Anda di halaman 1dari 15

Journal Reading

Trans-tympanic Cartilage Chip Insertion for Intractable


Patulous Eustachian Tube

Presentator : dr. Maya Fitrie Nadya Lubis


Advisor : Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L. (K)
Moderator : dr. Carlo Maulana Akbar, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L.
Assesors : 1. dr. M. Pahala Hanafi Harahap, M.Ked(ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L.
(K)
2. Dr. dr. Yuliani M. Lubis, Sp.T.H.T.K.L.
Day/Date : Friday/ April 8th 2022
Time : 08.00 WIB
Place : Hybrid Via Zoom Meeting
Ruang Pertemuan Poli THT lt.4 RSUP. H. Adam Malik Medan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

Insersi Chip Kartilago Trans-timpani pada


Tuba Eustachius Patulous yang Intractable

Latar Belakang dan Tujuan: Patulous Tuba Eustachia (PET) merupakan kondisi
autophony yang cukup mengganggu. Kami mengobati PET dengan menggunakan
insersi chip kartilago tragus untuk mengisi cekungan di dalam katup tuba dan
mengevaluasi kelayakan metode ini. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan
desain prospektif. Sebelas pasien dengan gangguan PET disertakan dalam penelitian.
Insersi chip kartilago tragus ke dalam tuba Eustachius (ET), secara transkanal,
dilakukan pada 14 telinga pasien tersebut. Pasien dilakukan follow-up selama
setidaknya 12 bulan setelah operasi dan dievaluasi dengan skor kuesioner untuk gejala.
Hasil: Rata-rata follow-up adalah 16,4 bulan. Tiga belas dari empat belas telinga
memperoleh kesembuhan komplit dari gejala autophony. Gejala autophony pada follow-
up terakhir adalah sebagai berikut: empat telinga (28,6%) sembuh total; lima telinga
(35,7%) menunjukkan perbaikan yang memuaskan; empat telinga (28. 6%)
menunjukkan peningkatan yang signifikan tetapi tidak memuaskan; dan satu telinga
(7,1%) tidak berubah. Kuesioner gejala PET di telinga yang terdampak menunjukkan
adanya penurunan autophony yang signifikan (p=0,047) dan peningkatan konduksi
suara pernapasan (p=0,047). Tidak ada komplikasi seperti otitis media atau gejala
oklusi. Kesimpulan: Insersi chip kartilago transtimpani ke dalam ET meerupakan
pilihan bedah yang aman dan mudah diakses untuk terapi PET.

Kata Kunci: Patulous Eustachian tube, Cartilage plug, Autophony, Aural fullness
Pendahuluan
Patulous Tuba Eustachia (PET) adalah keadaan patologis yang
ditandai dengan gejala telinga terasa penuh, autophony, dan terdengar suara
pernapasan fisiologis, yang pertama kali dijelaskan pada akhir 1800-an
oleh Schwartze dan Jago. Tuba Eustachius (ET) menghubungkan telinga
tengah dengan nasofaring, yang biasanya tertutup saat istirahat dan terbuka
secara transien selama menelan normal. Namun, pembukaan katup yang
persisten dan abnormal pada saat istirahat dapat menyebabkan gejala PET.
Sebagian besar kasus sembuh secara spontan, tetapi ada beberapa
kasus yang termasuk sulit dan memerlukan prosedur pembedahan.
Perawatan bedah dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: 1)
penyempitan lumen ET dengan menginjeksi agen dalam jumlah besar, 2)
bedah ligasi orifisium ET, dan 3) penyumbatan lumen dengan berbagai
bahan.
Perawatan bedah dilakukan untuk mengobstruksi lumen ET.
Percobaan untuk mengobstruksi lumen ET telah dilakukan dengan berbagai
cara, seperti kateter, sumbat silikon, dan blok kartilago, selain menginjeksi
potongan kartilago kecil. Kami memodifikasi metode plugging kartilago
tragus, yang pertama kali dilaporkan oleh Kobayashi. Metode kami dapat
mengeliminasi risiko benda asing, yang dianggap lebih fisiologis karena
dapat mengurangi kerusakan pada katup Eustachius. Di sini, kami
mengevaluasi kelayakan/feasibilitas teknik insersi chip kartilago tragus
yang dimodifikasi melalui pendekatan transkanal untuk pengobatan PET.
Tabel 1. Kriteria diagnostik PET
I. Gejala autophony yang jelas, yang membaik dengan berbaring,
tanpa bukti adanya gejala dari dehisensi kanalis superior (yang
dapat menyebabkan gejala serupa). Sebagian besar juga merasakan
sensasi telinga penuh atau sensasi telinga yang tersumbat.
II. Semua pasien menyadari adanya sensasi autophony dengan
meletekkan jari di kanalis telinga untuk membangkitkan efek
oklusi saat berbicara. Hal ini akan mereproduksi autophony, pada
saat PET paling aktif. Efek oklusi meningkatkan frekuensi rendah
dan ambang konduksi tulang.
III. Semua gejala pasien membaik atau benar-benar berkurang dengan
tekanan pada leher di sisi telinga yang terkena, yang akan
mempengaruhi getaran yang ditransmisikan ET.
IV. Semua gejala pasien secara substansial membaik dengan pemuatan
massa membran timpani, biasanya pada satu segmen yang lebih
flaccid, tetapi terkadang pada segmen flaccid membran timpani
anterior dan posterior.

