Anda di halaman 1dari 61

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN MOTIVASI BELAJAR

SISWA

Dosen Pembimbing: Bpk. Haikal, M.Pd., S.Si

Oleh:
IIN SYAROFAH 2019.05.03.0.0020

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
2022/2023
Issues in Mathematics Education (hal. 83 – 91)
Vol. 2. No. 1, Maret 2018
http://www.ojs.unm.ac.id/imed

Pengaruh Motivasi Belajar, Self Efficacy, dan Self Regulated Learning


Terhadap Hasil Belajar Matematika

Rafika Meiliati1,a), Muhammad Darwis1 , dan Asdar1

1
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Makassar
a)
Rafikameiliati@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Motivasi Belajar, Self Efficacy, Self Regulated Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA
Negeri di Kabupaten Enrekang. Sampel penelitian sebanyak 120 siswa yang di ambil dengan menggunakan
teknik stratified random proportional sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan empat
instrumen. Data dianalisis dengan menggunakan statitistika deskriptif dan analisis jalur. Pengelolahan
data dilakukan dengan bantuan program statistik SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) motivasi
belajar siswa berada pada kategori rendah, (2) self efficacy dan self regulated leaarning siswa berada
pada kategori tinggi, (3) hasil belajar matematika siswa berada pada kategori sedang, (5) motivasi belajar
siswa secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning, (6) self
efficacy siswa secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning, (7)
motivasi belajar siswa secara langsung tidak berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar
matematika, (8) self efficacy siswa secara langsung berpengaruh negatif yang signifikan terhadap hasil
belajar matematika, (9) self regulated learning siswa secara langsung berpengaruh positif yang signifikan
terhadap hasil belajar matematika.
Kata Kunci: Ex-post facto, motivasi belajar, self efficacy, self regulated learning dan hasil belajar
matematika.

Abstract. This research is an expo facto research which airms to find out the influence of Learning
Motivation, Self Efficacy, Self Regulated Learning to Student Learning Outcones of Mathematics GradeXI
IPA Senior High School in Enrekang Regency. The population in this research is the student of grade XI
IPA Senior High School in Enrekang Regency academic. The sample of this research is 120 student which
is taken by using stratified random proportional sampling technique. The data were collected by using four
instruments. Data were analyzed by using descriptive statistica and path analysis. Data management is
done with the help of SPSS statistical program. The result of the shows that: (1) student’s learning
motivation is in low category, (2) self efficacy and self regulated learning of student is in high category, (3)
result of studemt’s mathematics learning is in medium category, (5) student’s learning motivation directly
have a significant positive effect to self regulated learning, (6) self efficacy of student directly have a
significant positive effect on self regulated learning, (7) student’s learning motivation directly has no
significant positive effect on result, (8) self efficacy of student directly have a significant negative effect on
mathematics learning outcomes, (9) self regulated learning student directly have a significant positive effect
on mathematics learning.
Keywords: Ex-post facto, learning motivation, self efficacy, self regulated learning, and mathematics
learning outcomes

83
Meiliati, Darwis, & Asdar

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan.
Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai faktor yang cukup dominan dalam menentukan
tercapai tidaknya tujuan pendidikan. Motivasi belajar juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Seringkali terdapat siswa yang memiliki hasil belajar yang
rendah bukan karena memiliki kecerdasan yang rendah, melainkan karena tidak adanya motivasi
untuk belajar sehingga siswa kurang berusaha dalam menggerakkan kemampuannya (Sanjaya,
2008)
Selain motivasi belajar, tindakan peserta didik dalam suatu situasi juga bergantung pada hubungan
timbal balik dari lingkungan, perilaku, dan kondisi kognitif lain, terutama yang berhubungan
dengan keyakinan peserta didik akan kemampuannya untuk melakukan suatu perilaku yang
diperlukan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Keyakinan peserta didik ini menjadi suatu
bagian penting untuk menggerakkan proses belajar yang berkesinambungan. Keyakinan tersebut
akan menggerakkan peserta didik dalam berprilaku serta bertindak dalam memenuhi tuntutan dari
berbagai situasi. Bandura menyebut hal ini sebagai Self Effiacy. Menurut Bandura, kenyakinan
individu mengenai self efficacy mempengaruhi bentuk tindakan yang akan mereka pilih untuk
dilakukan, mempengaruhi seberapa banyak usaha yang akan mereka berikan, seberapa lama
meraka akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, serta mempengaruhi
ketangguhan mereka menghadapi kemunduran (Feist dalam Yalida, 2016)..
Menurut (Alsa, 2005) bahwa lemahnya kemampuan self regulated learning siswa dalam belajar
matematika. Self regulated learning dalam belajar bukanlah sebuah kemampuan mental atau
keterampilan performansi akademik, melainkan sebuah proses mengarahkan dirinya sendiri untuk
mentranformasikan kemampuan mental menjadi keterampilan akademik (Zimmerman, 1990).
Guna membantu siswa agar belajar mereka menjadi efektif, pendidik hendaknya membantu siswa
menjadi percaya atas cara–cara alternatif terhadap pendekatan situasi belajar, sehingga siswa akan
secara aktif melakukan aktifitas belajarnya. Jadi, apabila dirasakan oleh siswa bahwa suatu
pelajaran atau pembahasan pelajaran tidak dimengerti, maka siswa akan lebih aktif untuk dapat
mempelajarinya. Dengan demikian penelitian ini berfokus pada pengaruh yang diberikan
motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning terhadap Hasil Belajar Matematika
siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan
didalam menguasai pelajaran matematika (Nasution, 2002). Hasil belajar matematika yaitu
kemampuan yang dimiliki anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman, 1999). Adapun
motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan (Suryabrata dalam Djaali, 2006).
Sementara itu motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri
seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu (Gates, 1954). Self-efficacy
merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu
tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu”( Baron and Byrne, 2004). self-efficacy
adalah keyakinan bahwa saya bisa (Santrock, 2009). Sedangkan self regulated learning adalah
suatu usaha yang mendalam dan memanfaatkan sumber daya dan jaringan yang ada dan
meningkatkan proses yang mendalam Dengan kata lain, self regulated learning mengacu pada
perencanaan dan memonitor proses kognitif dan afektif yang melibatkan keberhasilan
menyelesaikan tugas-tugas akademik (Kerlin,1992).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ex post facto. Penelitian ini dilaksanakan di
SMA Negeri di Kabupaten Enrekang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI
IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang sebanyak 10 sekolah dengan jumlah siswa kelas XI

84
IMED 2(1) 2018, hal. 83 - 91

IPA adalah 928 siswa. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified
random proportional sampling dan terpilih 4 sekolah. Sampel diambil sebanyak 30% dari jumlah
siswa kelas XI IPA pada masing-masing sekolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
ada 2, yaitu tes hasil belajar matematika dan kuisioner. Kuisioner digunakan untuk mengukur
motivasi belajar siswa, self efficacy, dan self regulated learning. Adapun teknik analisis dalam
penelitian ini yaitu analisis Statistik Deskriptif dan analisis Statistik Inferensial.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil Analisis Statistika Deskriptif

Hasil Belajar Matematika


Diketahui diketahui bahwa skor rata-rata adalah 70,34 dengan standar deviasi 13,88. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil
daripada nilai rata-rata. Sedangkan skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran
statistik. Skor hasil belajar Matematika mempunyai nilai skewness -0,29 (negatif) yang artinya
adalah kurva distribusi data hasil belajar Matematika puncaknya berada di sebelah kanan nilai
rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa memperoleh nilai di atas rata-rata. Adapun
hasil belajar matematika siswa berada pada kategori sedang dengan persentase 43.33% dengan
frekuensi 52 orang dari 120 responden.

Motivasi Belajar
Diketahui bahwa skor rata-rata adalah 51,1 dengan standar deviasi 7,12. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-
rata. Sedangkan skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran statistik. Skor
motivasi belajar mempunyai nilai skewness -0,17 (negatif) yang artinya adalah kurva distribusi
data motivasi belajar puncaknya berada di sebelah kanan nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian siswa memperoleh nilai di atas rata-rata. Adapun motivasi belajar yang dimiliki
oleh siswa berada pada kategori rendah dengan presentase 63% dan frekuensi 76 orang dari 120
responden.

Self Efficacy
Diketahui bahwa skor rata-rata adalah 89,87 dengan standar deviasi 12,11. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-
rata. Sedangkan skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran statistik. Skor self
efficacy mempunyai nilai skewness -0,005 (negatif) yang artinya adalah kurva distribusi data self
efficacy puncaknya berada di sebelah kanan nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
siswa memperoleh nilai di atas rata-rata. Adapun self efficacy yang dimiliki oleh siswa berada
pada kategori tinggi dengan presentase 85% dan frekuensi 102 orang dari 120 responden.

Self Regulated Learning


Diketahui bahwa skor rata-rata adalah 97 dengan standar deviasi 14,06. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-
rata. Sedangkan skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran statistik. Skor self
regulated learning mempunyai nilai skewness -0,32 (negatif) yang artinya adalah kurva distribusi
data self regulated learning puncaknya berada di sebelah kanan nilai rata-rata. Hal ini

85
Meiliati, Darwis, & Asdar

menunjukkan bahwa sebagian siswa memperoleh nilai di atas rata-rata. Adapun self regulated
learning yang dimiliki oleh siswa berada pada kategori tinggi dengan presentase 82% dan
frekuensi 98 orang dari 120 responden

Analisis Statistik Inferensial


Uji Prasyarat
• Uji Normalitas. Dari hasil pengujian SPSS menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2-
tailed) untuk X1, X2, X3, dan Y sebesar 0,086, 0,200, 0,200, dan 0,097. Untuk X1, X2, X3
dan Y nilai Asymp. Sig (2-tailed) telah memenuhi asumsi normalitas.
• Uji Multikolinearitas. Dari hasil pengujian dengan SPSS diperoleh nilai Variansi Inflation
Factor (VIF) ketiga variabel (motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning)
yaitu 2,234, 1,394, dan 2.395. Ketiga nilai tersebut lebih kecil dari 5, sehingga dapat
disimpulkan bahwa antar variabel eksogen tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
• Uji Autokorelasi. Hasil Uji Autokorelasi Antara Self Efficacy, Self Regulated Learning
dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika. Dari hasil uji autokorelasi
menunjukkan bahwa nilai DW = 2,068 pada taraf signifikan 5% dengan jumlah sampel
120 (n = 120) dan jumlah variabel independent 3 dan variabel dependen 1 (K = 4) maka
dL= 1,6339 dan dU=1,7715 Karena DW berada pada du < DW < 4 - du yaitu 1,7714 <
2,068 < 2,2285. Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif pada X1, X2,X3 dan Y.
Hasil Uji Autokorelasi antara Motivasi Belajar dan Self Efficacy Terhadap Self Regulated
Learning.
• Dari hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa nilai DW = 1,764 pada Dari hasil uji
autokorelasi menunjukkan bahwa nilai DW = 1,879 pada taraf signifikan 5% dengan
jumlah sampel 120 (n = 120) dan jumlah variabel independent 2 dan variabel dependen 1
(K = 3) maka diperoleh dL= 1,6513 dan dU = 1,7536. Karena DW berada diantara dU dan
(4-dU) yaitu 1,7536 < 1,879 < 2,2464 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi positif maupun negatif pada X1, X2 dan X3.

Uji Hipotesis
TABEL 1. Hasil Analisis t Model 1 - Uji Substruktur 1
Variabel Standarized T Sig. R2 F Sig.
Independen Coefficient Coefficient Anova
beta
X1 0,633 9,388 0,000 0,582 81,590 0,000
X2 0,224 3,320 0,0001

TABEL 2. Hasil Analisis Uji t Model 1 – Substruktur 2


Variabel Standarized T Sig. R2 F Sig.
Independen Coefficient Coefficient Anova
beta
X1 0,024 1,308 0,193 0,955 2216,378 0,000
X2 -0,31 -2,185 0,031
X3 0,990 52,602 0,000

TABEL 3. Hasil Analisis Uji t Model 2 – Substruktur 2


Variabel Standarized T Sig. R2 F Sig.
Independen Coefficient Coefficient anova
beta
X2 -0,29 -2,029 0,046 0,983 3303,618 0,000
X3 1,006 70,572 0,000

86
IMED 2(1) 2018, hal. 83 - 91

Pengujian hipotesis 1
Motivasi belajar berpengaruh positif yayang signifikan terhadap self regulated learning
𝐻𝑜 : 𝜌31 ≤ 0 lawan 𝐻1 : 𝜌31 > 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1, X1 memiliki nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih
kecil dari 0,05 sehingga H0 di tolak. Dengan demikian, variabel motivasi belajar berpengaruh
positif yang signifikan terhadap self regulated learning.

Pengujian hipotesis 2
Self efficacy berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning
𝐻𝑜 : 𝜌32 ≤ 0 lawan 𝐻1 : 𝜌32 > 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1, X2 memiliki nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari
0,05 sehingga H0 di tolak. Dengan demikian, variabel self efficacy berpengaruh positif yang
signifikan terhadap self regulated learning.
Selanjutnya, untuk menguji adanya pengaruh secara simultan antara motivasi belajar dan self
efficacy terhadap self regulated learning belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten
Enrekng, maka dapat dilihat dari hasil pengujian berikut. Berdasarkan hasil analisis substruktur 1
terlihat bahwa nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan
demikian, variabel motivasi belajar dan self efficacy berpengaruh secara simultan terhadap self
regulated learning
Berdasarkan hasil analisis substruktur 1 nilai R2 sebesar 0,582 yang berarti variabel motivasi
belajar dan self efficacy memiliki kontribusi sebesar 58,2% dalam menjelaskan perubahan yang
terjadi pada self regulated learning, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Pengujian hipotesis 3
Self regulated learning berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika
siswa
𝐻𝑜 : 𝜌𝑌3 ≤ 0 lawan 𝐻1 : 𝜌𝑌3 > 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X3 memiliki nilai signifikansi 0,000 yang lebih
kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, variabel self regulated learning
berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Pengujian hipotesis 4
Motivasi belajar berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
𝐻0 : 𝜌𝑦1 ≤ 0 lawan 𝐻1 : 𝜌𝑦1 > 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X1 memiliki nilai signifikansi 0,193 yang lebih
besar dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian, variabel motivasi belajar tidak
berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Pengujian hipotesis 5
Self efficacy berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
𝐻𝑜 : 𝜌𝑦2 ≤ 0 lawan 𝐻1 : 𝜌𝑦2 > 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X2 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,031
yang lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, variabel self efficacy
berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. Besarnya koefisien jalur X2 dan Y dapat

87
Meiliati, Darwis, & Asdar

dilihat pada tabel coefficients pada kolom Standardized Coefficient Beta yaitu -0,31 ( 𝜌𝑌2 = -0,31)
sehingga self efficacy memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap hasil belajar
matematika siswa.
Selanjutnya, untuk menguji adanya pengaruh secara simultan antara motivasi belajar ,self efficacy
dan self regulated learning terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di
Kabupaten Enrekang, maka dapat dilihat dari hasil pengujian berikut. Berdasarkan hasil analisis
substruktural 2 terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga
H0 ditolak. Dengan demikian, variabel motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning
berpengaruh secara simultan terhadap hasil belajar matematika
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, nilai R2 sebesar 0,955 yang berarti variabel motivasi
belajar, self efficacy dan self regulated learning memiliki kontribusi sebesar 95,5% dalam
menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel hasil belajar matematika, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Dari hasil analisis membuktikan bahwa terdapat koefisien jalur yang tidak siginifikan yaitu
variabel motivasi (x1). Oleh karena itu hal ini perlu diperbaiki melalui metode trimming, yaitu
dengan mengeluarkan variabel motivasi belajar (x1) sehingga hasilnya seperti pada Tabel 3.

Pengujan hipotesis 6
Motivasi belajar berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika melalui
variabel self regulated learning
H0 : 𝜌31 x 𝜌𝑦3 ≤ 0 lawan H1 : 𝜌31 x 𝜌𝑦3 > 0
Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan pengujian hipotesis 3 diperoleh bahwa X1 berpengaruh
langsung terhadap X3, dan X3 berpengaruh langsung terhadap Y. Dengan demikian, variabel
motivasi belajar memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika
setelah melalui variabel self regulated learning.

Pengujian hipotesis 7
Self efficacy berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika melalui
variabel self regulated learning
H0 : 𝜌32 x 𝜌𝑦3 ≤ 0 lawan H1 : 𝜌32 x 𝜌𝑦3 > 0
Berdasarkan pengujian hipotesis 2 dan pengujian hipotesis 3 diperoleh bahwa X 2 berpengaruh
langsung terhadap X3, dan X3 berpengaruh langsung terhadap Y. Dengan demikian, variabel self
efficacy memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika setelah
melalui variabel self regulated learning.

Pembahasan

Karakteristik Variabel
Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, diketahui bahwa motivasi belajar siswa sebesar 51,1
sehingga secara umum motivasi belajar siswa berada dalam kategori rendah yaitu antara 26,774
dan 52,984 berjumlah 76 siswa (63%).
Selanjutnya, dari hasil analisis data juga diketahui bahwa skor rata-rata self efficacy siswa sebesar
89,87 sehingga secara umum self efficacy siswa berada dalam kategori tinggi yaitu antara 75,405
dan 116,783 berjumlah 102 siswa (85%). Self efficacy sebagai faktor internal siswa juga berperan
dalam menentukan keberhasilan siswa dalam mata pelajaran matematika. Dengan self efficacy
atau kenyakinan diri yang kuat, siswa akan terdorong untuk melakukan sesuatu atau untuk
berhasil mencapai suatu tujuan dalam belajar matematika.

88
IMED 2(1) 2018, hal. 83 - 91

Sementara skor rata-rata self regulated learning siswa sebesar 97 sehingga secara umum self
regulated learning siswa berada dalam kategori tinggi yaitu antara 83,207 dan 122,00 berjumlah
98 siswa (82%). Self regulated learning dalam belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seorang siswa dalam mengatur belajarnya sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Siswa yang
memiliki self regulated learning yang baik akan termotivasi untuk mencapai hasil belajar yang
optimal.
Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa secara umum
berada pada kategori sedang dengan persentase 43% dengan jumlah siswa 52 dari 120 responden.
Hal ini memberikan gambaran bahwa hasil belajar matematika siswa masih perlu ditingkatkan
lagi.

Pembahasan Substruktural Pertama


Persamaan regresi linear X1 atas X2 dan X3 yang di peroleh dari perhitungan yang telah dilakukan
adalah X3 = 9,756 + 0,633X1 + 0,224X2. Persamaan regresi X1 atas X2 dan X3 tersebut menunjukka
bahwa setiap kenaikan satu unit X1 akan menaikkan X3 sebesar 0,633 dan setiap kenaikan satu
unit X2 akan menaikkan X3 sebesar 0,224.
Berdasarkan hasil analisis regresi pada substruktur pertama, diketahui bahwa kedua variabel
eksogen ( motivasi belajar dan self efficacy) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap self
regulated learning siswa, yaitu sebesar 58,2% (R2= 0,582), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar model. Dengan demikian self regulated learning belajar dapat diprediksi
oleh motivasi belajar dan self efficacy
Berdasarkan hasil analisis regresi secara parsial pada substruktur pertama, terdapat pengaruh
langsung positif yang signifikan self efficacy terhadap self regulated learning dan pengaruh
langsung positif yang signifikanmotivasi belajar terhadap self regulated learning. Hal ini sejalan
dengan penjelasan Zimmerman (Susetyo, 2002) bahwa siswa yang memiliki self regulated
learning dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya
dalam proses belajar

Pembahasan Substruktur 2
Persamaan regresi linear Y atas X1 , X2 , dan X3 yang di peroleh dari perhitungan yang telah
dilakukan Y = -23,647 + 0,024X1 - 0,31X2 + 0,990X3. Persamaan regresi Y atas X1 , X2 , dan X3
tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu unit X1 akan menaikkan Y sebesar 0,024, setiap
kenaikkan satu unit X2 akan menaikkan Y sebesar -0,31, setiap kenaikkan satu unit X3 akan
menaikkan Y sebesar 0,990.
Kemudian berdasarkan hasil analisis regresi substruktur kedua, diketahui bahwa ketiga variabel
bebas (motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning) secara bersama-sama memberi
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa sebesar 95,5% (R2 = 0,955)
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.
Berdasarkan hasil ujian regresi linear secara parsial, tidak ditemukan adanya pengaruh langsung
positif yang signifikan pada motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa namun,
ditemukan adanya pengaruh langsung yang signifikan dari variabel self regulated learning
terhadap hasil belajar matematika siswa. Adapun self efficacy memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa. Pada variabel motivasi belajar ditemukan
adanya pengaruh tidak langsung terhadap hasil belajar matematika melalui variabel self regulated
learning begitupun dengan variabel self efficacy terdapat pengaruh tidak langsung terhadap hasil
belajar matematika melalui variabel self regulated learning
Berdasarkan hasil uji hipotesis disimpulkan bahwa motivasi belajar tidak berpengaruh positif
secara langsung terhadap hasil belajar matematika siswa. Dari kajian teori dijelaskan bahwa, jika
siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi maka kemungkinan hasil belajar matematika siswa

89
Meiliati, Darwis, & Asdar

tersebut juga tinggi, sebaliknya jika siswa memiliki motivasi belajar rendah maka hasil belajar
matematika siswa juga kemungkinan akan rendah.
Berdasarkan hasil analisis data pada masing-masing variabel bebas, terlihat bahwa self efficacy
dan self regulated learning memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap hasil belajar
matematika siswa jika dibandingkan dengan kontribusi dari variabel motivasi belajar. Dampak
self efficacy dan self regulated learning yang lebih kuat dibandingkan motivasi belajar dapat
diartikan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung tidak memiliki hasil
belajar matematika yang rendah jika didukung dengan self efficacy dan self regulated learning
yang tinggi.

KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar, self efficacy, dan self
regulated learning terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN di Kab Enrekang. Adapun
kesimpulannya sebagai berikut :
1. Motivasi belajar siswa berada dalam kategori rendah, self efficacy, dan self regulated
learning berada dalam kategori tinggi adapun hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA
SMA Negeri di Kabupaten Enrekang berada dalam kategori sedang.
2. Motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning secara simultan (bersama-sama)
berpengarh signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri
di Kabupaten Enrekang.
3. Motvasi belajar dan Self efficacy secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
self regulated learning siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
4. Motivasi belajar secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self
regulated learning siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
5. Self efficacy secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated
learning siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
6. Motivasi belajar secara langsung tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
7. Self efficacy secara langsung memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
8. Self regulated learning secara langsung memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten
Enrekang.
9. Motivasi belajar secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang melalui variabel self
regulated learning.
10. Self efficacy secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang melalui variabel self
regulated learning.
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh motivasi belajar, self efficacy, dan self regulaed
learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan
penelitian ini sebagai sumber data dan bahan perbandingan dalam melakukan penelitian
relevan yang mengembangkan variabel lain dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abudrrahman, M. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan belajar. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.

90
IMED 2(1) 2018, hal. 83 - 91

Alsa, A. (2005). Program Belajar, Jenis Kelamin, Belajar Berdasar Regulasi Diri, dan Prestasi
Belajar pada Siswa SMA di Yogyakarta (Disertasi tidak dipublikasikan). Sekolah
Pascasarjana Univeritas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Baron, R. A.& Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Djaali. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.
Gates, J. (1954) et. al., Educatinal Psychology. New York: The MacMillan Company.
Kerlin, B.A. (1992). Cognitive engagement style, self regulated learning and cooperative
learning. http://kerlins.net/bobbi/research/myresearch/srl.html. diakses tanggal 29 Maret
2006.
Nasution, S. (2002). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Bumi
Aksara.
Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Predana Media Group
Santrock, J. W.(2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.
Yalida, R. 2016. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Efikasi Diri Matematika terhadap Hasil
Belajar Matematika dengan Memperhatikan Tipe Kepribadian (ekstovert dan introvert)
Siswa Kelas XI SMA Negeri15 Makassar. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Negeri Makassar, Makassar.
Zimmerman, B. (1990). Student differences in self-regulated learning: Relating grade, and
giftedness to self efficacy and strategy use. Journal of Educational Psychology, 83(1),
51-59

91
Analisis Jurnal: Pengaruh Motivasi Belajar, Self Efficacy, dan Self Regulated Learning Terhadap Hasil
Belajar Matematika

Pendahuluan:
Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini
dikarenakan motivasi dipandang sebagai faktor yang cukup dominan dalam menentukan tercapai tidaknya
tujuan pendidikan. Motivasi belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa. Seringkali terdapat siswa yang memiliki hasil belajar yang rendah bukan karena memiliki
kecerdasan yang rendah, melainkan karena tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga siswa kurang
berusaha dalam menggerakkan kemampuannya (Sanjaya, 2008)
Selain motivasi belajar, tindakan peserta didik dalam suatu situasi juga bergantung pada hubungan timbal
balik dari lingkungan, perilaku, dan kondisi kognitif lain, terutama yang berhubungan dengan keyakinan
peserta didik akan kemampuannya untuk melakukan suatu perilaku yang diperlukan untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan. Keyakinan peserta didik ini menjadi suatu bagian penting untuk menggerakkan
proses belajar yang berkesinambungan. Keyakinan tersebut akan menggerakkan peserta didik dalam
berprilaku serta bertindak dalam memenuhi tuntutan dari berbagai situasi. Bandura menyebut hal ini
sebagai Self Effiacy. Menurut Bandura, kenyakinan individu mengenai self efficacy mempengaruhi
bentuk tindakan yang akan mereka pilih untuk dilakukan, mempengaruhi seberapa banyak usaha yang
akan mereka berikan, seberapa lama meraka akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan,
serta mempengaruhi ketangguhan mereka menghadapi kemunduran (Feist dalam Yalida, 2016).

Metode Penelitian:

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ex post facto. Penelitian ini dilaksanakan di SMA
Negeri di Kabupaten Enrekang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA
Negeri di Kabupaten Enrekang sebanyak 10 sekolah dengan jumlah siswa kelas XI IPA adalah 928 siswa.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified random proportional sampling dan
terpilih 4 sekolah. Sampel diambil sebanyak 30% dari jumlah siswa kelas XI IPA pada masing-masing
sekolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu tes hasil belajar matematika dan
kuisioner. Kuisioner digunakan untuk mengukur motivasi belajar siswa, self efficacy, dan self regulated
learning. Adapun teknik analisis dalam penelitian ini yaitu analisis Statistik Deskriptif dan analisis
Statistik Inferensial.

Isi Pembahasan:

Motivasi Belajar
Diketahui bahwa skor rata-rata adalah 51,1 dengan standar deviasi 7,12. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata. Sedangkan
skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran statistik. Skor motivasi belajar mempunyai
nilai skewness -0,17 (negatif) yang artinya adalah kurva distribusi data motivasi belajar puncaknya berada
di sebelah kanan nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa memperoleh nilai di atas rata-
rata. Adapun motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa berada pada kategori rendah dengan presentase
63% dan frekuensi 76 orang dari 120 responden.

Self Efficacy
Diketahui bahwa skor rata-rata adalah 89,87 dengan standar deviasi 12,11. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi outlier pada data, karena nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata. Sedangkan
skewness menunjukkan kemiringan data dari suatu besaran statistik. Skor self efficacy mempunyai nilai
skewness -0,005 (negatif) yang artinya adalah kurva distribusi data self efficacy puncaknya berada di
sebelah kanan nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa memperoleh nilai di atas rata-
rata. Adapun self efficacy yang dimiliki oleh siswa berada pada kategori tinggi dengan presentase 85%
dan frekuensi 102 orang dari 120 responden.

Analisis Statistik Inferensial


Uji Prasyarat
• Uji Normalitas. Dari hasil pengujian SPSS menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) untuk X1,
X2, X3, dan Y sebesar 0,086, 0,200, 0,200, dan 0,097. Untuk X1, X2, X3 dan Y nilai Asymp. Sig (2-tailed)
telah memenuhi asumsi normalitas.
• Uji Multikolinearitas. Dari hasil pengujian dengan SPSS diperoleh nilai Variansi Inflation Factor (VIF)
ketiga variabel (motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning) yaitu 2,234, 1,394, dan 2.395.
Ketiga nilai tersebut lebih kecil dari 5, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel eksogen tidak
terjadi persoalan multikolinearitas.
• Uji Autokorelasi. Hasil Uji Autokorelasi Antara Self Efficacy, Self Regulated Learning dan Motivasi
Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika. Dari hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa nilai DW =
2,068 pada taraf signifikan 5% dengan jumlah sampel 120 (n = 120) dan jumlah variabel independent 3
dan variabel dependen 1 (K = 4) maka dL= 1,6339 dan dU=1,7715 Karena DW berada pada du < DW < 4
- du yaitu 1,7714 < 2,068 < 2,2285. Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif pada X 1, X2,X3 dan Y.
Hasil Uji Autokorelasi antara Motivasi Belajar dan Self Efficacy Terhadap Self Regulated Learning.
• Dari hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa nilai DW = 1,764 pada Dari hasil uji autokorelasi
menunjukkan bahwa nilai DW = 1,879 pada taraf signifikan 5% dengan jumlah sampel 120 (n = 120) dan
jumlah variabel independent 2 dan variabel dependen 1 (K = 3) maka diperoleh dL= 1,6513 dan dU =
1,7536. Karena DW berada diantara dU dan (4-dU) yaitu 1,7536 < 1,879 < 2,2464 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif pada X 1, X2 dan X3.

Pengujian hipotesis 1
Motivasi belajar berpengaruh positif yayang signifikan terhadap self regulated learning
𝐻𝑜: 𝜌31≤0 lawan 𝐻1:𝜌31>0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1, X1 memiliki nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
0,05 sehingga H0 di tolak. Dengan demikian, variabel motivasi belajar berpengaruh positif yang signifikan
terhadap self regulated learning.
Pengujian hipotesis 2
Self efficacy berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning
𝐻𝑜: 𝜌32≤0 lawan 𝐻1:𝜌32>0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1, X2 memiliki nilai signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari 0,05
sehingga H0 di tolak. Dengan demikian, variabel self efficacy berpengaruh positif yang signifikan terhadap
self regulated learning.
Selanjutnya, untuk menguji adanya pengaruh secara simultan antara motivasi belajar dan self efficacy
terhadap self regulated learning belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekng, maka
dapat dilihat dari hasil pengujian berikut. Berdasarkan hasil analisis substruktur 1 terlihat bahwa nilai
signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, variabel motivasi
belajar dan self efficacy berpengaruh secara simultan terhadap self regulated learning
Pengujian hipotesis 3
Self regulated learning berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
𝐻𝑜: 𝜌𝑌3≤0 lawan 𝐻1:𝜌𝑌3>0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X 3 memiliki nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari
0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, variabel self regulated learning berpengaruh positif yang
signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Pengujian hipotesis 4
Motivasi belajar berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
𝐻0: 𝜌𝑦1≤0 lawan 𝐻1:𝜌𝑦1>0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X 1 memiliki nilai signifikansi 0,193 yang lebih besar
dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian, variabel motivasi belajar tidak berpengaruh positif
yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Pengujian hipotesis 5
Self efficacy berpengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
𝐻𝑜: 𝜌𝑦2≤0 lawan 𝐻1:𝜌𝑦2>0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, variabel X2 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,031 yang lebih
kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, variabel self efficacy berpengaruh positif terhadap
hasil belajar matematika.
Pengujan hipotesis 6
Motivasi belajar berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika melalui variabel
self regulated learning
H0 : 𝜌31 x 𝜌𝑦3 ≤0 lawan H1 : 𝜌31 x 𝜌𝑦3 > 0
Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan pengujian hipotesis 3 diperoleh bahwa X1 berpengaruh langsung
terhadap X3, dan X3 berpengaruh langsung terhadap Y. Dengan demikian, variabel motivasi belajar
memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika setelah melalui variabel
self regulated learning.
Pengujian hipotesis 7
Self efficacy berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika melalui variabel self
regulated learning
H0 : 𝜌32 x 𝜌𝑦3 ≤0 lawan H1 : 𝜌32 x 𝜌𝑦3 > 0
Berdasarkan pengujian hipotesis 2 dan pengujian hipotesis 3 diperoleh bahwa X2 berpengaruh langsung
terhadap X3, dan X3 berpengaruh langsung terhadap Y. Dengan demikian, variabel self efficacy
memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap hasil belajar matematika setelah melalui variabel
self regulated learning.

Hasil dan Kesimpulan:

Berdasarkan hasil analisis data pada masing-masing variabel bebas, terlihat bahwa self efficacy dan self
regulated learning memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap hasil belajar matematika siswa jika
dibandingkan dengan kontribusi dari variabel motivasi belajar. Dampak self efficacy dan self regulated
learning yang lebih kuat dibandingkan motivasi belajar dapat diartikan bahwa siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi cenderung tidak memiliki hasil belajar matematika yang rendah jika
didukung dengan self efficacy dan self regulated learning yang tinggi.

Adapun kesimpulannya sebagai berikut :


1. Motivasi belajar siswa berada dalam kategori rendah, self efficacy, dan self regulated learning berada
dalam kategori tinggi adapun hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten
Enrekang berada dalam kategori sedang.
2. Motivasi belajar, self efficacy, dan self regulated learning secara simultan (bersama-sama) berpengarh
signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
3. Motvasi belajar dan Self efficacy secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap self regulated
learning siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
4. Motivasi belajar secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning
siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
5. Self efficacy secara langsung berpengaruh positif yang signifikan terhadap self regulated learning siswa
kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
6. Motivasi belajar secara langsung tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
7. Self efficacy secara langsung memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
8. Self regulated learning secara langsung memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang.
9. Motivasi belajar secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang melalui variabel self regulated learning.
10. Self efficacy secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas XI IPA SMA Negeri di Kabupaten Enrekang melalui variabel self regulated learning.
Oktariani, Peranan Self Efficacy Dalam... 45

PERANAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN PRESTASI


BELAJAR SISWA
Oktariani
Fakultas Psikologi Universitas Potensi Utama
Jl. KL. Yos Sudarso Km. 6,5 No. 3A Tanjung Mulia; Kota Medan 20224
Email : oktariani1610@gmail.com

Abstract

Self Efficacy plays a very important role in learning activities, a person will be able to use his potential
optimally if his self efficacy supports it. Self Efficacy greatly influences the success of a student, because
students who have Self Efficacy have the belief that "I can" this is accompanied by high enthusiasm in
doing each of their learning tasks so that in each activity they do succeed, on the contrary for students
who do not have Self Efficacy or have low Self Efficacy, these students have the belief that "I can't" this
is characterized by avoiding doing many tasks, so that every activity carried out by these students will
fail. Students with high self-efficacy will always display more behavior. active in learning compared to
students who have lower self efficacy so that this can affect student achievement in school. This Self
Efficacy needs to be developed or fostered by every student, because this will affect students in their
readiness to receive lessons, both lessons that students understand or also lessons that are difficult for
students to understand, so that these students will not be easily discouraged when they encounter
obstacles in the process study. With the existence of high self efficacy, students can achieve educational
goals to the maximum, so that learning achievement will increase. Thus students are expected to no
longer have negative perceptions about their ability to learn .

Keywords: Self Efficacy, Learning Achievement

Abstrak

Self Efficacy memegang peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, seseorang akan mampu
menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila self efficacy – nya mendukung. Self Efficacy sangat
mempengaruhi keberhasilan seorang siswa, sebab siswa yang memiliki Self Efficacy memiliki
kepercayaan bahwa “ saya bisa” hal ini diiringi dengan semangat yang tinggi dalam mengerjakan setiap
tugas belajarnya sehingga dalam setiap kegiatan yang dilakukannya berhasil, sebaliknya untuk siswa
yang tidak memiliki Self Efficacy atau memiliki Self Efficacy yang rendah, siswa tersebut memiliki
kepercayaan bahwa “saya tidak bisa” hal ini ditandai dengan menghindar dalam mengerjakan banyak
tugas, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa ini akan mengalami kegagalan.Siswa dengan
self efficacy yang tinggi akan selalu menampilkan perilaku yang lebih aktif dalam belajar dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai self efficacy yang lebih rendah sehingga hal ini dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa di sekolah. Self Efficacy ini perlu dikembangkan atau dipupuk oleh setiap siswa,
karena ini akan mempengaruhi siswa dalam kesiapan mereka untuk menerima pelajaran , baik itu
pelajaran yang siswa pahami atau juga pelajaran yang sulit siswa pahami, agar siswa tersebut tidak akan
mudah putus asa ketika menemukan kendala dalam proses belajarnya. Dengan adanya self efficacy yang
tinggi , maka siswa dapat mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, sehingga prestasi belajar akan
meningkat . Dengan demikian diharapkan siswa tidak lagi mempunyai anggapan yang negative tentang
kemampuan dirinya dalam belajar.

Kata Kunci : Self Efficacy, Prestasi Belajar


46. Kognisi Jurnal, Vol. 3 No.1 Oktober 2018 2528-4495

1. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses sistematis yang melibatkan baik faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang asalnya dari diri siswa, seperti minat belajar dan
motivasi belajar, keyakinan akan kemampuan diri sendiri (Self Efficacy), bakat, dan persepsi, baik
persepsi siswa terhadap mata pelajaran maupun terhadap guru. Selain itu juga ada faktor eksternal, yaitu
faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti lingkungan belajar, lingkungan keluarga, latar belakang
sosial ekonomi keluarga, dan perhatian orang tua dalam membantu mengatasi kesulitan belajar yang
dialami anak.
Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang
unggul dan berkualitas di masa yang akan datang. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas dan unggul, salah satu yang dibutuhkan oleh seeorang siswa salah satunya adalah self
efficacy. Self Efficacy memiliki andil yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, seseorang akan
berupaya memanfaatkan potensi dirinya secara optimal apabila self efficacy – nya mendukung. Self
Efficacy ini mengacu pada keyakinan sejauh mana individu mampu memprediksikan kemampuan akan
dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu
hasil tertentu.
Keyakinan akan semua kemampuan ini mencakup kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan
diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Bandura
(dalam Santrock, 2014) mengatakan bahwa Self Efficacy mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku seseorang. Misalnya, seorang siswa yang mempunyai Self Efficacy rendah mungkin tidak mau
berusaha belajar untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru, karena ia tidak percaya bahwa belajar
akan membantunya dalam mengerjakan tugas.
Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008), Self Efficacy adalah evaluasi seseorang tentang
kemampuannya sendiri untuk menampilkan perilaku tertentu atau menggapai tujuan tertentu. Self
Efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa individu mampu melaksanakan tugas tertentu dengan
baik. Tanpa Self Efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), maka individu akan tidak mau
mencoba melakukan suatu perilaku yang bertujuan.
Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri individu atau kemampuan
individu dalam memperkirakan kemampuan dirinya yang meliputi kepercayaan diri, kemampuan
menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh
tekanan. Siswa dengan Self Efficacy rendah akan menghindari banyak tugas, khususnya yang menantang
dan sulit, sedangkan siswa yang Self Efficacy tinggi akan mengerjakan tugas – tugas yang menantang
dan sulit, karena ia akan lebih berusaha untuk menguasai tugas tersebut dibandingkan mahasiswa yang
Self Efficacy-nya rendah.
Tingginya Self Efficacy diharapkan akan memotivasi individu secara kognitif untuk berbuat
secara tepat dan terarah, terutama bila tujuan yang akan dicapai adalah tujuan yang jelas. Pandangan
individu terhadap Self Efficacy , akan menunjukkan seberapa besar usaha yang dikerahkan dan seberapa
lama individu akan tetap bertahan ketika menemui hambatan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan. Self Efficacy selalu berkaitan dan akan berpengaruh pada pemilihan perilaku, motivasi
dan keteguhan individu ketika mengalami persoalan. Cara untuk membedakan perbedaan motivasi
dengan pencapaian mengedepankan Self Efficacy dari seorang individu yaitu keyakinan bahwa seseorang
dapat mengatasi suatu situasi dan menghasilkan akhir yang baik.
Setiap siswa memiliki lingkungan dan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut
dapat mempengaruhi kepribadian dan pembentukan rasa percaya dirinya dan juga akan berdampak pada
bagaimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui rasa percaya diri yang dimilikinya yang
kemudian membentuk sebuah keyakinan diri, sehingga siswa akan dapat dengan mudah berinteraksi di
dalam lingkungan belajarnya. Rasa percaya diri ialah sikap percaya dan yakin akan kemampuan yang
dimiliki, yang dapat membantu individu untuk melihat dirinya dengan positif dan realitis sehingga ia
dapat bersosialisasi dengan baik pada orang lain.
Oktariani, Peranan Self Efficacy Dalam... 47

Keyakinan diri (Self Efficacy) seorang individu juga banyak dipengaruhi oleh tingkat
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Individu yang percaya diri akan senantiasa yakin pada
setiap perbuatan yang dilakukannya, merasa leluasa untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan
keinginannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tentu kondisi tersebut dapat menjadi pencetus
, sehingga akan memudahkan dalam proses belajarnya. Akan tetapi, tidak semua individu mempunyai
keyakinan diri yang memadai. Perasaan minder atau malu, enggan dan lain-lain, adalah hambatan
seorang siswa dalam proses belajarnya disekolah maupun dilingkungannya, karena dengan rasa minder
tersebut siswa akan sering merasa tidak percaya dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya,
sehingga jadi lebih menutup diri dan kurang menerima banyak informasi sesuai yang diinginkan.
Individu yang selalu mengira bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan, merasa dirinya tidak
berharga, merupakan ciri dari individu yang mempunyai keyakinan diri (Self Efficacy) yang rendah. Hal
ini dapat dilihat dalam cara individu bertingkah laku yang kurang wajar. Perbedaan tingkat Self Efficacy
yang dimiliki siswa tentu akan mempengaruhi tingkat prestasi belajar siswa di sekolah dan juga akan
mempengaruhi dalam kehidupan sehari-harinya.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik pengembangan dalam pengetahuan,
perubahan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menuntaskan kegiatan
pembelajaran. Hasil belajar yang sering disebut juga prestasi belajar, yang tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari
proses pembelajaran tersebut. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak melalui kegiatan
belajar. Di dalam kegiatan belajar, tujuan belajar telah ditentukan terlebih dulu oleh guru dan siswa yang
berhasil dalam belajar adalah siswa yang mampu mencapai tujuan-tujuan dari pembelajaran. Untuk
mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan
pengorbanan berbagai tantangan yang harus dihadapi.

2. KAJIAN TEORI

2.1 Self Efficacy

Self Efficacy merupakan salah satu bagian dari pengetahuan tentang diri atau self
knowwledge yang paling berdampak didalam kehidupan individu sehari-hari. Hal ini disebabkan Self
Efficacy yang dimiliki individu akan mempengaruhi individu dalam memilih tindakan yang akan
dilakukan untuk menggapai tujuan termasuk didalamnya gambaran berbagai macam masalah atau
peristiwa yang akan dihadapi individu.
Self Efficacy dikenalkan pertama kali oleh Albert Bandura (1977), Bandura mengatakan bahwa
Self Efficacy merupakan hal yang berkaitan dengan kemampuan yang dirasakan individu untuk
mengatasi situasi khusus berkaitan dengan penilaian atas kemampuan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan yang berkaitan dengan tugas khusus atau situasi tertentu yang dialami oleh seseorang. Self
Efficacy dapat juga dikatakan pemahaman individu akan keyakinan kemampuannya dalam melakukan
tindakan yang diharapkan. Self Efficacy akan mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan
individu, besarnya usaha dan ketahanan diri ketika dihadapkan dengan suatu hambatan atau kesulitan.
Maka individu dengan Self Efficacy tinggi akan melakukan usaha yang lebih banyak dan tidak mudah
menyerah terhadap tantangan yang dihadapinya.
Dengan adanya Self efficacy juga dapat menentukan bagaimana seseorang merasakan,
memikirkan, dan memotivasi dirinya dalam melakukan suatu erbuatan. Self efficacy melibatkan 4 hal
yaitu kognitif, motivasi, afeksi dan proses seleksi. Didalam kegiatan belajar self efficacy dikaitkan
dengan kemampuan dalam mengatasi permasalahan didalam belajar yang berhubungan dengan prestasi
belajar yang pernah dicapainya. Jika cenderung berhasil, maka dapat dikatakan dia mampu dalam proses
belajar, begitu juga sebaliknya.
48. Kognisi Jurnal, Vol. 3 No.1 Oktober 2018 2528-4495

Alwisol (2006) menyatakan bahwa Self Efficacy merupakan penilaian terhadap diri sendiri
mengenai seberapa baik diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self Efficacy berkaitan dengan
keyakinan bahwa diri mempunyai kemampuan untuk dapat melakukan sesuai dengan apa yang di
harapkan.
Self Efficacy sangat mempengaruhi keberhasilan seorang siswa, sebab siswa yang memiliki Self
Efficacy memiliki kepercayaan bahwa “ saya bisa” hal ini diiringi dengan semangat yang tinggi dalam
mengerjakan setiap tugas belajarnya sehingga dalam setiap kegiatan yang dilakukannya berhasil,
sebaliknya untuk siswa yang tidak memiliki Self Efficacy atau memiliki Self Efficacy yang rendah, siswa
tersebut memiliki kepercayaan bahwa “saya tidak bisa” hal ini ditandai dengan menghindar dalam
mengerjakan banyak tugas, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa ini akan mengalami
kegagalan.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Self Efficacy adalah keyakinan atau penilaian
individu akan kemampuan dirinya dalam menghadapi suatu aktivitas atau situasi yang sulit yang berada
diluar kemampuannya
Menurut Indah (2009 dalam Susanti dan Aula, 2016), self efficacy memiliki beberapa peran,
yaitu : 1) Menentukan pilihan tingkah laku. 2) Menentukan seberapa besar usaha dan ketekunan yang
dilakukan. 3) Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. 4) Meramalkan tingkah laku selanjutnya.
5) Menunjukkan kinerja selanjutnya.
Bandura juga mengatakan bahwa self efficacy diyakini akan mempengaruhi ketahanan terhadap
kesulitan, hadirnya kognisi dalam membantu atau menghalangi dan sejauh mana depresi dan stress yang
terjadi pada situasi kondisi yang sulit. Bandura juga menyarankan bahwa self efficacy merupakan aspek
yang spesifik dan ketepatan keyakinan harus diukur dalam hal penilaian tertentu pada kemampuan yang
mungkin berbeda dari tuntutan tugas dalam satu aspek aktifitas tertentu serta dibawah situasi keadaan
yang berbeda.
Menurut Bandura (1997) terdapat 3 dimensi dari self efficacy ini, yaitu:
a. Level/magnitude, dimensi level ini berhubungan dengan taraf kesulitan tugas. Dimensi ini
mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu akan mampu mengatasinya.
b. Strength, dimensi strength berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan individu.
Dimensi ini mengacu pada derajat kemantapan individu terhadap keyakinan yang dibuatnya.
Kemantapan ini yang menentukan ketahanan dan keuletan individu dalam usaha. Dimensi ini merupakan
keyakinan individu dalam mempertahankan perilaku tertentu.
c. Generality, dimensi generality merupakan suatu konsep bahwa self efficacy seseorang tidak
terbatas pada situasi yang spesifik saja. Dimensi ini mengacu pada variasi situasi di mana penilaian
tentang self efficacy dapat diterapkan.
Bandura (1997) juga menjelaskan bahwwa, karakteristik individu yang mempunyai Self Efficacy
tinggi adalah pada saat individu merasa yakin bahwa individu tersebut mampu menyelesaikan secara
efektif suatu peristiwa dan situasi yang akan dihadapi, semangat dalam mengerjakan tugas – tugas,
percaya pada kemampuan diri yang dimilikinya, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan
ancaman dan suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan
komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam usaha yang dilakukannya
dan meningkatkan usaha saat mereka menghadapi kegagalan dan menghadapi stressor atau ancaman
dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.
Sementara untuk karakteristik individu yang memiliki Self Efficacy rendah adalah individu yang
merasa tidak memiliki kemampuan, mudah sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas – tugas yang
sulit, mudah putus asa dalam menghadapi rintangan, memiliki komitmen yang rendah terhadap tujuan
yang ingin dicapai, dalam situasi yang sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya
tugas tersebut dan konsekuensi dari kegagalannya serta lambat dalam membangkitkan semangatny
kembali ketika mengalami kegagalan (Bandura, 1997).
Oktariani, Peranan Self Efficacy Dalam... 49

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan individu yang memiliki Self Efficacy
rendah akan menghambat dan memperlambat perkembangan dari kemampuan – kemampuan yang
dibutuh seseorang dan juga cenderung mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu sangat sulit
dibandingkan keadaan yang sesungguhnya.
Sementara individu yang memiliki Self Efficacy tinggi, akan lebih banyak menggali
keterampilannya melalui usaha – usaha secara terus menerus dan juga akan mengembangkan perhatian
dan usahanya terhadap tuntutan situasi dan dipacu dengan adanya rintangan sehingga seseorang akan
berusaha lebih keras.

2.2 Prestasi belajar

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan kesuksesan siswa dalam mencapai hasil
belajar yang optimal, untuk melihat tercapainya seseorang dalam proses belajar maka perlu dilakukan
evaluasi, yang tujuannya adalah untuk melihat prestasi yang dicapai siswa setelah proses belajar
mengajar berjalan. Kemampuan intelektual siswa akan sangat menentukan kesuksesan siswa dalam
memperoleh prestasi dalam belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah
kemampuan menguasai semua pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Prestasi siswa dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah
dilakukan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena
kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar mengajar.
Hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan perilaku dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas belajar. Individu tidak akan memperoleh prestasi belajar apabila tidak
melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan hasil evaluasi dari suatu proses
yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, yang khususnya dipersiapkan untuk proses evaluasi
misalnya dengan nilai rapor.
Prestasi belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam pencapaian proses berfikir
yang tinggi. Prestasi belajar mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, affektif dan psikomotor. Prestasi
belajar merupakan hasil yang diraih oleh seorang siswa dalam pendidikan, baik yang dikerjakan atau
dalam bidang keilmuan. Prestasi belajar juga merupakan hasil perolehan secara maksimal menurut
kemampuan anak dalam rentang waktu tertentu terhadap sesuatu yang dikerjakan, dipelajari, dipahami
atau diterapkan oleh siswa tersebut.
Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik
sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar dinyatakan dengan skor
hasil tes atau angka yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil
tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok
Slamento (2010) mengatakan, belajar merupakan suatu cara atau usaha yang dilakukan
individu untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.
Melalui proses belajar maka semua pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa
akan terbentuk dan berkembang. Prestasi belajar pada masing – masing siswa akan berbeda – beda. Hal
ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Slamento (2010) dan Ngalim Purwanto (2002), menyebutkan terdapat faktor Internal dan
faktor Eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
1. Faktor Internal : merupakan faktor-faktor yang asalnya dari dalam diri seseorang yang dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya. Faktor internal terdiri dari:
a) Faktor Fisiologis (Jasmani)
Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis, seperti tidak mudah sakit, tidak dalam kondisi yang
lelah atau capek, tidak cacat jasmani dan sebagainya. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi peserta didik
dalam proses pembelajaran.
50. Kognisi Jurnal, Vol. 3 No.1 Oktober 2018 2528-4495

Keletihan fisik juga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Cross (dalam Slamento,
2010), keletihan siswa terdiri dari tiga macam keletihan, yaitu:
a. Keletihan indra siswa
Keletihan indera dapat diatasi dengan cara istirahat yang cukup, tidur dengan nyenyak, dan
sebagainya.
b. Keletihan fisik siswa
Keletihan fisik atau kelelahan siswa berkaitan juga dengan keletihan indera siswa dan cara
menanganinya yaitu dengan makan makanan yang bergizi, mengatur pola makan dan merelekskan otot-
otot yang kaku.
c. Keletihan mental siswa
Keletihan mental siswa ini dianggap sebagai faktor penyebab utama timbulnya kejenuhan
dalam belajar, sehingga cara mengatasi keletihan ini sulit. Penyebab timbulnya keletihan atau kelelahan
ini dikarenakan kecemasan siswa terhadap standar nilai pada pelajaran yang terlalu tinggi, kecemasan
siswa ketika berada pada keadaan yang menuntut kemampuan berpikir yang berat atau rumit, kecemasan
akan konsep akademik yang optimum sedangkan siswa menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan
standar yang di buatnya sendiri (self-imposed).
b) Faktor psikologis (intelegensi, minat, bakat, motivasi)
Setiap peserta didik atau siswa, pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda,
dan ini mempengaruhi hasil belajar secara tidak langsung. Beberapa faktor psikologis meliputi :
1) Intelegensi/ Kecerdasan
Kecerdasan merupakan kemampuan belajar yang disertai dengan keterampilan menyesuaikan
diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi seseorang, dan dilihat dari kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan teman sebaya
siswa lainnya. Terkadang perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu
anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya.
Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah maka siswa akan susah menangkap
pelajaran dengan baik, ia akan mendapatkan kesulitan dalam belajarnya atau yang biasa disebut dengan
kesulitan belajar (learning disability) , yaitu seseorang yang memiliki intelegensi dibawah normal dan
mengalami kesulitan setidaknya satu mata pelajaran, namun biasanya dalam beberapa bidang akademis.
2) Minat
Minat adalah dorongan atau keinginan dalam diri seseorang pada objek tertentu. Slameto
mengatakan jika minat mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan kegiatan yang
disukai oleh seseorang, diperhatikan secara terus menerus. Minat memiliki pengaruh yang besar pada
kegiatan belajar atau kegiatan lain diluar belajar. Jika pelajaran yang menarik minat siswa maka siswa
akan lebih mudah mempelajarinya dan disimpan di dalam memori siswa.
3) Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan
pembawaan. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting
dalam mencapai prestasi yang baik sehingga dapat dikatakan bahwa bakat merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi
terhadap sesuatu hal maka individu tersebut akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang
diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
4) Motivasi
Didalam belajar, motivasi memegang peranan yang penting hal ini dikarenakan merupakan
suatu pendorong siswa untuk melakukan belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa akan berhasil
jika mempunyai motivasi belajar yang tinggi
5) Konsep Diri
Konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.
Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi. Siswa yang
mempunyai konsep diri yang positif maka akan menciptkan pribadi yang penuh dengan rasa percaya
Oktariani, Peranan Self Efficacy Dalam... 51

diri, optimis serta berani menghadapi tantangan. Sedangkan siswa yang memiliki konsep diri yang
negatif, maka siswa akan memiliki rasa tidak percaya akan kemampuannya, memiliki rasa takut gagal
dan pesimis.
2. Faktor Eksternal
Faktor ini, berasal dari luar diri seseorang. Ini berhubungan dengan sarana dan prasarana,
situasi lingkungan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Faktor
eksternal terdiri dari:
a) Faktor keluarga,
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi siswa. Dari lingkungan keluarga
inilah yang pertama kali anak dikenalkan dan menerima pendidikan dan pengajaran terutama dari ayah
dan ibunya. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah akan memiliki pengaruh terhadap prestasi
akademik siswa. Dengan adanya perhatian dari orang tua terhadap pendidikan akan membuat anak
termotivasi untuk belajar.
b) Faktor lingkungan sekolah,
Sekolah mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar karena hampir sepertiga dari
kehidupan siswa sehari-hari berada disekolah. Kondisi ini dapat terjadi jika didukung dengan gaya
mengajar guru, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, persahabatan atau perkawanan antar siswa,
sarana dan prasarana pembelajaran serta displin siswa terhadap peraturan yang telah ditentukan.
c) Faktor masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat akan mempengaruhi terhadap keberhasilan seorang
siswa. Contohnya keterlibatan siswa dalam lingkungan masyarakat, teman bermain, dan bentuk
kehidupan masyarakat lainnya.
Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh
faktor dari dalam diri siswa (faktor internal) maupun dari luar diri siswa (faktor eksternal).

3. Peranan Self Efficacy dalam meningkatkan prestasi belajar siswa

Self Efficacy memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, seseorang
akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila Self Efficacy mendukungnya. Salah
satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh Self Efficacy adalah prestasi. Bandura (1997)
mengemukakan Self Efficacy mempunyai peran yang sangat besar terhadap prestasi matematika dan
kemampuan menulis dan juga hasil penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Rahil Muhyadin, Habibah Elias, Loha Sau Cheong, Muhd Fauzi Muhammad,
Noorem Nordin dan Maria Chong Abdullah (2006) yang berjudul “The relationship between students’
self efficacy and their English language achievement” yang mengindikasikan bahwa self efficacy
mempunyai korelasi yang positif dengan hasil prestasi bahasa inggris.
Dengan self efficacy yang tinggi maka siswa akan selalu menampilkan perilaku yang lebih aktif
dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang mempunyai self efficacy yang lebih rendah sehingga hal
ini dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Self Efficacy ini perlu dikembangkan atau
dipupuk oleh setiap siswa, karena ini akan mempengaruhi siswa dalam kesiapan mereka untuk menerima
pelajaran , baik itu pelajaran yang siswa pahami atau juga pelajaran yang sulit siswa pahami, agar siswa
tersebut tidak akan mudah putus asa ketika menemukan kendala dalam proses belajarnya
Selama proses belajar di sekolah siswa akan dihadapai dengan kesukaran-kesukaran dalam
belajar, oleh karena itu setiap siswa perlu memiliki keuletan baik jasmani maupun rohani. Untuk
memupuk keuletan tersebut hendaknya siswa selalu menganggap setiap persoalan muncul sebagai
tantangan yang harus diatasi bukan menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak menyelesaikan
setiap tugas belajarnya. Seseorang yang memiliki self efficacy tinggi didalam kondisi yang sulit maka ia
akan berusaha lebih keras dan lebih giat lagi untuk mengatasi segala tantangan yang ada didepannya.
Akan tetapi seseorang yang memiliki self efficacy rendah akan mudah menyerah dalam menyelesaikan
setiap tantangannya.
52. Kognisi Jurnal, Vol. 3 No.1 Oktober 2018 2528-4495

Siswa yang melakukan kegiatan belajar dengan sungguh – sungguh akan dapat menilai self
efficacy mereka sendiri. Ketika siswa mendapatkan kesuksesan dalam belajar, maka mereka akan
mengaitkan kesuksesannya tersebut dengan kemampuan mereka sendiri sehingga secara tidak langsung
self efficacy merekapun akan meningkat. Berbanding terbalik dengan siswa yang menyakini bahwa
mereka kurang mampu, dan mereka merasa tidak dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka akan
menyebabkan siswa menjadi tidak termotivasi untuk bekerja (belajar) lebih keras (dalam Mukhid, 2009).
Dengan adanya self efficacy (Keyakinan Diri) akan membantu anak murid (siswa) untuk
memilih cita-cita mereka, serta mendukung siswa untuk mendapatkan dan juga mempertahankan prestasi
belajar dengan baik. Self Efficacy dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman keberhasilan
(master experience), pengalaman orang lain (vicariuos experience), persuasi verbal (verbal persuasion),
dan kondisi fisiologis (physiological state).
Penelitian yang dilakukan oleh Collins (2003 dalam Mukhid, 2009) tentang self efficacy
mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan dalam matemátika, mempunyai self efficacy
yang lebih kuat. Mereka cenderung lebih mampu membuat strategi, mampu mencari solusi lebih cepat,
memilih untuk tetap mencoba menyelesaikan masalah atau tantangan yang belum mereka pecahkan, dan
melakukannya dengan lebih teliti dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan sama namun
mereka tidak percaya akan self efficacy-nya. Menurut Zimmerman dkk (1992 dalam Mukhid, 2009),
bahwa self efficacy dalam pembelajaran akan mempengaruhi prestasi belajar secara langsung sehingga
akan meningkatkan nilai prestasi siswa. Pintrich dan Garcia (1991 dalam Mukhid, 2009) menemukan
bahwa siswa yang memiliki keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas akan menggunakan
strategi kognitifnya dan meta kognitifnya dari pada siswa yang tidak percaya akan kemampuan mereka
sendiri.
Hasil belajar merupakan hasil dari apa yang diperoleh siswa dalam proses belajarnya. Self
Efficacy erat kaitannya dengan hasil belajar siswa, jika seorang siswa memiliki self efficacy rendah maka
siswa tersebut akan cenderung menganggap bahwa dirinya memang tidak mampu melaksanakan dan
mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru. Sehingga hal ini mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah, jika ini terus berlanjut maka ini dapat menyebabkan siswa tersebut akan
mengulang kelas kembali, dan jika ini terjadi maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi
psikologi siswa tersebut.
Sedangkan jika siswa memiliki self efficacy tinggi, maka prestasi belajar siswa tersebut juga
akan jauh lebih baik, karena siswa tersebut yakin akan kemampuannya. Sehingga siswa tersebut mampu
mengatakan pada dirinya sendiri “bahwa saya bisa melaksanakan dan mengerjakan tugas-tugas yang
sudah diberikan bapak dan ibu guru”. Siswa yang memiliki self efficacy bagus maka dalam kondisi dan
situasi apapun siswa tersebut akan tidak mudah putus ada dalam menyelesaikan tantangannya dalam
belajar sehingga peluang siswa untuk akan mendapatkan hasil belajar sangat baik menjadi sangat besar.
Hal ini berbeda dengan siswa memiliki self efficacy rendah, maka ia akan memilih tantangan
yang sesuai dengan kemampuan siswa tersebut saja,tidak mau mencoba untuk melakukan hal – hal yang
berada diluar kemampuannya, hal ini akan memperkecil kesempatannya untuk mendapatkan ilmu dan
wawasan yang baru untuknya, dan sedangkan siswa yang self efficacy tinggi, ia akan suka untuk mencoba
hal – hal yang baru yang lebih menantang dan mengeksplor kemampuannya dan juga lebih berani untuk
keluar dari zona amanmya. Dan secara tidak langsung siswa tersebut akan lebih banyak memiliki
kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih banyak dibanding siswa yang mempunyai
self efficacy yang rendah.
Banyak hal – hal yang dapat mendukung keberhasilan siswa dalam belajar seperti kepercayaan
diri, optimisme, dan motivasi. Namun self efficacy juga mempunyai peranan dalam menentukan prestasi
belajar siswa disekolah. Dukungan orang tua dan teman sebaya juga dapat membantu siswa untuk lebih
berprestasi dalam proses belajarnya.
Siswa yang melihat temannya bisa mengerjakan tugas yang diberikan dengan tepat dan benar,
dapat secara tidak langsung meningkatkan self efficacy siswa tersebut. Siswa yang tadinya tidak yakin
bahwa dirinya tidak mampu mengerjakan tugas yang sama maka akan termotivasi untuk dapat
mengerjakan tugas yang sama seperti temannya. Namun, jika siswa melihat temannya tidak berhasil
Oktariani, Peranan Self Efficacy Dalam... 53

dalam mengerjakan suatu tugas, maka ini juga akan mempengaruhi menurunnya self efficacy siswa
tersebut, karena ia menganggap bahwa temannya saja tidak bisa apalagi saya, apalagi teman yang tidak
berhasil adalah siswa yang cukup pintar.
Untuk menumbuhkan self efficacy ini, peranan guru juga menentukan. Guru dapat melakukan
persuasi verbal yang berisikan nasehat, motivasi yang dapat mempengaruhi siswa agar bisa lebih giat
lagi dalam belajar sehingga prestasi belajarnya meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan mampu
meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melakukan semua tugas yang diberikan .
Diharapkan dengan dimilikinya self efficacy yang tinggi, maka siswa dapat mencapai tujuan
pendidikan secara maksimal, sehingga prestasi belajar akan meningkat. Dengan demikian para siswa ini
tidak lagi mempunyai anggapan yang negative tentang kemampuan dirinya dalam belajar.

4. KESIMPULAN

Diatas telah diuraikan bagaimana self efficacy memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, seseorang akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila di
dukung dengan self efficacy yang baik. Salah satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh self efficacy
adalah prestasi. Untuk mewujudkan hasil akhir yang memuaskan individu tidak cukup hanya dengan
memikirkan potensi yang dimilikinya saja, namun tanpa adanya self efficacy yang memadai, maka
potensi yang dimiliki tidak akan dapat teraktualisasi dengan optimal. Potensi yang dimiliki seseorang
akan terpendam selamanya tanpa adanya self efficacy yang baik.
Menurut Bandura (1994), self efficacy merupakan salah satu akar dari tindakan manusia
(human egency), “apa yang orang pikirkan, percaya, dan rasakan mempengaruhi bagaimana mereka
bertindak.” Adanya keterkaitan antara bangunan diri (self construction) dan prestasi yaitu keterkaitan
antara tingkah laku akademik siswa yang juga merupakan bentuk keyakinan yang mereka tentang diri
mereka sendiri dan tentang potensi akademik mereka. Oleh karena itu, kesulitan yang dihadapi siswa
dalam kemampuan akademik dasar secara langsung berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka tidak
dapat mengerjakan tugas tertentu walaupun tugas tersebut sebenarnya mampu mereka selesaikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami kendala dalam belajar
disekolah bukan karena mereka tidak mampu dalam menguasai pelajaran tersebut namun dikarenakan
mereka mempunyai persepsi atau pemikiran bahwa mereka tidak akan mampu menguasai pelajaran
tersebut.
Didalam beberapa penelitian disarankan bahwa guru juga dapat memberikan andil dalam
meningkatkan self efficacy para siswanya, misalnya dengan memberikan motivasi belajar kepada siswa
secara terus menerus dan juga membantu siswa dalam menumbuhkan minat belajar siswa. Dengan
adanya peran guru maka diharapkan pada akhirnya siswa dapat menentukan pemilihan akademik siswa
dimasa yang akan dating sesuai dengan minat dan bakat dari siswa tersebut.
Misalnya, siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah maka akan ada kecenderungan
memiliki pemikiran yang tidak realisitik ataupun juga tidak memiliki kemampuan atau keterampilan
akademik yang memadai, sehingga pada akhirnya siswa akan kesulitan dalam pemilihan karir mereka
dimasa yang akan datang, dan dapat juga mengurangi minat sekolah yang pada akhirnya akan
mempengaruhi prestasi belajar.
Sekolah seharusnya juga bisa menjadi tempat untuk siswa dalam berupaya meningkatkan self
efficacy siswa. Misalnya, guru dapat melakukan kegiatan atau diskusi kelompok dengan mengangkat
topik yang menarik dan setiap siswa diberikan kesempatan untuk memberikan opininya, ketika ada
umpan balik dari setiap jawabannya yang diberikan maka ini akan secara tidak langsung dapat
meningkatkan self efficacy siswa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwisol, 2009. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press


54. Kognisi Jurnal, Vol. 3 No.1 Oktober 2018 2528-4495

2. Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of human


behavior. New York: Academic Press.

3. Bandura, A. (1997). Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and
Company.

4. DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia

5. Handayani, Febrina dan Nurwidawati, Desi. 2013. Hubungan Self Efficacy Dengan Prestasi
Belajar Siswa Akselerasi. Character, Volume 01, Nomor 02

6. Maisaroh, 2013. Pengaruh Self Efficacy Dan Self Regulated Learning Terhadap Prestasi Belajar
Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta.

7. Mukhid , Abd . Self-Efficacy (Perspektif Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya terhadap
Pendidikan) . Volume 4. Nomor 1. 2009

8. Ormrod, Jeanne Ellis, 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang.
Jakarta, 2 : Erlangga

9. Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.2002

10. Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Salemba Humanika

11. Slamento. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bhineka Cipta.
2010

12. Susanti, Try dan Aula, Ussisa . 2016. Hubungan Self Efficacy Dan Prestasi Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu.
http://edujurnal.iainjambi.ac.id/index.php/ijer, diunduh tanggal 1 November 2018
Analisis Jurnal:
PERANAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR SISWA

Pendahuluan:
Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan
berkualitas di masa yang akan datang. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
unggul, salah satu yang dibutuhkan oleh seeorang siswa salah satunya adalah self efficacy. Self Efficacy
memiliki andil yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, seseorang akan berupaya
memanfaatkan potensi dirinya secara optimal apabila self efficacy – nya mendukung. Self Efficacy ini
mengacu pada keyakinan sejauh mana individu mampu memprediksikan kemampuan akan dirinya dalam
melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu.
Keyakinan akan semua kemampuan ini mencakup kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri,
kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Bandura (dalam
Santrock, 2014) mengatakan bahwa Self Efficacy mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku
seseorang. Misalnya, seorang siswa yang mempunyai Self Efficacy rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru, karena ia tidak percaya bahwa belajar akan
membantunya dalam mengerjakan tugas.
Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008), Self Efficacy adalah evaluasi seseorang tentang kemampuannya
sendiri untuk menampilkan perilaku tertentu atau menggapai tujuan tertentu. Self Efficacy merupakan
keyakinan seseorang bahwa individu mampu melaksanakan tugas tertentu dengan baik. Tanpa Self
Efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), maka individu akan tidak mau mencoba melakukan
suatu perilaku yang bertujuan.
Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri individu atau kemampuan individu
dalam memperkirakan kemampuan dirinya yang meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan
diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Siswa
dengan Self Efficacy rendah akan menghindari banyak tugas, khususnya yang menantang dan sulit,
sedangkan siswa yang Self Efficacy tinggi akan mengerjakan tugas – tugas yang menantang dan sulit,
karena ia akan lebih berusaha untuk menguasai tugas tersebut dibandingkan mahasiswa yang Self
Efficacy-nya rendah.
Tingginya Self Efficacy diharapkan akan memotivasi individu secara kognitif untuk berbuat secara tepat
dan terarah, terutama bila tujuan yang akan dicapai adalah tujuan yang jelas. Pandangan individu terhadap
Self Efficacy , akan menunjukkan seberapa besar usaha yang dikerahkan dan seberapa lama individu akan
tetap bertahan ketika menemui hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Self Efficacy selalu
berkaitan dan akan berpengaruh pada pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan individu ketika
mengalami persoalan. Cara untuk membedakan perbedaan motivasi dengan pencapaian mengedepankan
Self Efficacy dari seorang individu yaitu keyakinan bahwa seseorang dapat mengatasi suatu situasi dan
menghasilkan akhir yang baik.
Setiap siswa memiliki lingkungan dan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut dapat
mempengaruhi kepribadian dan pembentukan rasa percaya dirinya dan juga akan berdampak pada
bagaimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui rasa percaya diri yang dimilikinya yang
kemudian membentuk sebuah keyakinan diri, sehingga siswa akan dapat dengan mudah berinteraksi di
dalam lingkungan belajarnya. Rasa percaya diri ialah sikap percaya dan yakin akan kemampuan yang
dimiliki, yang dapat membantu individu untuk melihat dirinya dengan positif dan realitis sehingga ia
dapat bersosialisasi dengan baik pada orang lain.
Isi dan Pembahasan:

Penelitian yang dilakukan oleh Collins (2003 dalam Mukhid, 2009) tentang self efficacy mengungkapkan
bahwa siswa yang memiliki kemampuan dalam matemátika, mempunyai self efficacy yang lebih kuat.
Mereka cenderung lebih mampu membuat strategi, mampu mencari solusi lebih cepat, memilih untuk
tetap mencoba menyelesaikan masalah atau tantangan yang belum mereka pecahkan, dan melakukannya
dengan lebih teliti dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan sama namun mereka tidak
percaya akan self efficacy-nya. Menurut Zimmerman dkk (1992 dalam Mukhid, 2009), bahwa self efficacy
dalam pembelajaran akan mempengaruhi prestasi belajar secara langsung sehingga akan meningkatkan
nilai prestasi siswa. Pintrich dan Garcia (1991 dalam Mukhid, 2009) menemukan bahwa siswa yang
memiliki keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas akan menggunakan strategi kognitifnya
dan meta kognitifnya dari pada siswa yang tidak percaya akan kemampuan mereka sendiri.
Hasil belajar merupakan hasil dari apa yang diperoleh siswa dalam proses belajarnya. Self Efficacy erat
kaitannya dengan hasil belajar siswa, jika seorang siswa memiliki self efficacy rendah maka siswa
tersebut akan cenderung menganggap bahwa dirinya memang tidak mampu melaksanakan dan
mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru. Sehingga hal ini mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah, jika ini terus berlanjut maka ini dapat menyebabkan siswa tersebut akan mengulang
kelas kembali, dan jika ini terjadi maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi psikologi
siswa tersebut.
Sedangkan jika siswa memiliki self efficacy tinggi, maka prestasi belajar siswa tersebut juga akan jauh
lebih baik, karena siswa tersebut yakin akan kemampuannya. Sehingga siswa tersebut mampu
mengatakan pada dirinya sendiri “bahwa saya bisa melaksanakan dan mengerjakan tugas-tugas yang
sudah diberikan bapak dan ibu guru”. Siswa yang memiliki self efficacy bagus maka dalam kondisi dan
situasi apapun siswa tersebut akan tidak mudah putus ada dalam menyelesaikan tantangannya dalam
belajar sehingga peluang siswa untuk akan mendapatkan hasil belajar sangat baik menjadi sangat besar.
Hal ini berbeda dengan siswa memiliki self efficacy rendah, maka ia akan memilih tantangan yang sesuai
dengan kemampuan siswa tersebut saja,tidak mau mencoba untuk melakukan hal – hal yang berada diluar
kemampuannya, hal ini akan memperkecil kesempatannya untuk mendapatkan ilmu dan wawasan yang
baru untuknya, dan sedangkan siswa yang self efficacy tinggi, ia akan suka untuk mencoba hal – hal yang
baru yang lebih menantang dan mengeksplor kemampuannya dan juga lebih berani untuk keluar dari zona
amanmya. Dan secara tidak langsung siswa tersebut akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih banyak dibanding siswa yang mempunyai self efficacy yang
rendah. Untuk menumbuhkan self efficacy ini, peranan guru juga menentukan. Guru dapat melakukan
persuasi verbal yang berisikan nasehat, motivasi yang dapat mempengaruhi siswa agar bisa lebih giat lagi
dalam belajar sehingga prestasi belajarnya meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan mampu
meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melakukan semua tugas yang diberikan .
Diharapkan dengan dimilikinya self efficacy yang tinggi, maka siswa dapat mencapai tujuan pendidikan
secara maksimal, sehingga prestasi belajar akan meningkat. Dengan demikian para siswa ini tidak lagi
mempunyai anggapan yang negative tentang kemampuan dirinya dalam belajar.

Hasil dan Kesimpulan:

Diatas telah diuraikan bagaimana self efficacy memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, seseorang akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila di dukung
dengan self efficacy yang baik. Salah satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh self efficacy adalah
prestasi. Untuk mewujudkan hasil akhir yang memuaskan individu tidak cukup hanya dengan memikirkan
potensi yang dimilikinya saja, namun tanpa adanya self efficacy yang memadai, maka potensi yang
dimiliki tidak akan dapat teraktualisasi dengan optimal. Potensi yang dimiliki seseorang akan terpendam
selamanya tanpa adanya self efficacy yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa yang
mengalami kendala dalam belajar disekolah bukan karena mereka tidak mampu dalam menguasai
pelajaran tersebut namun dikarenakan mereka mempunyai persepsi atau pemikiran bahwa mereka tidak
akan mampu menguasai pelajaran tersebut. Sekolah seharusnya juga bisa menjadi tempat untuk siswa
dalam berupaya meningkatkan self efficacy siswa. Misalnya, guru dapat melakukan kegiatan atau diskusi
kelompok dengan mengangkat topik yang menarik dan setiap siswa diberikan kesempatan untuk
memberikan opininya, ketika ada umpan balik dari setiap jawabannya yang diberikan maka ini akan
secara tidak langsung dapat meningkatkan self efficacy siswa.
Hubungan antara Self-efficacy dengan Student Engagement pada Siswa SMP X Kelas VIII Selama Masa Pandemi Covid-
19

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA


SMP X KELAS VIII SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

Devi Pramisjayanti
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA. devi.17010664113@mhs.unesa.ac.id

Riza Noviana Khoirunnisa


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA. rizakhoirunnisa@unesa.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan student engagement pada siswa
SMP X kelas VIII selama masa pandemi covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 224 siswa dengan 30 siswa
digunakan untuk tryot dan 144 siswa untuk pengambilan data. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala student
engagement yang disusun berdasarkan aspek milik Fredricks dkk., (2004) dan skala self-efficacy yang diadaptasi
dari penelitian milik Zahidah (2020). Teknik analisis data yang digunakan yaitu menggunakan uji asumsi dan uji
hipotesis dengan bantuan SPSS for windows 25.0. Untuk uji asumsi dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Test dan uji linearitas dengan menggunakan uji anova, sedangkan uji
hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara self-efficacy dengan student engagement dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) dan nilai
koefisien korelasi sebesar 0.806. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self-
efficacy pada siswa maka semakin tinggi pula student engagement yang dimiliki. Begitupun sebaliknya, semakin
rendah self-efficacy pada siswa maka semakin rendah pula student engagement yang dimiliki.
Kata kunci: Self-efficacy, student engagement, pandemi covid-19

Abstract
This research aims to find out how the relationship between self-efficacy and student engagement in SMP X class
VIII during the covid-19 pandemic. The research method uses the quantitative method with correlation
approach. The population in this study was 224 students with 30 students used for tryout and 144 student used
for data collection. The sampling technique used is simple random sampling. The reseach instrument that is used
is the student engagement scale which based on Fredricks (2004) aspect and the self-efficacy scale adopted from
Zahidah's research (2020). Data analysis was performed using SPSS 25.0 for windows statistics program
assistance. The results of the analysis using the correlation produst moment technique showed that there is
correlation between self-efficacy and student engagement with a significance value of 0.000 (p<0.05) and a
correlation coefficient of 0.806. Based on this explanation, it can be concluded that the higher the self-efficacy
of students, the higher the student engagement they have.
Keyword: Self-efficacy, student engagement, covid-19 pandemic

Perubahan metode pembelajaran tatap muka ke


PENDAHULUAN pembelajaran daring tentu saja menimbulkan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah permasalahan yang harus dilewati oleh guru dan siswa.
ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Salah satu permasalahan pada pembelajaran daring yaitu
Organization (WHO) mulai tanggal 11 Maret 2020 (Putri, kurang maksimalnya student engagement. Berdasarkan
2020). Penyebarannya yang sangat cepat, membuat penelitian milik Anugrahana (2020), student engagement
pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan-kebijakan selama proses pembelajaran daring kurang maksimal.
baru demi mencegah dan mengurangi penyebaran virus Hanya terdapat 50% siswa yang aktif terlibat secara penuh,
Covid-19. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 33% siswa hanya terlibat aktif, dan 17% lainnya kurang
(2020) mengeluarkan Surat Edaran Nomor aktif serta kurang berpartisipasi dalam pembelajaran
36962/MPK.A/HK/2020 yang menjelaskan mengenai daring. Kurang maksimalnya student engagement selama
pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam pembelajaran daring dapat dilihat dari partisipasi siswa
rangka pencegahan penyebaran corona virus disease yang kurang aktif dalam pembelajaran dan keterlambatan
(Covid-19). Pada surat edaran tersebut menjelaskan bahwa siswa dalam mengumpulkan tugas (Chandra dkk., 2021).
kementrian menghimbau untuk melakukan pembelajaran Berdasarkan dari penelitian Febrilia, dkk. (2020),
secara daring dari rumah masing-masing. pembelajaran daring membuat siswa lebih pasif dalam

46
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2022, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

pembelajaran, siswa juga lebih jarang mengajukan kegiatan sekolah, kurang terlibat secara kognitif dan
pertanyaan ketika mendapatkan materi, dan tak jarang dari kurang memiliki minat dalam pembelajaran di kelas,
beberapa siswa merasa malas ketika membaca materi yang kurang merasa semangat dan sering merasa bosan saat
diberikan guru. Pembelajaran yang dilakukan di rumah belajar, tidak sepenuhnya mengembangkan school
masing-masing juga membuat siswa kurang merasa belonging, dan menunjukkan perilaku-perilaku yang
semangat dan lebih cepat jenuh serta frustasi. menyimpang seperti bolos sekolah, suka mengganggu
Student engagement sendiri merupakan bentuk teman, dan memiliki masalah di sekolah hingga berakibat
keterlibatan siswa yang berhubungan dengan aktivitas di dikeluarkan dari sekolah (Finn & Zimmer, 2012).
sekolah baik akademik maupun non-akademik yang Rendahnya student engagement selama pembelajaran
diwujudkan dalam perilaku, emosi, dan kognitif siswa daring akan membuat rendahnya prestasi belajar pada
(Fredricks dkk., 2004). Eccles dan Wang (2012) siswa dan kesuksesan akademik (Finn & Zimmer, 2012).
menjelaskan student engagement sebagai partisipasi aktif Siswa dengan student engagement yang rendah akan
siswa dalam kegiatan akademik dan non akademik atau memiliki prestasi belajar yang rendah karena mereka
yang berhubungan dengan sekolah, dan memiliki kurang memiliki rasa senang dan semangat dalam
komitmen terhadap tujuan pendidikan serta pembelajaran. mengikuti pembelajaran, kurang ingin terlibat dalam
Student engagement memiliki tiga dimensi yaitu kegiatan di kelas maupun di sekolah, kurang berupaya dan
behavioral engagement, emotional engagement, dan kurang tertantang untuk memahami hal-hal yang sulit
cognitive engagement (Fredricks & McColskey, 2012). sehingga mereka tidak terdorong untuk berprestasi. Hal ini
Behavioral engagement mengacu pada partisipasi siswa di sesuai dengan pendapat Wang dan Halcome (2010)
sekolah, hal ini termasuk keterlibatan dalam akademik dan dimana siswa dengan student engagement yang rendah
sosial atau kegiatan ektrakurikuler yang dianggap penting akan menampilkan prestasi dan kinerja yang kurang baik
untuk mencapai hasil akademik yang positif (Fredricks & daripada siswa dengan student engagement yang tinggi.
McColskey, 2012). Behavioral engagement termasuk Siswa yang memiliki student engagement yang tinggi,
dalam mematuhi peraturan dan norma di sekolah, mereka akan bersemangat untuk dalam terlibat kegiatan di
berinteraksi secara positif dengan guru, teman, sebaya, kelas, memiliki rasa senang dalam belajar, dan lebih
akademisi, dan orang tua, berpartisipasi, terlibat, tertantang untuk mencoba hal-hal baru yang lebih sulit.
berupaya, memiliki ketekunan, berkonsentrasi, Rasa senang dalam belajar akan membuat siswa terus
mengajukan pertanyaan, dan berkontribusi dalam mendorong dirinya untuk terus berprestasi dan berusaha
pembelajaran di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler mencapai target yang diinginkannya.
(Fredricks & McColskey, 2012; Mahatmya dkk., 2012). Peneliti juga melakukan studi pendahuluan
Emotional engagement mengacu pada reaksi afektif siswa dengan membagikan kuesioner singkat yang disusun
selama di kelas, termasuk minat siswa, rasa bosan, rasa berdasarkan aspek student engagement kepada siswa SMP
bahagia, rasa sedih, dan kecemasan yang dirasakan siswa X dan siswa kelas VIII dipilih sebagai subjek karena
(Fredricks & McColskey, 2012). Emotional engagement berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa fenomena
juga termasuk suka atau tidak suka yang dirasakan siswa student engagement muncul pada kelas VIII. Dari 40
kepada guru, teman sekolah, akademisi, dan sekolah yang respon siswa kelas VIII yang didapat, 25 diantaranya
dianggap menciptakan ikatan dengan instintusi dan mengatakan bahwa mereka kurang berpartisipasi dalam
mempengaruhi kemauan untuk melalukan tugasnya pembelajaran daring. Mereka lebih sering merasa malas,
(Fredricks & McColskey, 2012; Mahatmya dkk., 2012). bosan, dan kurang semangat dalam mengikuti
Cognitive engagement mengacu pada tingkat investasi pembelajaran. Selain itu, mereka juga jarang mengajukan
siswa dalam pembelajaran (Fredricks & McColskey, pertanyaan ketika mendapatkan materi dari guru dan
2012). Cognitive engagement termasuk kesungguhan cenderung tidak menyukai serta menghindari tugas-tugas
dalam belajar, memahami pembelajaran, menguasai ilmu yang sulit. Beberapa alasan yang membuat siswa kurang
yang telah dipelajari, memilik kemampuan dalam berpartisipasi yaitu rasa malas, kurangnya pemahaman
mengerjakan tugas, memiliki strategi dan mampu mengenai materi yang dijelaskan oleh guru, kurang
mengerahkan upaya untuk memahami konsep yang bersemangat untuk berpartisipasi, kurangnya keyakinan
kompleks (Fredricks & McColskey, 2012; Mahatmya dengan kemampuan diri sendiri, dan metode pembelajaran
dkk., 2012). daring yang digunakan. Berdasarkan hasil wawancara dari
Siswa yang memiliki student engagement yang guru BK SMP X, didapatkan bahwa banyak dari siswa
rendah juga dapat ditunjukkan dari siswa yang tidak yang kurang merespon dan tidak mengajukan pertanyaan
berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan ketika guru memberikan materi pembelajaran melalui

47
Hubungan antara Self-efficacy dengan Student Engagement pada Siswa SMP X Kelas VIII Selama Masa Pandemi Covid-
19

google classroom. Beberapa siswa juga tidak berpartisipasi, semangat dalam pembelajaran, bekerja
mengumpulkan tugas-tugas yang telah diberikan oleh lebih keras, mampu menetapkan tujuan yang menantang,
guru. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang mampu bertahan dan memulihkan self-efficacy ketika
dilakukan dapat disimpulkan bahwa student engagement mengalami kegagalan (Schunk & Mullen, 2012). Schunk
pada siswa kelas VIII kurang maksimal. dan Mullen (2012) dan Sandi (Mukaromah dkk., 2018)
Menurut Gibbs dan Poskitt (2010), student menjelaskan bahwa siswa dengan self-efficacy yang
engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor rendah akan menetapkan tujuan yang mudah, memberikan
diantaranya yaitu hubungan dengan guru dan siswa lain, usaha yang sedikit, menghindari tugas, menghindari mata
pengaruh teman sebaya, disposisi untuk menjadi pelajaran yang dianggap sulit, dan merasa sedih ketika
pembelajar, motivasi dan minat belajar, cognitive mengalami kegagalan.
autonomy, self-efficacy, orientasi tujuan, dan academic Siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan
self-regulation. Skinner dan Pitzer (2012) juga berusaha untuk berpartisipasi dan lebih semangat untuk
menjelaskan bahwa terdapat dua fasilitator potensial yang terlibat dalam pembelajaran karena siswa yakin dengan
dapat mempengaruhi student engagement yaitu fasilitator kemampuannya untuk mampu mencapai tujuan yang telah
pribadi dan fasilitator sosial. Fasilitator pribadi adalah ditetapkannya. Siswa akan berusaha dan bekerja dengan
persepsi siswa dalam menilai seberapa kuat dan seberapa tekun untuk mencapai tujuan dan mereka memiliki strategi
baik kemampuan diri sendiri, seperti self-efficacy atau untuk tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan selama
school belonging, sedangkan fasilitator sosial merupakan mencapai tujuan, sedangkan pada siswa dengan self-
kualitas hubungan antara orang tua, guru, dan teman efficacy yang rendah kurang berusaha untuk berpartisipasi
sebaya yang diketahui dari interaksi interpersonal. dan kurang memiliki semangat untuk terlibat karena
Menurut Bandura (1997a) self-efficacy yaitu mereka menetapkan tujuan yang mudah. Tujuan yang
keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap mudah akan membuat mereka mengeluarkan usaha yang
kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sedikit, selain itu kurangnya keyakinan atas kemampuan
tindakan yang diperlukan untuk mengelola situasi yang dapat membuat siswa kurang mampu bertahan dalam
mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Baron dan menghadapi kegagalan. Self-efficacy yang rendah akan
Byrne (1991) menjelaskan self-efficacy sebagai evaluasi berdampak negatif pada motivasi siswa dan student
seseorang mengenai kemampuannya dalam melakukan engagement serta meningkatkan resiko prestasi rendah dan
tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Menurut dikeluarkan dari sekolah (Schunk & Mullen, 2012).
Nurmalita (2021) self-efficacy adalah persepsi mengenai Menurut Bandura (Alwisol, 2017), self-efficacy
diri sendiri terhadap kemampuan, kompetensi dan dapat ditingkatkan ataupun diturunkan melalui empat
kelemahan diri untuk dapat menyelesaikan permasalahan sumber, yaitu pengalaman performansi (performance
yang harus dihadapi. accomplishment), pengalaman vikarus (vicarious
Menurut Bandura terdapat tiga dimensi self- experience), persuasi sosial (social persuation), dan
efficacy yaitu level, strength, dan generality (Bandura, pembangkitan emosi (emotional/psychological states).
1997b; Ghufron & Risnawati, 2014; Mahmudi & Suroso, Pengalaman performansi (performance accomplishment),
2014). Level mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang adalah prestasi yang telah dicapai pada masa lalu.
diyakini mampu dilakukan siswa. Strength mengacu pada Pengalaman masa lalu sangat mempengaruhi self-efficacy.
kekuatan keyakinan atau harapan individu mengenai Pengalaman keberhasilan di masa lalu akan meningkatkan
kemampuannya. Dimensi ini berkaitan dengan dimensi self-efficacy, sedangkan pengalaman kegagalan di masa
level yaitu semakin tinggi taraf kesulitan tugas, maka lalu akan menurunkan self-efficacy. Pengalaman vikarus
semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk (vicarious experience) didapatkan melalu model sosial.
menyelesaikan. Generality mengacu pada tingkah laku Self-efficacy akan meningkat jika siswa mengamati
yang diyakini dapat dilakukan oleh individu. keberhasilan orang lain, sebaliknya self-efficacy akan
Self-efficacy adalah keyakinan atau penilaian diri menurun ketika siswa mengamati orang lain yang
terhadap kemampuan yang dimiliki dalam mencapai memiliki kemampuan yang sama dengannya yang ternyata
tujuan yang diinginkan serta mengatasi hambatan yang gagal. Persuasi sosial (social persuation) juga mampu
mungkin muncul di masa yang akan datang. Siswa yang meningkatkan atau menurunkan self-efficacy sesuai
meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan dapat dengan kondisi yang tepat. Kondisi yang tepat ini
meningkatkan student engagementnya dalam aktivitas di merupakan rasa percaya pada orang lain yang memberikan
sekolah (Surahman & Adhim, 2021). Pada siswa dengan persuasi dan sifat realistic dari apa yang sedang
self-efficacy yang tinggi mereka dapat lebih terlibat, dipersuasikan. Pembangkitan emosi

48
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2022, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

(emotional/psychological states) seseorang saat melalukan pengambilan sampel yang digunakan yaitu simple random
suatu kegiatan akan mempengaruhi self-efficacy dalam sampling. Teknik simple random sampling merupakan
suatu kegiatan. Peningkatan emosi yang berlebihan seperti teknik pengambilan sampel yang dipilih secara acak
rasa takut, cemas dan stress dapat menurunkan self- dengan cara melakukan undian (Jannah, 2018). Penentuan
efficacy. minimal sampel menggunakan rumus Slovin (Imran,
Terdapat beberapa penelitian relevan yang 2017) dengan menggunakan batas toleransi eror sebesar
meneliti tentang hubungan antara self-efficacy dengan 5% (0,05) dengan tingkat kepercayaan setinggi 95%
student engagement. Penelitian milik Surahman dan sehingga minimal sampel yang diperoleh adalah 144
Adhim (2021) menunjukkan bahwa self-efficacy dapat siswa.
mempengaruhi student engagement dan dapat berperan Instrument yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai mediator hubungan antara emosi positif dan yaitu skala student engagement dan skala self-efficacy.
student engagement. Penelitian milik Gianida (2018) Skala student engagement yang digunakan dikembangkan
menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif antara dari aspek milik Fredricks, dkk (2004) dengan lima pilihan
efikasi diri dan student engagement pada siswa kelas IX jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, jarang, tidak
SMP Negeri 40 Bandung. Tinggi atau rendahnya student pernah. Skala self-efficacy yang digunakan diadaptasi dari
engagement dipengaruhi oleh tingkat efikasi diri siswa. penelitian milik Zahidah (2020) dengan empat pilihan
Semakin tinggi efikasi diri siswa maka akan semakin jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan
tinggi student engagement, hal ini juga berlaku sebaliknya. sangat setuju. Peneliti telah meminta izin dan telah
Hal tersebut sejalan dengan penelitian milik Qudsyi, dkk. mendapatkan izin untuk mengadaptasi skala peneilitian
(2019) dan Mukaromah, dkk. (2018) menunjukkan bahwa milik Zahidah (2020).
self-efficacy dapat mempengaruhi student engagement Skala student engagement dan skala self-efficacy
secara signifikan. Selain itu, variabel self-efficacy telah diuji coba kepada 30 siswa. Uji coba tersebut
merupakan variabel yang paling kuat dalam memprediksi dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas pada
student engagement. masing-masing skala. Uji validitas yang dilakukan dengan
Berdasarkan latar belakang dan penelitian membandingkan antara r hitung dan r tabel sehingga
relevan yang telah dipaparkan diatas diketahui bahwa ditemukan bahwa pada skala self-efficacy terdapat 31 item
penelitian ini memiliki tujuan unuk mengetahui apakah yang valid dan pada skala student engagement terdapat 34
terdapat hubungan antara self-efficacy dengan student item yang valid.
engagement pada siswa SMP X kelas VIII selama masa Untuk uji reliabilitas menggunakan alpha
pandemi covid-19. Penelitian ini memiliki perbedaan cronbach dengan hasil berikut:
dengan penelitian relevan yang telah dipaparkan dimana
penelitian ini dilakukan pada siswa yang sedang Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas
melakukan pembelajaran daring selama masa pandemi Instrument Alpha Cronbach
covid-19. Penelitian yang dilakukan selama pembelajaran Self-efficacy 0.906
daring membuat peneliti harus membagikan kuesioner Student engagement 0.930
secara online melalui guru sehingga peneliti tidak dapat
mengamati secara langsung kondisi siswa ketika berada di Pada skala self-efficacy diperoleh hasil uji
kelas. reliabilitas sebesar 0.906 dan skala student engagement
diperoleh hasil uji reliabilitas sebesar 0.930. Instrument
METODE penelitian dapat dikatakan reliabel jika memiliki nilai
Metode penelitian yang digunakan pada koefisien reliabilitas > 0.06. Maka dapat disimpulkan
penelitian ini yaitu metode kuantitatif dengan pendekatan bahwa kedua skala yang digunakan pada penelitian ini
korelasi. Metode kuantitatif adalah metode penelitian yang reliable.
didapatkan dari pengumpulan data-data berwujud angka Untuk menghitung analisis data menggunakan uji
dan kemudian dianalisis menggunakan perhitungan asumsi dan uji hipotesis. Untuk uji asumsi akan dilakukan
statistik tertentu untuk menjawab hipotesis yang telah uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-
dirumuskan (Jannah, 2018). Pendekatan korelasi Smirnov Test dan uji linearitas dengan menggunakan uji
digunakan karena peneliti ingin mengetahui hubungan anova dengan bantuan aplikasi SPSS versi 25.0 for
atau korelasi antara self-efficacy dengan student Windows. Untuk uji hipotesis menggunakan teknik
engagement. korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan aplikasi
Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas SPSS versi 25.0 for Windows.
VIII di SMP X sebanyak 224 siswa. Sedangkan teknik

49
Hubungan antara Self-efficacy dengan Student Engagement pada Siswa SMP X Kelas VIII Selama Masa Pandemi Covid-
19

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Berdasarkan hasil uji normalitas diatas dapat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada diketahui nilai signifikansi variabel self-efficacy dan
134 siswa SMP X didapatkan hasil uji statistik deskriptif variabel student engagement sebesar 0.200 > 0.05,
sebagai berikut: maka dapat disimpulkan bahwa data dari hasil
penelitian berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Student Engagement Self-effiacy Uji Linearitas
N 144 144 Uji linearitas merupakan uji yang dilakukan untuk
Minimum 70 61
mengetahui apakah variabel X dan Y memiliki
Maximum 168 123
Mean 123.87 94.13 hubungan yang linier atau tidak. Data dikatakan
Std. Dev 21.784 13.740 linier jika memiliki nilai signifikansi > 0.05,
sedangkan data yang tidak linier merupakan data
Laki-laki Perempuan yang memiliki nilai signifikansi < 0.05.
59 85
Tabel 4. Hasil Uji Linearitas
Usia Jumlah ANOVA Table
13 3 Sum of Mean
14 90 Squares df Square F Sig.
15 47 SE Between (Combined) 51178.14 49 1044.4 7.55 .000
* Groups 2 52 4
16 4 Ef Linearity 41648.11 1 41648. 301. .000
fic 7 117 203
ac Deviation 9530.024 48 198.54 1.43 .068
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diatas y from 2 6
dapat diketahui bahwa pada variabel self-efficacy memiliki Linearity
Within Groups 12997.60 94 138.27
nilai terendah sebesar 61 dan nilai tertinggi sebesar 123 8 2
Total 64175.75 14
dengan rata-rata sebesar 94.13. Pada variabel student 0 3
engagement memiliki nilai terendah sebesar 70 dan nilai
tertinggi sebesar 168 dengan rata-rata sebesar 123.87. Berdasarkan hasil uji linearitas diatas dapat diketahui
Untuk standar deviasi pada variable self-efficacy sebesar nilai signifikansi deviation from linearity variabel
13.740, sedangkan pada variabel student engagement self-efficacy dan variabel student engagement
sebesar 21.784. sebesar 0.068 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel student engagement dan self-efficacy adalah
1. Hasil Uji Asumsi linier.
Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan sebuah uji yang dilakukan 2. Hasil Uji Hipotesis
untuk mengetahui apakah data yang digunakan oleh Uji hipotesis dilakukan untuk menentukan
seorang peneliti berdistribusi normal atau tidak apakah hipotesis dari penelitian ini dapat diterima
berdistribusi normal. Data dapat dikatakan atau tidak. Hipotesis penelitian ini yaitu apakah
berdistribusi normal jika memiliki nilai signifikansi terdapat hubungan antara self-efficacy dengan
> 0.05, sedangkan data yang tidak berdistribusi student engagement pada siswa SMP X kelas VIII
normal merupakan data yang memiliki nilai selama masa pandemi covid-19.
signifikansi < 0.05. Teknik korelasi yang digunakan yaitu teknik
korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas SPSS 25.0 for windows. Taraf signifikansi yang
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test digunakan dalam penelitian ini adalah 0.05.
Unstandardized
Hipotesis akan diterima jika p < 0.05 dan hipotesis
Residual
N 144 akan ditolak jika p > 0.05. Untuk menentukan
Normal Mean .0000000 koefisien korelasi antara kedua variabel dapat
Parametersa,b Std. Deviation 12.55133033 berpedoman pada ketentuan di bawah ini:
Most Extreme Absolute .044
Differences Positive .042
Negative -.044
Test Statistic .044
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

50
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2022, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Tabel 5. Pedoman Koefisien Korelasi 19. Berdasarkan hasil uji korelasi product moment
Interval Interpretasi diperoleh nilai signifikansi variabel self-efficacy dan
0.00-0.19 Sangat Rendah student engagement sebesar 0.000 (p < 0.05) yang dapat
0.20-0.39 Rendah diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
0.42-0.59 Cukup Kuat
self-efficacy dengan student engagement pada siswa SMP
0.60-0.79 Kuat
X kelas VIII selama masa pandemi covid-19. Dapat
0.80-1.00 Sangat Kuat
disimpulkan bahwa hipotesis pada penelitian ini yaitu
Berikut merupakan hasil uji hipotesis: “terdapat hubungan antara self-efficacy dengan student
engagement pada siswa SMP X kelas VIII selama masa
Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis pandemi covid-19” dapat diterima.
Correlations Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi
Student Self- antara self-efficacy dengan student engagement diperoleh
Engagement effiacy
nilai sebesar 0.806. Jika dilihat pada pedoman koefisien
Student Pearson 1 .806**
Engagement Correlation korelasi dapat diketahui bahwa nilai 0.806 termasuk ke
Sig. (2-tailed) .000 dalam kategori koefisien korelasi yang sangat kuat. Hasil
N 144 144 analisis koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa
Self-effiacy Pearson .806** 1 terdapat korelasi yang positif antara self-efficacy dengan
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 student engagement. Hal ini menjelaskan bahwa semakin
N 144 144 tinggi self-efficacy pada siswa maka semakin tinggi pula
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2- student engagement yang dimiliki. Begitupun sebaliknya,
tailed). semakin rendah self-efficacy pada siswa maka semakin
rendah pula student engagement yang dimiliki.
Berdasarkan hasil uji korelasi product moment Hal ini sesuai dengan penelitian milik Surahman
diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dan Adhim (2021) yang menujukkan bahwa self-efficacy
variabel self-efficacy dan student engagement dapat mempengaruhi student engagement selama masa
sebesar 0.000 < 0.05. Hal tersebut menjelaskan pandemi covid-19. Penelitian milik Gianida (2018)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self- menunjukkan hasil yang sama dimana terdapat korelasi
efficacy dengan student engagement pada siswa SMP positif pada self-efficacy dengan student engagement
X kelas VIII selama masa pandemi covid-19. dimana hal ini menjelaskan bahwa tinggi atau rendahnya
Nilai pearson correlation yang diperoleh antara student engagement dapat dipengaruhi oleh tingkat self-
self-efficacy dengan student engagement sebesar efficacy yang dimiliki oleh siswa. Penelitian lain milik
0.806. Hal tersebut menjelaskan bahwa variabel self- Mukaromah, dkk (2018) juga menujukkan hasil bahwa
efficacy dengan student engagement memiliki self-efficacy dan self regulated learing bersama-sama
korelasi yang positif dengan koefisien korelasi yang dapat mempengaruhi student engagement dalam
sangat kuat. Korelasi yang positif menjelaskan pembelajaran.
bahwa semakin tinggi self-efficacy pada siswa maka Metode pembelajaran daring yang digunakan
semakin tinggi pula student engagement yang pada masa pandemi covid-19 ini membuat student
dimiliki. Begitupun sebaliknya, semakin rendah self- engagement menjadi kurang maksimal. Pembelajaran
efficacy pada siswa maka semakin rendah pula daring membuat siswa kurang semangat dalam mengikuti
student engagement yang dimiliki. pembelajaran, lebih pasif dalam mengikuti pembelajaran,
Nilai koefisien determinan yang didapat yaitu lebih jarang mengajukan pertanyaan, kurang memiliki
sebesar 64.9%. Nilai ini didapat dengan rumus KD = minat dalam pembelajaran, telat mengumpulkan tugas,
r2 x 100% (Qomusuddin, 2019). Berdasarkan nilai sering merasa bosan, dan merasa malas mengikuti
koefisien determinan dapat diketahui bahwa pembelajaran. Hal tersebut tentu saja akan membuat siswa
pengaruh self-efficacy terhadap student engagement kesulitan dalam memahami materi dan mengerjakan
sebesar 64.9% dan 35.1% sisanya dipengaruhi oleh tugasnya.
faktor lain. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi student
engagement selama pembelajaran daring adalah self-
Pembahasan efficacy. Penelitian Koob dkk. (2021) menjelaskan bahwa
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui self-efficacy dapat mempengaruhi student engagement
hubungan antara self-efficacy dengan student engagement siswa selama pembelajaran daring. Cahyani dan Winata
pada siswa SMP X kelas VIII selama masa pandemi covid-

51
Hubungan antara Self-efficacy dengan Student Engagement pada Siswa SMP X Kelas VIII Selama Masa Pandemi Covid-
19

(Saefudin dkk., 2021) juga menjelaskan bahwa self-effiacy mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang tua,
sangat penting selama proses pembelajaran daring karena sebaliknya siswa yang tidak mendapat dukungan sosial
self-efficacy yang tinggi pada siswa dapat membuat siswa dari orang tua dan teman sebaya akan kurang termotivasi
terus menjalani pembelajaran daring walaupun berada untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga akan
dalam kondisi yang menantang. menjadi kekurangan informasi ketika mereka tidak
Self-efficacy mempengaruhi aspek dari student mendapatkan dukungan dari teman sebaya. Guru juga
engagement, yaitu behavioral engagement, cognitive berperan penting dalam peningkatan student engagement.
engagement, dan emotional engagement (Skinner & Guru yang memberikan dukungan, informasi, emosional
Pitzer, 2012). Hal tersebut didukung oleh penelitian atau penilaian kepada siswa akan meningkatkan student
Olivier dkk. (Azila-Gbettor & Abiemo, 2020) yang engagement. Fredricks dkk (2004) mengemukakan bahwa
menjelaskan bahwa self-efficacy dapat membentuk student engagement akan meningkat ketika dukungan guru
behavioral engagement dan emotional engagement. hadir dalam lingkungan belajar. Hughes, Zhang, & Hill
Mukaromah dkk. (2018) menjelaskan bahwa aspek level (Pianta dkk., 2012) juga menjelaskan bahwa siswa dengan
dari self-efficacy merupakan aspek yang paling tingkat dukungan guru yang lebih tinggi memiliki tingkat
berpengaruh dalam student engagement. Persepsi tentang engagement yang lebih tinggi daripada siswa lain yang
kesulitan tugas membuat siswa menentukan perilaku yang berada di kelas yang kurang mendukung.
akan dilakukannya saat pembelajaran berlangsung. Siswa Selain self-efficacy dan dukungan sosial, Koob
akan mengerjakan tugas tertentu yang dirasa mampu ia dkk. (2021) menjelaskan bahwa resiliensi siswa juga
lakukan dan siswa akan cenderung menghindari situasi mempengaruhi student engagement selama masa pandemi.
yang diluar batas kemampuannya. Nurmalita (2021) juga Siswa yang memiliki resiliensi atau ketahanan yang tinggi
menyebutkan bahwa siswa yang memiliki ketekunan dan selama pembelajaran daring akan mampu menghadapi
bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran tekanan belajar dan kelelahan sehingga mereka dapat
merupakan hasil dari self-efficacy yang tinggi. Salah satu terlibat secara penuh dalam pembelajaran. Hal ini juga
ciri emotional engagement dan cognitive engagement didukung oleh penelitian Delia dan Kusdiyati (2021) yang
yaitu siswa memiliki minat dan memiliki tujuan dalam menjelaskan bahwa semakin tinggi resiliensi seseorang
pembeajaran. Siswa yang memiliki self-efficacy akan maka semakin tinggi pula student engagementnya.
yakin untuk mengikuti minatnya dan mampu menentukan Penelitian ini menemukan bahwa terdapat
tujuan walaupun menemui permasalahan-permasalahan hubungan antara self-efficacy dengan student engagement
ketika mencapainya. pada siswa SMP X kelas VIII selama masa pandemi covid-
Hasil penelitian ini menunjukkan angka korelasi 19. Angka korelasi sebesar 0.806 menunjukkan bahwa
sebesar 0.806 yang termasuk ke dalam kategori yang self-efficacy memiliki hubungan yang sangat kuat dengan
sangat kuat. Selain itu, antara self-efficacy dan student student engagement. Hal ini didukung oleh penelitian
engagement diketahui memiliki pengaruh sebesar 64.9% milik Qudsyi dkk. (2019) yang menjelaskan bahwa self-
dan 35.1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Skinner efficacy memberikan pengaruh yang paling tinggi daripada
dan Pitzer (2012) menjelaskan bahwa terdapat dua variabel lain seperti parental involvement, dukungan guru,
fasilitator potensial yang dapat mempengaruhi student dan peer attachment. Penelitian Nurmalita, dkk (2021)
engagement yaitu fasilitator sosial dan fasilitator pribadi. juga menunjukkan hasil yang sama dimana self-efficacy
Fasilitator sosial merupakan kualitas hubungan antara memberikan pengaruh yang lebih besar daripada
orang tua, guru, dan teman sebaya, sedangkan fasilitator dukungan teman sebaya dan subjective well-being.
pribadi adalah persepsi siswa dalam menilai seberapa kuat
dan seberapa baik kemampuan diri sendiri, seperti self- PENUTUP
efficacy. Wentzel (Skinner & Pitzer, 2012) menjelaskan Simpulan
bahwa guru, teman sebaya dan orang tua mempengaruhi Berdasarkan hasil dari analisis data dapat
motivasi dan student engagement. Dukungan orang tua disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara self-
berperan sangat penting dalam pembelajaran daring efficacy dengan student engagement pada siswa SMP X
karena dengan dukungan orang tua, siswa akan merasa kelas VIII selama masa pandemi covid-19. Hal ini
terdukung dan dicintai sehingga mereka akan mampu dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p <
menghadapi kesulitan ketika menjalani pembelajaran 0.05) yang dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang
daring. Hal tersebut didukung oleh Rosa (Adhawiyah dkk., signifikan antara self-efficacy dengan student engagement
2021) yang menjelaskan bahwa siswa dapat terlibat dan nilai koefisien korelasi sebesar 0.806 yang dapat
(engage) dalam pembelajaran daring ketika mereka diartikan bahwa terdapat hubungan positif antara self-
efficacy dengan student engagement. Hubungan yang

52
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2022, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

positif menjelaskan bahwa semakin besar self-efficacy Alwisol. (2017). Psikologi kepribadian. UMM Press.
pada siswa maka semakin besar pula student engagement Anugrahana, A. (2020). Hambatan, solusi dan harapan:
yang dimiliki. Begitupun sebaliknya, semakin kecil self- pembelajaran daring selama masa pandemi covid-19
efficacy pada siswa maka semakin kecil pula student oleh guru sekolah dasar. Scholaria: Jurnal
engagement yang dimiliki. Pendidikan dan Kebudayaan, 10(3), 282–289.
https://doi.org/10.24246/j.js.2020.v10.i3.p282-289
Saran Azila-Gbettor, E. M., & Abiemo, M. K. (2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Moderating effect of perceived lecturer support on
maka terdapat beberapa saran yang sekiranya dapat academic self-efficacy and study engagement:
menjadi saran bagi peneliti selanjutnya, siswa yang evidence from a Ghanaian university. Journal of
Applied Research in Higher Education, 13(4), 991–
menjadi subjek penelitian, bagi sekolah selaku lembaga
1006. https://doi.org/10.1108/JARHE-04-2020-
pendidikan, dan bagi orang tua. Saran yang diberikan 0079
kepada peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian Bandura, A. (1997a). Exercise of personal and collective
efficacy in changing societies. In A. Bandura (Ed.),
yang serupa. Selain itu, diharapkan dapat mengembangkan
Self-Efficacy in Changing Societies (hal. 1–45).
penelitian ini dengan semakin menjelaskan faktor-faktor Cambridge University Press.
lain yang dapat mempengaruhi student engagement selain https://doi.org/10.1109/EVER.2017.7935960
self-efficacy.
Bandura, A. (1997b). Self-efficacy: The exercise of
Saran untuk siswa yang memiliki student control. W.H. Freeman and Company.
engagement yang rendah dapat ditingkatkan dengan https://doi.org/10.1891/0889-8391.13.2.158
berbagai cara salah satunya yaitu dengan meningkatkan
Baron, R. A., & Byrne, D. (1991). Social psychology
self-efficacy yang dimiliki. Selain itu, siswa juga harus
understanding human interaction. W.H. Freeman
mengembangkan hubungan yang baik antara teman and Company.
sebaya, guru dan orang tua agar selalu merasa terdukung
Chandra, F., Fitriani, N., & Enrekang, U. M. (2021).
untuk terus terlibat dalam pembelajaran.
Proses Pembelajaran Selama Masa Pandami Covid
Saran untuk sekolah diharapkan dapat 19. Maspul Journal of Community Empowerment,
menciptakan metode pembelajaran daring yang lebih 3(1), 21–26. https://ummaspul.e-
menarik yang dapat mendorong siswa untuk journal.id/pengabdian/article/view/1307/512
meningkatkan self-efficacy dan student engagement yang
Delia, N., & Kusdiyati, S. (2021). Pengaruh resiliensi
dimiliki. Selain itu, guru diharapkan dapat memberikan terhadap student engagement mahasiswa selama
dukungan dan komunikasi yang baik dengan siswa agar pembelajaran jarak jauh pandemi covid-19.
mereka selalu merasa terdukung. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika UNISBA,
Saran untuk orang tua diharapkan dapat 7(2), 250–256.
menciptakan kondisi yang nyaman ketika anak sedang http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/
article/view/28303/pdf#
melakukan pembelajaran daring. Selain itu, orang tua juga
harus terus memberikan dukungan dan memahami anak Eccles, J., & Wang, M.-T. (2012). Part I commentary: So
agar mereka mampu menghadapi rintangan selama what Is student engagement anyway? In A. L.
pembalajaran daring. Reschly, S. L. Christenson, & C. Wylie (Ed.),
Handbook of Research on Student Engagement (hal.
Saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan
133–148). Springer.
dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan variabel lain ataupun dengan subjek Febrilia, B. R. A., Nissa, I. C., Pujilestari, & Setyawati, D.
U. (2020). Analisis keterlibatan dan respon
penelitian yang lain sehingga siswa dapat meningkatkan
mahasiswa dalam pembelajaran daring
student engagement dengan berbagai cara selain dengan menggunakan google clasroom di masa pandemi
meningkatkan self-efficacy. covid-19. FIBONACCI: Jurnal Pendidikan
Matematika dan Matematika, 6(2), 175–184.
DAFTAR PUSTAKA https://dx.doi.org/10.24853/fbc.6.2.175-
184%0Amana
Adhawiyah, R., Rahayu, D., & Suhesty, A. (2021). The
effect of academic resilience and social support Finn, J. D., & Zimmer, K. S. (2012). Student engagement:
towards student involvement in online lecture. What is it? Why does it matter? In A. L. Reschly, S.
Gadjah Mada Journal of Psychology, 7(2), 212– L. Christenson, & C. Wylie (Ed.), Handbook of
224. https://doi.org/10.22146/gamajop.68594 Research on Student Engagement (hal. 92–132).
Springer.

53
Hubungan antara Self-efficacy dengan Student Engagement pada Siswa SMP X Kelas VIII Selama Masa Pandemi Covid-
19

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P. C., & Paris, A. H. (2004). Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 3(2), 183–
School engagement potential of the concept. Review 194. https://doi.org/10.30996/persona.v3i02.382
of Educational Research, 74(1), 59–109.
Mukaromah, D., Sugiyo, & Mulawarman. (2018).
https://doi.org/10.3102/00346543074001059
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran ditinjau dari
Fredricks, J. A., & McColskey, W. (2012). The efikasi diri dan self regulated learning. Indonesian
measurement of student engagement: A comparative Journal of Guidance and Counseling: Theory and
analysis of various methods and student self-report Application, 7(2), 14–19.
instruments. In S. L. Christenson, A. L. Reschly, & https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk/article/
C. Wylie (Ed.), Handbook of Research on Student view/17949
Engagement2 (hal. 763–782). Springer.
Nurmalita, T., Yeonanto, N. H., & Nurdibyanandaru, D.
Ghufron, M. N., & Risnawati, R. (2014). Teori-teori (2021). The effect of subjective well-being, peer
psikologi. Ar-Ruzz Me. support, and self-efficacy on student engagement of
class X students of four high schools in Sidoarjo
Gianida, Z. (2018). Hubungan antara efikasi diri dengan
Regency. ANIMA Indonesian Psychological
student engagement (keterlibatan siswa) dan
Journal, 36(1), 36–68.
implikasinya terhadap layanan dasar bimbingan
https://doi.org/10.24123/aipj.v36i1.2879%0A
dan konseling: Studi korelasi terhadap siswa kelas
IX SMP Negeri 40 Bandung Tahun ajaran Pianta, R. C., Hamre, B. K., & Allen, J. P. (2012). Teacher-
2018/2019 [Universitas Pendidikan Indonesia]. student relationships and engagement:
http://repository.upi.edu/45696/ Conceptualizing, measuring, and improving the
capacity of classroom interactions. In S. L.
Gibbs, R., & Poskitt, J. (2010). Student engagement in the
Christenson, C. Wylie, & A. L. Reschly (Ed.),
middle years of schooling (year 7-10): A literature
Handbook of Research on Student Engagement (hal.
review. Ministry of Education.
365–386). Springer.
www.educationcounts.govt.nz/publications
Putri, G. S. (2020). HO resmi sebut virus corona Covid-19
Imran, H. A. (2017). Peran sampling dan distribusi data
sebagai pandemi global. Kompas.com.
dalam penelitian komunikasi pendekatan kuantitatif.
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/08
Jurnal Studi Komunikasi dan Media, 21(1), 111–
3129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-
126.
sebagai-pandemi-
https://media.neliti.com/media/publications/196593
global?page=all#:~:text=KOMPAS.com -
-ID-peran-sampling-dan-distibusi-data-dalam.pdf
Organisasi Kesehatan Dunia,%2C AS%2C hingga
Jannah, M. (2018). Metodologi Penelitian kuantitatif Afrika Selatan
untuk psikologi. Unesa University Press.
Qomusuddin, I. F. (2019). Statistik pendidikan (Lengkap
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Surat dengan aplikasi IMB SPSS statistic 20.0).
Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Deepublish.
Pembelajaran secara daring dan bekerja dari
Qudsyi, H., Husnita, I., Mulya, R., Jani, A. A., & Arifani,
rumah dalam rangka pencegahan penyebaran
A. D. (2019). Student engagement among high
corona virus disease (Covid-19).
school students: Roles of parental involvement, peer
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/s
attachment, teacher support, and academic self-
e-mendikbud-pembelajaran-secara-daring-dan-
efficacy. Proceedings of the 3rd International
bekerja-dari-rumah-untuk-mencegah-penyebaran-
Conference on Learning Innovation and Quality
covid19
Education (ICLIQE 2019), 397, 241–251.
Koob, C., Schröpfer, K., Coenen, M., Kus, S., & Schmidt, https://doi.org/10.2991/assehr.k.200129.032
N. (2021). Factors influencing study engagement
Saefudin, W., Sriwiyanti, & Yusoff, S. H. M. (2021). Role
during the COVID-19 pandemic: A cross-sectional
of social support toward student academic self-
study among health and social professions students.
efficacy in online learning during pandemic. Jurnal
PLOS ONE, 16(7), 1–11.
Pemikiran dan Penelitian Pendidikan, 19(2), 133–
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371
154. https://doi.org/10.20414/jtq.v19i2.4221
/journal.pone.0255191#references
Schunk, D. H., & Mullen, C. A. (2012). Self-efficacy as an
Mahatmya, D., Lohman, B. J., Matjasko, J. L., & Farb, A.
engaged learner. In S. L. Christenson, A. L. Reschly,
F. (2012). Engagement across developmental
& C. Wylie (Ed.), Handbook of research on student
periods. In S. L. Christenson, A. L. Reschly, & C.
engagement (hal. 220–235). Springer.
Wylie (Ed.), Handbook of Research on Student
Engagement (hal. 45–63). Springer. Skinner, E. A., & Pitzer, J. R. (2012). Developmental
dynamics of student engagement, coping, and
Mahmudi, M. H., & Suroso, S. (2014). Efikasi diri,
everyday resilience. In S. L. Christenson, A. L.
dukungan sosial dan penyesuaian diri dalam belajar.

54
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2022, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Reschly, & C. Wylie (Ed.), Handbook of research


on student engagement (hal. 21–44). Springer.
Surahman, & Adhim, M. F. (2021). The Relationship
between positive emotion, self-efficacy, and student
engagement during the covid-19. 5(1), 231–235.
https://www.rsisinternational.org/virtual-
library/papers/the-relationship-between-positive-
emotion-self-efficacy-and-student-engagement-
during-the-covid-19-pandemic/
Wang, M. Te, & Holcombe, R. (2010). Adolescents’
perceptions of school environment, engagement,
and academic achievement in middle school.
American Educational Research Journal, 47(3),
633–662.
https://doi.org/10.3102/0002831209361209
Zahidah, I. (2020). Hubungan antara efikasi diri dan
motivasi berprestasi dengan kecemasan akademik
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 20 Surabaya.
Universitas Negeri Surabaya.

55
Analisis Jurnal:
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMP
X KELAS VIII SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

Pendahuluan:
Perubahan metode pembelajaran tatap muka ke pembelajaran daring tentu saja menimbulkan permasalahan yang
harus dilewati oleh guru dan siswa. Salah satu permasalahan pada pembelajaran daring yaitu kurang maksimalnya
student engagement. Berdasarkan penelitian milik Anugrahana (2020), student engagement selama proses
pembelajaran daring kurang maksimal. Hanya terdapat 50% siswa yang aktif terlibat secara penuh, 33% siswa hanya
terlibat aktif, dan 17% lainnya kurang aktif serta kurang berpartisipasi dalam pembelajaran daring. Kurang
maksimalnya student engagement selama pembelajaran daring dapat dilihat dari partisipasi siswa yang kurang aktif
dalam pembelajaran dan keterlambatan siswa dalam mengumpulkan tugas (Chandra dkk., 2021). Berdasarkan dari
penelitian Febrilia, dkk. (2020), pembelajaran daring membuat siswa lebih pasif dalam pembelajaran, siswa juga
lebih jarang mengajukan pertanyaan ketika mendapatkan materi, dan tak jarang dari beberapa siswa merasa malas
ketika membaca materi yang diberikan guru. Pembelajaran yang dilakukan di rumah masing-masing juga membuat
siswa kurang merasa semangat dan lebih cepat jenuh serta frustasi. Student engagement sendiri merupakan bentuk
keterlibatan siswa yang berhubungan dengan aktivitas di sekolah baik akademik maupun non-akademik yang
diwujudkan dalam perilaku, emosi, dan kognitif siswa (Fredricks dkk., 2004). Eccles dan Wang (2012) menjelaskan
student engagement sebagai partisipasi aktif siswa dalam kegiatan akademik dan non akademik atau yang
berhubungan dengan sekolah, dan memiliki komitmen terhadap tujuan pendidikan serta pembelajaran. Menurut
Gibbs dan Poskitt (2010), student engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu hubungan
dengan guru dan siswa lain, pengaruh teman sebaya, disposisi untuk menjadi pembelajar, motivasi dan minat
belajar, cognitive autonomy, self-efficacy, orientasi tujuan, dan academic self-regulation. Skinner dan Pitzer (2012)
juga menjelaskan bahwa terdapat dua fasilitator potensial yang dapat mempengaruhi student engagement yaitu
fasilitator pribadi dan fasilitator sosial. Fasilitator pribadi adalah persepsi siswa dalam menilai seberapa kuat dan
seberapa baik kemampuan diri sendiri, seperti self-efficacy atau school belonging, sedangkan fasilitator sosial
merupakan kualitas hubungan antara orang tua, guru, dan teman sebaya yang diketahui dari interaksi interpersonal.

Metode:

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Metode
kuantitatif adalah metode penelitian yang didapatkan dari pengumpulan data-data berwujud angka dan kemudian
dianalisis menggunakan perhitungan statistik tertentu untuk menjawab hipotesis yang telah dirumuskan (Jannah,
2018). Pendekatan korelasi digunakan karena peneliti ingin mengetahui hubungan atau korelasi antara self-efficacy
dengan student engagement.

Hasil dan Pembahasan:

Berdasarkan hasil uji normalitas, dapat diketahui nilai signifikansi variabel self-efficacy dan variabel student
engagement sebesar 0.200 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data dari hasil penelitian berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji linearitas, dapat diketahui nilai signifikansi deviation from linearity variabel self-efficacy dan
variabel student engagement sebesar 0.068 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel student engagement dan
self-efficacy adalah linier.

Berdasarkan hasil uji korelasi product moment diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel self-efficacy
dan student engagement sebesar 0.000 < 0.05. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara self-efficacy dengan student engagement pada siswa SMP X kelas VIII selama masa pandemi covid-19.
Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi antara self-efficacy dengan student engagement diperoleh nilai sebesar
0.806. Jika dilihat pada pedoman koefisien korelasi dapat diketahui bahwa nilai 0.806 termasuk ke dalam kategori
koefisien korelasi yang sangat kuat. Hasil analisis koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
positif antara self-efficacy dengan student engagement. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi self-efficacy pada
siswa maka semakin tinggi pula student engagement yang dimiliki. Begitupun sebaliknya, semakin rendah self-
efficacy pada siswa maka semakin rendah pula student engagement yang dimiliki.

Salah satu hal yang dapat mempengaruhi student engagement selama pembelajaran daring adalah self-efficacy.
Penelitian Koob dkk. (2021) menjelaskan bahwa self-efficacy dapat mempengaruhi student engagement siswa
selama pembelajaran daring. Cahyani dan Winata (Saefudin dkk., 2021) juga menjelaskan bahwa self-effiacy sangat
penting selama proses pembelajaran daring karena self-efficacy yang tinggi pada siswa dapat membuat siswa terus
menjalani pembelajaran daring walaupun berada dalam kondisi yang menantang.
Self-efficacy mempengaruhi aspek dari student engagement, yaitu behavioral engagement, cognitive engagement,
dan emotional engagement (Skinner & Pitzer, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan angka korelasi sebesar 0.806
yang termasuk ke dalam kategori yang sangat kuat. Selain itu, antara self-efficacy dan student engagement diketahui
memiliki pengaruh sebesar 64.9% dan 35.1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Skinner dan Pitzer (2012)
menjelaskan bahwa terdapat dua fasilitator potensial yang dapat mempengaruhi student engagement yaitu fasilitator
sosial dan fasilitator pribadi. Fasilitator sosial merupakan kualitas hubungan antara orang tua, guru, dan teman
sebaya, sedangkan fasilitator pribadi adalah persepsi siswa dalam menilai seberapa kuat dan seberapa baik
kemampuan diri sendiri, seperti self-efficacy. Wentzel (Skinner & Pitzer, 2012) menjelaskan bahwa guru, teman
sebaya dan orang tua mempengaruhi motivasi dan student engagement. Dukungan orang tua berperan sangat penting
dalam pembelajaran daring karena dengan dukungan orang tua, siswa akan merasa terdukung dan dicintai sehingga
mereka akan mampu menghadapi kesulitan ketika menjalani pembelajaran daring. Hal tersebut didukung oleh Rosa
(Adhawiyah dkk., 2021) yang menjelaskan bahwa siswa dapat terlibat (engage) dalam pembelajaran daring ketika
mereka mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang tua, sebaliknya siswa yang tidak mendapat dukungan sosial
dari orang tua dan teman sebaya akan kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga akan
menjadi kekurangan informasi ketika mereka tidak mendapatkan dukungan dari teman sebaya. Guru juga berperan
penting dalam peningkatan student engagement. Guru yang memberikan dukungan, informasi, emosional atau
penilaian kepada siswa akan meningkatkan student engagement.

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil dari analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara self-efficacy dengan
student engagement pada siswa SMP X kelas VIII selama masa pandemi covid-19. Hal ini dibuktikan dengan nilai
signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) yang dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-
efficacy dengan student engagement dan nilai koefisien korelasi sebesar 0.806 yang dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan positif antara self-efficacy dengan student engagement. Hubungan yang positif menjelaskan bahwa
semakin besar self-efficacy pada siswa maka semakin besar pula student engagement yang dimiliki. Begitupun
sebaliknya, semakin kecil self-efficacy pada siswa maka semakin kecil pula student engagement yang dimiliki.
Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196

KEDUDUKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN

Amna Emda
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Email: amna_emda12@yahoo.com

Abstract
Learning is an activity involving teachers and students. The success of teaching and
learning process are influenced by student learning motivation. The existence of student
learning motivation will give spirit and learning becomes more focused for students.
Building intrinsic motivation in students will be better than extrinsic motivation. By
students' intrinsic motivation to learn because of the sincerity of their hearts, the positive
results of learning efforts that will shown. However, extrinsic motivation also determines
the interest of students in learning. When students have a desire to learn but the extrinsic
factors do not support, the student will lose his spirits. Both intrinsic and extrinsic factors
can determine the success of students in the learning process. Motivation is an energy
change within the person characterized by effective arausal and antisipatory goal reaction.
Motivation will push, move and direct students to learn. Students who have a high
learning motivation will do activities in acquiring knowledge. Motivation will arouse the
interest of students to learn. Motivation has the function of which is to (1) encourage
students to move in order to get maximum results, and (2) as referring to carry out
activities in achieving the objectives specific objectives. Motivation has traits include:
resilient in the face of adversity, diligently not easily bored and others. The existence of the
learning motivation greatly affected the success of the learning process. Students can reach
a good study achievements on him when there is motivation to learn. Therefore the
motivation has a very important position in learning.

Keywords: Motivation; Teaching Learning; Achievment.

PENDAHULUAN
Belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan di sekolah. Belajar
adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk merubah sikap dan tingkah lakunya.
Dalam upaya mencapai perubahan tingkah laku dibutuhkan motivasi. Motivasi merupakan
salah satu faktor yang mendorong siswa untuk mau belajar. Motivasi belajar dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu motivasi instrinsik (keadaan keadaan yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar) dan
motivasi ekstrinsik (keadaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya
untuk melakukan kegiatan belajar). Ada tidaknya motivasi belajar sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan belajar akan tercapai apabila pada diri adanya
kemauan dan dorongan untuk belajar.
Pembelajaran merupakan proses dimana terjadinya interaksi positif antara guru
dengan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan
pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan belajar
mengajar. Pembelajaran merupakan aktivitas utama dalam keseluruhan proses pendidikan
di sekolah. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada pada
keefektifan proses pembelajaran berlangsung. Sementara pembelajaran dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap yang disebabkan oleh
pengalaman dan melibatkan ketrampilan kognitif dan sikap dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan. Pembelajaran efektif apabila interaksi antara pendidik dan peserta didik
berlangsung aktif serta tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam rentang waktu yang
telah ditentukan.
Sehubungan dengan pencapaian tujuan pembelajaran dan pendidikan maka
menumbuhkan motivasi belajar siswa menjadi tugas guru yang sangat penting.
Pembelajaran akan berlangsung efektif apabila siswa memiliki motivasi dalam belajar.
Guru harus berupaya secara maksimal agar siswa termotivasi untuk belajar. Oleh karena
itu motivasi belajar menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Motivasi belajar harus dibangkitkan dalam diri siswa sehingga siswa
termotivasi dalam belajar.

HAKIKAT BELAJAR
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dalam upaya mencapai
tujuan. Menurut Muhibbin Syah (1999:89) Belajar adalah suatu adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Menurut. Vernon S Gerlach dan Donald P.
Ely dalam bukunya Teaching and Media A systematic Approach yang dikutip dari Arsyad
(2011:3) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu
adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang
dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat
diamati. Selanjutnya Abdillah dalam Aunurrahman (2010:35) menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah
laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif
dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa belajar akan membawa perubahan-perubahan pada individu yang belajar, baik dari
ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, minat, watak dan juga penyesuaian diri.

Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196 | 173


Menurut Kompri (2016:219) Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang
berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun
implisit (tersembunyi). Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar
tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah berikut:
1. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau
pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi.
2. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi
yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi,
penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3. Psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan
dan kreativitas.
Dengan demikian hakikat belajar menurut Hosnan (2014:6) merupakan perubahan perilaku
yang terjadi secara sadar ke arah positif baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian hakikat belajar adalah belajar yang selalu melibatkan tiga hal
pokok yaitu:
1. Adanya perubahan tingkah laku.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan.
2. Sifat perubahan relatif permanen
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan melekat
dalam dirinya.
3. Perubahan yang bersifat aktif
Perubahan yang terjadi disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan. Untuk
mendapat suatu pengetahuan yang baru setiap individu aktif mencari informasi dari
berbagai sumber.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah
perubahan perilaku yang relatif tetap dan melekat dalam diri individu serta individu aktif
dalam mencari informasi untuk mendapatkan suatu pengetahuan.

174 | Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196


MOTIVASI BELAJAR
Wina Sanjaya (2010:249) mengatakan bahwa proses pembelajaran motivasi
merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang
berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, akan tetapi dikarenakan
tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengarahkan segala
kemampuannya. Dalam proses pembelajaran tradisional yang menggunakan pendekatan
ekspositori kadang-kadang unsur motivasi terlupakan oleh guru. Guru seakan-akan
memaksakan siswa menerima materi yang disampaikannya. Keadaan ini tidak
menguntungkan karena siswa tidak dapat belajar secara optimal yang tentunya pencapaian
hasil belajar juga tidak optimal. Pandangan moderen tentang proses pembelajaran
menempatkan motivasi sebagai salah satu aspek penting dalam membangkitkan motivasi
belajar siswa.
Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang
individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan.
Menurut Mc Donald dalam Kompri (2016:229) motivasi adalah suatu perubahan energi di
dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Dengan demikian munculnya motivasi ditandai dengan adanya
perubahan energi dalam diri seseorang yang dapat disadari atau tidak. Menurut Woodwort
(1995) dalam Wina Sanjaya (2010:250) bahwa suatu motive adalah suatu set yang dapat
membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan
demikian motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang
terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Perilaku atau tindakan yang ditunjukkan
seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motive yang
dimiliknya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arden (1957) dalam Wina Sanjaya
(2010:250) bahwa kuat lemahnya atau semangat tidaknya usaha yang dilakukan seseorang
untuk mencapai tujuan akan ditentukan oleh kuat lemahnya motive yang dimiliki orang
tersebut.
Motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi–kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila tidak suka maka akan
berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat
dirangsang oleh faktor dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang.
Lingkungan merupakan salah faktor dari luar yang dapat menumbuhkan motivasi dalam
diri seseorang untuk belajar.

Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196 | 175


FUNGSI MOTIVASI DALAM BELAJAR
Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa.
Guru selaku pendidik perlu mendorong siswa untuk belajar dalam mencapai tujuan. Dua
fungsi motivasi dalam proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2010:
251-252) yaitu:
1. Mendorong siswa untuk beraktivitas
Perilaku setiap orang disebabkan karena dorongan yang muncul dari dalam yang
disebut dengan motivasi. Besar kecilnya semangat seseorang untuk bekerja sangat
ditentukan oleh besar kecilnya motivasi orang tersebut. Semangat siswa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru tepat waktu dan ingin mendapatkan
nilai yang baik karena siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.
2. Sebagai pengarah
Tingkah laku yang ditunjukkan setiap individu pada dasarnya diarahkan untuk
memenuhi kebutuhannya atau untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dengan demikian Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian
prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Selanjutnya menurut Winarsih (2009:111) ada tiga fungsi motivasi yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang dilakukan.
2. Menentukan arah perbuatan kearah yang ingin dicapai. Dengan demikian motivasi
dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan
tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan guna mencapai tujuan,
Jadi adanya motivasi akan memberikan dorongan, arah dan perbuatan yang akan
dilakukan dalam upaya mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Fungsi motivasi sebagai pendorong usaha dalam mencapai prestasi, karena
seseorang melakukan usaha harus mendorong keinginannya, dan menentukan arah
perbuatannya kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian siswa dapat
menyeleksi perbuatan untuk menentukan apa yang harus dilakukan yang bermanfaat bagi
tujuan yang hendak dicapainya

176 | Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR
Keberhasilan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh motivasi yang ada pada dirinya. Indikator kualitas pembelajaran salah satunya adalah
adanya motivasi yang tinggi dari para peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi terhadap pembelajaran maka mereka akan tergerak atau tergugah untuk
memiliki keinginan melakukan sesuatu yang dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu.
Menurut Kompri (2016:232) motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang
mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan
psikologis siswa. Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi dalam belajar yaitu:
1. Cita-cita dan aspirasi siswa.
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik intrinsik maupun ekstrinsik.
2. Kemampuan Siswa
Keingnan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuaan dan kecakapan dalam
pencapaiannya.
3. Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang
sakit akan menggangu perhatian dalam belajar.
4. Kondisi Lingkungan Siswa.
Lingkungan siswa dapat berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya dan kehidupan bermasyarakat.
Selain itu Darsono (2000: 65) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar antara lain:
1. Cita-cita/aspirasi siswa
2. Kemampuan siswa
3. Kondisi siswa dan lingkungan
4. Unsur-unsur dinamis dalam belajar
5. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.
Menurut Slameto (1991:57) Seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau
motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada beberapa
faktor yang mempengaruhi belajar antara lain:
1. Faktor Individual
Seperti kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor
pribadi.

Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196 | 177


2. Faktor sosial
Seperti keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat
dalam belajar, dan motivasi sosial.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar menurut Slameto (1991:91) yaitu:
1. Faktor-faktor intern: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
2. Faktor ekstern: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Dengan demikian
motivasi belajar pada diri siswa sangat dipengaruhi oleh adanya rangsangan dari luar
dirinya serta kemauan yang muncul pada diri sendiri. Motivasi belajar yang datang dari
luar dirinya akan memberikan pengaruh besar terhadap munculnya motivasi instrinsik pada
diri siswa.

SIFAT MOTIVASI
Menurut Wina Sanjaya (2010:256) dilihat dari sifatnya motivasi dapat dibedakan
antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
muncul dari dalam diri idividu misalkan siswa belajar karena didorong oleh keinginannya
sendiri menambah pengetahuan; atau seseorang berolah raga tenis karena memang ia
mencintai olah raga tersebut. Jadi dengan demikian, dalam motivasi intrinsik tujuan yang
ingin dicapai ada dalam kegiatan itu sendiri.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri. Misalkan siswa
belajar dengan penuh semangat karena ingin mendapatkan nilai yang bagus; seseorang
berolah raga karena ingin menjadi juara dalam suatu turnamen. Dengan demikian dalam
motivasi ekstrinsik tujuan yang ingin dicapai berada di luar kegiatan itu.
Dalam proses pembelajaran, motivasi intrinsik sulit untuk diciptakan karena
motivasi ini datangnya dari dalam diri siswa. Kita tidak akan tahu seberapa besar motivasi
intrinsik yang menyertai perbuatan siswa. Hal yang mungkin dapat dilakukan adalah
dengan mengembangkan motivasi ekstrinsik untuk menambah dorongan kepada siswa agar
lebih giat belajar.
Namun demikian menurut Oemar Hamalik (1995) dalam Wina Sanjaya (2010:256)
munculnya motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1) Tingkat kesadaran siswa atas kebutuhan yang mendorong tingkah laku/perbuatannya
dan kesadaran atas tujuan belajar yang hendak dicapainya.

178 | Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196


2) Sikap guru terhadap kelas, artinya guru yang selalu merangsang siswa berbuat kearah
tujuan yang jelas dan bermakna akan menumbuhkan sifat intrinsik. Akan tetapi bila
guru lebih menitikberatkan pada rangsangan-rangsangan sepihak maka sifat ekstrinsik
akan lebih dominan.
3) Pengaruh kelompok siswa. Bila pengaruh kelompok terlalu kuat maka motivasinya
cenderung ke arah ekstrinsik.
4) Suasana kelas juga berpengaruh terhadap munculnya sifat tertentu pada motivasi
belajar siswa. Suasana kebebasan yang bertanggungjawab akan lebih merangsang
munculnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan suasana penuh tekanan dan
paksaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menumbuhkan motivasi belajar
peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran. Guru harus bisa menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga memotivasi siswa untuk belajar.

UPAYA MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA


Tujuan pembelajaran adalah untuk mencapai keberhasilan dengan prestasi yang
optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dituntut kreativitas guru dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa sebagaimana yang dikemukakan oleh
Wina Sanjaya (2010: 261-263) yaitu:
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar. Semakin jelas
tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu
guru perlu menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai sebelum proses
pembelajaran dimulai.
b. Membangkitkan minat siswa.
Siswa akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat untuk belajar.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat siswa diantaranya:
1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa.
2) Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa.
3) Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi.
c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar
d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa
e. Berikan penilaian

Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196 | 179


f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
g. Ciptakan persaingan dan kerjasama.
Berbagai upaya perlu dilakukan guru agar proses pembelajaran berhasil. Guru
harus kreatif dan inovatif dalam melakukan tugas pembelajaran.

KEDUDUKAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN


Menurut Kompri (2016:233) Kedudukan motivasi dalam belajar tidak hanya
memberikan arah kegiatan belajar secara benar, lebih dari itu dengan motivasi seseorang
akan mendapat pertimbangan-pertimbangan positif dalam kegiatan belajar. Motivasi
merupakan hal yang sangat penting sebagai berikut:
1. Motivasi memberikan semangat seorang pelajar dalam kegiatan-kegiatan belajarnya.
2. Motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku.
Kompri (2016:234) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran motivasi baik
bagi guru dan siswa adalah sangat penting dalam mencapai keberhasilan belajar sesuai
tujuan yang diharapkan.
Adapun pentingnya motivasi bagi guru adalah sebagai berikut:
1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai
berhasil.
2. Mengetahui dan memahami keragaman motivasi di kelas.
3. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih keragaman peran seperti sebagai
penasehat, fasilitator, instruktur, teman diskusi atau pendidik.
4. Memberi peluang guru untuk unjuk kerja rekayasa pedagogis.
Varia Winarsih (2009:114) mengatakan bahwa pentingnya motivasi bagi siswa
adalah sebagai berikut:
1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir.
2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman
sebaya.
3. Mengarahkan kegiatan belajar.
4. Membesarkan semangat dalam belajar.
5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang
berkesinambungan.
Membangun motivasi instrinsik pada diri siswa akan lebih baik dari pada motivasi
ekstrinsik. Dengan motivasi instrinsik siswa belajar karena keikhlasan hatinya, sehingga
akan muncul hasil positif dan hasil usaha belajar yang dilakukannya.

180 | Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196


Gage dan Berliner dalam Winarsih (2009:114) menyarankan sejumlah cara
meningkatkan motivasi peserta didik tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara
besar-besaran, yaitu:
1. Pergunakan pujian
2. Pergunakan tes
3. Bangkitkan rasa ingin tahu dan keinginannya mengadakan eksplorasi
4. Untuk tetap mendapat perhatian
5. Merangsang hasrat peserta didik untuk belajar
6. Mempergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh agar peserta didik
lebih mudah memahami bahan pengajaran.
7. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa
agar peserta didik lebih terlibat
8. Minta kepada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya
9. Pergunakan simulasi dan permainan
10. Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan
11. Perkecil konsekuensi yang tidak menyenangkan dari keterlibatan siswa
12. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah
13. Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara pendidik dan peserta didik.
Sejumlah cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan pada saat
pembelajaran. Guru harus benar-benar memahami siswa sehingga tindakan dalam
memotivasi siswa dapat dilakukan dengan benar.
Menurut Sardiman (2006:21) Proses pembelajaran akan mencapai keberhasilan
apabila siswa memiliki motivasi belajar yang baik. Guru sebagai pendidik dan motivator
harus memotivasi siswa untuk belajar demi tercapainya tujuan dan tingkah laku yang
diinginkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ciri–ciri siswa yang memiliki
motivasi belajar sebagai berikut:
1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak
pernah berhenti sebelum selesai)
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan luar
untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak lekas puas dengan prestasi yang telah
dicapainya)
3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah: “untuk orang dewasa”
(misalnya: masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, pemberantasan korupsi,
pemberantasan segala tindak kriminal, amoral dan sebagainya).

Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196 | 181


4. Lebih senang bekerja mandiri
5. Cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang
begitu saja sehingga kurang kreatif)
6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya.
8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi
dalam belajar akan melakukan aktivitas belajar dengan baik sehingga tujuan pembelajaran
yang sudah ditetapkan bisa dicapai.

KESIMPULAN
Motivasi memiliki kedudukan yang penting dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Munculnya motivasi tidak semata-mata dari diri siswa sendiri tetapi
guru harus melibatkan diri untuk memotivasi belajar siswa. Adanya motivasi akan
memberikan semangat sehingga siswa akan mengetahui arah belajarnya. Motivasi belajar
dapat muncul apabila siswa memiliki keinginan untuk belajar. Oleh karena itu motivasi
baik intrinsik maupun ekstrinsik harus ada pada diri siswa sehingga tujuan pembelajaran
yang sudah dirumuskan dapat tercapai secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Arsyad, Azhar. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Darsono. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: Semarang Press.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelaajran Abad 21.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Kompri. (2016). Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: PT Rosda
Karya.
Syah, Muhibbin. (1999). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja.
Sardiman, AM. (2006). Integrasi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. (1991). Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. (2010). Kurikulum dan pembelajaran, Teori dan praktek Pengembangan
Kurikulum KTSP. Jakarta: Kencana.
Winarsih, Varia. (2009) Psikologi Pendidikan. Medan: Latansa Pers.

182 | Lantanida Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196


Analisis Jurnal:
KEDUDUKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN

Pendahuluan: Belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan di sekolah. Belajar adalah
usaha yang dilakukan secara sadar untuk merubah sikap dan tingkah lakunya. Dalam upaya mencapai
perubahan tingkah laku dibutuhkan motivasi. Motivasi merupakan salah satu faktor yang mendorong
siswa untuk mau belajar. Motivasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu motivasi
instrinsik (keadaan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar) dan motivasi ekstrinsik (keadaan yang datang dari luar individu siswa
yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar). Ada tidaknya motivasi belajar sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan belajar akan tercapai apabila pada diri
adanya kemauan dan dorongan untuk belajar.

Hasil dan Pembahasan:

Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Guru selaku pendidik
perlu mendorong siswa untuk belajar dalam mencapai tujuan. Fungsi motivasi sebagai pendorong
usaha dalam mencapai prestasi, karena seseorang melakukan usaha harus mendorong keinginannya,
dan menentukan arah perbuatannya kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian siswa
dapat menyeleksi perbuatan untuk menentukan apa yang harus dilakukan yang bermanfaat bagi
tujuan yang hendak dicapainya Keberhasilan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh motivasi yang ada pada dirinya. Indikator kualitas pembelajaran salah satunya
adalah adanya motivasi yang tinggi dari para peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi terhadap pembelajaran maka mereka akan tergerak atau tergugah untuk memiliki
keinginan melakukan sesuatu yang dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu.
Menurut Kompri (2016:232) motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami
perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa.
Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi dalam belajar yaitu:
1. Cita-cita dan aspirasi siswa.
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik intrinsik maupun ekstrinsik.
2. Kemampuan Siswa
Keingnan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuaan dan kecakapan dalam pencapaiannya.
3. Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang sakit akan
menggangu perhatian dalam belajar.
4. Kondisi Lingkungan Siswa.
Lingkungan siswa dapat berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan
kehidupan bermasyarakat.

