisme
.........................................................................................................................  3   3.  
Situasionisme  ..............................................................................................................................
4   4.   Generalisme
...............................................................................................................................  5   5.  
Absolutisme  Total  .......................................................................................................................
5   6.   Absolutisme  Konflik
....................................................................................................................  6   7.   Absolutisme
Bertingkat  ..............................................................................................................  7   8.  
Dasar  untuk  Keputusan  Etika
......................................................................................................  8   Bagian  2  -‐  Isu-‐isu
Etika  ...........................................................................................................................  9   9.  
Aborsi  .........................................................................................................................................  9  
10.   Pembunuhan  Bayi  dan  Euthanasia
.........................................................................................  10   11.   Isu-‐isu  Biomedika
...................................................................................................................  11   12.   Hukuman
Mati  ........................................................................................................................  12   13.  
Perang  ....................................................................................................................................  13  
14.   Ketidaktaatan  pada  Pemerintah
.............................................................................................  14   15.   Persoalan  Seksual
...................................................................................................................  15   16.  
Homoseksual  ..........................................................................................................................  16
17.   Perkawinan  dan  Perceraian
....................................................................................................  17   18.   Ekologi
....................................................................................................................................  18   19.  
Hak-‐hak  Binatang  ...................................................................................................................
19  

1    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Bagian  1  -‐  Pilihan  Etika   1. Pilihan-‐pilihan  yang  Ada   Etika berkaitan


dengan apa yang secara moral benar dan salah, sedangkan etika Kristen
berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah bagi seorang Kristen.
Ciri-ciri etika Kristen adalah sebagai berikut: •

Berdasarkan kehendak Allah Allah menghenaki apa yang benar yang sesuai
dengan atribut-atribut moral-Nya sendiri.

Bersifat mutlak Kewajiban moral absolut mengikat semua orang di segala


zaman dan segala tempat.

Berdasarkan penyataan Allah Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui


alam maupun di dalam Kitab Suci. Gagal mengenali Allah sebagai sumber
kewajiban moral tidak membebaskan siapa pun dari kewajiban moralnya,
bahkan ateis sekalipun.

Bersifat menentukan Tidak ada hukum moral tanpa si Pemberi moral; tidak
ada perundangundangan moral tanpa Pembuat undang-undang moral.
Menguraikan tentang [perilaku manusia adalah tugas sosiologi, tetapi
menentukan perilaku manusia merupakan wewenang moralitas.

Berpusat pada kewajiban Etika Kristen yakin bahwa beberapa perbuatan yang
gagal itu tetap baik, namun tidaklah mengabaikan hasil. Akibat-akibat ini
seluruhnya diperhitungkan dalam peraturan atau norma, meski tidak ada
akibat yang sudah diketahui yang dapat digunakan sebagai pembenaran
untuk melanggar hukum moral apa pun yang Allah berikan.

Etika dasar pada umumnya ada 6 jenis, yang masing-masing dirancang


berdasarkan jawaban atas pertanyaan, “Adakah hukum-hukum etika yang
obyektif?”. Maksudnya adalah apakah hukum moral tidak murni subyektif,
tetapi benar-benar mengikat manusia pada umumnya. Antinomianisme dan
generalisme menyangkal seluruh hukum moral yang secara obyektif absolut,
sedangkan 4 jenis lainnya mengklaim adanya bentuk

2    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

absolutisme. Karena etika Kristen berakar kuat pada karakter moral Allah yang
tidak berubah, maka Antinomianisme, Situasionisme, dan Generalisme
bukanlah pilihan untuk orang Kristen. Pernahkah berdusta untuk
menyelamatkan nyawa itu dibenarkan? Pertanyaan ini akan menjawab dengan
jelas perbedaan-perbedaan di antara keenam sikap dasar etika tersebut.

2. Antinomianisme   Keyakinan dasar Antinomianisme adalah: tidak ada hukum


moral yang Allah berikan, tidak ada hukum moral yang obyektif, tidak ada
hukum moral yang abadi, tidak ada hukum yang menentang hukum. Tidak ada
prinsip moral obyektif yang melaluinya masalah tersebut dapat dinilai benar
atau salah. Kita benar-benar harus menetapkan pandangan pribadi (subyektif)
terhadap persoalan tanpa hukum moral. Oleh Antinomianisme, pertanyaan
mengenai “dusta yang menyelamatkan nyawa” ditegaskan bahwa dusta itu
tidak benar dan juga tidak salah. Dalam

sejarah

perkembangannya,

ada
banyak

paham

yang

mempengaruhi Antinomianisme, yaitu prosesisme, hedonisme, skeptisisme,


intensionalisme, voluntarisme, nominalisme, utilitarianisme, eksistensialisme,
evolusionisme, emotivisme, nihilisme, dan situasionisme. Antinomianisme
memiliki aspek-aspek positif, yaitu menekankan tanggung jawab individual,
mengakui unsut emotif, menekankan hubungan pribadi, dan menekankan
dimensi etika yang terbatas. Antinomianisme adalah bentuk radikal dari
relativisme etika. Paham ini tidak hanya menyangkali adanya absolusi etika
yang berlaku, tetapi juga bahwa ada hukum-hukum moral yang mengikat.
Kaum antinomian memang menekankan nilai perseorangan didalam membuat
keputusan-keputusan etika, demikian pula halnya dengan nilai hubungan
antar manusia. Selanjutnya, mereka sering menunjukkan dimensi emotif yang
jelas didalam banyak slogan etika kita. Namun sebagai suatu sistem etika yang
memadai, Antinomianisme telah gagal karena banyak alasan. Pertama,
mengalahkan diri dengan menyangkal adanya nilai-nilai moral yang mengikat.
Yang meyangkal seluruh nilai sesungguhnya berarti menghargai haknya untuk
menyangkalinya. Kedua,

3    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

paham ini juga murni subyektif, tanpa memberikan peraturan-peraturan


obyektif untuk permainan kehidupan. Sebab kehidupan kaum antinomian
sesunggunya sama sekali bukanlah suatu pernainan; melainkan kebebasan
bagi semua orang. Ketiga, paham ini terlalu individualistis. Setiap orang
melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Keempat, paham
ini tidak efektif, karena dua orang atau lebih tidak dapat berfungsi di dalam
suatu masyarakat tanpa peraturan-peraturan obyektif yang mengikat.
Akhirnya, paham ini irasional, karena paham ini memerlukan keyakinan bahwa
pandangan-pandangan yang bertentangan itu sama-sama benar.