Subjek dan Metode


Penilaian pasien dan luaran
Penelitian ini menggunakan desain prospektif. Kami menyertakan 14
telinga dari 11 pasien yang didiagnosis dengan PET, berdasarkan kriteria
diagnostik yang ditetapkan sebelumnya (Tabel 1). Semua pasien tidak
dapat menerima terapi konservatif atau insersi tuba ventilasi selama lebih
dari satu tahun.
Audiometri nada murni, survei kuesioner gejala PET yang dinilai dari
skala nol sampai sepuluh, dan skor gejala autophony (Tabel 2), dievaluasi
sebelum operasi, pada 1 bulan setelah operasi (follow-up segera), dan
selama kunjungan follow-up terakhir (>12 bulan). Institutional Review
Board dari institusi penulis menyetujui penelitian ini (IRB No. 4-2017-
1184). Informed consent diperoleh dari setiap subjek.

Analisis statistik
Ambang pendengaran pra operasi dan pasca operasi dianalisis dengan
uji Wilcoxon signed-ranked test nonparametrik, sedangkan kuesioner
gejala PET sebelum operasi, pada follow-up segera, dan pada follow-up
terakhir, dianalisis dengan uji Friedman nonparametrik menggunakan IBM
SPSS 23 (IBM Corp., Armonk , NY, AS).

Teknik Pembedahan
Semua operasi dilakukan dengan anestesi lokal. Semua operasi
dilakukan dengan menggunakan mikroskop, kecuali satu kasus terakhir,
yang menggunakan endoskopi. Karena pendekatan endoskopi dapat
memberikan pandangan orifisium ET yang lebih jelas dan dapat diperbesar,
dibandingkan dengan pendekatan mikroskopis, maka dianggap lebih sesuai
daripada pendekatan mikroskopis dala memanipulasi ET. Namun, karena
kurangnya pengalaman tindakan operasi telinga secara endoskopi,
pendekatan mikroskopis dilakukan pada periode awal. Pasien ditempatkan
dalam posisi supinasi, dan kepala diputar ke sisi yang berlawanan. Telinga
dilakukan preparasi dan ditutup dengan cara yang steril. Injeksi dengan 1%
xylocaine dan 1:100.000 epinefrin diberikan ke dalam kanalis auditori
eksternal. Miringotomi dilakukan pada aspek anteriorsuperior membran
timpani. Setelah miringotomi, ET diidentifikasi dan diperiksa. Perdarahan
dikontrol dengan kapas yang telah diberi epinefrin.

Tabel 2. Kuesioner PET telepon pasien dan skor gejala autophony


Kuesioner PET telepon pasien
I. Ketika saya berbicara, saya mendengar suara saya bergema di
telinga saya (suara bergema)
II. Ketika saya bernafas, saya bisa mendengar nafas saya di telinga
saya (suara nafas)
III. Telinga saya terasa seperti tersumbat dan penuh (aural fullness)
IV. Ketika suara saya bergema di telinga saya, suara lingkungan di
sekitar saya terlalu keras atau mengganggu (hiperakusis)
Skor gejala autophony
1. Mereda secara komplit
2. Perbaikan yang signifikan, puas
3. Perbaikan yang signifikan, tidak puas
4. Tidak berubah
5. Lebih buruk

