Latar Belakang dan Tujuan: Patulous Tuba Eustachia (PET) merupakan kondisi
autophony yang cukup mengganggu. Kami mengobati PET dengan menggunakan
insersi chip kartilago tragus untuk mengisi cekungan di dalam katup tuba dan
mengevaluasi kelayakan metode ini. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan
desain prospektif. Sebelas pasien dengan gangguan PET disertakan dalam penelitian.
Insersi chip kartilago tragus ke dalam tuba Eustachius (ET), secara transkanal,
dilakukan pada 14 telinga pasien tersebut. Pasien dilakukan follow-up selama
setidaknya 12 bulan setelah operasi dan dievaluasi dengan skor kuesioner untuk gejala.
Hasil: Rata-rata follow-up adalah 16,4 bulan. Tiga belas dari empat belas telinga
memperoleh kesembuhan komplit dari gejala autophony. Gejala autophony pada follow-
up terakhir adalah sebagai berikut: empat telinga (28,6%) sembuh total; lima telinga
(35,7%) menunjukkan perbaikan yang memuaskan; empat telinga (28. 6%)
menunjukkan peningkatan yang signifikan tetapi tidak memuaskan; dan satu telinga
(7,1%) tidak berubah. Kuesioner gejala PET di telinga yang terdampak menunjukkan
adanya penurunan autophony yang signifikan (p=0,047) dan peningkatan konduksi
suara pernapasan (p=0,047). Tidak ada komplikasi seperti otitis media atau gejala
oklusi. Kesimpulan: Insersi chip kartilago transtimpani ke dalam ET meerupakan
pilihan bedah yang aman dan mudah diakses untuk terapi PET.
Kata Kunci: Patulous Eustachian tube, Cartilage plug, Autophony, Aural fullness
Pendahuluan
Patulous Tuba Eustachia (PET) adalah keadaan patologis yang
ditandai dengan gejala telinga terasa penuh, autophony, dan terdengar suara
pernapasan fisiologis, yang pertama kali dijelaskan pada akhir 1800-an
oleh Schwartze dan Jago. Tuba Eustachius (ET) menghubungkan telinga
tengah dengan nasofaring, yang biasanya tertutup saat istirahat dan terbuka
secara transien selama menelan normal. Namun, pembukaan katup yang
persisten dan abnormal pada saat istirahat dapat menyebabkan gejala PET.
Sebagian besar kasus sembuh secara spontan, tetapi ada beberapa
kasus yang termasuk sulit dan memerlukan prosedur pembedahan.
Perawatan bedah dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: 1)
penyempitan lumen ET dengan menginjeksi agen dalam jumlah besar, 2)
bedah ligasi orifisium ET, dan 3) penyumbatan lumen dengan berbagai
bahan.
Perawatan bedah dilakukan untuk mengobstruksi lumen ET.
Percobaan untuk mengobstruksi lumen ET telah dilakukan dengan berbagai
cara, seperti kateter, sumbat silikon, dan blok kartilago, selain menginjeksi
potongan kartilago kecil. Kami memodifikasi metode plugging kartilago
tragus, yang pertama kali dilaporkan oleh Kobayashi. Metode kami dapat
mengeliminasi risiko benda asing, yang dianggap lebih fisiologis karena
dapat mengurangi kerusakan pada katup Eustachius. Di sini, kami
mengevaluasi kelayakan/feasibilitas teknik insersi chip kartilago tragus
yang dimodifikasi melalui pendekatan transkanal untuk pengobatan PET.
Tabel 1. Kriteria diagnostik PET
I. Gejala autophony yang jelas, yang membaik dengan berbaring,
tanpa bukti adanya gejala dari dehisensi kanalis superior (yang
dapat menyebabkan gejala serupa). Sebagian besar juga merasakan
sensasi telinga penuh atau sensasi telinga yang tersumbat.
II. Semua pasien menyadari adanya sensasi autophony dengan
meletekkan jari di kanalis telinga untuk membangkitkan efek
oklusi saat berbicara. Hal ini akan mereproduksi autophony, pada
saat PET paling aktif. Efek oklusi meningkatkan frekuensi rendah
dan ambang konduksi tulang.
III. Semua gejala pasien membaik atau benar-benar berkurang dengan
tekanan pada leher di sisi telinga yang terkena, yang akan
mempengaruhi getaran yang ditransmisikan ET.