3. Situasionisme   Situasionisme menegaskan hanya ada satu hukum yang


absolut, yaitu kasih. Peraturan moral apa pun, kecuali kasih, bisa dan harus
dilanggar demi kasih. Dalam

kasus

“dusta

yang

menyelamatkan

nyawa”,

penganut

Situasionisme akan mengatakan bahwa hal ini dibenarkan. Berdusta


adakalanya benar, dan ini adalah salah satunya sebab menyelamatkan nyawa
merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Situasionisme adalah etika dengan
strategi pragmatis, taktik yang relativistis, sikap positivistis, dan pusat nilai
personalistis. Ini adalah etika dengan satu kemutlakan, dimana segala sesuatu
yang lain bersifat relatif dan yang diarahkan pada tujuan pragmatis yang
melakukan kebaikan pada manusia. Sesungguhnya Situasionisme merupakan
absolutisme, yaitu absolutisme satu-norma. Namun, ternyata bahwa satu
prinsip moral ini sebenarnya hanya merupakan sesuatu yang formal dan
kosong. Paham ini tidak memiliki isi yang dapat diketahui segera atau terlepas
dari siituasi tersebut. Situasi-situasi yang berbeda benar-benar menentukan
maknanya. Maka didalam analisis terakhir satu hukum moral berubah menjadi
tidak ada hukum moral. Situsionisme turun menjadi antinomianisme, karena
satu hukum moral absolut yang kosong di dalam praktiknya sebenarnya
tidaklah lebih baik daripada tidak ada hukum moral yang absolut. Dan
penyangkalan terhadap seluruh nilai adalah mengalahkan diri. Ia menghargai
hak yang berkata tak ada nilai.

4    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

4. Generalisme   Generalisme mengaku ada beberapa hukum umum tetapi


tidak ada yang absolut. Maksudnya, ada beberapa hukum moral obyektif yang
mengikat sebagian besar waktu tetapi tidak harus mengikat sepanjang waktu.
Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Generalisme
mengklaim bahwa dusta itu pada umumnya salah, tetapi tujuan dapat
membuat cara yang salah menjadi benar. Dalam kasus ini, penganut
Genaralisme yakin bahwa dusta untuk menyelamatkan nyawa itu benar.
Karena tidak ada hukum moral yang universal, maka benar atau tidaknya suatu
dusta itu tergantung pada hasilnya. Jika hasilnya baik, maka dusta itu benar.
Pengikut

tradisional

dalam

Generalisme

adalah

generalisme
dan

utilitarianis. Kaum utilitarian percaya pada nilai hukum-hukum etika yang


membantu setiap pribadi menentukan perbuatan apa yang mungkin akan
memberikan kebaikan terbesar kepada jumlah manusia terbanyak. Utilitarian
juga menolak adanya norma norma etika universal yang mengikat yang
mewakili nilai-nilai intrinsik. Kaum ini memiliki tujuan-tujuan yang mutlak,
tetapi mereka mengklaim tidak punya norma-norma yang mutlak. Hasil
diutamakan sebagai dasar untuk menilai seluruh perbuatan, namun mereka
tidak mengakui adanya peraturan-peraturan mutlak yang memampukan orang
menyadari hasil akhir yang mendatangkan kebaikan terbesar untuk jumlah
manusia terbanyak. Generalisme memiliki nilai-nilai positif, yaitu diperlukannya
norma-norma, suatu solusi terhadap norma-norma yang sedang
bertentangan, dan mereka memiliki norma “universal”. Meskipun demikian,
Generalis salah karena tujuan tidak membenarkan cara, mereka tidak memiliki
norma universal, perbuatan-perbuatan utilitarian tidak memiliki nilai intrinsik,
mereka membutuhkan kebutuhan akan norma absolut.

5. Absolutisme  Total   Absolutisme Total yakin di antara banyak hukum


absolut tidak pernah ada yang saling bertentangan, meski kelihatannya ada
konflik. Ada banyak hukum moral yang absolut, dan tidak satu pun yang boleh
dilanggar. Kebenaran adalah hukum yang semacam itu, dan dosa selalu dapat
dihindarkan. 5    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Kebenaran itu absolut, dan yang absolut tidak boleh dilanggar. Akibat tidak
boleh digunakan sebagai alasan untuk melanggar peraturan, bahkan sekalipun
hasilnya diinginkan. Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan
nyawa”, kaum ini akan menjawab dengan tegas, “Tidak!”. Orang harus selalu
berkata jujur, bahkan jika sekalipun harus mati sebagai akibatnya. Tidak ada
pengecualian. Dasar pikiran Absolutisme Total adalah sebagai berikut: •

Karakter Allah yang tidak berubah

Allah telah menyatakan karakter moral-Nya yang tidak berubah melalui


hukum-Nya.

Allah tidak bisa berkonflik dengan diri-Nya sendiri.

Tidak ada dua hukum moral mutlak yang benar-benar bisa saling berkonflik,
hanya kelihatannya saja seperti konflik.

Tersirat bahwa providensia (pemeliharaan) Allah selalu membuat “alternatif


ketiga” dalam setiap dilema moral yang tampak.

