YARSI
LAPORAN KASUS KONSERVASI
Pembimbing
MORITA AB
1112015022
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang melibatkan email, dentin dan pulpa.
Adanya kerusakan pada gigi, baik oleh karena karies maupun trauma dapat berakibat terganggunya
fungsi gigi secara maksimal. Kerusakan gigi dapat diawali dengan keradangan pulpa dan bila tidak
dilakukan perawatan dapat berlanjut dengan kematian pulpa atau yang dikenal dengan istilah pulpa
nekrosis.1
Pulpa nekrosis adalah matinya pulpa baik sebagian atau seluruhnya yang dapat terjadi
karena inflamasi maupun rangsangan traumatik. Penyebab nekrosis adalah bakteri, trauma, iritasi
bahan restorasi maupun inflamasi dari pulpa yang berlanjut. Gigi yang mengalami nekrosis
memerlukan perawatan saluran akar (PSA), yang bertujuan untuk membersihkan ruang pulpa dari
jaringan pulpa yang telah terinfeksi.1
Keberhasilan PSA berdasar pada diagnosis yang akurat dan rencana perawatan yang tepat,
pengetahuan anatomi dan morfologi gigi, debrideman, disinfeksi, dan obturasi sistem saluran
akar.2 Kegagalan PSA bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kesalahan diagnosa dan
rencana perawatan, serta kesalahan dalam prosedur perawatan.3
Diagnosis yang tepat dan akurat akan sangat membantu dalam menyusun rencana
perawatan yang sesuai, sehingga kesalahan perawatan atau tindakan yang seharusnya tidak
diperlukan dapat dihindari, serta dapat memberi hasil perawatan yang memuaskan sehingga tidak
merugikan pasien karena dilayani dengan perawatan yang tepat.4
Mendiagnosis karies bukan merupakan hal yang mudah dan sederhana. Diagnosis yang
hanya didasarkan pada pemeriksaan visual saja tidak dapat memberi hasil yang akurat, karena
banyak hal lain yang turut berperan dalam penentuan diagnosis karies. Karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan dengan berbagai metode secara cermat untuk mendapatkan diagnosis karies yang
tepat dan akurat.4
Pada laporan kasus ini, kami akan membahas mengenai pengegakkan diagnosis dan
perawatan gigi nekrosis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Foto Klinis
3.3 Odontogram
Odontogram
GIGI T DIAGNOSIS RENCANA GIGI T DIAGNOSIS RENCANA
V PERAWATAN V PERAWATAN
18 + Pulpa normal RK Klas 1 21 + Nekrosis Pulpa PSA + Pasak
(D3,Site 1, (D6, Site 2, Dowel
Size 1) Size 3)
17 + Pulpa normal RK Klas 1 22 + Sou
(D3,Site 1,
Size 1)
16 + Pulpa normal RK Klas 1 23 + Sou
(D4,Site 1,
Size 2)
15 + Sou 24 + Sou
14 + Sou 25 + Sou
13 + Sou 26 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
12 + Sou+Atrisi 27 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
11 + Sou 28 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
41 + Sou 38 + Pulpa normal RK Klas 1
(D4,Site 1,
Size 2)
42 + Sou 37 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
43 + Sou 36 Missing
44 + Sou 35 + Sou
45 + Sou 34 + Sou
46 Missing 33 + Sou+Atrisi
47 + Pulpa normal RK Klas 1 32 + Sou+Atrisi
(D4,Site 1,
Size 2)
48 + Pulpa normal RK Klas 1 31 + Sou+Atrisi
(D4,Site 1,
Size 2)
Menetapkan diagnosis karies gigi penting untuk identifikasi kebutuhan perawatan sesuai indikasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
radiologis.12 Penegakkan diagnosis umumnya didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis dan
radiologis. Anamnesis sendiri tidak dapat dijadikan data yang akurat untuk dapat mengetahui
adanya karies dini baik primer maupun sekunder, karena umumnya belum memberikan keluhan
subjektif kepada pasien. Pemeriksaan klinis dengan penggunaan sonde juga tidak selalu
menghasilkan diagnosis yang tepat, bahkan mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kavitasi
