Anda di halaman 1dari 21

Perawatan pada Karies Dalam, Pulpa Vital yang Terbuka,

dan Gigi tanpa Pulpa


Perawatan untuk pulpa gigi terbuka yang disebabkan oleh proses karies, secara tidak
disengaja selama preparasi kavitas, atau bahkan akibat dari cedera dan fraktur gigi, telah lama
hadir sebagai suatu tantangan dalam perawatan. Diawal tahun 1756, Pfaff melaporkan bahwa
menempatkan sepotong kecil emas diatas pulpa vital yang terbuka adalah suatu upaya untuk
mempercepat penyembuhannya.
Walaupun telah ditetapkan bahwa pulpa mampu menyembuhkan dirinya, masih banyak
yang harus dipelajari mengenai kontrol infeksi dan inflamasi pada pulpa vital. Metode yang ada
saat ini dalam mendiagnosis perluasan cedera pulpa masih kurang adekuat. Metode yang lebih
efektif dalam terapi pulpa masih dibutuhkan serta diperlukan juga penelitian lebih lanjut.

METODE DIAGNOSIS UNTUK PERAWATAN PULPA VITAL

RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat ada atau tidaknya penyakit mungkin tidak dapat diandalkan dalam diagnosis
banding pulpa gigi sulung yang terekspos seperti pada gigi permanen. Degenerasi dari pulpa gigi
sulung hingga terjadinya pembentukan abses tanpa anak mengingat rasa nyeri atau
ketidaknyamanan tidak jarang terjadi. Namun demikian, riwayat adanya sakit pada gigi harus
menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan gigi yang akan dilakukan terapi pulpa vital. Sakit
gigi yang terjadi saat makan atau segera setelahnya tidak diindikaskan adanya inflamasi pulpa
yang meluas. Nyeri mungkin disebabkan oleh akumulasi makanan di dalam lesi karies, oleh
adanya tekanan, atau oleh iritasi kimia pada pulpa vital yang dilindungi oleh selapis tipis dentin
yang utuh.
Sakit gigi yang parah saat malam hari biasanya merupakan tanda adanya degenerasi yang
meluas pada pulpa dan membutuhkan terapi pulpa lebih dari tipe yang konservatif. Sakit gigi
spontan yang lebih dari sesaat dan sering terjadi biasanya mendakan bahwa penyakit pulpa telah
berkembang terlalu jauh bahkan untuk dilakukan perawatan dengan pulpotomi sekalipun.
TANDA KLINIS DAN GEJALA
Adanya abses gingiva atau fistula berkaitan dengan gigi yang memiliki karies dalam
adalah suatu tanda klinis yang jelas pada penyakit pulpa ireversibel. Infeksi tersebut dapat
disembuhkan hanya dengan terapi endodontik yang sukses atau pencabutan gigi.
Kegoyangan gigi yang abnormal adalah tanda klinis lainnya yang mengindikasikan
adanya penyakit pulpa yang parah. Saat gigi tersebut dievaluasi kegoyangannya, hal tersebut
dapat menimbulkan nyeri terlokalisasi pada suatu area, namun hal ini tidak selalu terjadi.
Apabila tidak ada nyeri atau nyeri minimal selama pemeriksaan kegoyangan gigi, pulpa mungkin
berada dalam kondisi degeneratif yang lebih lanjut dan kronis. Kegoyangan gigi patologis harus
dibedakan dari kegoyangan gigi normal yang terjadi pada gigi sulung yang mendekati waktu
tanggalnya.
Sensitifitas terhadap perkusi atau tekanan merupakan gejala klinis yang mengidikasikan
beberapa derajat penyakit pulpa, namun pada tahap degeneratif pulpa termasuk dalam tipe
inflamasi akut. Kegoyangan gigi atau sensitifitas tergadap perkusi atau tekanan dapat menjadi
tanda klinis permasalahan gigi lainnya, seperti restorasi yang tinggi atau penyakit periodontal
lanjut. Bagaimanapun, saat informasi klinis ini diidentifikasi pada anak dan dikaitkan dengan
gigi yang memiliki karies dalam, masalahnya cenderung disebabkan karena penyakit pulpa dan
adanya keterlibatan inflamasi pada ligamen periodontal.

INTERPRETASI RADIOGRAF
Film x-ray terbaru harus dapat memeriksa bukti adanya perubahan pada area
periradikular atau periapikal, seperti penebalan ligamen periodontal atau rarefaksi dari tulang
pendukung. Kondisi ini selalu hampir mengesampingkan perawatan lainnya, selain prosedur
peawatan endodontik atau ekstraksi gigi. Interpretasi radiograf lebih sulit dilakukan pada anak-
anak daripada orang dewasa. Gigi permanen mungkin memiliki ujung akar yang belum terbentuk
sempurna yang memberikan tampilan radiolusensi periapikal, dan akar gigi sulung yang
mengalami resorpsi fisiologis normal seringkali menjadi gambaran yang mengecoh atau terlihat
sebagai perubahan patologis.
Dekatnya lesi karies terhadap pulpa tidak selalu dapat ditentukan secara akurat pada film
x-ray. Yang terlihat sebagai penghalang yang utuh dari dentin sekunder yang melindungi pulpa
mungkin sebenarnya adalah suatu perforasi massa dari material karies yang terkalsifikasi. Pulpa
yang berada dibawah material ini dapat mengalami inflamasi yang ekstensif (Gambar 19-1).
Bukti radiograf dari massa yang terkalsifikasi didalam kamar pulpa adalah penting secara
diagnostik. Apabila iritasi terhadap pulpa relatif ringan dan kronis, pulpa akan merespon dengan
inflamasi dan akan berusaha untuk mengeliminasi iritasi dengan cara memblok tubulus dentin
ireguler yang dilalui oleh faktor yang mengiritasi tersebut. Apabila iritasinya intens dan akut
serta apabila lesi karies berkembang dengan cepat, mekanisme defensif tidak memperoleh
kesempatan untuk menciptakan barrier dentin reparatif, sehingga proses berjalannya penyakit
dapat mencapai pulpa. Dalam hal ini pulpa berusaha untuk menciptakan suatu barrier pada jarak
tertentu dari area yang terpapar. Massa yang terkalsifikasi ini kadang terlihat pada tanduk pulpa
atau bahkan pada area jalan masuk menuju saluran akar. Pemeriksaan histologi pada gigi ini
memperlihatkan masa dari material terkalsifikasi yang iregular, amorphous yang tidak terlihat
seperti pulp stone (Gambar 19-2). Massa ini tidak memiliki kemiripan dengan dentin atau
dentinal barrier. Dalam setiap contoh, massa ini berkaitan dengan perubahan degeneratif tahap
lanjut pada pulpa koronal dan inflamasi pada jaringan di saluran akar.

