Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

CERMINAN DAN NILAI ASMAUL HUSNA


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak

Oleh :

1. Maulana
2. Fadhillah El Maghribi
3. M. Segah Fadhillah
4. M. Risman Jauhari
5. Rajudin

Madrasah Aliyah Negeri 1 Barito Kuala


Kementerian Agama Kabupaten Barito Kuala
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT adalah dzat yang maha perkasa, keperkasaan Allah tiada bandingannya, tidak
terbatas dan bersifat kekal. Allah SWT menciptakan alam semesta ini untuk kepentigan umat
manusia, dalam menciptakan alam Allah tidak pernah meminta bantuan terhadap mahluk lain,
oleh karena itu kita sebagai hamba Allah hendaknya selalu memuliakan-Nya, kemampuan Allah
dengan cara selalu mentaati segala apa yang telah diperintahkan-Nya dan juga menjauhi segala
sesuatu yang telah di larang-Nya.
Kemampuan Allah dalam menciptakan alam beserta isinya merupakan wujud dari Asmaul Husna
yaitu Al-Aziz, Allah memiliki 99 Asma’ul Husna, termasuk di antaranya ialah Al-Gaffar, Al-khaliq,
Al-Hakim, , dan seterusnya. Nama-nama tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa
Adanya Asmaul Husna sebagai bukti bahwa Allah maha perkasa dan maha bijaksana, untuk itu
maka kita wajib mengamalkan Asmaul Husna ke dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu kami akan membahas makalah tentang “makalah akidah akhlak asmaul husna
( Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan
Al-hakim?
2. Bagaimana Nilai-nilai Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-
khaliq, dan Al-hakim?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq,
dan Al-hakim
2. Untuk mengetahui Nilai-nilai Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi,
Al-khaliq, dan Al-hakim

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dalil Asmaul Husna

1. Pengertian al-Asma’u al-Husna


Al-Asma’u al-Husna terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti nama-nama, dan husna yang
berarti baik atau indah. Jadi, al-Asma’u al-Husna dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik
lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asma’u al-
Husna diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. Tāhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan
melainkan Dia. Dia memiliki al-Asma’u al-Husna (nama-nama baik)“.Dalil tentang al-Asma’u al-
Husna

a) Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180


Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
(menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180)
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asma’u al-Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan
mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. Berdoa dengan menyebut al-Asma’u al-Husna
sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.

b) Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari


Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah
Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang
menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)
B. Al Ghoffar

1. Pengertian Al Ghaffar
Al Ghaffar berasal dari akar kata ghafara yang artinya taghtiyah dan sitr yaitu menutupi atau
merahasiakan. Al Ghaffar bisa juga diterjemahkan berasal dari kata al maghfiroh dan al ghufron
yang artinya pengampunan. Jika al Ghafar disandarkan pada Allah maka berarti Allah adalah dzat
yang Maha mengampuni. Al Ghaffar dapat diterjemahkan juga sebagai dzat yang menampakkan
kebaikan dan menutupi kejelekan di dunia dan memaafkan hukumannya di akhirat. Dapat kita
terjemahkan bahwa maghfiroh dari Allah yaitu dirahasiakan dan diampuni-Nya dosa-dosa
adalah dengan karunia dan rahmat-Nya bukan karena tobat seorang hamba atau taatnya.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al Ghaffar

Sebagai hamba Allah kita semestinya meneladani sifat Allah al Ghaffar dalam kehidupan
kita sehari-hari. Manusia yang meneladani sifat al Ghaffar adalah manusia yang memiliki sifat
pemaaf, menutupi kesalahan atau aib orang lain, memiliki rasa belas kasihan dan tidak
menganggap kesalahan sebagai kesalahan.

Kita dapat meneladani Allah melalui sifat al Ghaffar dengan cara memilki sifat-sifat
sebagai berikut :

a. Memaafkan kesalahan orang lain

Memaafkan orang lain adalah suatu kebaikan dan dapat dilakukan kapan saja, oleh dan
untuk siapa saja. Kita tidak dibenarkan bersikap keras hati, enggan memaafkan kesalahan
orang lain. Allah memerintahkan kita untuk memaafkan orang lain, seperti diterangkan dalam al
Qur’an :