yang seharusnya masih dapat dihindari. Penilaian karies dini melalui gambaran radiografik juga
terbatas, karena sangat dipengaruhi oleh derajat demineralisasi, letak karies, ketebalan jaringan
gigi, dan lain-lain.4
Kegagalan yang terjadi sebelum perawatan biasanya disebabkan oleh diagnosis dan seleksi
kasus yang salah. Prognosis gigi yang akan dirawat sebetulnya buruk akan tetapi perawatan tetap
dilakukan sehingga dalam waktu yang tidak lama akan timbul lagi gejala yang merupakan
kegagalan perawatan.13
Pada kasus ini pasien mengalami trauma gigi yang menyebabkan perubahan warna
intrinsik menjadi warna kehitaman yang dihasilkan dari deposit produk penyebab perdarahan ke
dalam tubulus dentinalis setelah trauma pada pulpa. Pasien diberikan medikamen dengan CHKM
mengalami rasa sakit, kemudian keesokan harinya medikamen diberikan lagi dengan pasta
Ledermix dan rasa sakitnya hilang. Kesalahan diagnosis pada kasus ini yang sebelumnya pulpitis
ireversibel karena ketidaktepatan dalam pemeriksaan klinis. Pentingnya mendiagnosis yang benar
karena akan mempengaruhi ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan rencana perawatan dan
hasil pengobatan dari suatu pasien.
Pemilihan medikamen yang tepat menentukan keberhasilan perawatan. Senyawa fenol
dipilih sebagai medikamen karena secara in vitro efektif terhadap kuman patogen pada perawatan
endodontik. Namun pada penelitian klinis ternyata konsentrasinya dalam saluran akar akan
menurun 2/3 pada 24 jam pertama terutama apabila penutupan koronal tidak baik. Sebaiknya
hindari menempatkan kapas butir yang dibasahi larutan tersebut di kamar pulpa, karena orifis akan
tersumbat disamping kemungkinan kapasnya tidak steril. Penempatan paper point juga tidak
disarankan. Akhir-akhir ini efektivitas golongan fenol demikian juga golongan aldehida
dipertanyakan toksisitas dan kemungkinan mutagenitas.2
Pertimbangan pemberian antibiotik secara lokal/topikal lebih karena adanya resiko efek
sistemik bila diberikan secara oral. Hal yang paling mungkin adalah reaksi alergi, toksisitas, efek
samping dan kemungkinan adanya strain mikroba yang resisten. Oleh karena umumnya satu jenis
antibiotik hanya efektif terhadap satu jenis mikroba maka digunakan kombinasi beberapa
antibiotik sehingga dikenal sebagai pasta poliantibiotik. Selain itu ada pula poliantibotik yang
dikombinasikan dengan kortikosteroid intuk mengontrol nyeri dan inflamasi.2
Kalsium hidroksida merupakan drug of choice karena efektivitasnya yang cukup luas. Efek
perubahan pH di dalam saluran akar dapat meluas ke ligamen periodontal sehingga memungkinkan
kalsium hidroksida efektif pada jarak yang cukup jauh darinya. Namun demikian kebanyakan
peneliti menyarankan perlunya kontak langsung dengan target area untuk mencapai efek maksimal
antimikroba. Karena selain sebagai medikamen, kalsium hidroksida digunakan juga pada
perawatan pulp capping, apeksifikasi dan apeksogenesis. Selain itu kalsium hidroksida mudah
diresorbsi sehingga apabila terjadi ekstrusi melewati apeks, meskipun tidak ideal tapi jarang
menimbulkan masalah secara klinis.1
Pertimbangan utama pemberian medikamen adalah untuk memenuhi salah satu tujuan
preparasi sistem saluran akar, yaitu membantu menurunkan residu biofilm mikroba dan jaringan
organik serta membunuh bakteri yang tersisa. Dengan demikian medikamen juga mencegah
rekolonisasi bakteri di dalam sistem saluran akar, baik itu bakteri yang tertinggal setelah preparasi
maupun yang baru masuk melalui komunikasi lateral atau akses koronal. Selain itu medikamen
juga dapat mereda rasa sakit dan memfasilitasi penyembuhan apikal.2 Pembersihan saluran akar
atau debridemen juga penting karena untuk mengurangi iritan sampai ke daerah yang sulit dicapai
dan untuk mengobturasi saluran akar sehingga sisa-sisa iritan itu akan terisolasi di dalam saluran
akar.9
Perawatan dikatakan berhasil bila tidak ada nyeri atau pembengkakan berdasarkan keluhan
pasien, pada pemeriksaan objektif tidak ada gejala saat gigi diperkusi, tidak terdapat kerusakan
jaringan lunak, gigi tidak mobiliti, dan pada pemeriksaan radiografi tidak ditemukan lesi
radiolusen atau lesi yang sebelumnya ada telah sembuh yang dievaluasi minimal selama satu
tahun. Gejala-gejala yang menetap (misalnya pembengkakan, nyeri, nyeri tumpul yang menetap
atau sensitif ketika mengunyah) biasanya mengindikasikan suatu kegagalan. Secara radiografik
jika patosisnya menetap atau berkembang dapat dikatakan bahwa perawatan yang dilakukan gagal,
khususnya lesi radiolusen yang tetap tidak berubah, telah membesar atau telah berkembang di
bandingkan pada awal perawatan.9
BAB 5
KESIMPULAN
1. Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan
oleh Dokter gigi karena mempengaruhi ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan
terhadap pasien.
2. Diagnosis yang tepat didapatkan dengan mendapatkan informasi mengenai riwayat medis dan
giginya, melakukan pemeriksaan subyektif, pemeriksaan obyektif, pemeriksaan periodontium
dan pemeriksaan radiograf.
3. Perawatan saluran akar untuk mempertahankan fungsi gigi yang tingkat keberhasilan dan
kegagalan perawatannya banyak faktor yang mempengaruhi.
4. Kegagalan PSA bisa disebabkan oleh kesalahan diagnosa dan rencana perawatan, serta
kesalahan dalam prosedur perawatan.
5. Keberhasilan PSA dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang
terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Triharsa S, Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis
Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced
Composit (Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Maj Ked Gi. 2013; 20(1): 71-7.
2. Kirana Mattulada I. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang rasional. Bagian
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Dentofasial. 2010; 9(1): 63-
68.
3. Novita Sari A. Root Canal Retreatment menggunakan Kombinasi Kalsium Hidroksida dan
Chlorhexidine sebagai Medikamen Intra Kanal Insisivus Sentral Kiri Maksila. Program Studi
Konservasi Gigi, Universitas Gadjah Mada. Maj Ked Gi. 2014; 21(2): 165 – 170.
4. Nursasongko B. Diagnosis karies. JKGUI. 2000; 425-429.
5. Apriyono DK. Kedaruratan endodonsia. Stomatognatic FKG UNEJ. 2010; 7(1): 45-50.
6. Soeprapto A. Pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. 2017; 21-22.
7. Hargreaves K, Berman L. Cohen’s Pathways of the Pulp. 11th ed. St. Louis. 2016; 28-9.
8. Gutomo AS. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai restorasi dan pasak resin komposit
pada nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Maj Ked Gi. 2011; 18(1): 39-43.
9. Bachtiar ZA. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha.
Jurnal PDGI. 2016; 65(2): 60-7.
10. Karimah. Jenis-Jenis Bahan Dressing dan Irigasi Saluran Akar. Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwjaya. 2016. p. 1-12 (Cited 7 Oktober 23:00)
11. Himadri Pal. Application of Intracanal Medicaments: A Review. Journal of Dental and
Medical. 2019; 18(1): 14-21.
12. Sibarani MR. Karies: etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. UKI. 2014; 30(1): 14-22.
13. Sisthaningsih E, Suprastiwi E. Perawatan Ulang Saluran Akar Akibat Lepasnya Restorasi
Laporan Kasus. Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2006.
(Cited 13 Oktober 11:00).