Gambar 19-1. A, Molar satu permanen terlihat memiliki barrier dentin yang utuh dibawah lesi karies. B,
Potongan histologi memperluhatkan adanya perforasi dari barrier dengan material nekrotik pada area
yang terpapar. Terlihat inflamasi lanjut pada jaringan pulpa, yang mana cenderung memunculkan respon
nyeri spontan.
Gambar 19-2. A, Massa yang terkalsifikasi pada kamar pulpa dibawah area yang terpapar dihubungkan
dengan inflamasi ekstensif pada pulpa koronal dan pulpa saluran akar. B, Massa amorphous dikelilingi
oleh jaringan pulpa dengan inflamasi lanjut.

TEST PULPA
Kegunaan test pulpa elektrik dalam menentukan kondisi pulpa pada gigi sulung masih
dipertanyakan, walaupun hal tersebut akan memberikan indikasi apakah pulpa masih vital. Test
pulpa tidak memberikan bukti yang konkrit mengenai derajat inflamasi pulpa. Faktor yang
menyulitkannya adalah respon positif sesekali terhadap test pada gigi dengan pulpa yang
nekrotik bila isi saluran akar adalah likuid. Ketepatan test pulpa untuk anak juga terkadang
dipertanyakan karena daya tangkap anak yang berkaitan dengan test tersebut. Tes termal juga
memiliki masalah ketepatan pada gigi sulung. Kurangnya ketepatan mungkin berkaitan dengan
ketidakmampuan anak untuk memahami test yang dilakukan.
Beberapa metode telah dikembangkan dan dianjurkan sebagai teknik non-invasif untuk
mencatat aliran darah pada pulpa gigi manusia. Dua dari beberapa metode ini termasuk
penggunaan laser Doppler flowmeter dan transmitted-light photoplethysmography. Sebagai yang
diperlihatkan pada skema Gambar. 19-3, metode ini utamanya bekerja dengan mentransmisikan
suatu laser atau cahaya melalui mahkota gigi; sinyal tersebut disambut pada sisi gigi lainnya
dengan suatu fiber optik dan photocell. Manfaat yang nyata dari teknik ini adalah bersifat non-
invasif, utamanya dibandingkan dengan test pulpa elektrik. Tidak hanya terdapat ketidakakuratan
pada respon pulpa terhadap stimulus elektrik, namun alat test pulpa tersebut dapat menyebabkan
nyeri. Karena test tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan untuk pasien muda, rencana
perawatan gigi yang lebih jauh lagi dapat terganggu. Suatu penelitian oleh Miwa dan rekannya
menyarankan bahwa teknik transmisi cahaya dapat mendeteksi aliran darah pulpa pada gigi
permanen muda dan dapat diaplikasikan untuk menilai vitalitas pulpa.

Gambar 19-3. Gambaran skema transmitted-light photoplethysmography. LED, light-emitting diode.

KONDISI FISIK PASIEN


Walaupun pengamatan lokal merupakan hal paling penting dalam pemilihan kasus
perawatan pulpa, dokter gigi juga harus mempertimbangkan kondisi fisik pasien. Pada anak-anak
yang menderita penyakit serius, pencabutan gigi yang terlibat setelah premedikasi yang tepat
menggunakan antibiotik harus menjadi pilihan perawatan daripada terapi pulpa. Anak-anak
dengan kondisi yang membuat mereka rentan terhadap endokarditis bakteri subakut atau anak-
anak dengan nefritis, leukemia, tumor solid, neutropenia siklik idiopatik, atau kondisi lainnya
yang menyebabkan siklik atau depresi kronis dari jumlah granulosit dan leukosit PMN tidak
boleh dilakukan terapi pulpa karena kemungkinan terjadinya infeksi akut. Kadang-kadang, terapi
pulpa untuk gigi pada anak dengan penyakit kronis mungkin dibenarkan, namun hanya setelah
pertimbangan yang hati-hati pada prognosis kondisi umum anak tersebut, prognosis terapi
endodontik, dan kepentingan tertentu untuk mempertahankan gigi yang terlibat.

