Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sangat disadari bahwa perawatan gigi sulung memiliki banyak tujuan yang
sama dengan pemeliharaan gigi permanen. Gigi sulung memilki manfaat dalam
menjaga integritas lengkung gigi, dengan demikian dapat mencegah maloklusi,
membantu fungsi berbicara, mastikasi yang baik, mencegah kebiasaan abnormal
lidah, dan memberikan fungsi estetika. Gigi sulung memiliki tujuan tambahan
untuk memberikan panduan erupsi terhadap gigi permanen. Oleh karena itu
merawat gigi sulung yang telah terinfeksi atau mengalami trauma merupakan
sebuah keharusan. Namun, perawatan pulpa gigi yang terekspos oleh proses
karies, atau secara tidak sengaja selama preparasi kavitas, atau bahkan sebagai
akibat dari cedera dan fraktur gigi telah lama menjadi tantangan untuk semua
dokter gigi. Pada awal 1756, Pfaff melaporkan menempatkan sepotong kecil emas
di atas paparan vital dalam upaya untuk mempromosikan penyembuhan
(McDonald, 2012).
Meskipun telah ditetapkan bahwa pulpa memiliki kemampuan untuk
penyembuhan, masih banyak yang perlu dipelajari mengenai pengendalian infeksi
dan inflamasi pada pulpa vital. Metode yang lebih efektif dari terapi pulpa masih
diperlukan, dan penelitian lebih lanjut diperlukan (McDonald, 2012).
1.2 Tujuan
- Memahami pertimbangan rencana perawatan pada gigi vital
- Memahami evaluasi prognosis sebelum dilakukan terapi pulpa
- Memahami prosedur perawatan terapi pulpa pada gigi vital
- Memahami laporan kasus terkait terapi pulpa pada gigi vital

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertimbangan rencana perawatan pulpa pada gigi vital
1. Riwayat rasa nyeri
Riwayat ada atau tidaknya rasa nyeri harus menjadi pertimbangan utama
untuk perawatan pulpa pada gigi vital. Nyeri pada gigi sesaat setelah makan,
kemungkinan tidak mengindikasikan adanya keradangan pulpa yang luas.
Rasa sakit mungkin disebabkan oleh akumulasi makanan di dalam lesi karies,
adanya tekanan, atau iritasi kimiawi pada pulpa vital yang dilindungi oleh
selapis dentin. Nyeri gigi yang parah pada malam hari biasanya menandakan
degenerasi pulpa yang luas dan membutuhkan lebih dari terapi pulpa
konservatif. Nyeri gigi spontan yang terjadi kapan saja biasanya menandakan
penyakit pulpa telah berkembang semakin dalam (McDonald, 2016).
2. Tanda dan gejala klinis
Adanya abses gingiva atau fistula yang berkaitan dengan adanya lesi karies
yang dalam, merupakan tanda klinis yang jelas dimana kondisi pulpa tidak
dapat kembali normal hanya dengan penumpatan. Infeksi ini hanya dapat
diatasi dengan perawatan endodontik atau ekstraksi gigi. Selain itu, adanya
kegoyangan gigi dan sensitivitas terhadap perkusi atau tekanan dapat menjadi
tanda klinis masalah gigi lainnya, seperti restorasi yang overhanging atau
penyakit periodontal lanjut. Namun, ketika informasi klinis ini diidentifikasi
pada anak dan dikaitkan dengan gigi yang memiliki lesi karies yang dalam,
masalahnya kemungkinan besar disebabkan oleh penyakit pulpa dan mungkin
disebabkan keterlibatan inflamasi ligamen periodontal (McDonald, 2016).
3. Interpretasi radiografi
Interpretasi radiografi lebih sulit pada anak-anak daripada pada orang dewasa.
Gigi permanen pada anak dapat memberi gambaran ujung akar yang belum
terbentuk secara sempurna sehingga memberikan kesan radiolusen periapikal,
selain itu akar gigi sulung yang menjalani resorpsi fisiologis normal bahkan
sering disalah artikan sebagai adanya perubahan patologis (McDonald, 2016).