Kartilago tragus kemudian diambil pada jumlah yang paling besar,


dan mempertahankan lebar 2-3 mm di tepi kartilago untuk
mempertahankan bentuk kartilago. Dari kartilago yang diambil, potongan
kartilago yang panjang dan tipis (hingga 15 mm) dipotong secara diagonal
untuk membuatnya sepanjang mungkin, dan dua yang lebih kecil (7-8 mm)
juga dibuat. Terdapat sedikit variasi dalam panjang dan bentuk berdasarkan
kondisi pasien, karena struktur ET sedikit berbeda antar pasien.
Perikondrium juga diambil. Kartilago tragus diinsersi ke dalam orifisium
ET melalui miringotomi. Pertama, potongan kartilago terpanjang
diinsersikan hingga mencapai isthmus untuk mengobstruksi secara parsial.
Selanjutnya, potongan yang lebih kecil diinsersikan di kedua sisi
terpanjang untuk mengobstruksi ET, serta untuk penguatan. Potongan
kartilago yang diinsersikan diperkuat dengan perikondrium, jika
diperlukan. Kemudian paper patch diaplikasikan pada miringotomi (Gbr. 1,
Video Tambahan 1 dalam Suplemen Data online).

Gambar 1. A: Kartilago tragus autologus diambil, dengan


mempertahankan lebar 2-3 mm di tepi kartilago. B: Sebuah potongan
kartilago yang panjang dan tipis (15 mm) dipotong secara diagonal untuk
memperoleh bentuk yang paling panjang, dan dua potongan yang lebih
kecil (7-8 mm) juga dibuat. C: Tiga potongan kartilago diinsersikan melalui
miringotomi. Pertama, potongan terpanjang diinsersikan dan mencapai
isthmus untuk mengobstruksi secara parsial. Selanjutnya, potongan yang
lebih kecil diinsersikan di kedua sisi terpanjang untuk memperkuatnya.

Hasil
Empat belas telinga dari sebelas pasien disertakan dalam penelitian
ini. Usia rata-rata pasien adalah 40,8 tahun, dengan dua laki-laki dan
sembilan perempuan. Periode observasi rata-rata adalah 16,4 bulan, dan
tidak ada komplikasi yang diamati. Rerata audiometri nada murni pada pra
operasi dan pasca operasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
secara statistik, masing-masing pada 20,5 dB dan 21,1 dB (p=0,761).
Keluhan utama sebelum operasi adalah echoing, diikuti oleh suara
pernapasan dan sensasi "bergetar" di membran timpani. Tidak ada
komplikasi seperti otitis media atau gejala oklusi (Tabel 3).
Dalam kuesioner gejala PET, echoing yang berhubungan dengan
autophony dan suara pernapasan ditingkatkan (Gbr. 2).
Mengenai skor gejala autophony pada periode segera setelah operasi,
92,9% kasus menunjukkan remisi komplit; Namun, semakin lama gejala
tersebut cenderung untuk muncul kembali. Pada kunjungan terakhir, 64,3%
telinga yang dioperasi menunjukkan hasil yang memuaskan (Tabel 4,
Gambar 3).
Tabel 3. Demografi pasien
Pasien (n) 11
Jenis kelamin (Laki-laki:Perempuan) 2:9
Telinga (kanan: kiri) 6:8
Usia rata-rata (tahun) 40.8±25.38
Mean periode follow-up (bulan) 16.4
Ambang pendengaran pra operasi (dB) 20.5±18.2
Ambang pendengaran pasca operasi (dB) 21.1±17.0
Keluhan utama (%)
Suara menggema 8/11(72,7)
Suara pernapasan 7/11(63,6)
Rasa "bergetar" pada membran timpani 1/11(9.1)

Diskusi
Perawatan optimal untuk PET belum ditetapkan secara jelas, dan
bergantung pada tingkat keparahan gejalanya. Metode konservatif biasanya
direkomendasikan, seperti hidrasi yang cukup, penambahan berat badan,
irigasi nasal dengan saline, dan memberikan dukungan. Beberapa medikasi,
termasuk ansiolitik, obat herbal Cina, agen simpatomimetik, nasal steroid
spray, larutan nasal estrogen, dan iritasi topikal untuk menginduksi edema
mukosa, sangat membantu.
Namun, metode pembedahan tetap diperlukan dalam beberapa kasus
yang sulit untuk ditangani dan bersifat persisten. Secara fisiologis,
penutupan ET dipertahankan oleh katup mukosa bagian kartilago, yang
panjangnya kira-kira 5 mm dan terletak sekitar 10 mm distal tuba dari torus

tubarius. Percobaan bedah yang berbeda-beda telah dilakukan yang


bertujuan untuk mempersempit lumen ET, dengan tingkat keberhasilan
yang bervariasi (Tabel 5)

Gambar 2. Kuesioner gejala PET pascaoperasi; echoing yang berkaitan


dengan autophony dan suara pernapasan meningkat secara signifikan, tetapi
tidak untuk aural fullness dan hyperacusis.