EVALUASI DARI PROGNOSIS PERAWATAN SEBELUM


TERAPI PULPA
Proses diagnostik dari menentukan gigi yang menjadi kandidat yang baik untuk terapi
pulpa vital setidaknya memiliki dua dimensi. Pertama, dokter gigi harus menentukan bahwa gigi
tersebut dapat merespon baik terhadap prosedur terapi pulpa yang diindikasikan. Kedua,
kelayakan untuk melakukan terapi pulpa dan merestorasi kembali gigi harus lebih tinggi daripada
mencabutnya dan memberikan space management. Sebagai contoh, tidak ada hasil yang
diperoleh dengan terapi pulpa yang sukses bila mahkota dari gigi yang terlibat sudah tidak dapat
direstorasi kembali atau struktur periodontal mengalami penyakit ireversibel. Dengan
pertimbangan yang sama, dokter gigi cenderung memberikan waktu dan tenaga untuk
menyelamatkan gigi molar dua sulung dengan keterlibatan pulpa pada anak berusia 4 tahun
dengan gigi molar permanen pertama yang belum erupsi daripada menyelamatkan gigi molar
pertama sulung dengan keterlibatan pulpa pada anak berusia 8 tahun.

Faktor lain untuk dipertimbangkan adalah sebagai berikut:


1. Tingkat kekooperatifan pasien dan orang tua dan motivasi untuk menerima perawatan
2. Tingkat keinginan pasien dan orang tua serta motivasi dalam menjaga kesehatan dan
higienitas oral
3. Aktifitas karies pada pasien dan keseluruhan prognosis dari rehabilitasi oral
4. Tahapan pekembangan gigi pasien
5. Derajat kesulitan yang diantisipasi dalam melakukan terapi pulpa secara adekuat
(instrumentasi) pada kasus tertentu
6. Permasalahan space management yang dihasilkan dari pencabutan sebelumnya,
maloklusi yang telah ada, ankilosis, kehilangan gigi kongenital, dan kehilangan ruang
karena destruksi ekstensif oleh karies dan drifting.
7. Ekstrusi belebihan pada gigi dengan keterlibatan pulpa yang dihasilkan oleh kehilangan
gigi lawannya.

Contoh-contoh ini, dalam segala kombinasinya, mengilustrasikan jumlah pertimbangan


perawatan yang hampir tak terbatas serta penting pada pasien dengan patologi pulpa.

PERAWATAN LESI KARIES DALAM


Anak-anak dan remaja yang belum menerima perawatan gigi awal dan adekuat, fluoride
sistemik yang optimal, dan kesehatan oral yang adekuat seringkali mengalami lesi karies dalam
pada gigi sulung maupun permanennya. Kebanyakan lesi tersebut terlihat secara radiograf
mendekati pulpa atau sudah melibatkan pulpa. Sekitar 75% gigi dengan karies dalam ditemukan
selama pengamatan klinis sudah terekspos pulpa. Penelitian oleh Dimaggio dan Hawes
mendukung pengamatan ini. Mereka juga mengemukakan bahwa lebih dari 90% gigi
asimtomatik dengan lesi karies dalam dapat berhasil dirawat tanpa tereksposnya pulpa selama
teknik terapi pulpa indirek. Prosedurnya akan dideskripsikan disini.
Apabila paparan karies yang ditemukan saat awal eskavasinya dapat dilakukan perawatan
rutin dengan hasil yang baik, maka permasalahan terbesar pada bidang kedokteran gigi dapat
diselesaikan. Sayangnya, perawatan pulpa vital yang terekspos, utamanya pada gigi sulung,
belum sepenuhnya berhasil. Untuk alasan ini, klinisi lebih memilih menghindari tereksposnya
pulpa selama pembersihan karies dalam bila memungkinkan.
PERAWATAN PULPA INDIREK (PENGHILANGAN KARIES YANG
KASAR ATAU TERAPI PULPA INDIREK)
Suatu prosedur dimana hanya karies yang kasar yang dihilangkan dari lesi dan kemudian
kavitas di lapisi dalam beberapa waktu menggunakan material biokompatibel dinamakan sebagai
perawatan pulpa indirek (Gambar 19-4). Perawatan pulpa indirek bukanlah prosedur baru namun
telah menarik minat baru. Penelitian laboratoris dan bukti klinis yang menguntungkan
membenarkan penggunaan prosedur ini. Gigi dengan karies dalam tanpa gejala pulpitis yang
sakit adalah kandidat dari prosedur ini.
Prosedur klinisnya melibatkan penghilangan karies yang kasar namun membiarkan
sebagian karies diatas tanduk pulpa untuk menghindari terbukanya pulpa. Dinding kavitas
diperluas ke struktur gigi yang baik karena adanya karies pada enamel dan dentin di tepi kavitas
akan mencegah diperolehnya lapisan yang adekuat (sangat penting) selama periode perbaikan.
Sisa lapisan karies yang tipis pada dasar kavitas ditutup dengan material basis radiopak yang
biokompatibel dan dilapisi/sealed dengan bahan restorasi sementara yang tahan lama (Gambar
19-5). Beberapa material restorasi sementara juga befungsi sebagai material basis. Terkadang
mengadaptasikan dan menyemenkan suatu preformed stainless steel band pada gigi yang
mendukung restorasi sementara selama periode observasi cukup membantu (Gambar 19-6).
Prosedur operatif lain dapat dilakukan pada kunjungan berikutnya. Bagaimanapun, gigi
yang telah dirawat tidak boleh dibuka untuk melakukan pembersihan karies seluruhnya
setidaknya selama 6 hingga 8 minggu. Selama jangka waktu ini, proses karies pada lapisan
terdalam sedang terhenti.
Setelah minimal 6 hingga 8 minggu, gigi boleh dibuka kembali. Pembersihan sisa karies
secara hati-hati, yang kini menjadi sklerotik, dapat memperlihatkan dasar dentin yang sehat tanpa
tereksposnya pulpa. Apabila lapisan dentin yang sehat sudah menutupi pulpa, gigi kemudian
direstorasi secara konvensional (Gambar 19-7). Al-Zayer dan rekannya melaporkan bahwa
penggunaan basis diatas liner calcium hydroxide, sebagai tambahan pada sainless steel crown,
secara dramatis meningkatkan keberhasilan perawatan. Apabila ditemui sedikit pulpa yang
terekspos, harus digunakan tipe perawatan yang berbeda, berdasarkan tanda dan gejala klinis
serta kondisi lokal.
Penelitian oleh Traubman, yang menggunakan instrumentasi television linear dan
pengukuran kepadatan, mengindikasikan bahwa kecepatan pembentukan dentin regular selama
perawatan pulpa indirek terjadi paling tinggi selama bulan pertama, namun pembentukan dentin
berlanjut selama tahun pengamatan eksperimen. Diakhir 1 tahun periode pengamatan, beberapa
gigi membentuk 390µm dentin baru pada lantai pulpa. Pengamatan ini memberikan pembenaran
dalam meletakkan sealed restorasi sementara lebih lama dari minimalnya yaitu 6 minggu.
Nirschl dan Avery melakukan terapi pulpa indirek pada 38 gigi sulung dan permanen
muda yang terpilih. Dilakukan pembersihan karies yang kasar dengan isolasi menggunakan
rubber dam, calcium hydroxide digunakan pada tiap gigi sebagai basis sedatif, dan gigi
kemudian di restorasi menggunakan amalgam.
Keberhasilan perawatan terjadi pada 32 (94,1%) dari 34 gigi yang dapat diamati selama 6
bulan prosedur evaluasi. Pada semua kasus keberhasilan perawatan, material basis dan sisa karies
dentin diamati untuk dikeringkan dan dibuka kembali pada pemeriksaan klinis. Pada gigi yang
berhasil dirawat, hanya 4 yang memiliki sisa karies dentin yang terasa lunak saat diseka dengan
sonde; sisanya dentin terasa keras. Pinto dan rekan memperlihatkan hasil yang sama terhadap
konsitensi dentin, dan juga menurunnya jumlah bakteri secara signifikan pada akhir perawatan.
Terapi pulpa indirek telah terbukti menjadi prosedur terapetik yang bernilai dalam
merawat gigi asimtomatik dengan lesi karies dalam. Prosedur ini menurunkan resiko terpaparnya
pulpa secara langsung dan menjaga vitalitas pulpa. Mungkin ada yang bertanya perlunya
membuka kembali gigi apabila telah dipilih dan dipantau dengan tepat, apabila restorasi jangka
panjang ditempatkan diawal, dan bila tidak ada tanda dan gejala merugikan yang berkembang.
Kebanyakan klinisi berhasil melakukan perawatan pulpa indirek tanpa membuka kembali setelah
eskavasi karies diawalnya. Dokter gigi yang belum berpengalaman, bagaimanapun, dapat
mempertimbangkan melakukan perawatan dalam dua pertemuan hingga yakin bahwa kasus yang
dilakukan telah berhasil.