2
4. Tes vitalitas pulpa
Tes pulpa elektrik pada anak-anak, merupakan sesuatu yang masih
dipertanyakan. Meski dapat memberi indikasi apakah pulpa masih dalam
keadaan vital, namun tidak dapat memberi bukti adanya peradangan pada
pulpa. Selain itu, anak-anak juga dikhawatirkan tidak kooperatif dalam
menjalani prosedur tes vitalitas pulpa itu sendiri. Namun, penelitian Hori dkk
(2011), telah ditemukan akurasi terhadap tes termal, diikuti tes panas,
kemudian tes dingin (McDonald, 2016).
5. Kondisi fisik pasien
Pemeriksaan kondisi fisik pasien merupakan bagian yang sangat penting untuk
penentuan rencana perawatan. Pada beberapa kasus, pencabutan gigi yang
didahului dengan premedikasi antibiotik memiliki prognosis yang lebih baik
dibanding perawatan pulpa. Anak-anak dengan kondisi yang membuat mereka
rentan terhadap endokarditis bakteri subakut atau mereka yang mengalami
nefritis, leukemia, solid tumor, neutropenia siklik idiopatik, atau kondisi apa
pun yang menyebabkan penurunan granulosit atau penurunan jumlah leukosit
polimorfonuklear tidak boleh sampai mengalami kondisi akut, dimana kondisi
ini dapat terjadi apabila terapi pulpa yang dilakukan mengalami kegagalan.
Terapi pulpa untuk gigi anak yang memiliki kondisi sakit kronis dapat
dilakukan setelah pertimbangan yang baik mengenai kondisi umum anak,
prognosis terapi endodontik, dan kepentingan dari mempertahankan gigi yang
terlibat (McDonald, 2016).
2.2 Evaluasi prognosis perawatan sebelum terapi pulpa
Proses diagnostik untuk menentukan gigi yang merupakan indikasi untuk
terapi pulpa vital yaitu gigi dipastikan dapat merespon prosedur terapi pulpa
dengan baik. Sebagai contoh, apabila mahkota gigi tidak dapat direstorasi atau
struktur periodontal mengalami kerusakan, maka terapi pulpa juga tidak akan
berhasil (McDonald, 2016).
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan:
1. Tingkat kerjasama dan motivasi pasien dengan orang tua dalam menerima
perawatan

3
2. Tingkat keinginan dan motivasi pasien dan orang tua dalam menjaga
kesehatan dan kebersihan mulut
3. Aktivitas karies pada pasien
4. Tahap perkembangan gigi pasien
5. Tingkat kesulitan yang dapat diantisipasi dari terapi pulpa pada kasus
tertentu
6. Masalah space management yang dihasilkan dari pencabutan sebelumnya,
maloklusi yang sudah ada sebelumnya, ankylosis, gigi yang hilang secara
kongenital, dan hilangnya ruang yang disebabkan oles karies yang luas
pada gigi, sehingga dapat mengakibatkan pergeseran atau drifting
7. Ekstrusi gigi yang berlebihan diakibatkan hilangnya gigi antagonismya.
2.3 Indirect pulp capping (Gross caries removal)
Indirect pulp capping merupakan suatu prosedur dimana sebagian karies dentin
yang dalam pada kavitas ditinggalkan sedikit untuk menghindari eksposur
terhadap pulpa, diikuti pemberian medikamentosa dan ditutup dengan material
restoratif dengan tujuan merangsang penyembuhan pulpa (Marwah, 2014).
Menurut McDonald (2011), indirect pulp capping merupakan suatu prosedur
dimana infected caries dihilangkan, kemudian kavitas dilapisi oleh material yang
kompatibel.
Tujuan indirect pulp capping diantaranya adalah: (Rao, 2012; Marwah, 2014)
- Menghilangkan infected dentin, dan meninggalkan affected dentin sehingga
dapat terjadi remineralisasi pada affected dentin dan berfungsi sebagai barrier
pulpa
- Menghentikan proses karies
- Merangsang pembentukan dentin sklerosis
- Menstimulasi formasi dentin tersier
- Meremineralisasi karies dentin
Karies dentin terdiri dari dua lapisan yang berbeda. Lapisan luar, merupakan
lapisan dentin yang terinfeksi, tidak dapat diremineralisasi, dan harus dihilangkan.
Lapisan dalam, merupakan lapisan dentin yang tidak terinfeksi, dapat
diremineralisasi, dan dapat dipertahankan. Lapisan luar karies dentin harus

