RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat ada atau tidaknya penyakit mungkin tidak dapat diandalkan dalam diagnosis
banding pulpa gigi sulung yang terekspos seperti pada gigi permanen. Degenerasi dari pulpa gigi
sulung hingga terjadinya pembentukan abses tanpa anak mengingat rasa nyeri atau
ketidaknyamanan tidak jarang terjadi. Namun demikian, riwayat adanya sakit pada gigi harus
menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan gigi yang akan dilakukan terapi pulpa vital. Sakit
gigi yang terjadi saat makan atau segera setelahnya tidak diindikaskan adanya inflamasi pulpa
yang meluas. Nyeri mungkin disebabkan oleh akumulasi makanan di dalam lesi karies, oleh
adanya tekanan, atau oleh iritasi kimia pada pulpa vital yang dilindungi oleh selapis tipis dentin
yang utuh.
Sakit gigi yang parah saat malam hari biasanya merupakan tanda adanya degenerasi yang
meluas pada pulpa dan membutuhkan terapi pulpa lebih dari tipe yang konservatif. Sakit gigi
spontan yang lebih dari sesaat dan sering terjadi biasanya mendakan bahwa penyakit pulpa telah
berkembang terlalu jauh bahkan untuk dilakukan perawatan dengan pulpotomi sekalipun.
TANDA KLINIS DAN GEJALA
Adanya abses gingiva atau fistula berkaitan dengan gigi yang memiliki karies dalam
adalah suatu tanda klinis yang jelas pada penyakit pulpa ireversibel. Infeksi tersebut dapat
disembuhkan hanya dengan terapi endodontik yang sukses atau pencabutan gigi.
Kegoyangan gigi yang abnormal adalah tanda klinis lainnya yang mengindikasikan
adanya penyakit pulpa yang parah. Saat gigi tersebut dievaluasi kegoyangannya, hal tersebut
dapat menimbulkan nyeri terlokalisasi pada suatu area, namun hal ini tidak selalu terjadi.
Apabila tidak ada nyeri atau nyeri minimal selama pemeriksaan kegoyangan gigi, pulpa mungkin
berada dalam kondisi degeneratif yang lebih lanjut dan kronis. Kegoyangan gigi patologis harus
dibedakan dari kegoyangan gigi normal yang terjadi pada gigi sulung yang mendekati waktu
tanggalnya.
Sensitifitas terhadap perkusi atau tekanan merupakan gejala klinis yang mengidikasikan
beberapa derajat penyakit pulpa, namun pada tahap degeneratif pulpa termasuk dalam tipe
inflamasi akut. Kegoyangan gigi atau sensitifitas tergadap perkusi atau tekanan dapat menjadi
tanda klinis permasalahan gigi lainnya, seperti restorasi yang tinggi atau penyakit periodontal
lanjut. Bagaimanapun, saat informasi klinis ini diidentifikasi pada anak dan dikaitkan dengan
gigi yang memiliki karies dalam, masalahnya cenderung disebabkan karena penyakit pulpa dan
adanya keterlibatan inflamasi pada ligamen periodontal.
INTERPRETASI RADIOGRAF
Film x-ray terbaru harus dapat memeriksa bukti adanya perubahan pada area
periradikular atau periapikal, seperti penebalan ligamen periodontal atau rarefaksi dari tulang
pendukung. Kondisi ini selalu hampir mengesampingkan perawatan lainnya, selain prosedur
peawatan endodontik atau ekstraksi gigi. Interpretasi radiograf lebih sulit dilakukan pada anak-
anak daripada orang dewasa. Gigi permanen mungkin memiliki ujung akar yang belum terbentuk
sempurna yang memberikan tampilan radiolusensi periapikal, dan akar gigi sulung yang
mengalami resorpsi fisiologis normal seringkali menjadi gambaran yang mengecoh atau terlihat
sebagai perubahan patologis.
Dekatnya lesi karies terhadap pulpa tidak selalu dapat ditentukan secara akurat pada film
x-ray. Yang terlihat sebagai penghalang yang utuh dari dentin sekunder yang melindungi pulpa
mungkin sebenarnya adalah suatu perforasi massa dari material karies yang terkalsifikasi. Pulpa
yang berada dibawah material ini dapat mengalami inflamasi yang ekstensif (Gambar 19-1).