Tabel 4. Skor gejala autophony pasca operasi


Skor gejala Follow-up Follow-up
segera (%) terakhir (%)
1. Mereda secara komplit 92,9 28,6
2. Perbaikan yang signifikan, puas 0,0 35,7
3. Perbaikan yang signifikan, tidak 7,1 28,6
puas
4. Tidak berubah 0,0 7,1
5. Lebih buruk 0,0 0

Gambar 3. Skor gejala autophony pascaoperasi pada periode segera


pascaoperasi dan pada kunjungan terakhir; gejala menghilang pada
sebagian besar pasien pada periode segera pasca operasi; Namun, seiring
waktu, gejala muncul kembali pada beberapa pasien.

Sebelumnya, Kobayashi mencoba merawat PET dengan menggunakan


metode insersi kartilago transtimpani. Namun, mereka mengubah bahan
sumbat menjadi tuba silikon yang telah disesuaikan. Panjang rata-rata ET
dari orifisium telinga tengah ke orifisium nasofaring adalah sekitar 35 mm,
dan isthmusnya berjarak sekitar 12 mm dari orifisium telinga tengah. Oleh
karena itu, mereka mengira benar-benar sulit untuk mengobstruksi secara
komplit atau memeriksa bagian katup ET. Dengan demikian, mereka
merancang tuba silikon sepanjang 22 hingga 25 mm dan melaporkan hasil
yang lebih baik. Setelah memodifikasi bentuk tuba silikon ini, mereka
baru-baru ini melaporkan bahwa tingkat keberhasilan tuba silikon tipe lama
dan baru untuk PET adalah 83,0%, berdasarkan evaluasi 252 telinga dari
191 pasien. Terlepas dari hasil yang baik ini, masih ada beberapa
keterbatasan dalam teknik insersi tuba silikon ini: pertama, dapat
menyebabkan reaksi benda asing di jaringan; kedua, bagian tulang yang
normal dari ET dan struktur isthmus yang sempit dapat terluka ketika tuba
silikon lewat; dan terakhir, otitis media dengan efusi dapat terjadi jika ET
tersumbat seluruhnya dengan tuba silikon.
Jika kita dapat menggunakan chip kartilago secara lebih efisien dan
kuat, kita dapat mencapai hasil yang lebih baik, dengan sambil mengurangi
risiko reaksi benda asing, mempertahankan fungsi fisiologis, seperti
pertukaran gas di telinga tengah dan pembersihan sekresi telinga tengah,
serta mencegah kemungkinan efusi telinga tengah. atau otitis media.
Teknik insersi kartilago transtimpani modifikasi kami berbeda dari
teknik asli yang digunakan oleh Kobayashi. Kami menggunakan chip
kartilago yang lebih panjang yang dapat mencapai isthmus ET, meskipun
tidak dapat melewati isthmus. Kami juga menggunakan dua keping
kartilago dan perikondrium untuk memperkuat kepingan kartilago pertama,
dan untuk mengurangi rekurensi gejala akibat absorpsi jaringan.
Meskipun teknik kami tidak melintasi isthmus atau menutup katup
sepenuhnya, namun cukup dapat mengobstruksi isthmus. Lebih dari 92%
telinga yang diperiksa menunjukkan gejala yang menghilang dengan
segera, dan ini cukup menunjukkan adanya obstruksi. Kartilago dapat
mencapai dan mengobstruksi isthmus (Gbr. 1). Selama lebih dari 12 bulan
masa follow-up, dua pertiga pasien mempertahankan perbaikan kondisi
mereka, hal ini serupa dengan hasil dari laporan sebelumnya, dimana
beberapa di antaranya menggunakan tuba silikon (Tabel 5). Kami
melakukan operasi revisi, yang hasilnya tidak diinklusikan dalam penelitian
ini, pada satu pasien yang tidak mengalami perbaikan gejala setelah
delapan bulan sejak operasi pertama, dan menemukan bahwa kartilago
yang diinsersikan sebelumnya terabsorpsi. Dalam hal ini, seharusnya
absorpsinya sedikit dan efek insersi bertahan dalam waktu yang lama.
Jenis insersi ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
insersi tuba silikon yang melintasi isthmus. Pertama, prosedur ini tidak
melibatkan pasase komplit melalui katup, sehingga dapat mengurangi
risiko cedera pada struktur di sekitar katup dan kemungkinan timbulnya
komplikasi. Meskipun kurangnya pasase komplit melalui katup, gejalanya
ditemukan meningkat secara signifikan. Kedua, kartilago tragus autologus
digunakan dengan tujuan untuk mengurangi risiko reaksi benda asing
dibandingkan dengan metode yang menggunakan tuba silikon asing.
Ketiga, risiko otitis media akibat penutupan komplit pada metode lain yang
dilaporkan sebelumnya berkurang. Keempat, teknik kami lebih mudah
daripada metode lain yang dilaporkan sebelumnya. Insersi tidak perlu
cukup dalam untuk melewati katup sepenuhnya. Selain itu, elevasi flap
timpanomeatal dan miringoplasti tidak perlu dilakukan untuk memfasilitasi
tahanan bahan yang diinsersikan. Terakhir, penggunaan kartilago autologus
tidak memerlukan persetujuan tambahan dari Food and Drug
Administration (FDA), serta tidak ada biaya tambahan untuk membeli
bahan tersebut.
Pada kunjungan follow-up terakhir beberapa pasien, skor gejala
autofoni pascaoperasi sedikit lebih tinggi dibandingkan pada kunjungan
follow-up segera. Pasien dengan gejala rekuren ini menjalani operasi pada
periode awal. Selama periode awal, kami tidak mengobstruksi isthmus
secara komplit, untuk mengurangi risiko otitis media, dan kami percaya
celah ini dapat menginduksi absorpsi kartilago yang diinsersikan dan
rekurensi gejala. Namun, kami kemudian menginsersikan kartilago untuk
mengobstruksi isthmus secara komplit, mengingat sedikitnya absorpsi
kartilago seiring berjalannya waktu.