4
dihilangkan karena banyak mengandung mikroorganisme yang mengandung
toksin sehingga dapat membuat demineralisasi pada dentin menjadi lebih dalam.
Lapisan dari karies dentin:
Outer Layer Middle Layer Inner Layer
Tekstur halus, nekrotik, Tekstur kasar, lapisan Teksturkeras, diskolorasi,
berwarna coklat diskolorasi dalam
Akumulasi bakteri paling Akumulasi bakteri sedang Akumulasi bakteri paling
banyak minimal
Tidak nyeri saat dilakukan Nyeri saat dilakukan Nyeri saat terkena
perawatan pengambilan perawatan pengambilan instrumen
jaringan karies jaringan karies

Infected dentin Affected dentim


Ditandai dengan adanya mikroorganisme, Tidak mengandung mikroorganisme steril
dimana produk toksin dari
mikroorganisme tersebut menyebabkan
demineralisasi pada dentin.

Indikasi indirect pulp capping


Riwayat Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Radiografi
Nyeri ringan saat Lesi karies yang dalam Lamina dura dan ligamen
makan, namun tidak melibatkan periodontal tampak normal;
Tidak ada riwayat nyeri pulpa, tidak ada mobilitas; tidak ada gambaran
spontan Ketika affected dentin radiolusen pada tulang
terlihat jelas setelah didaerah apikal/furkasi gigi
pembuangan infected dentin

5
Kontraindikasi indirect pulp capping
Riwayat Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Radiografi
Nyeri tajam, terdapat Terdapat kegoyangan gigi, Gambaran lesi menembus
riwayat nyeri spontan diskolorasi gigi, electric ruang pulpa, terputusnya
pulp testing tidak bereaksi lamina dura, gambaran
radiolusen pada apikal,
pelebaran ligamen periodontal

Prosedur perawatan indirect pulp capping: (Marwah, 2014).


Visit pertama:
1. Anestesi lokal dan isolasi dengan rubber dam
2. Karies dibersihkan dengan high speed handpiece dan ekskavator, seluruh
infected dentin harus dihilangkan
3. Ekskavasi dihentikan saat didapati konsistensi pada dentin keras/sehat,
pengambilan tepi gigi yang tajam
4. Kavitas dibersihkan dengan larutan saline dan dikeringkan dengan cotton
pellet
5. Kavitas dibilas dengan saline dan dikeringkan dengan cotton pellet
6. Letakkan kalisum hidroksida pada dasar kavitas
7. Isi dengan zinc oxide eugenol
Visit Kedua: 6-8 minggu kemudian
8. Ananmnesa pasien, dipastikan tidak ada riwayat nyeri spontan, restorasi
sementara dalam keadaan baik
9. Apabila dentin reparatif terbentuk dengan baik secara klinis maupun
pemeriksaan radiografis, maka dapat dilanjutkan dengan restorasi
permanen. Terbentuknya reparative dentin dapat dilihat dengan adanya
perubahan warna dari merah menjadi abu-abu muda atau coklat muda.
Tekstur kavitas berubah menjadi keras.
10. Apabila masih terdapat sedikit karies yang tersisa, maka dilakukan
kembali pembersihan jaringan karies dengan hati-hati.
11. Irigasi kavitas dan keringkan
12. Dasar kavitas dilapisi dengan kalsium hidroksida