Bukti radiograf dari massa yang terkalsifikasi didalam kamar pulpa adalah penting secara
diagnostik. Apabila iritasi terhadap pulpa relatif ringan dan kronis, pulpa akan merespon dengan
inflamasi dan akan berusaha untuk mengeliminasi iritasi dengan cara memblok tubulus dentin
ireguler yang dilalui oleh faktor yang mengiritasi tersebut. Apabila iritasinya intens dan akut
serta apabila lesi karies berkembang dengan cepat, mekanisme defensif tidak memperoleh
kesempatan untuk menciptakan barrier dentin reparatif, sehingga proses berjalannya penyakit
dapat mencapai pulpa. Dalam hal ini pulpa berusaha untuk menciptakan suatu barrier pada jarak
tertentu dari area yang terpapar. Massa yang terkalsifikasi ini kadang terlihat pada tanduk pulpa
atau bahkan pada area jalan masuk menuju saluran akar. Pemeriksaan histologi pada gigi ini
memperlihatkan masa dari material terkalsifikasi yang iregular, amorphous yang tidak terlihat
seperti pulp stone (Gambar 19-2). Massa ini tidak memiliki kemiripan dengan dentin atau
dentinal barrier. Dalam setiap contoh, massa ini berkaitan dengan perubahan degeneratif tahap
lanjut pada pulpa koronal dan inflamasi pada jaringan di saluran akar.
Gambar 19-1. A, Molar satu permanen terlihat memiliki barrier dentin yang utuh dibawah lesi karies. B,
Potongan histologi memperluhatkan adanya perforasi dari barrier dengan material nekrotik pada area
yang terpapar. Terlihat inflamasi lanjut pada jaringan pulpa, yang mana cenderung memunculkan respon
nyeri spontan.
Gambar 19-2. A, Massa yang terkalsifikasi pada kamar pulpa dibawah area yang terpapar dihubungkan
dengan inflamasi ekstensif pada pulpa koronal dan pulpa saluran akar. B, Massa amorphous dikelilingi
oleh jaringan pulpa dengan inflamasi lanjut.
TEST PULPA
Kegunaan test pulpa elektrik dalam menentukan kondisi pulpa pada gigi sulung masih
dipertanyakan, walaupun hal tersebut akan memberikan indikasi apakah pulpa masih vital. Test
pulpa tidak memberikan bukti yang konkrit mengenai derajat inflamasi pulpa. Faktor yang
menyulitkannya adalah respon positif sesekali terhadap test pada gigi dengan pulpa yang
nekrotik bila isi saluran akar adalah likuid. Ketepatan test pulpa untuk anak juga terkadang
dipertanyakan karena daya tangkap anak yang berkaitan dengan test tersebut. Tes termal juga
memiliki masalah ketepatan pada gigi sulung. Kurangnya ketepatan mungkin berkaitan dengan
ketidakmampuan anak untuk memahami test yang dilakukan.
Beberapa metode telah dikembangkan dan dianjurkan sebagai teknik non-invasif untuk
mencatat aliran darah pada pulpa gigi manusia. Dua dari beberapa metode ini termasuk
penggunaan laser Doppler flowmeter dan transmitted-light photoplethysmography. Sebagai yang
diperlihatkan pada skema Gambar. 19-3, metode ini utamanya bekerja dengan mentransmisikan
suatu laser atau cahaya melalui mahkota gigi; sinyal tersebut disambut pada sisi gigi lainnya
dengan suatu fiber optik dan photocell. Manfaat yang nyata dari teknik ini adalah bersifat non-
invasif, utamanya dibandingkan dengan test pulpa elektrik. Tidak hanya terdapat ketidakakuratan
pada respon pulpa terhadap stimulus elektrik, namun alat test pulpa tersebut dapat menyebabkan
nyeri. Karena test tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan untuk pasien muda, rencana
perawatan gigi yang lebih jauh lagi dapat terganggu. Suatu penelitian oleh Miwa dan rekannya
menyarankan bahwa teknik transmisi cahaya dapat mendeteksi aliran darah pulpa pada gigi
permanen muda dan dapat diaplikasikan untuk menilai vitalitas pulpa.