Aspek positif dalam paham ini adalah bahwa paham ini didasarkan pada natur
Allah yang tidak berubah, penekanan peraturan melebihi hasil, dan
memperlihatkan keyakinan pada providensia Allah. Ada beberapa kekurangan
yang serius di dalam sikap ini. Sikap ini tidak realistis, tidak berbelas kasihan
(bahkan adakalanya sah menurut hukum) dan tidak berhasil menghindarkan
perubahan yang tak terelakkan dari yang absolut agar memberikan jawaban
yang memadai terhadap banyak konflik Alkitabiah dan kehidupan nyata dari
perintah-perintah ilahi. Sekalipun tidak perlu diragukan kebenarannya, bahwa
konflik-konflik moral bukanlah tujuan Allah, juga kenyataannya bahwa dunia
ini bukanlah dunia yang ideal. Dunia ini adalah nyata dan terjatuh.
6. Absolutisme  Konflik   Absolutisme Konflik berpendapat bahwa ada banyak
norma absolut yang ada kalanya saling bertentangan, dan kita berkewajiban
melakukan apa yang lebih tidak jahat. Namun demikian, kita tetap bersalah
atas hukum apa pun yang kita langgar. Oleh karena itu, setelah terjadi
pelanggaran, kita harus memohon ampun karena telah melanggar hukum
moral Allah yang absolut.

6    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Allah tidak dapat mengubah ketentuan moral absolut-Nya hanya karena


kesulitan moral yang kita hadapi. Absolutisme Konflik mengakui bahwa kita
hidup di dunia yang jahat. Hukum

moral

absolut

adakalanya

menghadapi

konflik

yang

tidak
terhindarkan. Dalam kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Absolutisme
Konflik menyetujuinya, namun kita harus memohon pengampunan. Berdusta
itu bisa dimaafkan. Ada 4 alasan dasar dalam Absolutisme Konflik. Pertama,
hukum Allah itu absolut dan tidak boleh dilanggar. Kedua, karena dunia sudah
terjatuh, maka konflik-konflik yang tak terhindarkan antara perintah-perintah
Allah pasti terjadi. Ketiga, ketika konflik-konflik moral terjadi, sebaiknya kita
melakukan kejahatan yang lebih kecil. Keempat, pengampunan tersedia jika
kita mengakui dosa-dosa kita. Pandangan ini memiliki kontribusi positif, yaitu
bahwa pandangan ini memelihara absolusi moral, mempunyai realisme moral,
menganggap konflik moral berakar pada kejatuhan manusia, dan merupakan
solusi tanpa pengecualian. Keberatan akan pandangan ini didasarkan hal-hal
sebagai berikut, yaitu: Kewajiban moral untuk berdosa secara moral ini tidak
masuk akal, tak terelakkan berarti secara moral tidak bersalah, dan ketika dosa
tak terelakkan dalam dilema moral maka Yesus pasti sudah berbuat dosa.

7. Absolutisme  Bertingkat   Absolutisme Bertingkat menganggap bahwa ada


banyak hukum absolut, dan adakalanya saling bertentangan, serta beberapa
hukum lebih tinggi daripada hukum yang lain. Maka ketika pertentangan yang
tak terhindarkan terjadi, kita wajib dan bertanggung jawab menaati hukum
yang lebih tinggi. Akibatnya, kita tidak bersalah karena tidak mengikuti
perintah yang lebih rendah yang bertentangan dengannya. Allah
membebaskan kita dari tanggung

jawab

mengikuti

hukum

yang

lebih

rendah

dengan
mempertimbangkan kewajiban yang lebih tinggi untuk menaati hukum yang
lebih tinggi.

7    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Dalam menyikapi kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, banyak penganut


Absolutisme Bertingkat percaya bahwa belas kasihan kepada orang yang tidak
bersalah merupakan kewajiban moral yang lebih besar ketimbang berkata
jujur kepada orang yang bersalah. Maka, mereka yakin bahwa bisa dibenarkan
di dalam kasus-kasus semacam itu untuk berdusta demi menyelamatkan
nyawa. Absolutisme Bertingkat berbeda dengan Antinomianisme,
Situasionisme, dan Generalisme, dalam hal bahwa pandangan ini percaya pada
absolusi moral. Sumbernya adalah hukum-hukum moral absolut, dimana
absolut lingkupnya ketika tidak ada konflik, dan absolut urutan prioritasnya
ketika ada konflik. Berlawanan dengan Absolutisme Total, Absolutisme
Bertingkat percaya bahwa ada konflik-konflik moral yang nyata. Namun
perbedaannya adalah, bahwa dalam keadaan-keadaan konflik, seseorang tidak
salah karena mengesampingkan kewajiban yang lebih rendah kepada
kewajiban yang lebih tinggi. Prinsip-prinsip dasar Absolutisme Bertingkat
adalah: Ada banyak prinsip moral yang berakar di dalam karakter moral Allah
yang absolut. Ada kewajiban-kewajiban moral yang lebih tinggi dan yang lebih
rendah misalnya, kasih kepada Allah merupakan kewajiban yang lebih besar
dairpada kasih kepada manusia.

8. Dasar  untuk  Keputusan  Etika   Ada banyak pandangan yang berdasarkan


pada keputusan etika. Pandangan-pandangan ini sangat beragam. Sekalipun
pandangan etika nonKristen didapati tak sanggup memberikan sistem etika
yang memadai, ada unsur kebenaran di dalam setiap pandangan tersebut,
yaitu: •

Ditemukan bahwa “yang benar” tidak bisa dijelaskan dalam arti sesuatu yang
lain yang tak terbatas.

Pandangan mereka memiliki keutamaan tetapi kehilangan inti.

Tidaklah cukup mengakui bahwa inti kebaikan yang utama bisa dijelaskan
dengan mengaku bahwa apa pun yang Allah kehendaki itu baik.

