Dengan terbitnya Inpres No. 3 Tahun 2014 telah dilaksanakan rapat koordinasi
sekaligus sosialisasi implementasi Inpres No. 3 Tahun 2014 kepada seluruh
kementerian/lembaga pada tanggal 23 Juni 2014 yang dipimpin oleh Bapak Menko
Kesra bertempat di Ruang Rapat Utama Lantai 7 Kemenko Kesra yang dihadiri oleh
seluruh sekjen/perwakilan dari kementerian/lembaga.
Jaminan halal pada suatu produk sangat diperlukan terutama di Indonesia dengan
penduduk mayoritas beragama Islam sangat perlu dilindungi dengan kepastian hukum
kehalalan terhadap produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat. Saat ini
produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya sehingga perlu
diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Kemenko PMK (d/h Kemenko Kesra) masuk sebagai anggota Tim Panja Pemerintah
dengan Komisi VIII DPR RI Rancangan Undang-Undang(RUU) Jaminan Produk Halal
serta ikut serta dalam rapat Panja yang dilaksanakan oleh Komisi VIII DPR RI.
RUU Jaminan Produk Halal disetujui pada Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 25
September 2014 dan disahkan menjadi Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Presiden RI.
Implementasi lebih lanjut, dengan telah diterbitkannya UU No. 33 Tahun 2014, Kemenko
PMK akan berkoordinasi dan mendorong Kementerian terkait dalam hal ini
Kementerian Agama untuk segera melakukan sosialisasi implementasi UU No. 33 Tahun
2014 kepada masyarakat umum, mendorong perlunya pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penyelenggara jaminan produk
halal, serta penyusunan Peraturan Pemerintah terkait dengan jaminan produk halal
yang belum tercantum di dalam UU tersebut. Rapat koordinasi lebih lanjut untuk
sosialisasi UU No. 33 Tahun 2014 dan pembentukan BPJPH akan diagendakan awal
tahun 2015.
Persoalan wakaf merupakan salah satu perhatian dan perlu dilakukan koordinasi untuk
pemberdayaan wakaf yang optimal. Peraturan perundang-undangan yang menaungi
wakaf adalah UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan UU 41/2004. Selain kedua peraturan tersebut
Kementerian Agama dan BPN telah mebuat SKB Menteri Agama dan Kepala BPN No.
422/2014 – No. 3/SKB/BPN/2014 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Sertifikasi Tanah
Wakaf. Tantangan utama dalam masalah wakaf masih banyak tanah wakaf yang belum
tersertifikasi serta pemanfatan tanah wakaf lebih maksimal untuk kesejahteraan umat.
Perkembangan data tanah wakaf seluruh Indonesia tahun 2013 terdapat 435.395 titik
lokasi dan yang telah bersertifikat sebanyak 66,25% dan yang belum bersertifikat
33,75%. Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya (resources capital) jumlah harta
wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf terbesar di dunia.
Beberapa rekomendasi hasil rapat koordinasi optimalisasi tanah wakaf, sebagai berikut:
a. Tantangan pemberdayaan aset-aset wakaf adalah: (1) peningkatan status hukum
tanah wakaf yang masih lemah; (2) penyelesaian rancangan biaya pembuatan
sertifikat tanah wakaf oleh pemerintah
b. Sosialisasi, koordinasi, data base pengelolaan dan pemberdayaan wakaf perlu
ditingkatkan. Kerja sama antara Kementerian Agama, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri perlu lebih
ditingkatkan.
c. Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Pertanahan dan Kementerian Agama untuk
duduk bersama membahas percepatan sertifikat tanah wakaf.
d. Merevisi komponen biaya sertifikat seperti BPHTB dan biaya pengukuran khusus
untuk tanah wakaf. Rapat koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian
Agama untuk membahas revisi komponen biaya pembuatan sertifikat tanah wakaf.
e. Terkait pembuatan sertifikat tanah wakaf agar Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN untuk segera mensosialisasikan persyaratan dan kelengkapan data fisik
dan yuridis tanah wakaf untuk mempercepat proses pengajuan pengakuan hak
tanah (sertifikat).
f. Untuk langkah selanjutnya dalam rangka meningkatkan koordinasi terkait wakaf
pada tahun 2015, akan dilaksanakan rapat koordinasi tingkat Eselon I dengan
mengangkat tema Pengakuan Hak atau Pengamanan Aset Wakaf.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dari 3 kali rapat koordinasi yang telah
dilaksanakan, sebagai berikut:
a. Perencanaan dan sinergitas program dari tiap kementerian yang terkait sangat
diperlukan dan peran aktif dari semua pihak dalam menanggulangi kemiskinan
melalui program pemberdayaan masyarakat umat beragama. Selain perencanaan,
Sinkronisasi program antarkementerian terkait sangat diperlukan agar terjadi
kesinambungan dan bersinergi program. Identifikasi program pemberdayaan umat
dari masing-masing kementerian sangat diperlukan
b. Diperlukan sekretariat Tim Pemberdayaan Umat Beragama, sehingga koordinasi
dapat berjalan dengan baik.
c. Pemetaan dari pondok pesantren seluruh Indonesia sangat diperlukan untuk
menjadi data base karena terkait jumlah pondok pesantren yang jumlahnya sangat
besar. Kementerian Agama dapat memberikan data pondok pesantren yang terbaru.
d. Pemberdayaan umat beragama agar dapat berhasil dengan baik membutuhkan
program yang berkesinambungan dan pendampingan. Program pendampingan
perlu dilakukan untuk memberi arah kepada pelaksanaan program pemberdayaan
umat.
e. Peran aktif dari Pontren dan Kantor Kementerian Agama setempat untuk
melakukan terobosan dan membuat proposal program yang diajukan kepada
kementerian terkait.
f. Sosialisasi terkait pemberdayaan kerukunan umat beragama kepada pondok
pesantren dan masyarakat agar segera dilakukan
g. Program Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pondok Pesantren Dan Koperasi
Pesantren pada tahun 2015 akan diintegrasikan dengan program Sail Tomini 2015
dan diharapkan dapat menjadi pilot project.
h. Tersusunnya buku pedoman umum dalam pemberdayaan ekonomi umat untuk
menunjang kegiatan tahun 2015.