b. Menghilangkan perasaan dendam

Sifat dendam tidak akan membawa akibat apapun selain kehancuran dan kehinaan.
Kehancuran dan kehinaan terjadi bukan kepada orang yang ditimpakan rasa dendam tetapi,
kehancuran akan menimpa pada pelaku dendam. Ketika Abu Bakar as Shiddiq ra, bersumpah
untuk tidak memaafkan Mistah, orang yang menyebarkan fitnah kepada Aisyah putrinya, maka
Allah menurunkan perintah kepada orang-orang mukmin untuk memberi maaf dan berlapang
dada;

c. Mengingat kebaikan dan melupakan keburukan orang lain

Memaafkan kesalahan orang lain bukanlah perbuatan yang mudah, karena itu sifat
pemaaf ini harus sering dilatih dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat
kebaikan dan melupakan keburukan orang lain adalah salah satu cara berlatih menjadi seorang
pemaaf.

C.   Ar-Rozak

1.     Pengertian al Razzaq


Al Razzaq berasal dari kata razaqo atau rizq artinya rezeki. Ar Razzaq adalah Allah yang
memberi banyak rizki kepada makhluknya dan secara berulang-ulang. Imam Al Ghazali
menjelaskan arti ar Razzaq adalah Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang
mencari rezeki, serta Dia yang mengantarkan kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab
sehingga mereka dapat menikmatinya.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al Razzaq

a.    Berkeyakinan bahwa Allah adalah penjamin rizki secara mutlak

Kesadaran tentang jaminan rezeki Allah harus kuat. Rezeki antara bayi dan orang dewasa
berbeda. Jaminan rezeki Allah, berbeda dengan jaminan rezeki orang tua kepada bayinya. Bayi
menanti makanan yang siap dan menanti disuapi. Kepada manusia dewasa, Allah menyiapkan
sarana dan manusia diperintahkan untuk mengolahnya.

b.    Berusaha maksimal dan qona’ah

Agama menekankan perlunya berusaha dan apabila usaha tidak dapat menumukan
keberhasilan karena terhalangi oleh satu dan lain sebab, maka manusia diperintahkan
berhijrah. Di sisi lain manusia juga harus memiliki sifat “qana’ah” yaitu menerima atau merasa
puas, tetapi ini bukan sekedar puas dengan apa yang telah diperoleh, tetapi kepuasan tersebut
harus didahului oleh tiga hal.

1)   Usaha maksimal yang halal,

2)   Keberhasilan memiliki hasil usaha maksimal tersebut dan

3)   Dengan suka cita menyerahkan apa yang telah dihasilkan karena puas dengan apa yang
telah diperoleh sebelumnya.

c.    Memanfaatkan rizki ke jalan yang benar

Memanfaatkan rezeki dengan baik dijalan yang benar adalah salah satu bukti rasa syukur
hamba kepada Tuhannya. Berkenaan dengan rezeki yang bersifat material seseorang tidak
harus menghabiskan seluruhnya. Bisa dengan cara ditabung sebagai persiapan keperluan yang
tidak terduga dan dinafkahkan sesuai dengan ajaran agama.

D.   Al-Malik

1.    Pengertian al-Malik

Al-Malik secara umum diartikan dengan kata raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari
huruf Mim Lam Kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Kata al-
Malik di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima kali dan biasanya diartikan dengan arti raja.
Dua dari ayat tersebut disandingkan kepada kata al- Haq yang berarti pasti dan sempurna. Hal
ini karena kerajaan Allah Swt abadi dan sempurna tidak seperti kerajaan manusia.

2.    Meneladani Allah dengan sifat al-Malik

a)    Manusia memiliki keterbatasan kepemilikan terhadap sesuatu.

Dengan asma Allah Swt al-Malik ini seharusnya manusia sadar bahwa dirinya terbatas.
Bukan hanya itu harta benda yang mereka miliki juga terbatas, baik terbatas jumlahnya atau
terbatas pemakaiannya. Manusia hanya bisa memakai harta yang ia miliki di dunia saja.
Demikian pula kepemilikan yang ia miliki juga terbatas. Seseorang bisa saja memiliki karyawan
tetapi ia hanya dapat menguasai sisi lahiriah dari karyawannya tersebut. Ia tidak dapat
menguasai sisi bathinnya.

b)    Pengendalian nafsu.
Dengan mengerti dan memahami sifat al-Malik dengan baik, seseorang dapat menguasai
hawa nafsunya. Godaan yang paling besar bagi manusia adalah godaan hawa nafsu. Dalam
sejarah, umat Islam pernah mengalami kekalahan perang, yaitu dalam perang Uhud. Kekalahan
tersebut terjadi karena sebagian dari pasukan umat Islam tergoda dengan harta ghanimah atau
harta rampasan perang sehingga Allah Swt mengurangi kekuatan mereka dan akhirnya mereka
kalah di dalam perang. Saat itu seandainya umat Islam tidak tergoda dengan harta rampasan
perang yang ada dan menyakini bahwa Allah Swt adalah Pemilik semuanya, niscaya pasukan
umat Islam akan menang.

c)    Bersyukur terhadap nikmat Allah.

Mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kapada manusia merupakan bentuk
pengamalan dari penghayatan seseorang terhadap asma Allah Swt al-Malik. Seseorang akan
sadar bahwa pemilik sebenarnya bagi segala sesuatu adalah Allah Swt. Oleh karena itu ketika
seseorang sudah berusaha dengan maksimal lalu ia memperoleh rezeki, maka ia akan
mensyukuri rezeki itu. Ia tidak akan mengumpat atau mencaci orang lain karena ia sadar bahwa
Allah Swt adalah pemilik sejatinya.

E.   Al-Hasib

1.    Pengertian al-Hasib

Al-Hasib secara etimologi berasal dari kata hasiba dengan tiga huruf Arab ha, sin dan ba.
Setidaknya terdapat empat kata dalam bahasa Arab, yaitu menghitung, mencukupkan, bantal
kecil dan penyakit yang menimpa kulit sehingga kulit menjadi putih. Hanya saja makna ketiga
dan keempat dari kata al-Hasib tidak mungkin dilekatkan kepada Allah Swt. Dalam al Quran
kata al-Hasib disebutkan empat kali. Tiga terkait dengan Allah Swt dan satu terkait dengan
manusia. Dua ayat yang terkait dengan Allah Swt dapat diartikan dengan Dzat yang memberi
kecukupan.

2.    Meneladani Allah dengan sifat al-Hasib

a.    Tenang dan tentram bersama dengan Allah Swt.

Seseorang yang memaknai al-Hasib sebagai Dzat yang memberi kecukupan, maka ia akan
nyaman dan tentram. Ia tidak akan terganggu oleh bujuk rayu setan lalu menjadi sekutunya dan
ia tidak akan sedih saat harus kehilangan sesuatu, baik berupa materi atau kesempatan karena
ia yakin dirinya sudah merasa cukup dengan adanya Allah Swt.

b.    Melakukan amal shalih semata-mata karena Allah.

Seseorang yang memaknai al-Hasib dengan makna perhitungan, maka ia akan meyakini
sesungguhnya Allah Swt akan menghitung amal shalih setiap manusia. Bagi yang
meneladaninya, maka terlebih dahulu ia akan sepenuhnya menyadari bahwa hanya Allah Swt
yang memberinya kecukupan. Dengan demikian segala yang ia lakukan ditujukan semata-mata
karena Allah Swt. Selain itu segala kehendak yang ia lakukan pasti harus sesuai dengan
kehendakNya. Hal ini dilakukan karena ia yakin Allah Swt telah mencukupkan kebutuhannya.

c.    Melakukan introspeksi diri secara terus-menerus

Seandainya makna al-Hasib diartikan sebagai Dzat yang memberi perhitungan, maka
yang meneladaninya sudah pasti akan senantiasa melakukan introspeksi diri. Hal tersebut
dilakukan karena ia menyadari sepenuhnya kelak Allah Swt akan melakukan perhitungan
terhadap dirinya dengan amat cermat dan teliti. Selain itu, dalam hal apapun yang diminta atas
dasar kewajiban agama seperti menunaikan zakat mal misalnya, maka ia akan segera
menghitung hartanya dengan cermat dan penuh ketelitian sehingga tidak ada yang keliru.

F.    Al-Hadi

1.    Pengertian al-Hadi

Al-hadi secara bahasa berarti memberi petunjuk. Allah Al-Hadi artinya Allah
memberi  petunjuk kepada siapa saja yang dia kehendaki.dialah yang memberi petunjuk
kepada manusia sehingga dapat membedakan baik dan buruk,bebuat amal shaleh dan
beribadah dengan baik dan benar.

Dia senantiasa membimbing hamba-hambanya untuk mengikuti jalan-jalan yang


diridhainya,bukan jalan yang dimurkainya demi kelangsungan hidup dari kehidupan mereka di
dunia maupun akhirat.