Jika ada Allah yang mutlak baik, maka pastilah Dia berminat membawakan
kebaikan terbesar bagi orang terbanyak dalam jangka

8    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

panjang, namun apa yang benar menurut kehendak Allah menentukan akan
seperti apa hasilnya nanti. •

Keyakinan yang sama juga diterapkan pada kesenangan.


Ada banyak kebenaran yang dianggap sebagai “keharusan” etika universal


yang tak lebih daripada sekedar perasaan pribadi.

Tidak semua perintah Allah tak bisa diubah, hanya yang terikat oleh natur-Nya
yang tak bisa diubah.

Tidak semua aspek aturan etika bisa diterapkan secara universal. Sejumlah
aturan hanya berlaku lokal dan komunal. Kekristenan tidak menuntut manusia
melepaskan budaya agar bisa menjalankan perintah-perintah Allah, malah
meminta untuk menerapkan perintahperintah Allah di dalam budaya itu.

Satu-satunya dasar yang berlaku bagi keputusan etika adalah bentuk


pandangan perintah Ilahi. Agar manusia dapat tahu inti perintah Ilahi, ada
penyataan Allah secara umum melalui alam dan khusus melalui Kitab Suci. Ada
keserasian di antara hukum moral Allah dalam Perjanijan Lama dan Perjanjian
Baru, demikian pula di antara penyataan umum dengan penyataan khusus. Hal
ini disebabkan hanya ada satu moral Allah yang sama di balik pernyataan
natur moral-Nya. Prinsip moral yang sama yang mencerminkan natur moral
Allah dimasukkan ke dalam hukum Musa dan juga dinyatakan dalam hukum
alam. Hukum alam ini memiliki kelebihan yang khusus ketimbang penyataan
khusus Allah di dalam Kitab Suci: ia tersedia bagi semua orang yang
bertanggung jawab seara rasional dan moral. Sebab tidak semua orang
memiliki Alkitab atau bagian dari Alkitab. Namun, hukum Allah yang tertulis
adalah unggul sebab itu ditulis, tak mungkin salah, dan lebih gamblang
ketimbang hukum alam. Dan karena lebih jelas, maka tanggung jawab orang
percaya lebih besar.

Bagian  2  -‐  Isu-‐isu  Etika   9. Aborsi   Sekarang kita beralih dari pilihan-
pilihan etis kepada masalah-masalah etis. Dari semua masalah moral, masalah
yang paling mendesak adalah
9    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

masalah-masalah yang melibatkan kehidupan dan kematian. Dan dari masalah


tentang kehidupan dan kematian tersebut, satu yang berhubungan dengan
kehidupan adalah masalah aborsi. Kita akan menyelidiki kapan, sekiranya
mungkin, kita dibenarkan mengakhiri satu kehidupan yang ada dalam
kandungan. Ada 3 sikap dasar mengenai aborsi yang berpusat pada status
janin: •

Mereka yang percaya bahwa janin hanyalah bagian tubuh manusia, lebih
cenderung memperbolehkan aborsi sesuai permintaan.

Mereka yang berpendapat bahwa janin itu benar-benar manusia, menentang


aborsi.

Mereka yang berpendapat bahwa janin itu berpotensi menjadi manusia,


cenderung mendukung aborsi dalam situasi tertentu saja.

Perdebatan tentang aborsi berfokus pada keseluruhan persoalan kekudusan


hidup manusia. Baik Kitab Suci maupun ilmu pengetahuan mendukung
pandangan bahwa hidup manusia masing-masing dimulai pada saat
pembuahand an penyataan baik khusus maupun umum menyatakan bahwa
membunuh seorang manusia yang tidak bersalah merupakan perbuatan yang
salah. Meski aborsi ini secara umum adalah salah, namun jika diperlukan
(seperti kehamilan di saluran telur), secara moral dibenarkan mengambil setiap
tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Dalam hal
nyawa ganti nyawa, sesungguhnya hal ini sama sekali bukan aborsi, karena
operasi ini bukan ditujukan untuk membunuh embrio.

10. Pembunuhan  Bayi  dan  Euthanasia   Eutanasia (kematian yang baik atau
bahagia) memiliki 2 jenis, yaitu aktif (mencabut nyawa untuk menghindari
penderitaan, biasanya fisik) dan pasif (membiarkan sampai mati dengan
maksud menghindari penderitaan). Eutanasia pasif memiliki 2 jenis, yaitu pasif
tidak alami (disebabkan tidak diberikannya sarana alami mempertahankan
hidup) dan pasif alami (disebabkan tidak diberikannya sarana tidak alami
(misalnya alat bantu medis) untuk menolak penyakit yang tak terobati). Dalam
eutanasia, pasian bisa rela (sepakat untuk mengakhiri hidupnya, atau bunuh
diri) atau tidak rela (pembunuhan). Mereka yang mengalami

10    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

kematian yang diprakarsai manusia bisa muda (pembunuhan bayi) atau tua
(eutanasia). Aborsi adalah membunuh janin sebelum kelahiran, sedang dalam
hal pembunuhan bayi adalah membunuh bayi manusia sesudah kelahiran.
Pembunuhan bayi aktif meliputi suatu prosesdur yang benar-benar mencabut
nyawa si bayi. Pembunuhan bayi pasif hanya membiarkan seorang bayi mati
dengan

tidak
memberikan

perlakuan

yang

dibutuhkan

(seharusnya

kematiannya bisa dihindarkan). Eutanasia aktif secara moral adalah salah,


namun dalam kasus-kasus penyakit tak tersembuhkan, seseorang boleh
dibiarkan mati secara alamiah dengan tidak memberikan perlengkapan
mempertahankan hidup yang tidak alami ketika sedang sekarat. Melawan
proses kematian alami yang telah Allah tetapkan bisa dianggap sebagai tidak
etis atau melawan Allah. Eutanasia pasif alami secara moral bisa diterima
hanya pada kondisi sulit, yaitu hanya ketika seseorang sedang sekarat yang
tak tersembuhkan, dan pada saat itu tidak bertentangan dengan kehendak
yang dinyatakan si pasien. Keputusannya juga seharusnya sudah melalui
kesepakatan antara pendeta, dokter, pengacara, dan keluarga. Allah harus
terlebih dulu dicari dalam doa yang berulang kali untuk memohon
kesembuhan. Ketika rangkaian kematian tak terhindarkan secara medis dan
tak ada campur tangan ilahi yang akan datang, secara moral bisa dibenarkan
untuk menghentikan upaya-upaya untuk memperpanjang proses kematian.

11. Isu-‐isu  Biomedika   Teknologi telah menciptakan masalah-masalah etis


yang baru. Inseminasi buatan, bayi tabung, ibu yang dipinjam kandungan dan
tubuhnya, transplantasi organ, pengambilan organ, penyambungan gen dan
kloning, semuanya merupakan realitas-realitas medis. Tidak ada lagi
pertanyaan apakah hal-hal tersebut dapat dilakukan, hanya ada pertanyaan,
yaitu apakah hal-hal itu harus dilakukan. Ada suatu perbedaan penting di
antara pendekatan-pendekatan Kristen dengan humanis terhadap etika
biomedika. Orang Kristen yakin bahwa Allah berdaulat atas hidup; kaum
humanis menganggap manusialah yang

11    
KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

berdaulat. Dengan demikian, orang Kristen percaya bahwa kita harus melayani
Allah, bukan bermain menjadi Allah. Tentu saja ini tidak berarti bahwa tidak
ada peranan teknologi dan obatobatan untuk meningkatkan hidup manusia.
Sebaliknya, itu berarti bahwa kita tidak menggunakan hikmat ini untuk
menciptakan hidup manusia. Kumpulan pengetahuan ini seharusnya
digunakan untuk mengembangkan apa yang sudah Allah berikan namun tidak
mengendalikannya. Kaum Kristen percaya bahwa secara khusus Allah
menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri dan memberi mereka
perintah-perintah moral untuk menjaga martabat dan kesucian hidup
manusia. Campur tangan medis haruslah bersifat memperbaiki kehidupan,
bukan berusaha membentuk ulang. Teknologi harus melayani moralitas, bukan
sebaliknya.

12. Hukuman  Mati   Ada 3 pandangan dasar mengenai hukuman mati: •

Rekonstruksionisme, yang menuntut hukuman mati untuk semua kejahatan-


kejahatan serius.

Rehabilitasionisme, yang tidak akan mengijinkan hukuman mati untuk


kejahatan apapun juga.

Retribusionisme, yang menganjurkan kematian untuk beberapa kejahatan-


kejahatan besar.
Rehabilitasionisme

berdasarkan

pada

pandangan

keadilan

yang

berhubungan dengan perbaikan (penjara). Pelaku pelanggaran dianggap


sebagai pasien yang sakit dan yang membutuhkan perawatan. Dua pandangan
lainnya yakin bahwa keadilan bersifat membalas. Mereka menganggap

pelaku

kejahatan

sebagai

orang

yang

secara

moral

bertanggung jawab yang layak mendapatkan hukuman. Retribusionisme


berbeda dengan rekonstruksionisme yang tidak yakin bahwa
pelanggaranpelanggaran yang menuntut hukuman mati dibawah hukum
Musa saat ini masih mengikat. Sebaliknya, retribusionisme berpendapat bahwa
hukuman mati didasarkan pada prinsip yang terdapat dalam Alkitab yaitu
nyawa ganti nyawa yang berlaku untuk semua orang di segala tempat dan
segala zaman.

12    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

13. Perang   Bagaimana seharusnya sikap orang Kristen terhadap perang?


Apakah dibenarkan mengambil nyawa orang lain atas perintah pemerintah?
Apakah ada dasar alkitabiah bila ikut serta dalam peperangan? Secara

mendasar,

pandangan-pandangan

yang

berkaitan

dengan

mengambil nyawa orang dalam perang ada dalam 3 kategori: •

Aktivisme, yang berpendapat bahwa orang Kristen harus berpartisipasi dalam


perang apapun juga yang dihadapi oleh pemerintahnya, karena pemerintahan
dilantik oleh Allah.

Pasifisme, yang berpendapat bahwa orang-orang Kristen tidak boleh


berpartisipasi dalam perang sampai pada poin membunuh orang lain, karena
Allah telah memerintahkan agar manusia tidak boleh mengambil nyawa orang
lain.

Selektivisme, yang memperdebatkan bahwa orang-orang Kristen harus


berpartisipasi dalam beberapa perang tertentu, yaitu perang yang adil.
Melakukan yang sebaliknya berarti menolak mengikuti bagian yang adil yang
diperintahkan oleh Allah.

Baik aktivisme maupun pasifisme mengklaim mendapatkan dukungan dari


Kitab Suci. Setiap pandangan mewakili sejumlah kebenaran. Kebenaran dari
pasifisme adalah bahwa sejumlah perang tidak adil dan orang-orang Kristen
sebaiknya tidak berpartisipasi di dalamnya. Kebenaran dari aktivisme adalah
bahwa sejumlah perang itu adil dan orang Kristen harus ikut berjuang di
dalamnya. Maka selektivisme berkomitmen dalam sikap bahwa seseorang
harus berpartisipasi hanya dalam perang yang adil. Pandangan selektivisme
menawarkan alternatif yang lebih memuaskan bagi etika Kristen. Titik
kesepakatan dari ketiga pandangan tersebut adalah: Orang tidak harus
berpartisipasi dalam perang yang tidak adil. Dasar Alkitabiah dari selektivisme
adalah bahwa ada pembunuhan untuk membela diri yang disetujui di dalam
Keluaran 22:2, dan ada perang yang disetujui Allah, seperti yang dilakukan
Abraham melawan raja-raja di Lembah Sidim (Kej 14). Kriteria perang yang adil
telah dinyatakan atau tersirat di dalam Kitab Suci. Perang adil adalah perang
demi membela yang tak bersalah dan berperang untuk menjalankan keadilan.
Perang yang adil harus dilawan oleh pemerintah 13    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  