6
13. Aplikasi basis dengan zinc oxide eugenol atau GIC
14. Restorasi tetap

Gambar 1. Prosedur indirect pulp capping. Keterangan: a)Karies yang dalam dekat
dengan pulpa, b)Infected dentin dihilangkan dan affected dentin ditinggalkan c) Aplikasi
kalsium hidroksida diatas affected dentin e)Gigi di restorasi tetap (Rao, 2012).
Terdapat 3 tipe pembentukan dentin baru:
1. Cellular fibrillar dentin – pada 2 bulan pertama
2. Globular dentin- 3 bulan
3. Tubular dentin (uniform mineralized dentine)
- 1/5 bagian dentin terbentuk saat ≤ 30 hari
- Setelah 3 bulan, terbentuk lapisan dentin reparatif dengan ketebalan 0,1
mm
2.4 Direct Pulp Capping
Direct pulp capping merupakan prosedur dimana bahan pelapis deletakkan
diatas pulpa terbuka yang disebabkan ekskavasi dari karies yang dalam atau
akibat trauma (Rao, 2012).

7
Tujuan:
Untuk membentuk dentin yang baru di daerah pulpa terbuka diikuti proses
penyembuhan pulpa
Indikasi direct pulp capping:
- Terbukanya pulpa secara mekanis berukuran kecil < 1mm, pada gigi
sulung atau gigi permanen vital yang bersifat asimptomatik
- Terbukanya pulpa disertai dengan hemorrage merah terang yang
keluar saat preparasi, mudah dihentikan dengan cotton pellet kering
dan tekanan ringan (Marwah, 2014).
Kontraindikasi direct pulp capping:
- Terbukanya pulpa karies pada gigi sulung
- Ada keluhan nyeri spontan atau gigi non vital
- Ada pembengkakan/fistula
- Sensitif terhadap perkusi
- Perdarahan berlebihan pada area terbukanya pulpa
- Ada kegoyangan gigi
- Ada penurunan tulang alveolar
- Ada resorpsi internal atau resorpsi eksternal
- Ada pus yang muncul dari daerah terbukanya pulp (Marwah 2014).
Alasan direct pulp caping kurang disarankan untuk perawatan gigi sulung:
Penyebaran peradangan yang cepat ke seluruh pulpa koronal, karena
meningkatnya suplai darah. Akibatnya, respon inflamasi lebih cepat dan lokalisasi
infeksi menjadi buruk (Marwah, 2014).

Prosedur perawatan direct pulp capping:


1. Isolasi dengan rubber dam
2. Apabila pulpa telah terekspos, hindari manipulasi pulpa lebih lanjut
3. Kavitas diirigasi dengan saline
4. Perdarahan ditekan dengan cotton pellet
5. Letakkan bahan pelapis pada pulpa terbuka dengan tekanan ringan
6. Tumpat sementara
7. Restorasi tetap bila pulp capping berhasil (Marwah, 2014).

8
Perawatan pulp capping dinyatakan berhasil apabila:
- Terbentuk dentin bridge
- Pulpa tetap vital
- Tidak terdapat nyeri

Gambar 2.Direct pulp caping. Ket: a)Tanduk pulpa tinggi b)Tanduk pulpa
terekspos akibat preparasi c)Kalsium hidroksida diaplikasikan pada pulpa yang
terekspos d)basis diletakkan diatas kalsium hidroksidsa e) ditutup dengan restorasi
permanen (Rao, 2012).
Bahan yang digunakan dalam perawatan direct pulp caping:
1. Kalsium hidroksida
- Memiliki sifat antimikroba dan memiliki kemampuan untuk
menginduksi pembentukan jaringan keras