Menurut Wina Sanjaya (2010:256) dilihat dari sifatnya motivasi dapat dibedakan antara motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri
idividu misalkan siswa belajar karena didorong oleh keinginannya sendiri menambah pengetahuan;
atau seseorang berolah raga tenis karena memang ia mencintai olah raga tersebut. Jadi dengan
demikian, dalam motivasi intrinsik tujuan yang ingin dicapai ada dalam kegiatan itu sendiri.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri. Misalkan siswa belajar dengan penuh
semangat karena ingin mendapatkan nilai yang bagus; seseorang berolah raga karena ingin menjadi
juara dalam suatu turnamen. Dengan demikian dalam motivasi ekstrinsik tujuan yang ingin dicapai
berada di luar kegiatan itu. Tujuan pembelajaran adalah untuk mencapai keberhasilan dengan prestasi
yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dituntut kreativitas guru dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa. Menurut Kompri (2016:233) Kedudukan motivasi dalam
belajar tidak hanya memberikan arah kegiatan belajar secara benar, lebih dari itu dengan motivasi
seseorang akan mendapat pertimbangan-pertimbangan positif dalam kegiatan belajar. Motivasi
merupakan hal yang sangat penting sebagai berikut:
1. Motivasi memberikan semangat seorang pelajar dalam kegiatan-kegiatan belajarnya.
2. Motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku.

Kompri (2016:234) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran motivasi baik bagi guru dan
siswa adalah sangat penting dalam mencapai keberhasilan belajar sesuai tujuan yang diharapkan.
Adapun pentingnya motivasi bagi guru adalah sebagai berikut:
1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
2. Mengetahui dan memahami keragaman motivasi di kelas.
3. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih keragaman peran seperti sebagai penasehat,
fasilitator, instruktur, teman diskusi atau pendidik.
4. Memberi peluang guru untuk unjuk kerja rekayasa pedagogis.

Kesimpulan:
Motivasi memiliki kedudukan yang penting dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Munculnya motivasi tidak semata-mata dari diri siswa sendiri tetapi guru harus
melibatkan diri untuk memotivasi belajar siswa. Adanya motivasi akan memberikan semangat
sehingga siswa akan mengetahui arah belajarnya. Motivasi belajar dapat muncul apabila siswa
memiliki keinginan untuk belajar. Oleh karena itu motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik harus
ada pada diri siswa sehingga tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan dapat tercapai secara
optimal.
Accelerat ing t he world's research.

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR


SISWA TERHADAP PESTASI
BELAJAR IPA DI SEKOLAH DASAR
(Studi Kasus terhadap Siswa Kelas ...
samsul huda

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Koko
Andika NEGARA

PENGARUH MOT IVASI BELAJAR SISWA T ERHADAP PESTASI BELAJAR IPA DI SEKOLAH DASAR
farah nadia

Jurnal penelit ian


reza ghaidar
PENGARUH MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PESTASI BELAJAR IPA
DI SEKOLAH DASAR
(Studi Kasus terhadap Siswa Kelas IV SDN Tarumanagara
Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya)

Oleh: Ghullam Hamdu, Lisa Agustina


Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Abstract: Motivation is one of the several things which determine the successful of the student
learning activity. Without motivation, learning process is difficult to achieve optimum success. The
use of the principle of motivation is something essential in the learning and education process. This
article is thrilled to investigate the influence of learning motivation to the student science performance.
This correlation descriptive study was conducted as a case study on elementary school fourth grade
students and the objective was to describe the level of influence of student’s motivation toward
science performance. A total of 26 fourth grade students at Tarumanagara Elementary School District
Tawang are used as a sample. Data was collected using a questionnaire as an instrument of learning
motivation variables and test results as the average student achievement variable. Results of data
processed with statistical calculations and the average correlation performed using SPSS 16.0. Results
showed that on average, learning motivation and science learning performance of students achieve
good interpretation. The  Influence of student’s learning motivation showed significant high correlation
and donate the influence of 48.1% on student’s science performance.

Keywords: Learning Motivation, Science Performance.

Abstrak: Motivasi adalah salah satu hal yang berpengaruh pada kesuksesan aktifitas pembelajaran
siswa. Tanpa motivasi, proses pembelajaran akan sulit mencapai kesuksesan yang optimum. Artikel
ini ditujukan untuk menyelidiki pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA siswa. Penelitian
korelasi deskriptif ini dilakukan sebagai studi kasus terhadap siswa kelas empat Sekolah Dasar dan
tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan level dari pengaruh motivasi siswa terhadap
prestasi belajar IPA. Terdapat total 26 siswa kelas empat Sekolah Dasar dari SD Tarumanagara
kecamatan Tawang, Tasikmalaya yang dijadikan sample dalam penelitian ini. Data-data dikumpulkan
melalui questionare instrument dari variable motivasi belajar dan juga hasil test siswa sebagai variable
rata-rata pencapaian siswa. Hasil dari data-data diproses melalui perhitungan statistic dan korelasi
rata-rata, didapat melalui penggunaan SPSS 16.0. Data menunjukkan interprestasi tingkat reliabilitas
tinggi besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA adalah sebesar 48,1%.

Keywords: Motivasi belajar, Prestasi belajar IPA

Jurnal Penelitian Pendidikan 81


Vol. 12 No. 1, April 2011
PENDAHULUAN Motivasi belajar yang dimiliki siswa dalam
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu setiap kegiatan pembelajaran sangat berperan untuk
proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata
sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan pelajaran tertentu (Nashar, 2004:11). Siswa yang
hasil yang diharapkan siswa setelah melaksanakan bermotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan
pengalaman belajar (Sadirman, 2004). Tercapai akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula,
tidaknya tujuan pengajaran salah satunya adalah artinya semakin tinggi motivasinya, semakin
terlihat dari prestasi belajar yang diraih siswa. intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, maka
Dengan prestasi yang tinggi, para siswa mempunyai semakin tinggi prestasi belajar yang diperolehnya.
indikasi berpengetahuan yang baik. IPA sebagai salah satu mata pelajaran di
Salah satu faktor yang mempengaruhi sekolah, dapat memberikan peranan dan
prestasi siswa adalah motivasi. Dengan adanya pengalaman bagi siswa. Hasil pembelajaran IPA pun
motivasi, siswa akan belajar lebih keras, ulet, tekun dapat sangat dipengaruhi oleh motivasi dari siswa.
dan memiliki dan memiliki konsentrasi penuh dalam Baik itu motivasi internal maupun motivasi eksternal.
proses belajar pembelajaran. Dorongan motivasi Pembelajaran IPA dilakukan dengan berbagai
dalam belajar merupakan salah satu hal yang perlu upaya, yaitu salah satunya melalui peningkatan
dibangkitkan dalam motivasi belajar. Dalam hal belajar siswa akan
upaya pembelajaran di sekolah. berhasil jika dalam dirinya sendiri ada kemauan
Penelitian Wasty Soemanto (2003) untuk belajar dan keinginan atau dorongan untuk
menyebutkan, pengenalan seseorang terhadap belajar, karena dengan peningkatan motivasi belajar
prestasi belajarnya adalah penting, karena dengan maka siswa akan tergerak, terarahkan sikap dan
mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai maka perilaku siswa dalam belajar, dalam hal ini belajar
siswa akan lebih berusaha meningkatkan prestasi IPA.
belajarnya. Dengan demikian peningkatan prestasi Slameto (2003) mengemukakan bahwa
belajar dapat lebih optimal karena siswa tersebut belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
merasa termotivasi untuk meningkatkan prestasi memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
belajar yang telah diraih sebelumnya. hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
Biggs dan Tefler (dalam Dimyati dan dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif,
Mudjiono, 2006) mengungkapkan motivasi belajar dan psikomotorik. Dalam belajar, siswa mengalami
siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi atau sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu.
tiadanya motivasi belajar akan melemahkan Mohamad Surya (2004) mengungkapkan
kegiatan, sehingga mutu prestasi belajar akan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses
rendah. Oleh karena itu, mutu prestasi belajar pada perubahan yaitu perubahan perilaku sebagai hasil
siswa perlu diperkuat terus-menerus. Dengan tujuan interaksi antara dirinya dan lingkungannya dalam
agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara lengkap,
sehingga prestasi belajar yang diraihnya dapat pengertina pembelajaran dapat dirumuskan sebgai
optimal. berikut: “pembelajaran ialah suatu proes yang
82 ISSN 1412-565X
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan sasaran kegiatan.
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalamn individu itu sendiri dalam interaksi 3. Prestasi Belajar
dengan lingkungannya”. Poerwanto (2007) memberikan pengertian
prestasi belajar yaitu “ hasil yang
2. Motivasi Belajar dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha sebagaimana yang dinyatakan dalam raport”
yang disadari untuk menggerakkan, menggarahkan Selanjutnya Winkel (1997) mengatakan bahwa
dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot
Menurut Clayton Alderfer (dalam Nashar, yang dicapainya” Sedangkan menurut Nasution, S
2004:42) Motivasi belajar adalah kecenderungan (1987) prestasi belajar adalah “ kesempurnaan yang
siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan
didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau berbuat, prestasi belajar dikatakan sempurna apabila
hasil belajar sebaik mungkin. memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan
Motivasi dipandang sebagai dorongan mental psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang
yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku memuaskan jika seseorang belum mampu
manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut”
terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat
sikap serta perilaku pada individu belajar kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima,
(Koeswara, 1989 ; Siagia, 1989 ; Sehein, 1991 menolak dan menilai informasi-informasi yang
; Biggs dan Tefler, 1987 dalam Dimyati dan diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi
Mudjiono, 2006) belajar seseorang sesuai dengan tingkat
Untuk peningkatan motivasi belajar menurut keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi
Abin Syamsudin M (1996) yang dapat kita lakukan pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau
adalah mengidentifikasi beberapa indikatoryna raport setiap bidang studi setelah mengalami proses
dalam tahap-tahap tertentu. Indikator motivasi belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat
antara lain: 1) Durasi kegiatan, 2) Frekuensi diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari
kegiatan, 3) Presistensinya pada tujuan kegiatan, evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau
4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam rendahnya prestasi belajar siswa.
menghadapi kegiatan dan kesulitan untuk mencapai
tujuan, 5) Pengabdian dan pengorbanan untuk METODE PENELITIAN
mencapai tujuan, 6) Tingkatan aspirasi yang hendak Penelitian dengan metode penelitian
dicapai dengan kegiatan yang dilakukan, 7) Tingkat kuantitatif ini akan dilaksanakan di kelas IV SDN
kualifikasi prestasi, 8) Arah sikapnya terhadap 18 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya dengan
Jurnal Penelitian Pendidikan 83
Vol. 12 No. 1, April 2011
sampel sebanyak 26 orang siswa dan dilakukan deskripsi nilai dari motivasi belajar siswa:
selama 4 bulan dari bulan Agustus sampai dengan TABEL 1
DESKRIPTIF MOTIVASI BELAJAR SISWA
November 2010. Variabel independen dalam
penelitian ini yaitu motivasi belajar siswa dengan 8
N Std. Su
indikator sebagaimana yang diungkapkan oleh Abin Mean Min Max
Syamsudin M (2007:30) kemudian disusun dalam Valid Missing Deviation m
bentuk instrumen angket (skala likert) dengan jumlah
922
20 soal. Angket ini terlebih dahulu diuji validitas dan X 26 0 87,46 7,596 72
974
reliabilitas sebelum dipakai di lapangan. Sedangkan
variabel dependen yaitu nilai tes formatif mata
Hasil deskriptif data motivasi belajar siswa
pelajaran IPA yang berasal dari data dokumentasi
dalam penelitian ini diterangkan bahwa terdapat
rata-rata prestasi belajar siswa dalam pembelajaran.
jumlah kasus 26 orang siswa yang mengisi angket
Data hasil penelitian dari angket dan data
dengan rata-rata (mean) sebesar 87,46; simpangan
prestasi siswa diolah dengan merata-ratakan dan
baku (standar deviasi) = 7,596; skor minimun dari
dihitung berdasarkan kategori dari Riduan (2009):
data motivasi belajar siswa yang paling rendah =
X e” Xid + 0,61sd 72 dan skor maksimum dari data motivasi belajar
adalah dirasakan atau tinggi siswa = 99. Sedangkan jumlah skor keseluruhan
sebesar 2274.
Xid - 0,61sd < X < X id + 0,61 sd
Sedangkan Perbandingan rata-rata setiap
adalah cukup dirasakan atau sedang
indikator dari jumlah total siswa dapat dilihat dari
X d” Xid – 0,61sd gambar dibawah ini:
adalah kurang dirasakan atau kurang Rata-rata skor

Setelah itu dilakukan uji normalitas, uji korelasi


dan Uji Koefisien Determinasi berdasarkan
hipotesis: (H0) “Tidak terdapat pengaruh motivasi
belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran IPA”. Sedangkan Ha “Terdapat pengaruh
motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada
mata pelajaran IPA. Analisis dilakukan terhadap
semua data yang diperoleh dengan bantuan program Indikator Motivasi

SPSS Statistik 16.0. Gambar 1. Diagram Batang Hasil Rata-rata


Angket Setiap Indikator

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil dari nilai prestasi belajar siswa dihitung
Hasil analisis terhadap hasil rata-rata angket dengan hasil perhitungan Deskriftif seperti Tabel
dari total jumlah siswa menunjukan valid, reliabel
4.20 sebagai berikut:
dan terdistribusi normal. Berikut ini perhitungan
84 ISSN 1412-565X
Analisis juga menunjukkan bahwa pengaruh motivasi
TABEL 2
DESKRIPTIF PRESTASI BELAJAR IPA belajar besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar
IPA dari siswa. Sehungga sebagaimana yang
N Std.
Mean Min Max Sum diungkapkan oleh Keller (dalam Nashar, 2004:77)
Valid Missing Deviation
bahwa prestasi belajar dapat dilihat dari terjadinya

Y 26 0 88,46 7,317 70 100 2300 perubahan hasil masukan pribadi berupa motivasi
dan harapan untuk berhasil. Peningkatan hasil
Hasil deskriftif data prestasi belajar IPA dalam belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor salah
penelitian ini diterangkan bahwa terdapat 26 orang satunya adalah motivasi untuk belajar.
siswa yang mengisi angket dengan rata-rata (mean) Hasil penelitian ini juga menginformasikan
sebesar 88,46; simpangan baku (standar deviasi) = terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi
7,317; skor minimun dari data motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini berarti
yang paling rendah = 70 dan skor maksimum dari bahwa jika siswa memiliki motivasi dalam belajar,
data motivasi belajar siswa = 100. Sedangkan jumlah maka prestasi belajarnya pun akan baik (tinggi).
skor keseluruhan sebesar 2300. Sebaliknya jika siswa memiliki kebiasaan yang buruk
Berdasarkan uji hipotesis diperoleh, besarnya dalam belajar, maka prestasi belajarnya pun akan
koefisien korelasi (r) yaitu sebesar 0,693 lebih besar buruk (rendah).
dari 0,491 dengan taraf signifikan 1%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yaitu KESIMPULAN
“terdapat hubungan motivasi belajar terhadap Tanggapan siswa kelas IV Tarumanagara
prestasi belajar IPA” Jika dikonsultasikan dengan Kota Tasikmalaya terhadap motivasi belajar
pendapat Arikunto, S (2006) maka besarnya korelasi diinterpretasikan baik karena nilai rata-rata (87,46)
ini berada pada rentang 0,600 – 0,800 dengan tingkat berada dalam kategori X e” 61. Prestasi tiap siswa
hubungan yang tinggi. Dengan demikian data di atas berbeda-beda ada yang tinggi dan ada yang rendah.
memiliki tingkat hubungan yang tinggi anatara Prestasi belajar pada kelas IV SDN Tarumanagara
motivasi siswa dan prestasi belajar pada mata umumnya diinterpretasikan baik karena nilai rata-
pelajaran IPA. rata (88,46) berada dalam kategori X e” 61.
Sementara itu berdasarkan uji koefisien Berdasarkan pengolahan dan analisis data
determinasi dengan rumusan KP= r 2 x 100%, dengan dibantu program SPSS 16.0 diperoleh
menunjukkan kontribusi variabel X (motivasi siswa) koefisien korelasi (r) sebesar 0,693 artinya motivasi
terhadap variabel Y (prestasi belajar IPA) belajar dengan prestasi belajar siswa memiliki
berpengaruh sebesar 48,1%, sedangkan 51,9% pengaruh yang signifikan, dengan demikian dapat
lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak disimpulkan bahwa terdapat pengaruh motivasi
diketahui. belajar terhadap prestasi belajar IPA”. Setelah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara dikorelasikan menunjukkan interprestasi tingkat
umum motivasi belajar dan prestasi belajar siswa reliabilitas tinggi besarnya pengaruh motivasi belajar
kelas IV SD N Tarumanagara tergolong baik. terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN
Jurnal Penelitian Pendidikan 85
Vol. 12 No. 1, April 2011
Tarumanagara Tawang Tasikmalaya adalah sebesar
48,1%.

DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin. (1996). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Muhamad Surya. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisyi.
Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara
Poerwanto, Ngalim. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya.
Riduan. (2009). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sadirman. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wasty Soemanto. (2003). Psikologi Pendidikan. Malang: Rineka Cipta.
Winkel WS. (1997). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

BIODATA SINGKAT
Penulis adalah staf pengajar tetap bidang pendidikan IPA
di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

86 ISSN 1412-565X
Analisis Jurnal:

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PESTASI BELAJAR IPA DI SEKOLAH DASAR

Pendahuluan: Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan siswa setelah melaksanakan
pengalaman belajar (Sadirman, 2004). Tercapai tidaknya tujuan pengajaran salah satunya adalah terlihat
dari prestasi belajar yang diraih siswa Dengan prestasi yang tinggi, para siswa mempunyai indikasi
berpengetahuan yang baik. Motivasi belajar yang dimiliki siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran
sangat berperan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu (Nashar,
2004:11). Siswa yang bermotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar
yang tinggi pula, artinya semakin tinggi motivasinya, semakin intensitas usaha dan upaya yang
dilakukan, maka semakin tinggi prestasi belajar yang diperolehnya.

Metode:

Penelitian dengan metode penelitian kuantitatif ini akan dilaksanakan di kelas IV SDN 18 Kecamatan
Tawang Kota Tasikmalaya dengan sampel sebanyak 26 orang siswa dan dilakukan selama 4 bulan dari
bulan Agustus sampai dengan November 2010. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu motivasi
belajar siswa dengan 8 indikator sebagaimana yang diungkapkan oleh Abin Syamsudin M (2007:30)
kemudian disusun dalam bentuk instrumen angket (skala likert) dengan jumlah 20 soal. Angket ini
terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas sebelum dipakai di lapangan.

Hasil dan Pembahasan:

Hasil deskriptif data motivasi belajar siswa dalam penelitian ini diterangkan bahwa terdapat jumlah
kasus 26 orang siswa yang mengisi angket dengan rata-rata (mean) sebesar 87,46; simpangan baku
(standar deviasi) = 7,596; skor minimun dari data motivasi belajar siswa yang paling rendah = 72 dan
skor maksimum dari data motivasi belajar siswa = 99. Sedangkan jumlah skor keseluruhan sebesar 2274.
Hasil deskriptif data prestasi belajar IPA dalam penelitian ini diterangkan bahwa terdapat 26 orang siswa
yang mengisi angket dengan rata-rata (mean) sebesar 88,46; simpangan baku (standar deviasi) = 7,317;
skor minimun dari data motivasi belajar siswa yang paling rendah = 70 dan skor maksimum dari data
motivasi belajar siswa = 100. Sedangkan jumlah skor keseluruhan sebesar 2300. Berdasarkan uji
hipotesis diperoleh, besarnya koefisien korelasi (r) yaitu sebesar 0,693 lebih besar dari 0,491 dengan
taraf signifikan 1%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yaitu “terdapat hubungan
motivasi belajar terhadapprestasi belajar IPA” Jika dikonsultasikan dengan pendapat Arikunto, S (2006)
maka besarnya korelasi ini berada pada rentang 0,600 – 0,800 dengan tingkat hubungan yang tinggi.
Dengan demikian data di atas memiliki tingkat hubungan yang tinggi anatara motivasi siswa dan prestasi
belajar pada mata pelajaran IPA. Sementara itu berdasarkan uji koefisien determinasi dengan rumusan
KP= r2 x 100%, menunjukkan kontribusi variabel X (motivasi siswa) terhadap variabel Y (prestasi belajar
IPA) berpengaruh sebesar 48,1%, sedangkan 51,9% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum motivasi belajar dan prestasi belajar siswa
kelas IV SD N Tarumanagara tergolong baik. Hasil penelitian ini juga menginformasikan terdapat
pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini berarti bahwa jika siswa
memiliki motivasi dalam belajar, maka prestasi belajarnya pun akan baik (tinggi). Sebaliknya jika siswa
memiliki kebiasaan yang buruk dalam belajar, maka prestasi belajarnya pun akan buruk (rendah).

Kesimpulan:

Berdasarkan pengolahan dan analisis datadengan dibantu program SPSS 16.0 diperoleh koefisien
korelasi (r) sebesar 0,693 artinya motivasibelajar dengan prestasi belajar siswa memiliki pengaruh yang
signifikan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap
prestasi belajar IPA”. Setelah dikorelasikan menunjukkan interprestasi tingkat reliabilitas tinggi
besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN Tarumanagara
Tawang Tasikmalaya adalah sebesar 48,1%.

Anda mungkin juga menyukai