dan dilawan dengan adil. Perang yang adil juga memiliki prospek kemenangan
yang rasional. Perang yang adil adalah upaya sesudah gagalnya upaya damai
nonmiliter. Kita harus menjadi pembawa damai, bukan pembawa perang.
Namun kita terpaksa berperang hanya ketika semua upaya damai gagal. Oleh
karena itu, selektivisme dengan benar menunjuk pada perlunya menempatkan
Allah di atas pemerintah dan mendorong ketaatan kepada pemerintah tetapi
mempertahankan hak hati nurani untuk menolak perintah-perintah yang
menindas.

14. Ketidaktaatan  pada  Pemerintah   Apakah orang Kristen boleh, pada


situasi tertentu, tidak mentaati pemerintah? Jika ya, kapan? Jika tidak,
mengapa tidak? Apakah benar memberontak terhadap pemerintahan yang
tidak adil atau membunuh seorang pemimpin yang kejam? Ada 3 posisi dasar
mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintah: •

Anarkisme, berpendapat selalu benar untuk tidak taat terhadap pemerintah.


Pandangan ini meniadakan pembenaran Kristen manapun juga.

Patriotisme radikal, tidak pernah benar untuk tidak taat terhadap pemerintah.

Submisionisme alkitabiah, kadangkala benar untuk tidak taat terhadap


pemerintah.

Selain dukungan Alkitab dan evaluasi mengenai 2 pandangan terakhir, bab ini
juga menjelaskan mengenai revolusi (pemberontakan terakhir melawan

pemerintah), bagaimana

menghadapi

penindasan,
dan

satu

evaluasi tentang pandangan yang menolak pemberontakan. Sekalipun


sebagian besar orang Kristen yakin Alkitab mendukung pandangan
Submisionisme Alkitabiah, ada ketidaksepakatan tentang kapan ketidaktaatan
bisa dibenarkan. Kaum anti-penerapan hukum meakini adanya hak tidak
menaati hukum apapun yang mengizinkan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan Firman Allah. Kaum anti-pemaksaan, di sisi lain,
berpendapat bahwa

14    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

ketidaktaatan dibenarkan hanya ketika pemerintah berusaha memaksa orang


berbuat jahat. Bahkan di kalangan mereka yang setuju bahwa ketidaktaatan
terhadap pemerintah adakalanya diperlukan, ada perbedaan pendapat
tentang bagaimana orang harus tidak taat. Sebagian orang menyetujui
revolusi terhadap pemerintah yang tidak adil, tetapi pandangan Alkitab
menyerukan untuk

melawannya

perlawanan

tanpa
tanpa

memberontak

memberontak

terhadapnya.

bukanlah

dengan

Menyerukan

pasif

menerima

ketidakadilan dalam pemerintah, tetapi bisa meliputi kampanye rohani, moral


dan politik yang aktif untuk melawan ketidakadilan.

15. Persoalan  Seksual   Pandangan sekular tentang perizinan seks telah masuk
ke dalam jemaat Kristen, sekalipun pada kenyataannya orang Kristen didesak
oleh Kitab Suci untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Pandangan seks
sekular yang unggul adalah apapun yang dilakukan di antara kaum dewasa
yang sepakat itu tidak ada masalah. Alkitab, di sisi lain, mengutuk perzinahan,
homoseksualitas, dan bentuk-bentuk penyalahgunaan seksual lain. Salah satu
kesulitan dalam konteks Kristen adalah bahwa orang Kristen sering
berpedoman pada apa yang orang Kristen lain lakukan, ketimbang apa yang
mereka harus lakukan. Bagi mereka, dasar beraktivitas adalah norma dari
orang Kristen, bukanlah norma bagi orang Kristen yang adalah penyataan
Allah. 3 Alasan orang Kristen tak boleh ikut serta dalam amoralitas seksual
jenis apapun

berkaitan

dengan
setiap

pribadi

dari

Trinitas.

Allah

akan

membangkitkan tubuh, dan orang percaya harus memelihara kemurnian


tubuh mereka demi kebangkitan kelak. Orang Kristen bergabung dalam tubuh
Kristus,

dan

dengan

melakukan

amoralitas

seksual

pada

dasarnya

mencemari tubuh Kristus. Tubuh orang Kristen kini adalah bait tempat
berdiamnya Roh Kudus Allah, dan mencemari tubuh berarti mencemari bait
yang di dalamnya berdiam Roh Kudus. Serbuan

hedonistis
membuat

manusia

menginginkan

seks

dan

menginginkannya sekarang. Namun demikian, kebenarannya adalah bahwa


kita lebih menghargai ketika harus menunggu mendapatkannya (tidak

15    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

terkecuali dengan seks). Allah tahu bahwa menunggu melakukan hubungan


seks sampai menikah akan membutuhkan kesabaran, karakter, dan
penghargaan yang lebih besar pada hadiahnya ketika saat itu tiba. Seks itu
indah dan kuat, tetapi kita tidak boleh membiarkan siapapun
mepermainkannya. Sebab ketika seks tidak dijaga di bawah kendali yang
tepat, maka kerusakan seirus pasti mengikutinya. HIV, VD, rasa bersalah,
perceraian, serta kehidupan dan keluarga yang berantakan, hanyalah sebagian
dari akibat melanggar hukum Allah yang kudus.