9
- Memiliki alkalinitas tinggi dengan PH 11, merupakan lingkungan yang
menguntungkan untuk aktivasi enzim alkaline phosphatase yang
membantu proses mineralisasi
2. Zinc oxide eugenol
3. Ledermix
Campuran kortikosteroid dan antibiotik. Terbuat dari komponen powder
dan liquid. Powder mengandung dimethyl chlortetracyline hydrochloride,
triamcinolone acetonide, zinc oxide dan calcium hydroxide. Liquid terbuat
dari eugenol dan minyak turpentine
4. Semen polikarboksilat
5. Semen trikalsium fosfat
6. Cyanoacrylate
7. Kolagen
8. 4-META (4-Methacryl oxyethyl trimellitate anhydride)
9. MTA (Mineral Trioxide Aggregate)
Keunggulan:
- Menghasilkan dentinal bridge yang lebih baik dalam jangka waktu
yang lebih pendek
- Lebih sedikit inflamasi pulpa terlihat
- Kemampuan untuk mengatur lingkungan yang lembap
- Memiliki adaptasi marginal yang sangat baik
- membentuk lapisan reaksioner pada dentin yang menyerupai struktur
hidroksiapatit
- Merangsang pelepasan sitokin
- Menginduksi proliferasi sel pulpa (Rao, 2012).
2.5 Pulpotomi
Pulpotomi merupakan prosedur pengambilan jaringan pulpa bagian
koronal diikuti dengan meletakkan bahan diatas pulpa yang diamputasi sehingga
terjadi penyembuhan dan mempertahankan gigi tetap vital (Rao, 2012).
Tujuan:

10
- Pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang terinfeksi serta
mengalami keradangan dan meninggalkan jaringan pulpa dalam
saluran akar tetap vital dan sehat
- Mempertahankan gigi dalam lengkung yang benar (Marwah, 2014).
Indikasi perawatan pulpotomi:
- Paparan pulpa mekanik pada gigi sulung
- Gigi menunjukkan lesi karies yang cukup luas tetapi bebas dari pulpitis
radikuler
- Terdapat riwayat nyeri spontan
- Pendarahan berwarna merah terang dan dapat dikontrol
- Setidaknya 2/3 dari panjang akar masih ada untuk menghasilkan
perawatan yang baik
- Tidak terdapat abses/fistula
- Gigi permanen muda vital dengan pulpa terbuka dimana bagian
apikalnya belum terbentuk dengan sempurna (Marwah, 2014).
Kontraindikasi pulpotomi:
- Riwayat nyeri spontan
- Terdapat nyeri kontinyu
- Tes perkusi dirasakan nyeri
- Resorpsi lebih dari 1/3 panjang akar
- Karies yang luas sehingga gigi tidak dapat dilakukan restorasi tetap
- Pasien dengan penyakit jantung dan immunocompromised
- Terdapat bengkak, fistula
- Kegoyangan gigi (Rao 2012;Marwah, 2014).
Jenis-jenis pulpotomi vital:
I. Vital Pulpotomi
1. Devitalisasi pulpotomi:
a. Formokresol pulpotomi
Indikasi perawatan untuk kasus gigi sulung dengan karies terbuka oleh
karena karies dan trauma.
Komposisi formokresol:
- Formaldehid (19%), berinteraksi dengan protein pada jaringan