Gambar 19-4. Terapi pulpa indirek. A, Gigi sulung atau permanen dengan karies dalam. B, Karies yang
kasar dihilangkan dan kavitas di sealed dengan semen jangka panjang yang biokompatibel atau material
restorasi. C, 6 hingga 8 minggu kemudian kavitas di buka kembali dan sisa karies di eskavasi. Lapisan
dentin yang sehat melindungi pulpa, dan gigi siap untuk di restorasi akhir.
Gambar 19-5. A, Molar kedua sulung dengan karies oklusal dalam. Karena gigi tersebut bebas dari
gejala nyeri pulpitis, maka dilakukan terapi pulpa indirek. B, Karies yang kasar dihilangkan. Sedikit
karies dentin yang lunak dibiarkan pada dasar kavitas. C, Calcium hydroxide ditempatkan diatas sisa
karies tersebut. Kemudian kavitas di sealed dengan suatu material restorasi sementara jangka panjang. D,
Setelah 6 hingga 8 minggu, material restorasi sementara dihilangkan. Karies pada dasar kavitas terlihat
terhenti dan kering. E, Sisa karies telah dihilangkan. F, Setelah penempatan basis yang biokompatibel,
gigi molar kedua sulung direstorasi menggunakan amalgam.
Gambar 19-6. Preformed stainless steel band disementasi ke gigi untuk mendukung material perawatan
pulpa indirek.
Gambar 19-7. A, Gambaran radiograf gigi molar pertama permanen memperlihatkan lesi karies dalam.
Karies yang keras telah dibersihkan, dan calcium hydroxide ditempatkan diatas sisa karies. Gigi
direstorasi dengan amalgam dan tidak dibuka kembali untuk pembersihan karies seluruhnya dalam 3
bulan. B, Dentin skleroitik dapat terlihat dibawah sisa karies dan lapisan calcium hydroxide (panah). C,
Gigi dibuka kembali, dan sisa karies dibersihkan. Suatu dentin barier yang sehat diobservasi pada dasar
kavitas. Restorasi amalgam yang baru, ditempatkan setelah pembersihan karies seluruhnya.
Gambar 19-8. Eksposur pulpa oleh karies akan memperlihatkan inflamasi yang berjalan lambat pada
area eksposur. Fragmen dari dentin yang nekrotik akan terbawa ke pulpa selama eskavasi karies.
HEMOGRAM GIGI
Temuan dari Guthrie telah mendukung pengamatan yang disebutkan sebelumnya.
Penelitiannya dirancang untuk melihat nilai hitung diferensial dari sel darah putih (hemogram)
pada pulpa gigi sebagai tambahan diagnostik dalam menentukan patologi atau perubahan
degeneratif pada pulpa. Tetesan darah pertama dari pulpa yang terekspos digunakan untuk
membuat hemogram ini. Selanjutnya, gigi yang akan tersebut diekstraksi. Berdasarkan
pemeriksaan histologi, ditentukan apakah gigi tersebut akan menjadi kandidat yang baik untuk
prosedur pulpotomi. Gigi dengan proses inflamasi masih terlokalisasi hanya pada area pulpa
korona, kemudian diklasifikasikan sebagai kandidat yang baik untuk pulpotomi. Apabila
inflamasi meluas menuju pulpa pada saluran akar melewati area yang seharusnya diamputasi,
gigi tersebut ditentukan sebagai gigi dengan kandidat yang buruk terhadap pulpotomi. Walaupun
tidak adanya gambaran darah yang konsisten pada grup tesebut, gigi yang ditentukan berisiko
buruk memiliki peningkatan jumlah neutrofil dan memberikan bukti perdarahan yang berlebihan
serta nyeri selain pada saat makan. Pada pemeriksaan histologi, banyak gigi yang termasuk
dalam grup berisiko buruk memperlihatkan adanya resorpsi internal pada pulpa di saluran
akarnya.
Penggunaan hemogram gigi bukan merupakan alat diagnostik praktikal pada manajemen
klinis rutin kasus pulpa vital yang terekspos. Bagaimanapun, penggunaan eksperimental dari
hemogram gigi telah memastikan bahwa riwayat nyeri spontan dan bukti klinis adanya hemoragi
pulpa yang berlebihan cenderung berkaitan dengan inflamasi signifikan pada jaringan pulpa.