16. Homoseksual   Sementara sebagian besar orang Kristen sangat menentang


praktekpraktek
homoseksual,

beberapa

orang

membela

mereka

dengan

argumentasi-argumentasi alkitabiah maupun yang bukan alkitabiah. Para


pendukung homoseksual menawarkan 2 set pendapat yang menyetujui
homoseksualitas, yaitu faktor Kitab Suci, dan faktor sosial dan moral yang
lainnya. Pembelaan mereka dalam penafsiran Alkitab adalah bahwa dosa
Sodom bukanlah homoseksualitas melainkan mementingkan diri sendiri,
hukum Imamat sudah tidak berlaku, kemandulan adalah satu kutukan bagi
para wanita

Yahudi,

homoseksualitas

dalam

Alkitab

dihubungkan

dengan

penyembahan berhala, hukuman dalam surat-surat Paulus merupakan


pendapat-pendapat pribadi, pengutukan Paulus akan homoseksual dianggap
sebagai pernyataan yang berkaitan dengan budaya, 1 Korintus 6:9 menentang
kaum homoseksual yang melakukan tindakan-tindakan yang menjijikkan,
heteroseksual adalah tak wajar bagi kaum heteroseksual, Yesaya 56:5
meramalkan kaum homoseksual di dalam Kerajaan Sorga, serta Daud dan
Yonatan adalah homoseksual. Tentunya, penafsiran ini adalah tidak benar dan
menyesatkan sebab ini adalah tafsiran eisegesis. Ketika penafsiran dilakukan
secara eksegesis, yang terlihat adalah kebalikannya. Allah mengasihi pecandu
alkohol tetapi membenci alkoholisme. Demikian pula dengan kaum
homoseksual. Ada banyak pendapat Alkitab yang menentang
homoseksualitas, baik yang tersirat maupun yang terangterangan. Allah
menetapkan heteroseksualitas, Kanaan dihukum karena dosa homoseksual,
Sodom dan Gomora dikutuk, hukum Musa mengutuk

16    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

homoseksualitas, semburit bakti dikutuk, homoseksualitas dikutuk dalam kitab


Hakim-Hakim,

para

nabi

mengutuk

sodomi,

Roma

1
mengutuk

homoseksualitas di kalangan bangsa kafir, kaum homoseksual tidak berada


dalam kerajaan Allah, 1 Timotius mengutuk homoseksualitas, serta surat Yudas
menyebut homoseksualitas sebagai perbuatan yang tidak wajar. Disamping
peringatan-peringatan Alkitab yang berkuasa menentang homoseksualitas,

ada

juga

pandangan

masyarakat

yang

kuat.

Sesungguhnya, tidak ada masyarakat, dulu maupun kini, yang pernah


menyetujui status yang serupa homoseksual. Homoseksual tidak hanya
berbahaya dari segi psikologi dan sosial,tetapi telah menjadi satu ancaman
wabah bagi kehidupan fisik dari jutaan manusia. Mengingat hal ini, adalah
perlu bagi masyarakat yang rasional untuk melindungi warga negara mereka
dari pengaruh-pengaruh yang mencemarkan yang berasal dari perilaku
seksual menyimpang seperti itu. Sekalipun begitu, sebagai orang Kristen, kita
harus mengasihi orang berdosa, walaupun kita membenci dosanya. Jadi kita
harus mendekati dalam kasih untuk memenangkan mereka bagi Kristus yang
mengasihi mereka dan yang mati bagi mereka.

17. Perkawinan  dan  Perceraian   Pernikahan adalah unit masyarakat yang


paling dasar dan berpengaruh di dunia. Adalah sulit untuk menaksir terlalu
tinggi pentingnya pernikahan, tetapi setiap tahun di Amerika Serikat
perceraian terjadi kira-kira separuh dari pernikahan yang ada. Mengingat hal
ini, adalah perlu bagi kita untuk mempertimbangkan dasar alkitabiah bagi
pernikahan dan perceraian. Bab ini membahas pandangan Alkitab mengenai
pernikahan, beberapa pandangan Kristen mengenai perceraian, dan evaluasi
dari pandanganpandangan Kristen mengenai perceraian. Allah memaksudkan
perkawinan sebagai komitmen seumur hidup antara seorang

laki-lagi

dengan

seorang

perempuan.

Sekalipun

hubungan

perkawinan tidak berlangsung sampai kekekalan, perkawinan dimaksudkan


berlangsung selama keseluruhan waktu mereka bersama di bumi. Perceraian
tidak pernah dibenarkan, bahkan karena perzinahan. Perzinahan adalah dosa

17    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

dan Allah tidak menyetujui dosa maupun terputusnya perkawinan. Apa yang
disatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. (Mat. 19:6). Namun
begitu, sekalipun perceraian tidak pernah bisa dibenarkan, adakalanya
diperbolehkan dan selalu bisa dimaafkan. Karena itu, mereka yang mengakui
dosa perceraian, dan tanggung jawab untuk itu, seharusnya diperbolehkan
untuk menikah kembali. Tetapi perkawinan kembali yang mereka lakukan
haruslah untuk seumur hidup. Jika mereka gagal lagi, tidaklah

bijaksana

memperbolehkan

mereka

untuk

terus

mengulangi

kesalahan ini. Hanya mereka yang cenderung bisa menjaga komitmen seumur
hidup yang boleh menikah, dan tidak merencanakan menikah lagi. Perkawinan
adalah lembaga yang sakral dan tidak boleh dicemarkan oleh perceraian,
terutama perceraian yang terjadi berulang kali. Proporsi mewabahnya
perceraian dalam masyarakat kita merupakan peringatan yang bijaksana
tentang bagaimana kesakralan perkawinan telah dicemarkan. Orang Kristen
harus melakukan segala sesuatu sekuat tenaga untuk mengagungkan standar
Allah terhadap perkawinan monogami seumur hidup.