Gambar 19-4. Terapi pulpa indirek. A, Gigi sulung atau permanen dengan karies dalam. B, Karies yang
kasar dihilangkan dan kavitas di sealed dengan semen jangka panjang yang biokompatibel atau material
restorasi. C, 6 hingga 8 minggu kemudian kavitas di buka kembali dan sisa karies di eskavasi. Lapisan
dentin yang sehat melindungi pulpa, dan gigi siap untuk di restorasi akhir.

Gambar 19-5. A, Molar kedua sulung dengan karies oklusal dalam. Karena gigi tersebut bebas dari
gejala nyeri pulpitis, maka dilakukan terapi pulpa indirek. B, Karies yang kasar dihilangkan. Sedikit
karies dentin yang lunak dibiarkan pada dasar kavitas. C, Calcium hydroxide ditempatkan diatas sisa
karies tersebut. Kemudian kavitas di sealed dengan suatu material restorasi sementara jangka panjang. D,
Setelah 6 hingga 8 minggu, material restorasi sementara dihilangkan. Karies pada dasar kavitas terlihat
terhenti dan kering. E, Sisa karies telah dihilangkan. F, Setelah penempatan basis yang biokompatibel,
gigi molar kedua sulung direstorasi menggunakan amalgam.
Gambar 19-6. Preformed stainless steel band disementasi ke gigi untuk mendukung material perawatan
pulpa indirek.

Gambar 19-7. A, Gambaran radiograf gigi molar pertama permanen memperlihatkan lesi karies dalam.
Karies yang keras telah dibersihkan, dan calcium hydroxide ditempatkan diatas sisa karies. Gigi
direstorasi dengan amalgam dan tidak dibuka kembali untuk pembersihan karies seluruhnya dalam 3
bulan. B, Dentin skleroitik dapat terlihat dibawah sisa karies dan lapisan calcium hydroxide (panah). C,
Gigi dibuka kembali, dan sisa karies dibersihkan. Suatu dentin barier yang sehat diobservasi pada dasar
kavitas. Restorasi amalgam yang baru, ditempatkan setelah pembersihan karies seluruhnya.