PULPOTOMI
Pengangkatan bagian korona dari pulpa adalah sebuah prosedur untuk merawat gigi
sulung dan permanen dengan karies pulpa yang terbuka. Pembenaran dari prosedur ini adalah
bahwa jaringan pulpa korona, yang berada dekat dengan karies, biasanya mengandung
mikroorganisme dan memperlihatkan tanda inflamasi dan perubahan degeneratif. Jaringan yang
abnormal dapat dihilangkan, dan penyembuhan dibiarkan pada jalur masuk saluran akar
utamanya pada area pulpa vital. Bahkan prosedur pulpotomi ini bagaimanapun juga memiliki
persentase kegagalan yang tinggi, kecuali pengerjaannya dilakukan pada gigi yang telah dipilih
denga hati-hati.
Pada prosedur pulpotomi, gigi awalnya dilakukan anestesi dan diisolasi menggunakan
rubber dam. Teknik surgically clean harus selalu diterapkan selama prosed pengerjaannya.
Seluruh sisa karies gigi harus dibersihkan dan juga enamel yang overhanging, untuk
menyediakan akses yang baik menuju pulpa korona. Nyeri selama pembersihan karies dan
instrumentasi dapat mengindikasikan adanya kesalahan saat melakukan teknik anestesi. Lebih
jauh lagi, bagaimanapun, hal tersebut mengindikasikan adanya hiperemi pulpa dan inflamasi
yang menandakan bahwa gigi tersebut beresiko buruk untuk dilakukan pulpotomi vital. Apabila
pulpa pada area yang terekspos mengalami perdarahan berlebihan setelah pembersihan karies
seluruhnya, gigi tersebut juga merupakan kandidat yang berisiko buruk terhadap pulpotomi vital.
Seluruh atap pulpa harus diangkat. Tidak boleh terdapat dentin yang overhanging dari
atap pulpa atau tanduk pulpa yang tersisa. Tidak boleh ada upaya yang dilakukan untuk
mengontrol perdarahan hingga pulpa korona selesai diamputasi. Sebuah akses berbentuk corong
pada jalur masuk saluran akar harus diciptakan. Eskavator tajam dan cukup besar untuk meluas
melewati jalur masuk saluran akar, harus digunakan untuk meng-amputasi pulpa korona.
Tunggul pulpa (pulp stumps) harus dieksisi dengan bersih tanpa adanya sisa jaringan yang
berada pada lantai kamar pulpa. Kamar pulpa kemudian diirigasi dengan aliran air ringan dari
spuit dan di evakuasi. Cotton pellet dilembapkan dengan air kemudian ditempatkan pada kamar
pulpa dan dibiarkan berada di atas pulp stumps hingga terbentuk bekuan darah (Gambar 19-10).
Pengamatan laboratoris dan klinis mengindikasikan bahwa teknik dan material capping
yang berbeda dibutuhkan pada perawatan gigi sulung daripada gigi permanen. Sebagai hasil
pengamatan ini, dua teknik pulpotomi yang secara spesifik berbeda telah berkembang dan
digunakan secara umum.
Gambar 19-10. Pulp stumps yang telah dieksisi dengan bersih tanpa meninggalkan sisa jaringan pada
lantai atau dinding kamar pulpa. Hemoragi telah dikontrol. Perhatikan juga bahwa atap kamar pulpa telah
diangkat seluruhnya untuk menyediakan akses total menuju saluran akar.
Teknik Pulpotomi untuk Gigi Permanen
Teknik pulpotomi menggunakan calcium hydroxide direkomendasikan pada perawatan
gigi permanen dengan karies pulpa yang terekspos, dimana terdapat peubahan patologi pada
pulpa di area eksposur, walapun pengunaan mineral trioxide aggregate layak diteliti lebih lanjut.