18. Ekologi   Mengingat situasi ekologi yang membahayakan ini (pemanasan


global, dll), bagaimanakah tanggung jawab etis orang Kristen terhadap
lingkungan fisik di mana kita hidup? Di antara 2 ekstrim, yaitu paham
materialis yang menghabiskan alam dan paham panteis yang memuja-muja
alam, orang Kristen mempercayai penghargaan dan penggunaan sumber alam
yang tepat. Bab

ini

membahas

pandangan

materialistik
mengenai

lingkungan, pandangan panteistik mengenai lingkungan, dan pandangan


Kristen mengenai lingkungan. Ekologi Kristen berasal dari teologi Kristen.
Pandangan ini memiliki beberapa unsur penting: •

Dunia adalah ciptaan Allah.

Dunia adalah milik Allah.

Bumi adalah cermin Allah.

Bumi ditopang dan diselenggarakan oleh Allah.

Dunia berada di dalam perjanjian dengan Allah.

18    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

 

Manusia adalah pemelihara lingkungan.

Kewajiban bangsa (bukan individu) untuk berkembang biak.

Kewajiban manusia untuk berkuasa atas ciptaan lainnya.

Kewajiban manusia menjadi pemelihara

Karena tidak mengetahui perintah Alkitab, maka bisa saja sepertinya


kewajiban-kewajiban manusia saling bertentangan. Yesus Kristus yang menjadi
hamba di dunia ini tetapi berkuasa atasnya adalah teladan kita. Maka dalam
hal ini tidak ada pertentangan antara berkuasa dengan melayani. Kewajiban
kita sebagai raja atas ciptaan adalah untuk melayani subyeksubyek kita
dengan baik. Ada ironi yang aneh tentang polusi yang dilakukan manusia di
dunia kita ini; dengan mencemari lingkungan kita, kita meracuni makanan dan
minuman kita sendiri. Kita berdosa terhadap lingkungan dan diri sendiri,
terhadap orang-orang yang akan mendiami bumi dan terhadap Allah yang
menjadikan bumi baik sebagai penyataan diri-Nya maupun demi kebaikan
kita. Kita dijadikan sebagai penjaga bumi, dan jika kita tidak memelihara bumi,
bumi tidak akan menjaga kita. Pertanyaan yang harus kita ajukan pada diri
sendiri adalah: “Apakah aku ini penjaga bumiku?”. Jika aku bukan penjaga
bumi, maka akan semakin terbukti bahwa aku bukanlah penjaga saudaraku.
Sebab di dalam Allah, ini adalah bumi saudaraku, dan jika aku tidak
menjaganya, maka dia tidak akan lagi menjaga dirinya sendiri maupun aku.

19. Hak-‐hak  Binatang   Banyak masyarakat sekuler sudah bergabung dalam


gerakan hak-hak binatang. Mereka berpendapat bahwa binatang memiliki
status yang setara dengan manusia, dengan akibat bahwa mereka seharusnya
memiliki hak yang setara dan bisa diterima ke dalam komunitas moralnya.
Sejumlah kelompok Kristen, seperti CARE (Christian Animal Rights Effort),
sudah

mempersembahkan

pelayanan

mereka

sepenuhnya

untuk

perlindungan terhadap binatang dan dukungan terhadap hak-hak mereka.


Situs mereka mengklaim bahwa (1) manusia dan binatang setara dan umat
manusia tidak punya kelebihan atas binatang (Pkh. 3:19), dan (2) bahwa semua
yang mengaku Kristen haruslah vegetarian.

19    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Namun demikian, pandangan tradisional Kristen menegaskan bahwa tidak ada


kewajiban moral terhadap binatang, karena mereka adalah makhluk ciptaan
yang lebih rendah. Pandangan-pandangan besar ini yang bisa dibagi menjadi
tiga kategori dasar, yaitu materialis, pantestis, dan teistis. Bab ini menjelaskan
masingmasing pandangan, serta evaluasinya. Pandangan materialis sia-sia
berupaya mengurangi semua perbedaan di antara semua perbedaan di antara
manusia dengan binatang menjadi perbedaan dalam derajat, bukan dalam
jenis. Pandangan pantheistis meyakini bahwa baik manusia maupun binatang
adalah ilahi. Kaum panteis meninggikan semuanya menjadi Allah. Sebaliknya,
kaum teistis membuat perbedaan dalam jenis di antara Allah, manusia, dan
binatang. Hanya Allah yang dihormati (disembah); manusia sangat dihormati
(sebab dijadikan menurut gambar Allah), dan binatang dianggap sebagai
ciptaan Allah yang dijadikan untuk melayani kebutuhan umat manusia.
Manusia harus memelihara binatang, bukan menghancurkan binatang atau
meninggikan manusia hingga sama dengan Allah atau binatang hingga sama
dengan manusia. Pandangan Kristen menyangkal bahwa alam adalah ibu kita
(seperti yang dipercaya kaum panteis). Taman Eden bukanlah Allah, melainkan
milik Allah. Dan manusia, sekalipun makhluk rasional yang bukan sekedar
debu tanah ataupun ilahi, adalah penjaga taman Allah. Dan kita harus
mengusahakannya dan memeliharanya, bukan menyalahgunakannya dan
menghancurkannya. Istilah “hak-hak moral bagi binatang” adalah penggunaan
istilah yang salah. Hak-hak moral hanya dimiliki oleh makhluk bermoral. Kita
tidak punya kewajiban moral terhadap makhluk yang tidak bermoral. Namun
karena Allah yang empunya segala kehidupan, kita berkewajiban memakainya,
bukan menyalahgunakannya. Pada prakteknya, memang ada kesalahan yang
bisa dilakukan pada binatang (seperti kekejaman dan kelaparan). Kewajiban
moral kita sehubungan dengan binatang bukanlah kepada binatang itu
sendiri, melainkan kepada Allah yang menjadikan mereka dan menyuruh kita
memanfaatkannya dengan sepantasnya.

Anda mungkin juga menyukai