PULPA VITAL YANG TEREKSPOS


Walaupun praktik rutin terhadap terapi pulpa indirek pada gigi yang terpilih akan secara
signifikan menurukan jumlah pulpa yang terekspos, semua dokter gigi yang merawat karies yang
dalam pada anak-anak nantinya akan menghadapi pilihan perawatan yang berkaitan dengan
manajemen pulpa vital yang terekspos.
Prosedur yang tepat harus dipilih hanya setelah dilakukan evaluasi dengan hati-hati
terhadap gejala pasien, hasil tes diagnostik, dan kondisi area yang terekspos. Kesehatan dari
pulpa yang terekspos terkadang sulit untuk ditentukan, terutama pada anak-anak, dan seringkali
terdapat kurangnya keselarasan antara gejala klinis dan kondisi histopatologis.

UKURAN EKSPOSUR DAN HEMORAGI PULPA


Ukuran eksposur, tampilan pulpa, dan jumlah perdarahan adalah pengamatan penting
dalam mendiagnosis kondisi pada pulpa gigi sulung. Untuk alasan ini, penggunaan rubber dam
untuk mengisolasi gigi adalah sangat penting; sebagai tambahan, dengan rubber dam, area yang
akan dilakukan perawatan dapat dijaga kebersihannya dan pekerjaan yang dilakukan dapat lebih
efisien.
Kondisi paling baik untuk terapi pulpa vital adalah eksposur seperti ujung jarum (pin
point) yang dikelilingi oleh dentin sehat. Bagaimanapun, paparan oleh karies, walaupun sebesar
ujung jarum, akan diikuti oleh inflamasi pulpa, derajatnya biasanya berkaitan dengan ukuran
paparan (Gambar 19-8).
Eksposur yang besar – tipe yang ditemukan saat pengangkatan masa dentin seperti
beludru (leathery dentin) – biasanya dihubungkan dengan eksudat cair atau pus pada area
eksposur. Kondisi ini mengindikasikan degenerasi pulpa tahap lanjut dan biasanya terjadi
resorpsi internal pada saluran akar. Sebagai tambahan, hemoragi berlebihan pada titik paparan
karies atau selama amputasi pulpa adalah berkaitan dengan hiperemia dan inflamasi menyeluruh
pada pulpa. Saat terjadi inflamasi menyeluruh pada pulpa, terapi endodontik atau pencabutan
gigi adalah pilihan perawatan.

Gambar 19-8. Eksposur pulpa oleh karies akan memperlihatkan inflamasi yang berjalan lambat pada
area eksposur. Fragmen dari dentin yang nekrotik akan terbawa ke pulpa selama eskavasi karies.

HEMOGRAM GIGI
Temuan dari Guthrie telah mendukung pengamatan yang disebutkan sebelumnya.
Penelitiannya dirancang untuk melihat nilai hitung diferensial dari sel darah putih (hemogram)
pada pulpa gigi sebagai tambahan diagnostik dalam menentukan patologi atau perubahan
degeneratif pada pulpa. Tetesan darah pertama dari pulpa yang terekspos digunakan untuk
membuat hemogram ini. Selanjutnya, gigi yang akan tersebut diekstraksi. Berdasarkan
pemeriksaan histologi, ditentukan apakah gigi tersebut akan menjadi kandidat yang baik untuk
prosedur pulpotomi. Gigi dengan proses inflamasi masih terlokalisasi hanya pada area pulpa
korona, kemudian diklasifikasikan sebagai kandidat yang baik untuk pulpotomi. Apabila
inflamasi meluas menuju pulpa pada saluran akar melewati area yang seharusnya diamputasi,
gigi tersebut ditentukan sebagai gigi dengan kandidat yang buruk terhadap pulpotomi. Walaupun
tidak adanya gambaran darah yang konsisten pada grup tesebut, gigi yang ditentukan berisiko
buruk memiliki peningkatan jumlah neutrofil dan memberikan bukti perdarahan yang berlebihan
serta nyeri selain pada saat makan. Pada pemeriksaan histologi, banyak gigi yang termasuk
dalam grup berisiko buruk memperlihatkan adanya resorpsi internal pada pulpa di saluran
akarnya.
Penggunaan hemogram gigi bukan merupakan alat diagnostik praktikal pada manajemen
klinis rutin kasus pulpa vital yang terekspos. Bagaimanapun, penggunaan eksperimental dari
hemogram gigi telah memastikan bahwa riwayat nyeri spontan dan bukti klinis adanya hemoragi
pulpa yang berlebihan cenderung berkaitan dengan inflamasi signifikan pada jaringan pulpa.