11
- Cresol (39%)
- Glycerin (15%)
- Air (31%) (Marwah, 2014).
Kekhawatiran akibat penggunaan formokresol:
- Toksisitas. Telah terbukti bersifat sitotoksik, mutagenik, dan
karsinogenik
- Distribusi sistemik. Dapat ditemukan pada ligamen periodontal, tulang,
dentin, dan urin
- Antigenositas. Potensi imunogenik formaldehida
- Mutagenitas dan sitogenitas dalam sel ginjal (Marwah, 2014).
Prosedur kerja formokresol pulpotomi:
1. Anestesi lokal dan isolasi dengan rubber dam
2. Pengambilan atap pulpa dengan round bur
3. Bersihkan / ambil semua undercut de
4. Jaringan pulpa dalam ruang pulpa di amputasi menggunakan eskavator
5. Atap pulpa dibilas dengan saline untuk menghilangkan seluruh debris
6. Tekan perlahan menggunakan cotton pellet steril dan formokresol
selama 4 menit untuk menghentikan perdarahan
7. Isi ruang pulpa dengan zinc oxide eugenol
8. Basis dengan zinc fosfat/GIC
9. Jadwalkan untuk kontrol setelah 1 minggu, apabila tidak ada keluhan,
maka dapat diberi restorasi tetap atau stainless steel crown (Marwah,
2014).
b. Modifikasi formokresol pulpotomi
Digunakan oleh Trask (1972) pada gigi molar permanen muda yang harus
dipertahankan hanya untuk periode yang singkat. Teknik ini identik dengan
Teknik formokresol pulpotomi yang telah dijelaskan sebelumnya, kecuali
bahwa pellet formokresol diletakkan permanen di dalam gigi (Marwah,
2014).
c. Devitalisasi pulpotomi two visit

12
Merupakan prosedur dua tahap yang melibatkan paraformaldehid untuk
mengobati keseluruhan jaringan pulpa koronal dan radikular dalam dua kali
kunjungan (Marwah, 2014).
Indikasi:
- Terdapat pus pada ruang pulpa, namun bukan pada daerah yang
diamputasi
- Terdapat perdarahan yang sulit dikontrol
- Penebalan ligamen periodontal
- Riwayat nyeri
Kontraindikasi:
- Gigi yang tidak dapat direstorasi tetap
- Gigi dengan nekrosis pulpa
Prosedur kerja pulpotomi two visit:
Kunjungan pertama
Visit pertama:
1. Anestesi lokal dan pemasangan rubber dam
2. Preparasi kavitas
3. Ekskavasi jaringan nekrotik
4. Perlebar jangkauan menggunakan round bur
5. Pasta paraformaldehyde dan cotton pellet diletakkan di atas pulpa
terbuka
6. Tumpat sementara selama kurang lebih 2 minggu (memberi waktu
untuk gas formaldehyde memisah dari paraformaldehid kemudia akan
masuk ke dalam pulpa koronal dan radikular, dengan demikian
mengobati jaringan)
Visit kedua (1-2 minggu kemudian):
7. Isolasi gigi
8. Tumpatan sementara dan cotton pellet diambil
9. Bersihkan kavitas dengan saline dan keringkan dengan cotton pellet
steril
10. Ruang pulpa diisi dengan pasta antiseptic atau obturasi
11. Restorasi dengan SSC

13
d. Electrosurgical pulpotomi
Pertama kali digunakan oleh Mark (1993), dan mencapai angka
keberhasilan 99%
Prosedur electrosurgical pulpotomi:
1. Anestesi lokal dan isolasi dengan rubber dam
2. Karies dihilangkan dengan round slow speed bur
3. Cotton pellet steril diletakkan diatas jaringan pulpa, ditekan untuk
mengontrol perdarahan
4. Elektroda diletakkan 1-2 mm diatas jaringan pulpa
5. Arus diaplikasikann selama 1-2 detik diatas jaringan pulpa, diselingi 5
detik periode cool down. Prosedur ini dilakukan berulang sebanyak 3
kali di setiap orrifice pulpa, hingga terdapat warna kecoklatan pada
jaringan
6. Isi ruang pulpa dengan zinc oxide eugenol
7. Aplikasikan restorasi permanen/SSC
e. Laser pulpotomi
Pada tahun 1985, Ebimara melaporkan hasil dari laser Neodimium-doped
yttrium aluminium garnet (ND:YAG) pada penyembuhan jaringan pulpa yang
diamputasi. Setelah ekstirpasi jaringan pulpa selesai, dilakukan paparan laser
ND:YAG pada 20 HZ. Kemudian pasta zinc oxide eugenol diaplikasikan pada
ruang pulpa dan dilakukan aplikasi restorasi permanen (Marwah, 2014).
2. Preservasi
Pada teknik ini, devitalisasi digunakan minimum di bagian pulpa koronal,
tetapi tidak seluas teknik devitalisasi dan tidak bersifat induktif seperti teknik
regenerasi (Rao, 2012).
a. Glutaraldehid pulpotomi
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Kopel pada tahun 1979. Kopel
mengatakan bahwa fiksasi yang memuaskan dengan formokresol
membutuhkan jumlah medikasi yang berlebihan serta periode interaksi yang
lebih lama dengan jaringan, tetapi larutan glutaraldehid dinilai dapat
menggantikan formokresol karena memiliki sifat fiksatif dengan kerusakan
jaringan yang lebih sedikit dan memiliki sifat bakterisidal (Marwah, 2014).