Tabel 5. Metode yang digunakan untuk mengobati Tuba Eustachius


Patulous
Studi Metode Hasil
Pulec Injeksi paste Perbaikan gejala pada
Polytetrafluoroethylene 73% (19/26) pasien
(Teflon) di depan
orifisium ET
Stroud, et al Penggantian muskulus Perbaikan gejala pada
tensor veli palatini 90% (9/10) pasien
Bluestone dan Insersi ET dan tabung Perbaikan gejala pada
Cantekin ventilator empat pasien
Chen dan Luxford ET dan insersi ventilasi Efektif pada 70%
tuba (9/13) pasien
Endo, et al Insersi ventilasi tuba Efektif pada 90,9%
(10/11) pasien
Doherty dan Slattery Graft lemak autologous Perbaikan gejala pada
melalui pendekatan dua pasien
instranasal
Takano, et al Penutupan aspek Perbaikan gejala pada
nasofaring pada tuba dua pasien
Kong, et al dan Oh, et Injeksi kalsium Perbaikan gejala pada
al hidroxypatite tiga pasien

Namun demikian, echoing, yang terkait dengan autophony, meningkat


secara signifikan pada kunjungan follow-up yang segera dan follow-up
terakhir. Berdasarkan hasil ini, kami menentukan bahwa beberapa gejala
yang terkait dengan autophony tampaknya muncul kembali, meskipun
tingkat keparahan gejala membaik.
Dalam metode kami, setelah miringotomi dan pemeriksaan orifisium
ET dilakukan, hanya kartilago yang telah dipotong yang perlu diinsersikan
ke dalam lubang, yang kemudian diobstruksi oleh perikondrium. Karena
kemudahan handling, perkiraan waktu operasi singkat—sekitar 30 menit—
dan operasi dapat diselesaikan dengan anestesi lokal.
Kesimpulannya, insersi chip kartilago transtimpani ke dalam ET
melalui teknik miringotomi superior anterior transkanal merupakan pilihan
bedah yang aman dan dapat diakses untuk pengobatan PET dan
memberikan hasil yang reliabel dan memuaskan untuk pasien PET.

Anda mungkin juga menyukai