TEKNIK TERAPI PULPA VITAL


Selama berabad-abad, telah dilakukan pencarian yang terbaik (aman dan efektif)
mengenai manajemen metode dalam kasus penyakit pulpa dan eksposur traumatis terhadap
pulpa. Selama abad ke 20, sejumlah penelitian pada gigi telah dilakukan untuk menemukan
perawatan yang lebih baik serta metode pencegahan terhadap masalah pada pulpa. Usaha-usaha
ini menghasilkan kontroversi yang dapat dipertimbangkan dan debat sebagai pendukung dari
material tertentu serta metode yang dilakukan untuk membenarkan teknik yang dipilih.
Kontroversi-kontroversi ini belum selesai bahkan hingga kini pada abad ke 21, meskipun telah
banyak kemajuan ilmiah yang mengesankan. Mengidentifikasi formula yang terbaik dari bahan
dan teknik yang diprediksi menghasilkan kesembuhan pada pulpa masih sulit dipahami. Untuk
memperumit masalah ini adalah kepercayaan utama bahwa terapi pulpa yang tepat untuk gigi
permanen tidak selalu sama efektifnya dengan terapi pulpa pada gigi sulung.
Telah disetujui bahwa prognosis semua jenis terapi pulpa meningkat saat tidak adanya
kontaminasi dengan mikroorganisme patogenik. Sehingga netralisasi yang biokompatibel dari
semua kontaminasi pulpa yang ada dan pencegahan dari kontaminasi yang akan datang (contoh.,
kebocoran mikro) merupakan tujuan dalam terapi pulpa vital. Apabila material perawatan yang
berkontak langsung dengan pulpa memiliki sifat yang mendorong, menstimulasi, atau
mempercepat respon kesembuhan jaringan, adalah jauh lebih baik; namun, telah diketahui bahwa
jaringan pulpa vital dapat sembuh secara spontan dari berbagai penyebab dalam lingkungan yang
menguntungkan.
Teknik dan prosedur yang dibahas pada halaman-halaman berikut mewakili standar
seperti yang kita lihat pada tulisan ini. Beberapa orang kembali ke masa dimana penentuan
rencana perawatan dibuat secara empiris. Keefektifan yang mereka lakukan telah dibuktikan
seiring waktu dan mewakili tolak ukur dalam membandingkannya dengan teknik terbaru. Kita
melihat kedepan agar mendapatkan keefektifan yang lebih lagi, kompatibilitas biologis, dan
metode yang aman secara ilmiah di masa yang akan datang.
PULP CAPPING DIREK
Prosedur pulp-capping telah bertahun-tahun dilakukan secara luas dan masih menjadi
metode favorit bagi banyak dokter gigi untuk merawat pulpa vital yang terekspos. Walaupun
pulp capping telah dihindari bagi beberapa orang, yang lainnya melaporkan bahwa, apabila gigi
telah dipilih dengan hati-hati, hasil yang memuaskan dapat diperoleh.
Telah disetujui secara luas bahwa prosedur pulp-capping harus dibatasi pada paparan
yang kecil yang terjadi secara tidak sengaja karena trauma atau selama preparasi kavitas atau
paparan karies pinpoint yang dikelilingi oleh dentin sehat (Gambar 19-9). Pulp-capping harus
dipertimbangkan hanya untuk gigi yang tidak nyeri, dengan pengecualian ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh makanan. Sebagai tambahan, harus tidak terdapat perdarahan pada area yang
terekspos seperti yang sering terjadi pada paparan mekanis, atau perdarahan dalam jumlah
normal tanpa adanya hiperemi atau pulpa yang terinflamasi.
Seluruh prosedur perawatan pulpa harus dilakukan dalam kondisi yang bersih
menggunakan instrumen steril. Penggunaan rubber dam akan membantu menjaga pulpa bebas
dari kontaminasi luar. Semua jaringan karies tepi haris dieskavasi sebelum eskavasi dimulai pada
bagian karies dentin yang cenderung menyebabkan tereksposnya pulpa. Dengan demikian,
sebagian besar jaringan yang terinfeksi bakteri telah dibersihkan sebelum pembukaan pulpa yang
sebenanya dilakukan. Penelitian oleh Kakehashi dan rekannya, yang mana dijelaskan lebih lanjut
pada bab ini, mendukung penggunaan teknik surgically clean untuk meminimalkan kontaminasi
bakteri terhadap jaringan pulpa.
Calcium hydroxide masih menjadi material standar untuk pulp capping normal pada
jaringan pulpa vital. Kemampuan bahan ini adalah baik untuk menstimulasi reaksi perbaikan
jaringan. Material pulp capping yang digunakan adalah calcium hydroxide hard-setting. Apabila
gigi pasien kecil (seperti gigi molar permanen pertama), calcium hydroxide hard-setting juga
dapat digunakan sebagai basis dari restorasi. Beberapa penelitian telah memperlihatkan hasil
yang memuaskan terhadap direct capping pada pulpa yang terekspos menggunakan agen
bonding adesif, yang mana penelitian lainnya melaporkan bahwa terjadinya inflamasi pulpa dan
juga hasil yang tidak memuaskan dalam menggunakan metode ini. Sebagai tambahan,
penggunaan mineral trioxide aggregate (MTA) telah memperlihatkan hasil yang menjanjikan,
namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai bahan tersebut. Bagaimanapun, praktik
tradisional menggunakan calcium hydroxide masih dipertahankan.
Gambar 19-9. A, Tanduk pulpa sisi mesial pada molar kedua sulung tanpa sengaja terekspos selama
preparasi kavitas dan telah dilapisi dengan calcium hydroxide. B, Terbentuknya jembatan dentin melintasi
tanduk pulpa sisi mesial yang menandakan bahwa pulpa telah sembuh.