Hasil dari petunjuk yang Allah berikan adalah iman,islam dan tauhid.

Firman Allah Swt yang artinya :

“ Barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorangpun yang bisa memberi
petunjuk kepadanya. Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun
dapat menyesatkannya.”(QS. Az-Zumar:36-37)

2.    Meneladani sifat Allah Al-Hadi

a)    Meyakini bahwa petunjuk  allah banyak sekali

b)    Meyakini bahwa agama merupakan petunjuk atau hidayah tertinggi

c)     Memberi petunjuk kepada orang lain dengan sungguh-sungguh

d)    Membimbing diri sendiri dan orang lain agar istiqomah berpijak dijalan yang benar

G.   Al-khaliq

1.    Pengertian Al-khaliq

Al-Khaliq secara bahasa berasal dari kata”khalaq” atau “khalaqa” yang berarti mengukur
atau memperhalus.kemudian, makna ini berkembang dengan arti menciptakan tanpa contoh
sebelumnnya.

Al-Khaliq berati Allah adalah pencipta semua makhluk yang ada di semesta ini. Allah
menciptakan makhluk dengan wujud yang sempurna dan sebaik-baiknya bentuk. Tidak ada
yang diciptakan Allah dengan kebetulan. Semua ada maksud,tujuan dan manfaatnya.tidak ada
penciptaan yang sia-sia. Sebagai pencipta, Allah tidak membutuhkan apapun dari makhluknya.

Firman allah swt:

Artinya:
“Dialah Allah yang menciptakan,yang mengadakan yang membentuk rupa,yang
mempunyai nama –nama Allah yang baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada dilangit dan
dibumi. Dan dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksasna.”(QS.Al-Hasyr:24).

2.    Meneladani sifat Allah Al-Khaliq

a)    Meyakini bahwa allah maha menciptakan semua makhluk di alam semesta ini

b)    Meyakini bahwa allah maha menakdirkan kepada seluruh makhluk yang diciptakannya

c)    Mejauhkan diri dari menyekutukannya

d)    Dapat menghindarkan diri dari sifat sombong dan angkuh

e)     Menimbulkan ketenangan didalam hati seorang mukmin

f)     Mendorong untuk lebih meningkatkan keimanan kepada allah

H.    Al-Hakim

1.    Pengertian Al-hakim

Salah satu Asma’ul Husna adalah Al-Hakim. Artinya, Yang memiliki hikmah yang tinggi
dalam penciptaan-Nya dan perintah-perintah-Nya, Yang memperbagus seluruh makhluk-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:

Artinya :  Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maidah : 50)

Maka, Allah l tidak akan menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tidak akan mensyariatkan
sesuatu yang tiada manfaatnya.

2.    Meneladani sifat Allah Al-Hakim

a.    Memperdalam ilmu pengetahuan

b.    Bersikap bijaksana

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya , dapat disimpulkan bahwa Allah mempunyai


nama-nama yang indah dan sangat banyak makna dari nama –nama tersebut. Sifat Al-Hadi,
menunjukan bahwa hanya Allah yang memberi petunjuk kepada makhluknya. Petunjuk Allah ini
sebenarnya diberikan kepada semua manusia, tetapi tidak semua manusia mampu
menerimanya.

   Allah swt. memiliki sifat  Al-ghoffar,  Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib,dan  Al-Khaliq, artinya


bahwa Allah yang menciptakan semua yang ada di dalam semesta ini, dia tidak membutuhkan
bantuan bantuan dari siapapun untuk menciptakan semua yang ada di alam semesta ini. Allah
lah sebaik-baiknya pencipta.

    Sifat Al-Hakim menunjukan bahwa Allah lah hakim yang paling bijaksana. Dia
memutuskan apa yang terjadi dengan  sangat bijaksana.

B.   Saran

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, penulis mengemukakan beberapa saran, yaitu:

1.    Hendaknya kita mengetahui bahwa sangat banyak petunjuk dari Allah, dan hendaknya kita mau
menerimanya.

2.    Diharapkan dapat menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah
ciptaan Allah, dan Allah menciptakannya dengan sebaik-baiknya dan tidak sia-sia.

3.    Setiap orang diharapkan memutuskan segala sesuatu dengan bijaksana.

4.    Kita selalu mengampuni dosa-dosa orang lain

5.    Meyakini bahwa setiap manusia pasti akan diberikan rezeki oleh Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai