Anda di halaman 1dari 22

UNIVERSITAS

YARSI
LAPORAN KASUS KONSERVASI

PENEGAKKAN DIAGNOSIS DAN PERAWATAN GIGI NEKROSIS

Pembimbing

Drg. Anita Rosa, Sp. KG

MORITA AB

1112015022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang melibatkan email, dentin dan pulpa.
Adanya kerusakan pada gigi, baik oleh karena karies maupun trauma dapat berakibat terganggunya
fungsi gigi secara maksimal. Kerusakan gigi dapat diawali dengan keradangan pulpa dan bila tidak
dilakukan perawatan dapat berlanjut dengan kematian pulpa atau yang dikenal dengan istilah pulpa
nekrosis.1
Pulpa nekrosis adalah matinya pulpa baik sebagian atau seluruhnya yang dapat terjadi
karena inflamasi maupun rangsangan traumatik. Penyebab nekrosis adalah bakteri, trauma, iritasi
bahan restorasi maupun inflamasi dari pulpa yang berlanjut. Gigi yang mengalami nekrosis
memerlukan perawatan saluran akar (PSA), yang bertujuan untuk membersihkan ruang pulpa dari
jaringan pulpa yang telah terinfeksi.1
Keberhasilan PSA berdasar pada diagnosis yang akurat dan rencana perawatan yang tepat,
pengetahuan anatomi dan morfologi gigi, debrideman, disinfeksi, dan obturasi sistem saluran
akar.2 Kegagalan PSA bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kesalahan diagnosa dan
rencana perawatan, serta kesalahan dalam prosedur perawatan.3
Diagnosis yang tepat dan akurat akan sangat membantu dalam menyusun rencana
perawatan yang sesuai, sehingga kesalahan perawatan atau tindakan yang seharusnya tidak
diperlukan dapat dihindari, serta dapat memberi hasil perawatan yang memuaskan sehingga tidak
merugikan pasien karena dilayani dengan perawatan yang tepat.4
Mendiagnosis karies bukan merupakan hal yang mudah dan sederhana. Diagnosis yang
hanya didasarkan pada pemeriksaan visual saja tidak dapat memberi hasil yang akurat, karena
banyak hal lain yang turut berperan dalam penentuan diagnosis karies. Karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan dengan berbagai metode secara cermat untuk mendapatkan diagnosis karies yang
tepat dan akurat.4
Pada laporan kasus ini, kami akan membahas mengenai pengegakkan diagnosis dan
perawatan gigi nekrosis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penegakkan diagnosis


Diagnosis yang tepat dan dapat menentukan sumber nyeri, klinisi harus mendapatkan informasi
yang tepat mengenai :5
- Riwayat medis dan riwayat gigi
- Mengajukan pertanyaan mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli
yang menyebabkan timbulnya nyeri
- Melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut
- Melakukan pemeriksaan intraoral
- Melakukan pengetesan pulpa
-
Melakukan tes palpasi, tes perkusi dan melakukan pemeriksaan radiograf.
2.1.1 Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan
riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri
yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar, besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri
yang terjadi pada waktu mastikasi atau ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin berasal
dari periapeks. Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri adalah
spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah satu gejala ini, besar
kemungkinan terdapat lelainan yang cukup signifikan.5
2.1.2 Pemeriksaan Obyektif
Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut:6
a. Pemeriksaan ekstraoral
- Visual dan palpasi untuk megetahui adanya pembengkakan.
- Kelenjar getah bening
• Teraba : Infeksi akut (lunak, nyeri), infeksi kronis (keras, nyeri), keganasan (keras, tidak nyeri)
• Tidak teraba/lunak tidak disertai nyeri: Tidak ada kelainan
b. Pemeriksaan intraoral
- Jaringan lunak (mukosa gingiva) : Ada tidaknya oedem, hiperemi, atau fistula
- Gigi : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan periapikal
• Mobilitas : Kegoyangan gigi
• Bite test : Menggigit tusuk gigi/stick perlahan-perlahan hingga oklusi, kemudian gigit lebih
keras
• Perkusi : Ketuk dengan jari/ujung kaca mulut pada insisal/oklusal; parallel terhadap sumbu
gigi
• Palpasi : Tekanan ringan pada mukosa daerah apeks gigi
Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan, pemeriksaan dengan kaca mulut
dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya kerusakan restorasi, mahkota yang berubah warna,
karies sekunder atau adanya fraktur. Tes periradikuler membantu mengidentifikasi inflamasi
periradikuler sebagai asal nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau
menggoyangkan gigi dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut. Tes vitalitas pulpa tidak
begitu bermanfaat pada pasien yang sedang menderita sakit akut karena dapat menimbulkan
kembali rasa sakit yang dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik dilakukan untuk memeriksa apakah
gigi masih vital atau nekrosis.5
- Tes vitalitas bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:6
• Termal : Dingin dengan ethyl chloride atau dry ice. Caranya dengan keringkan gigi,
semprotkan ethyl chloride pada cotton pellet dan tunggu hingga membentuk bunga es lalu
tempelkan 1/3 tengah bukal (tidak mengenai gingiva).
• Elektrik dengan arus listrik kecil : Ada sensasi kesemutan. Caranya os pegang probe (anode),
tempelkan katode pada bukal dan gigi (bukan pada restorasi), nyalakan alat.
• Sondasi
• Kavitas dengan bur bulat highspeed + waterspray
• Visual : Jika gigi berubah warna kehitaman. Indikasi nekrosis pulpa
• Anestesi selektif. Caranya dengan anestesi gigi yang dicurigai, jika nyeri hilang maka benar
• Tes transiluminasi : Mengidentifikasi fraktur (fraktur tidak akan mentransiluminasikan
cahaya) dapat juga karies.
2.1.3 Pemeriksaan Periodontium
Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde periodontium (periodontal
probe) untuk membedakan kasus endodontik atau periodontik. Abses periodontium dapat
menstimuli gejala suatu abses apikalis akut. Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih
vital dan terdapat poket yang terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa
nekrosis. Abses ini kadang berhubungan dengan sulkus sehingga sulkus menjadi dalam. Jika
diagnosis bandingnya sukar ditentukan, tes kavitas mungkin dapat membantu mengidentifikasi
status pulpa.5
2.1.4 Pemeriksaan Radiograf
Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang tepat, memberikan
banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem saluran akar. Pemeriksaan
radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi periradikuler mungkin ada,
tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan tulang kortikal, struktur jaringan
sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula, lesi yang terlihat pada film, ukuran radiolusensinya
hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang sebenarnya.5

2.2 Penyakit pulpa


2.2.1 Pulpa normal
Pulpa normal adalah kategori diagnostik klinis di mana pulpa tidak memiliki gejala dan biasanya
responsif terhadap tes pulpa. Gigi dengan pulpa normal biasanya tidak menunjukkan gejala
spontan. Gejala-gejala yang dihasilkan dari tes pulpa ringan, tidak menyebabkan pasien tertekan,
dan menghasilkan sensasi sementara yang sembuh dalam hitungan detik. Secara radiografi,
mungkin ada berbagai tingkat kalsifikasi pulpa tetapi tidak ada bukti resorpsi, karies, atau paparan
pulpa mekanis. Tidak ada perawatan endodontik diindikasikan untuk gigi ini.7
2.2.2 Pulpitis reversibel
Ketika pulpa di dalam gigi teriritasi sehingga rangsangan tidak nyaman bagi pasien tetapi segera
pulih setelah iritasi. Faktor penyebab meliputi karies, perawatan gigi yang baru dilakukan terhadap
dentin, dan kerusakan restorasi. Pengangkatan iritan secara konservatif akan mengatasi gejalanya.
Apabila ada dentin yang terpapar, tanpa bukti patosis pulpa, yang kadang-kadang dapat merespons
dengan nyeri yang dapat sembuh dengan cepat bila terkena rangsangan termal, mekanis, osmotik,
atau kimiawi.7
2.2.3 Pulpitis Irevesibel
Seiring perkembangan penyakit pulpa, kondisi inflamasi pulpa dapat berubah menjadi pulpitis
yang ireversibel. Pada tahap ini, pengobatan untuk menghilangkan pulpa yang sakit akan
diperlukan. Kondisi ini dapat dibagi menjadi pulpitis ireversibel simptomatik dan asimptomatik.7
a. Pulpitis ireversibel simptomatik adalah diagnosis klinis berdasarkan temuan subjektif dan
objektif yang menunjukkan bahwa pulpa vital yang meradang tidak mampu disembuhkan. Gigi
yang diklasifikasikan sebagai pulpitis simptomatik menunjukkan nyeri intermiten atau
spontan. Paparan yang cepat terhadap perubahan suhu yang dramatis (terutama terhadap
rangsangan dingin) akan menimbulkan nyeri yang meningkat dan berkepanjangan bahkan
setelah stimulus termal telah dihilangkan. Rasa sakit dalam kasus ini mungkin tajam,
terlokalisasi, dan difus. Biasanya, ada sedikit atau tidak ada perubahan dalam penampilan
radiografi tulang periradikular. Dengan pulpitis ireversibel lanjut, penebalan ligament
periodontal dapat menjadi jelas pada radiograf, dan mungkin ada beberapa bukti iritasi pulpa
berdasarkan ruang pulpa yang luas atau kalsifikasi ruang saluran akar. Biasanya, ketika pulpitis
gejala ireversibel tetap tidak diobati, pulpa tersebut akan menjadi nekrotik.7
b. Pulpitis ireversibel asimptomatik adalah diagnosis klinis berdasarkan temuan subjektif dan
objektif yang menunjukkan bahwa pulpa yang meradang vital tidak dapat disembuhkan.
Namun, pasien tidak mengeluhkan gejala apa pun. Kadang-kadang, karies yang dalam tidak
akan menghasilkan gejala apa pun, meskipun karies klinis atau radiografi dapat meluas ke
dalam pulpa. Jika tidak diobati, gigi bisa menjadi gejala atau pulpa akan menjadi nekrotik.
Dalam kasus pulpitis ireversibel asimptomatik, pengobatan endodontik harus dilakukan
sesegera mungkin agar pulpitis irreversible simptomatik atau nekrosis tidak berkembang dan
menyebabkan nyeri dan kesakitan parah pada pasien.7

2.2.4 Nekrosis pulpa


Kategori diagnostik klinis yang menunjukkan kematian pulpa gigi. Pulpa biasanya tidak responsif
terhadap pengujian pulpa. Ketika nekrosis pulpa (atau pulpa nonvital) terjadi, suplai darah pulpa
tidak ada dan saraf pulpa tidak berfungsi. Ini adalah satu-satunya klasifikasi klinis yang secara
langsung mencoba menggambarkan status histologis pulpa (atau ketiadaan). Kondisi ini terjadi
setelah pulpitis tidak bergejala atau asimtomatik. Setelah pulpa menjadi nekrosis sepenuhnya, gigi
biasanya akan menjadi asimtomatik sampai saat terjadi perluasan proses penyakit ke jaringan
periradikuler.8
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, saraf dan sel odontoblast, memiliki kemampuan
untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis
pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan
menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa
dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang
meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.5
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan
pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat
terbentuknya tubuli dentin dan direct pulpa exposure, hal ini memudahkan infeksi bakteri ke
jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan
penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan
sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Tubuli dentin
dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau
akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel,
fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari tubuli dentin inilah infeksi bakteri dapat
mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan, direct pulpal exposure bisa
disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena
adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteri menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan
jaringan pulpa.5
Gigi dengan pulpa nekrosis tidak selalu menimbulkan gejala rasa sakit, adanya perubahan
warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan seringkali merupakan indikasi kematian pulpa.
Bila ada rangsang panas gigi yang nekrosis akan terasa sakit karena terjadi pemuaian gas yang
akan menekan ujung saraf jaringan vital yang ada disekitarnya, sedangkan dengan aplikasi dingin
dan stimuli elektrik pada gigi dengan pulpa nekrosis biasanya tidak menimbulkan respon.8
Gigi juga dapat menunjukkan gejala pulpitis ireversibel simptomatik. Nekrosis pulpa,
dengan tidak adanya restorasi, karies, atau cedera, kemungkinan disebabkan oleh fraktur
longitudinal yang memanjang dari permukaan oklusal dan ke pulpa. Setelah pulpa menjadi
nekrosis, pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan di dalam kanal. Ketika infeksi ini (atau produk
sampingan bakterinya) meluas ke ruang ligamen periodontal, gigi dapat menjadi gejala perkusi
atau menunjukkan nyeri spontan. Perubahan radiografi dapat terjadi, mulai dari penebalan ruang
ligamen periodontal hingga munculnya lesi radiolusen periapikal.7
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis
pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu
terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.
Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apeks dan
selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler
pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi
kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan
menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk
penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.5
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala
pulpitis yang ireversibel. Nekrosis total, sebelum mengenai ligamentum periodontal biasanya tidak
menunjukkan gejala. Tidak merespon terhadap tes suhu atau elektrik. Kadang-kadang bagian
depan mahkota gigi akan menghitam. Tampilan radiografik pada destruksi tulang ataupun pada
bagian yang mengalami fraktur merupakan indikator terbaik dari nekrosis pulpa dan mungkin
membutuhkan beberapa bulan untuk perkembangan.5

2.3 Penatalaksanaan gigi nekrosis


Perawatan saluran akar merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengeliminasi sebanyak
mungkin bakteri dari dalam saluran akar. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kombinasi
preparasi mekanis dan pemberian larutan irigasi untuk membuang atau melarutkan debris organik
dan anorganik, menghancurkan bakteri, membuang smear layer dan mempertahankan
permeabilitas dentin.2
Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap (triad endodontik), yaitu preparasi
biomekanis meliputi pembersihan dan pembentukan, sterilisasi yang meliputi irigasi dan
disinfeksi, serta pengisian saluran akar. Mikroba direduksi atau dieliminasi di dalam sistem saluran
akar, agar terjadi proses penyembuhan melalui tindakan pembersihan dan pembentukan saluran
akar (cleaning and shaping). Pembersihan dilakukan dengan mengeluarkan jaringan pulpa vital
dan nekrotik, serta mereduksi mikroorganisme. Pembentukan dilakukan dengan membentuk
saluran akar sedemikian rupa agar saluran akar dapat menerima bahan pengisi dengan baik.9
Gigi yang nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons terhadap stimuli, gigi
tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital di saluran akar di daerah apeks
dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi yang menimbulkan nyeri (periodontitis akut).
Oleh karena itu, demi kenyamanan dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan.
Setelah pemasangan rubber dam, debridemen yang sempurna merupakan perawatan pilihan. Jika
waktu tidak memungkinkan, dilakukan debridemen parsial pada panjang kerja yang diperkirakan.
Saluran akar tidak boleh diperlebar tanpa mengetahui panjang kerja. Selama pembersihan saluran
akar dan pada penyelesaian prosedur ini dilakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit,
kemudian keringkan dengan paper point.5
Pembersihan saluran akar atau debridemen merupakan proses pembuangan iritan dari
sistem saluran akar. Tujuannya adalah untuk membasmi iritan tersebut walaupun dalam
kenyataannya sulit mengeliminasi semua iritan. Iritan-iritan tersebut adalah bakteri, produk
samping bakteri, jaringan nekrotik, debris organik, darah, dan kontaminan lain. Teknik
pembersihan saluran akar dengan cara instrumen berkontak pada dinding saluran akar dan
membersihkan secara mekanis dinding saluran akar untuk melepas debris. Selanjutnya, bahan
irigasi secara kimiawi akan melarutkan sisa-sisa zat organik dan menghancurkan mikroorganisme
dan kemudian bahan irigasi ini akan membersihkan semua debris dari rongga saluran akar dan
akhirnya akan membebaskan saluran akar dari iritan.9
Bahan irigasi yang digunakan adalah sodium hipoklorit dimana bahan irigasi ini mampu
melarutkan jaringan pulpa dan sebagai agen antimikroba. Namun pada penelitian diungkapkan,
untuk mencapai pembersihan yang sempurna sangat sulit dicapai walaupun klinisi sudah berupaya
dengan baik. Sehingga tujuan pembersihan adalah untuk mengurangi iritan sampai ke daerah yang
sulit dicapai dan untuk mengobturasi saluran akar sehingga sisa-sisa iritan itu akan terisolasi di
dalam saluran akar.9
Jika saluran akar yang cukup lebar, diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditambal
sementara. Sejumlah klinisi menempatkan cotton pellet yang dibasahi medikamen intrakanal di
kamar pulpa sebelum penambalan sementara, dan sebenarnya pemberian medikamen itu tidak
bermanfaat.5
Medikamen saluran akar adalah pemberian bahan-bahan kimiawi atau bahan antiseptik
pada rongga pulpa untuk menghilangkan sisa-sisa mikroorganisme yang masih terdapat setelah
prosedur preparasi selesai. Instrumentasi yang tepat pada saluran akar yang terinfeksi dapat
mengurangi jumlah bakteri, namun diketahui bahwa instrumentasi saja tidak dapat membersihkan
seluruh permukaan internal saluran akar. Bakteri dapat ditemukan pada dinding saluran akar,
dalam tubulus dentinalis dan percabangan saluran akar. Sehingga irigasi dan medikamen
intrakanal dibutuhkan untuk membunuh sisa mikroorganisme.10
Medikamen digunakan untuk membantu meningkatkan prognosis perawatan endodontik.
Bermacam-macam medikamen sebagai disinfeksi saluran akar yang menyeluruh, mengurangi
peradangan periradikuler, dengan demikian mengurangi rasa sakit antar kunjungan, mengurangi
jumlah atau membunuh dan mencegah pertumbuhan kembali bakteri, membantu mengeliminasi
eksudat periapikal bila ada, mencegah atau menahan resorpsi akar bila ada, dan mencegah reinfeksi
sistem saluran akar, yaitu bertindak sebagai barier kimia dan fisik bila restorasi sementara bocor.2
Bahan medikamen yang baik harus memenuhi syarat-syarat berikut:11
1. Suatu geminasi dan fungisida yang efektif
2. Tidak mengiritasi jaringan periapikal
3. Tetap stabil dalam larutan
4. Aktif dalam darah, serum dan derivate protein
5. Memiliki tegangan permukaan rendah
6. Tidak mengganggu perbaikan jaringan periapikal
7. Tidak menyebabkan pewarnaan pada struktur gigi
8. Tidak menyebabkan respon imun
9. Mampu mencegah kebocoran korona dan tidak berdifusi melalui tumpatan sementara.
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Nn. P
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Sunter Muara No. 31
No. Telepon : 087888866469
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Kunjungan : 29 Oktober 2019

1.2 Temuan Masalah Umum


a) Data subjektif
Pasien wanita datang ke RSGM YARSI ingin konsultasi masalah gigi depan atas yang patah saat
makan makaroni kurang lebih 6 tahun yang lalu, dan sudah ditambal di puskesmas. Pasien tidak
pernah mengeluh sakit. Sekarang gigi tersebut ada bayangan hitam sehingga pasien merasa tidak
percaya diri saat tersenyum. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik.
b) Data objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status Gizi : Normal
Tanda Vital : 110/76 mmHg
Nadi : 93 x/m
Pernafasan : 20 x/m
Suhu : 36 oC
Kebiasaan buruk : Tidak Ada
c) Status lokalis
1. Ekstraoral
Pembesaran kelenjar : TAK
Wajah : Simetri
Bibir : TAK
TMJ : TAK
2. Intraoral
Sisa makanan : Tidak ada
Plak : Ada di seluruh gigi
Kalkulus : Ada, klas III posterior atas dan bawah
Gingiva : TAK
Crowding : Gigi 12, 22, 35, 42, 44
Mukosa : TAK
OHIS : 3,5 (buruk)

Foto Klinis
3.3 Odontogram
Odontogram
GIGI T DIAGNOSIS RENCANA GIGI T DIAGNOSIS RENCANA
V PERAWATAN V PERAWATAN
18 + Pulpa normal RK Klas 1 21 + Nekrosis Pulpa PSA + Pasak
(D3,Site 1, (D6, Site 2, Dowel
Size 1) Size 3)
17 + Pulpa normal RK Klas 1 22 + Sou
(D3,Site 1,
Size 1)
16 + Pulpa normal RK Klas 1 23 + Sou
(D4,Site 1,
Size 2)
15 + Sou 24 + Sou
14 + Sou 25 + Sou
13 + Sou 26 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
12 + Sou+Atrisi 27 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
11 + Sou 28 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
41 + Sou 38 + Pulpa normal RK Klas 1
(D4,Site 1,
Size 2)
42 + Sou 37 + Pulpa normal RK Klas 1
(D3,Site 1,
Size 1)
43 + Sou 36 Missing
44 + Sou 35 + Sou
45 + Sou 34 + Sou
46 Missing 33 + Sou+Atrisi
47 + Pulpa normal RK Klas 1 32 + Sou+Atrisi
(D4,Site 1,
Size 2)
48 + Pulpa normal RK Klas 1 31 + Sou+Atrisi
(D4,Site 1,
Size 2)

3.4 Faktor Resiko Karies


1. Sikap : Mau mengubah sikap
2. Status : Perlu diperbaiki
3. Saliva (Tanpa Stimulasi)
- Hidrasi : 30-60 detik (Kuning)
- Viskositas : Kental (Merah)
- pH : 6,0-6,6 (Kuning)
4. Saliva (Dengan Stimulasi)
- Kecepatan aliran/5 menit : 3,5-5,0 ml (Kuning)
- Kapasitas buffer : 6-9 (Kuning)
- pH : 6,0-6,6 (Kuning)
5. Fluor : Pasta gigi
6. Diet
- Gula : >2x/hr
- Asam : <2x/hr
7. Obat peningkat aliran saliva : Tidak
8. Penyakit penyebab mulut kering : Tidak
9. Protesa/Alat orthodonti : Tidak
10. Karies aktif : Ya
11. Sikap : Ya

3.5 Perawatan non invasif


1. Pembersihan gigi dan mulut : Sikat gigi 2x sehari
2. Diet mengurangi : Gula dan cemilan diantara waktu makan utama
3. Saliva : Meningkatkan asupan air
4. Fluor : Pasta gigi

3.6 Pemeriksaan, Diagnosis, dan Rencana Perawatan gigi 21


a. Pemeriksaan
• Pemeriksaan Subjektif
Ada bayangan hitam pada gigi depan bagian kiri. Sebelumnya gigi pernah patah dan ditambal.
• Pemeriksaan objektif
Secara klinis terlihat ada restorasi dan bayangan hitam di bagian distal meluas ke labial. Tes
vitalitas (-), perkusi (+), palpasi (-), gingiva normal.
• Pemeriksaan radiografi
Terdapat gambaran radiolusen pada 1/3 tengah mahkota bagian mesial hingga mencapai pulpa
b. Diagnosis
Diagnosis kerja : Nekrosis pulpa
c. Rencana Perawatan
Dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 21. Perawatan saluran akar merupakan pilihan
perawatan untuk penyakit pulpa pada saluran akar dengan menghilangkan bakteri dan produk
metabolismenya dari sistem saluran akar. Tujuannya mempertahankan gigi agar tetap berfungsi.
Tahap perawatan saluran akar:

No Tanggal Diagnosis Tindakan


gigi
1. 24-01-2020 Pengisian status dan melakukan
pemeriksaan saliva check
2. 31-01-2020 Nekrosis PSA gigi 21
pulpa gigi - Menentuksn panjang kerja (21 mm)
21 - Anastesi infiltrasi
- Open akses
- Ekstirpasi
- Irigasi SA→keringkan
- Medikamen CHKM
- TS
3. 04-02-2020 Nekrosis PSA gigi 21
pulpa gigi - Anastesi infiltrasi
21 - Open TS
- Preparasi SA (crown down), inisial file
15, pjg kerja 21 mm. MAF & MAC 30/
pjg kerja 21 mm.
- Preparasi SA (step back). File 35/pjg
SA 19 mm + file 40/pjg SA 18 mm +
file 45/pjg SA 17 mm (rekapitulasi)
- Irigasi SA→keringkan
- Rontgen
- Medikamen CHKM
- TS
4. 05-02-2020 Nekrosis PSA gigi 21
pulpa gigi - Anastesi infiltrasi
21 - Open TS
- Medikamen ledermix
- TS
5. 11-02-2020 Nekrosis PSA gigi 21
pulpa gigi - Open TS
21 - Irigasi SA→keringkan
- Pengisian SA
- Tumpat GIC
7. 05-03-2020 Post PSA gigi Kontrol PSA gigi 21
21 - Tidak ada keluhan
- Perkusi –
- Palpasi –
- Kegoyangan -
Foto 1. Rontgen sebelum perawatan

Foto 2. Rontgen File Foto 3. Rontgen Pengisian Saluran Akar


BAB 4
PEMBAHASAN

Menetapkan diagnosis karies gigi penting untuk identifikasi kebutuhan perawatan sesuai indikasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
radiologis.12 Penegakkan diagnosis umumnya didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis dan
radiologis. Anamnesis sendiri tidak dapat dijadikan data yang akurat untuk dapat mengetahui
adanya karies dini baik primer maupun sekunder, karena umumnya belum memberikan keluhan
subjektif kepada pasien. Pemeriksaan klinis dengan penggunaan sonde juga tidak selalu
menghasilkan diagnosis yang tepat, bahkan mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kavitasi
yang seharusnya masih dapat dihindari. Penilaian karies dini melalui gambaran radiografik juga
terbatas, karena sangat dipengaruhi oleh derajat demineralisasi, letak karies, ketebalan jaringan
gigi, dan lain-lain.4
Kegagalan yang terjadi sebelum perawatan biasanya disebabkan oleh diagnosis dan seleksi
kasus yang salah. Prognosis gigi yang akan dirawat sebetulnya buruk akan tetapi perawatan tetap
dilakukan sehingga dalam waktu yang tidak lama akan timbul lagi gejala yang merupakan
kegagalan perawatan.13
Pada kasus ini pasien mengalami trauma gigi yang menyebabkan perubahan warna
intrinsik menjadi warna kehitaman yang dihasilkan dari deposit produk penyebab perdarahan ke
dalam tubulus dentinalis setelah trauma pada pulpa. Pasien diberikan medikamen dengan CHKM
mengalami rasa sakit, kemudian keesokan harinya medikamen diberikan lagi dengan pasta
Ledermix dan rasa sakitnya hilang. Kesalahan diagnosis pada kasus ini yang sebelumnya pulpitis
ireversibel karena ketidaktepatan dalam pemeriksaan klinis. Pentingnya mendiagnosis yang benar
karena akan mempengaruhi ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan rencana perawatan dan
hasil pengobatan dari suatu pasien.
Pemilihan medikamen yang tepat menentukan keberhasilan perawatan. Senyawa fenol
dipilih sebagai medikamen karena secara in vitro efektif terhadap kuman patogen pada perawatan
endodontik. Namun pada penelitian klinis ternyata konsentrasinya dalam saluran akar akan
menurun 2/3 pada 24 jam pertama terutama apabila penutupan koronal tidak baik. Sebaiknya
hindari menempatkan kapas butir yang dibasahi larutan tersebut di kamar pulpa, karena orifis akan
tersumbat disamping kemungkinan kapasnya tidak steril. Penempatan paper point juga tidak
disarankan. Akhir-akhir ini efektivitas golongan fenol demikian juga golongan aldehida
dipertanyakan toksisitas dan kemungkinan mutagenitas.2
Pertimbangan pemberian antibiotik secara lokal/topikal lebih karena adanya resiko efek
sistemik bila diberikan secara oral. Hal yang paling mungkin adalah reaksi alergi, toksisitas, efek
samping dan kemungkinan adanya strain mikroba yang resisten. Oleh karena umumnya satu jenis
antibiotik hanya efektif terhadap satu jenis mikroba maka digunakan kombinasi beberapa
antibiotik sehingga dikenal sebagai pasta poliantibiotik. Selain itu ada pula poliantibotik yang
dikombinasikan dengan kortikosteroid intuk mengontrol nyeri dan inflamasi.2
Kalsium hidroksida merupakan drug of choice karena efektivitasnya yang cukup luas. Efek
perubahan pH di dalam saluran akar dapat meluas ke ligamen periodontal sehingga memungkinkan
kalsium hidroksida efektif pada jarak yang cukup jauh darinya. Namun demikian kebanyakan
peneliti menyarankan perlunya kontak langsung dengan target area untuk mencapai efek maksimal
antimikroba. Karena selain sebagai medikamen, kalsium hidroksida digunakan juga pada
perawatan pulp capping, apeksifikasi dan apeksogenesis. Selain itu kalsium hidroksida mudah
diresorbsi sehingga apabila terjadi ekstrusi melewati apeks, meskipun tidak ideal tapi jarang
menimbulkan masalah secara klinis.1
Pertimbangan utama pemberian medikamen adalah untuk memenuhi salah satu tujuan
preparasi sistem saluran akar, yaitu membantu menurunkan residu biofilm mikroba dan jaringan
organik serta membunuh bakteri yang tersisa. Dengan demikian medikamen juga mencegah
rekolonisasi bakteri di dalam sistem saluran akar, baik itu bakteri yang tertinggal setelah preparasi
maupun yang baru masuk melalui komunikasi lateral atau akses koronal. Selain itu medikamen
juga dapat mereda rasa sakit dan memfasilitasi penyembuhan apikal.2 Pembersihan saluran akar
atau debridemen juga penting karena untuk mengurangi iritan sampai ke daerah yang sulit dicapai
dan untuk mengobturasi saluran akar sehingga sisa-sisa iritan itu akan terisolasi di dalam saluran
akar.9
Perawatan dikatakan berhasil bila tidak ada nyeri atau pembengkakan berdasarkan keluhan
pasien, pada pemeriksaan objektif tidak ada gejala saat gigi diperkusi, tidak terdapat kerusakan
jaringan lunak, gigi tidak mobiliti, dan pada pemeriksaan radiografi tidak ditemukan lesi
radiolusen atau lesi yang sebelumnya ada telah sembuh yang dievaluasi minimal selama satu
tahun. Gejala-gejala yang menetap (misalnya pembengkakan, nyeri, nyeri tumpul yang menetap
atau sensitif ketika mengunyah) biasanya mengindikasikan suatu kegagalan. Secara radiografik
jika patosisnya menetap atau berkembang dapat dikatakan bahwa perawatan yang dilakukan gagal,
khususnya lesi radiolusen yang tetap tidak berubah, telah membesar atau telah berkembang di
bandingkan pada awal perawatan.9
BAB 5
KESIMPULAN

1. Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan
oleh Dokter gigi karena mempengaruhi ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan
terhadap pasien.
2. Diagnosis yang tepat didapatkan dengan mendapatkan informasi mengenai riwayat medis dan
giginya, melakukan pemeriksaan subyektif, pemeriksaan obyektif, pemeriksaan periodontium
dan pemeriksaan radiograf.
3. Perawatan saluran akar untuk mempertahankan fungsi gigi yang tingkat keberhasilan dan
kegagalan perawatannya banyak faktor yang mempengaruhi.
4. Kegagalan PSA bisa disebabkan oleh kesalahan diagnosa dan rencana perawatan, serta
kesalahan dalam prosedur perawatan.
5. Keberhasilan PSA dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang
terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Triharsa S, Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis
Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced
Composit (Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Maj Ked Gi. 2013; 20(1): 71-7.
2. Kirana Mattulada I. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang rasional. Bagian
Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Dentofasial. 2010; 9(1): 63-
68.
3. Novita Sari A. Root Canal Retreatment menggunakan Kombinasi Kalsium Hidroksida dan
Chlorhexidine sebagai Medikamen Intra Kanal Insisivus Sentral Kiri Maksila. Program Studi
Konservasi Gigi, Universitas Gadjah Mada. Maj Ked Gi. 2014; 21(2): 165 – 170.
4. Nursasongko B. Diagnosis karies. JKGUI. 2000; 425-429.
5. Apriyono DK. Kedaruratan endodonsia. Stomatognatic FKG UNEJ. 2010; 7(1): 45-50.
6. Soeprapto A. Pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. 2017; 21-22.
7. Hargreaves K, Berman L. Cohen’s Pathways of the Pulp. 11th ed. St. Louis. 2016; 28-9.
8. Gutomo AS. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai restorasi dan pasak resin komposit
pada nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Maj Ked Gi. 2011; 18(1): 39-43.
9. Bachtiar ZA. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha.
Jurnal PDGI. 2016; 65(2): 60-7.
10. Karimah. Jenis-Jenis Bahan Dressing dan Irigasi Saluran Akar. Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwjaya. 2016. p. 1-12 (Cited 7 Oktober 23:00)
11. Himadri Pal. Application of Intracanal Medicaments: A Review. Journal of Dental and
Medical. 2019; 18(1): 14-21.
12. Sibarani MR. Karies: etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. UKI. 2014; 30(1): 14-22.
13. Sisthaningsih E, Suprastiwi E. Perawatan Ulang Saluran Akar Akibat Lepasnya Restorasi
Laporan Kasus. Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2006.
(Cited 13 Oktober 11:00).

Anda mungkin juga menyukai