PULPOTOMI
Pengangkatan bagian korona dari pulpa adalah sebuah prosedur untuk merawat gigi
sulung dan permanen dengan karies pulpa yang terbuka. Pembenaran dari prosedur ini adalah
bahwa jaringan pulpa korona, yang berada dekat dengan karies, biasanya mengandung
mikroorganisme dan memperlihatkan tanda inflamasi dan perubahan degeneratif. Jaringan yang
abnormal dapat dihilangkan, dan penyembuhan dibiarkan pada jalur masuk saluran akar
utamanya pada area pulpa vital. Bahkan prosedur pulpotomi ini bagaimanapun juga memiliki
persentase kegagalan yang tinggi, kecuali pengerjaannya dilakukan pada gigi yang telah dipilih
denga hati-hati.
Pada prosedur pulpotomi, gigi awalnya dilakukan anestesi dan diisolasi menggunakan
rubber dam. Teknik surgically clean harus selalu diterapkan selama prosed pengerjaannya.
Seluruh sisa karies gigi harus dibersihkan dan juga enamel yang overhanging, untuk
menyediakan akses yang baik menuju pulpa korona. Nyeri selama pembersihan karies dan
instrumentasi dapat mengindikasikan adanya kesalahan saat melakukan teknik anestesi. Lebih
jauh lagi, bagaimanapun, hal tersebut mengindikasikan adanya hiperemi pulpa dan inflamasi
yang menandakan bahwa gigi tersebut beresiko buruk untuk dilakukan pulpotomi vital. Apabila
pulpa pada area yang terekspos mengalami perdarahan berlebihan setelah pembersihan karies
seluruhnya, gigi tersebut juga merupakan kandidat yang berisiko buruk terhadap pulpotomi vital.
Seluruh atap pulpa harus diangkat. Tidak boleh terdapat dentin yang overhanging dari
atap pulpa atau tanduk pulpa yang tersisa. Tidak boleh ada upaya yang dilakukan untuk
mengontrol perdarahan hingga pulpa korona selesai diamputasi. Sebuah akses berbentuk corong
pada jalur masuk saluran akar harus diciptakan. Eskavator tajam dan cukup besar untuk meluas
melewati jalur masuk saluran akar, harus digunakan untuk meng-amputasi pulpa korona.
Tunggul pulpa (pulp stumps) harus dieksisi dengan bersih tanpa adanya sisa jaringan yang
berada pada lantai kamar pulpa. Kamar pulpa kemudian diirigasi dengan aliran air ringan dari
spuit dan di evakuasi. Cotton pellet dilembapkan dengan air kemudian ditempatkan pada kamar
pulpa dan dibiarkan berada di atas pulp stumps hingga terbentuk bekuan darah (Gambar 19-10).
Pengamatan laboratoris dan klinis mengindikasikan bahwa teknik dan material capping
yang berbeda dibutuhkan pada perawatan gigi sulung daripada gigi permanen. Sebagai hasil
pengamatan ini, dua teknik pulpotomi yang secara spesifik berbeda telah berkembang dan
digunakan secara umum.

Gambar 19-10. Pulp stumps yang telah dieksisi dengan bersih tanpa meninggalkan sisa jaringan pada
lantai atau dinding kamar pulpa. Hemoragi telah dikontrol. Perhatikan juga bahwa atap kamar pulpa telah
diangkat seluruhnya untuk menyediakan akses total menuju saluran akar.
Teknik Pulpotomi untuk Gigi Permanen
Teknik pulpotomi menggunakan calcium hydroxide direkomendasikan pada perawatan
gigi permanen dengan karies pulpa yang terekspos, dimana terdapat peubahan patologi pada
pulpa di area eksposur, walapun pengunaan mineral trioxide aggregate layak diteliti lebih lanjut.
Prosedur ini utamanya diindikasikan untuk gigi permanen dengan akar yang belum tertutup
sempurna namun memiliki jaringan pulpa yang sehat pada saluran akarnya. Prosedur ini juga
diindikasikan untuk gigi permanen dengan pulpa yang terekspos karena fraktur mahkota dimana
trauma tersebut juga menyebabkan fraktur akar pada gigi yang sama. Prosedur tersebut
diselesaikan dalam sekali kunjungan. Hanya gigi yang bebas dari gejala nyeri pulpitis yang
dipertimbangkan untuk dilakukan perawatan. Prosedur tersebut melibatkan amputasi dari bagian
pulpa korona seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kontrol hemoragi, dan penempatan
calcium hydroxide sebagai material capping diatas jaringan pulpa yang tersisa di saluran akar
(Gambar 19-11). Suatu lapisan pelindung yang oleh semen hard-setting ditempatkan diatas
calcium hydroxide untuk menyediakan seal yang adekuat. Selanjutnya gigi dipreparasi untuk
dibuatkan restorasi full-coverage. Bagaimanapun, apabila jaringan pulpa di saluran akar terlihat
hiperemik setelah amputasi jaringan pulpa di korona, pulpotomi tidak lagi direkomendasikan.
Perawatan endodontik menjadi indikasi apabila gigi tersebut tetap ingin dipertahankan.
Setelah 1 tahun, gigi yang telah berhasil dilakukan perawatan pulpotomi harus memiliki
ligamen periodontal dan lamina dura yang normal, terlihat pada radiograf adanya jembatan
terkalsifikasi apabila calcium hydroxide digunakan sebagai material capping, dan tidak ada
gambaran radiograf berupa resorpsi internal atau resorpsi patologis. Perawatan gigi permanen
menggunakan metode calcium hydroxide telah memberikan hasil kesuksesan yang tinggi apabila
gigi dipilih dengan hati-hati berdasarkan pengetahuan teknik diagnostik yang ada.
Gambar 19-11. A, Pulpa pada gigi molar permanen pertama telah terpapar oleh karies. Gigi telah
dipertimbangkan sebagai kandidat untuk teknik pulpotomi menggunakan calcium hydroxide. B, Jembatan
yang terkalsifikasi telah terbentuk diatas pulpa vital di saluran akar. C, Berlanjutnya perkembangan akar
dan resesi pulpa mengindikasikan keberlanjutan vitalitas pulpa. Mahkota harus didukung dengan restorasi
full-coverage.