IV. Semua gejala pasien secara substansial membaik dengan pemuatan
massa membran timpani, biasanya pada satu segmen yang lebih
flaccid, tetapi terkadang pada segmen flaccid membran timpani
anterior dan posterior.
Analisis statistik
Ambang pendengaran pra operasi dan pasca operasi dianalisis dengan
uji Wilcoxon signed-ranked test nonparametrik, sedangkan kuesioner
gejala PET sebelum operasi, pada follow-up segera, dan pada follow-up
terakhir, dianalisis dengan uji Friedman nonparametrik menggunakan IBM
SPSS 23 (IBM Corp., Armonk , NY, AS).
Teknik Pembedahan
Semua operasi dilakukan dengan anestesi lokal. Semua operasi
dilakukan dengan menggunakan mikroskop, kecuali satu kasus terakhir,
yang menggunakan endoskopi. Karena pendekatan endoskopi dapat
memberikan pandangan orifisium ET yang lebih jelas dan dapat diperbesar,
dibandingkan dengan pendekatan mikroskopis, maka dianggap lebih sesuai
daripada pendekatan mikroskopis dala memanipulasi ET. Namun, karena
kurangnya pengalaman tindakan operasi telinga secara endoskopi,
pendekatan mikroskopis dilakukan pada periode awal. Pasien ditempatkan
dalam posisi supinasi, dan kepala diputar ke sisi yang berlawanan. Telinga
dilakukan preparasi dan ditutup dengan cara yang steril. Injeksi dengan 1%
xylocaine dan 1:100.000 epinefrin diberikan ke dalam kanalis auditori
eksternal. Miringotomi dilakukan pada aspek anteriorsuperior membran
timpani. Setelah miringotomi, ET diidentifikasi dan diperiksa. Perdarahan
dikontrol dengan kapas yang telah diberi epinefrin.
Hasil
Empat belas telinga dari sebelas pasien disertakan dalam penelitian
ini. Usia rata-rata pasien adalah 40,8 tahun, dengan dua laki-laki dan
sembilan perempuan. Periode observasi rata-rata adalah 16,4 bulan, dan
tidak ada komplikasi yang diamati. Rerata audiometri nada murni pada pra
operasi dan pasca operasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
secara statistik, masing-masing pada 20,5 dB dan 21,1 dB (p=0,761).
Keluhan utama sebelum operasi adalah echoing, diikuti oleh suara
pernapasan dan sensasi "bergetar" di membran timpani. Tidak ada
komplikasi seperti otitis media atau gejala oklusi (Tabel 3).
Dalam kuesioner gejala PET, echoing yang berhubungan dengan
autophony dan suara pernapasan ditingkatkan (Gbr. 2).
Mengenai skor gejala autophony pada periode segera setelah operasi,
92,9% kasus menunjukkan remisi komplit; Namun, semakin lama gejala
tersebut cenderung untuk muncul kembali. Pada kunjungan terakhir, 64,3%
telinga yang dioperasi menunjukkan hasil yang memuaskan (Tabel 4,
Gambar 3).
Tabel 3. Demografi pasien
Pasien (n) 11
Jenis kelamin (Laki-laki:Perempuan) 2:9
Telinga (kanan: kiri) 6:8
Usia rata-rata (tahun) 40.8±25.38
Mean periode follow-up (bulan) 16.4
Ambang pendengaran pra operasi (dB) 20.5±18.2
Ambang pendengaran pasca operasi (dB) 21.1±17.0
Keluhan utama (%)
Suara menggema 8/11(72,7)
Suara pernapasan 7/11(63,6)
Rasa "bergetar" pada membran timpani 1/11(9.1)
Diskusi
Perawatan optimal untuk PET belum ditetapkan secara jelas, dan
bergantung pada tingkat keparahan gejalanya. Metode konservatif biasanya
direkomendasikan, seperti hidrasi yang cukup, penambahan berat badan,
irigasi nasal dengan saline, dan memberikan dukungan. Beberapa medikasi,
termasuk ansiolitik, obat herbal Cina, agen simpatomimetik, nasal steroid
spray, larutan nasal estrogen, dan iritasi topikal untuk menginduksi edema
mukosa, sangat membantu.
Namun, metode pembedahan tetap diperlukan dalam beberapa kasus
yang sulit untuk ditangani dan bersifat persisten. Secara fisiologis,
penutupan ET dipertahankan oleh katup mukosa bagian kartilago, yang
panjangnya kira-kira 5 mm dan terletak sekitar 10 mm distal tuba dari torus