Prosedur ini utamanya diindikasikan untuk gigi permanen dengan akar yang belum tertutup
sempurna namun memiliki jaringan pulpa yang sehat pada saluran akarnya. Prosedur ini juga
diindikasikan untuk gigi permanen dengan pulpa yang terekspos karena fraktur mahkota dimana
trauma tersebut juga menyebabkan fraktur akar pada gigi yang sama. Prosedur tersebut
diselesaikan dalam sekali kunjungan. Hanya gigi yang bebas dari gejala nyeri pulpitis yang
dipertimbangkan untuk dilakukan perawatan. Prosedur tersebut melibatkan amputasi dari bagian
pulpa korona seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kontrol hemoragi, dan penempatan
calcium hydroxide sebagai material capping diatas jaringan pulpa yang tersisa di saluran akar
(Gambar 19-11). Suatu lapisan pelindung yang oleh semen hard-setting ditempatkan diatas
calcium hydroxide untuk menyediakan seal yang adekuat. Selanjutnya gigi dipreparasi untuk
dibuatkan restorasi full-coverage. Bagaimanapun, apabila jaringan pulpa di saluran akar terlihat
hiperemik setelah amputasi jaringan pulpa di korona, pulpotomi tidak lagi direkomendasikan.
Perawatan endodontik menjadi indikasi apabila gigi tersebut tetap ingin dipertahankan.
Setelah 1 tahun, gigi yang telah berhasil dilakukan perawatan pulpotomi harus memiliki
ligamen periodontal dan lamina dura yang normal, terlihat pada radiograf adanya jembatan
terkalsifikasi apabila calcium hydroxide digunakan sebagai material capping, dan tidak ada
gambaran radiograf berupa resorpsi internal atau resorpsi patologis. Perawatan gigi permanen
menggunakan metode calcium hydroxide telah memberikan hasil kesuksesan yang tinggi apabila
gigi dipilih dengan hati-hati berdasarkan pengetahuan teknik diagnostik yang ada.
Gambar 19-11. A, Pulpa pada gigi molar permanen pertama telah terpapar oleh karies. Gigi telah
dipertimbangkan sebagai kandidat untuk teknik pulpotomi menggunakan calcium hydroxide. B, Jembatan
yang terkalsifikasi telah terbentuk diatas pulpa vital di saluran akar. C, Berlanjutnya perkembangan akar
dan resesi pulpa mengindikasikan keberlanjutan vitalitas pulpa. Mahkota harus didukung dengan restorasi
full-coverage.
Serangkaian penelitian oleh Loos, Straffon, dan Han telah mengarahkan kepada
kesimpulan bahwa formokresol Buckley yang diencerkan (konsentrasi 1:5) apabila diaplikasikan
pada jaringan dapat mencapai respon sel yang memiliki keefektifan yang sama dengan agen
formokresol dengan konsentrasi penuh, dan juga memberikan penyembuhan yang lebih cepat
pada sel yang terkena. Peneliti menyarankan bahwa konsentrasi 1:5 merupakan medikamen yang
lebih aman yang akan menghasilkan hasil yang sama baiknya dengan lebih sedikit masalah post-
operatif dalam prosedur pulpotomi. Formula original dari formokresol Buckley merupakan
bagian yang terdiri dari formaldehid dan kresol (Sultan Chemists, Inc., Englewood, NJ).
Konsentrasi 1:5 dari formula ini disiapkan pertama kali dengan mencampurkan tiga bagian dari
gliserin dengan satu bagian dari air yang disuling, kemudian empat bagian dari pengenceran ini
ditambahkan ke dalam satu bagian dari formokresol Buckley, dan secara menyeluruh
dicampurkan kembali.
Beberapa dokter gigi lebih memilih untuk membuat material pulp-capping dengan cara
mencampurkan bubuk zinc oxide dengan bagian yang sama dari eugenol dan formokresol. Tidak
terbukti adanya kontraindikasi untuk menambahkan formokresol kedalam campuran;
bagaimanapun, tidak pula terdapat manfaat yang terbukti. Mengingat efek samping dari
formokresol dan kekhawatiran mengenai potensi toksisitas dan mutagenik dari penggunaan
formokresol yang berlebihan, penggunannya dalam pasta zinc oxide-eugenol tidak disarankan.
Gambar 19-12. A, Teknik pulpotomi menggunakan formokresol telah selesai dilakukan. B, Tampilan
normal dari jaringan pendukung mengindikasikan bahwa perawatan telah berhasil. Gigi harus direstorasi
menggunakan stainless steel crown.