Teknik Pulpotomi untuk Gigi Sulung


Kriteria diagnostik yang direkomendasikan untuk pemilihan gigi permanen yang akan
dilakukan prosedur pulpotomi juga harus diaplikasikan dalam pemilihan gigi sulung untuk
prosedur yang sama. Perawatan juga harus dilakukan dalam sekali kunjungan. Teknik surgically
clean harus digunakan. Bagian korona dari pulpa harus diamputasi seperti yang dijelaskan
sebelumnya, debris harus dibersihkan dari kamar pulpa, dan hemoragi harus di kontrol. Apabila
terdapat hiperemia setelah pengangkatan pulpa korona, yang mana mengindikasikan bahwa
inflamasi terdapat pada jaringan yang lebih jauh lagi daripada pulpa korona, teknik pulpotomi
harus dihindari dan dilakukan pulpektomi parsial atau pencabutan gigi. Apabila hemoragi
terkontrol dengan baik dan pulp stumps terlihat normal, dapat dianggap bahwa jaringan pulpa di
saluran akar masih normal, dan memungkinkan untuk dilakukan perawatan pulpotomi.
Walaupun teknik pulpotomi menggunakan formokresol telah direkomendasikan
bertahun-tahun sebagai metode utama untuk merawat gigi sulung dengan karies yang terekspos,
pergeseran substansial dari penggunaan medikamen ini terjadi karena kekhawatian mengenai
efek toksik yang disebabkannya. Banyak alternatif yang telah diteliti untuk menggantikan
formokresol sebagai medikamen pilihan dalam teknik pulpotomi. Meskipun begitu, formokresol
tetap berlanjut menjadi medikamen yang paling umum dalam pulpotomi. Bahkan, Milnes
melakukan evaluasi kembali terhadap penelitian awal dan terbaru mengenai metabolisme,
farmakokinetik, dan karsinogenik dari formaldehid membawanya menyimpulkan bahwa terdapat
risiko yang tidak penting berkaitan dengan penggunaan formokresol pada terapi pulpa gigi
sulung.
Kamar pulpa dikeringkan dengan cotton pellet steril. Kemudian, cotton pellet tersebut
dilembapkan dengan konsentrasi 1:5 formokresol Buckley dan diperas pada kassa steril untuk
menghilangkan kelebihannya, kemudian ditempatkan berkontak dengan pulp stumps dan
dibiarkan selama 5 menit. Karena formokresol bersifat pedas, maka harus hati-hati untuk
menghindari kontak langsung dengan jaringan gingiva. Cotton pellet kemudian dilepaskan, dan
kamar pulpa dikeringkan menggunakan cotton pellet yang baru. Suatu pasta zinc oxice-eugenol
hard-setting yang tebal disiapkan dan ditempatkan diatas pulp stumps. Gigi kemudian direstorasi
menggunakan stainless steel crown (Gambar 19-12).
Walaupun rekomendasinya adalah cotton pellet dilembapkan dengan konsentrasi 1:5
formokresol yang ditempatkan pada pulp stumps selama 5 menit, pengapliksian selama 5 menit
tersebut diperkirakan berlebihan. Sedikit data yang tersedia untuk memastikan waktu
pengaplikasian yang optimal. Garcia-Godoy dan rekannya menyarankan bahwa pengaplikasian
selama 1 menit adalah adekuat dan mungkin lebih baik daripada 5 menit berdasarkan penelitian
pulpotomi mereka yang terbatas pada anjing. Penulis-penulis ini setuju, bahwa bagaimanapun,
penelitian yang lebih lanjut lagi dibutuhkan untuk memastikannya.

Serangkaian penelitian oleh Loos, Straffon, dan Han telah mengarahkan kepada
kesimpulan bahwa formokresol Buckley yang diencerkan (konsentrasi 1:5) apabila diaplikasikan
pada jaringan dapat mencapai respon sel yang memiliki keefektifan yang sama dengan agen
formokresol dengan konsentrasi penuh, dan juga memberikan penyembuhan yang lebih cepat
pada sel yang terkena. Peneliti menyarankan bahwa konsentrasi 1:5 merupakan medikamen yang
lebih aman yang akan menghasilkan hasil yang sama baiknya dengan lebih sedikit masalah post-
operatif dalam prosedur pulpotomi. Formula original dari formokresol Buckley merupakan
bagian yang terdiri dari formaldehid dan kresol (Sultan Chemists, Inc., Englewood, NJ).
Konsentrasi 1:5 dari formula ini disiapkan pertama kali dengan mencampurkan tiga bagian dari
gliserin dengan satu bagian dari air yang disuling, kemudian empat bagian dari pengenceran ini
ditambahkan ke dalam satu bagian dari formokresol Buckley, dan secara menyeluruh
dicampurkan kembali.
Beberapa dokter gigi lebih memilih untuk membuat material pulp-capping dengan cara
mencampurkan bubuk zinc oxide dengan bagian yang sama dari eugenol dan formokresol. Tidak
terbukti adanya kontraindikasi untuk menambahkan formokresol kedalam campuran;
bagaimanapun, tidak pula terdapat manfaat yang terbukti. Mengingat efek samping dari
formokresol dan kekhawatiran mengenai potensi toksisitas dan mutagenik dari penggunaan
formokresol yang berlebihan, penggunannya dalam pasta zinc oxide-eugenol tidak disarankan.

Gambar 19-12. A, Teknik pulpotomi menggunakan formokresol telah selesai dilakukan. B, Tampilan
normal dari jaringan pendukung mengindikasikan bahwa perawatan telah berhasil. Gigi harus direstorasi
menggunakan stainless steel crown.

Anda mungkin juga menyukai