14
b. Ferric sulfat pulpotomi
Ferric sulfat sebagai solusi 15.5% telah digunakan secara umum sebagai
agen koagulasi dan hemostatik untuk cetakan mahkota dan bridge dan sedikit
bersifat asam. Ferric sulfate sebagai agen pulpotomi, memiliki mekanisme
mengendalikan perdarahan sehingga dapat meminimalkan kemungkinan
peradangan dan resorpsi internal (Marwah, 2014).
3. Regenerasi
Parsial pulpotomi (Cvek’s pulpotomi)
Merupakan prosedur pengangkatan sebagian kecil dari bagian koronal dari
pulpa vital sebagai sarana untuk mempertahankan sisa jaringan koronal dan
pulpa radikuler (Rao, 2012). Tujuan dari terapi ini adalah untuk menjaga
vitalitas pulpa radikular dan menghasilkan penutupan akar yang normal
(Marwah, 2014).
Indikasi parsial pulpotomi:
- Pada gigi permanen muda di mana pulpa terpapar secara mekanis atau
adanya bakteri dengan kondisi jaringan radikuler yang tersisa masih
vital berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografi, serta akar belum
menurtup dengan sempurna
Prosedur kerja parsial pulpotomi:
1. Anestesi gigi dan isolasi sengan rubber dam
2. Karies dihilangkan menggunakan ekskavator atau slow speed
round bur
3. Pulpa koronal dihilangkan
4. Setelah perdarahan berhenti, kalsium hidroksida diaplikasikan pada
jaringan pulpa yang terekspos, pastikan tidak ada blood clot
5. Kavitas ditumpat sementara
6. Saat kunjungan selanjutnya, dipastikan gigi tidak ada gejala dan
pada gambaran radiografi telah terbentuk secondary dentine bridge
7. Restorasi permanen

15
Gambar 3. Cvek’s pulpotomy (Marwah, 2014).
II. Non Vital Pulpotomi
Perawatan ideal pada gigi sulung non vital adalah pulpektomi, namun dalam
beberapa kasus perawatan tersebut tidak dapat dilakukan (Marwah, 2014).
Indikasi:
- Gigi sulung non vital
- Saluran akar tidak terlihat jelas, akar membengkok dengan tajam
- Pasien tidak kooperatif
Prosedur Perawatan Pulpotomi Non Vital:
Visit pertama
1. Pengambilan jaringan pulpa yang nekrotik pada bagian koronal
2. Irigasi ruang pulpa dengan saline, kemudian dikeringkan dengan cotton
pellet
3. Dilakukan sterilisasi dengan cotton pellet + larutan antiseptik yang kuat,
misalnya beechwood creosot
4. Tutup dengan tumpatan sementara
Visit Kedua
5. Anamnesa, tidak ada keluhan
6. Isi ruang pulpa bagian koronal dengan pasta antiseptik, misalnya pasta
formokresol, pasta tempophore
7. Restorasi tetap dengan stainless steel crown

16
2.6 Apeksogenesis
Apeksogenesis merupakan perawatan bagi gigi vital yang diharapkan
dapat menghasilkan pertumbuhan lanjut dari akar dan penutupan apeks yang
terbuka (Marwah, 2014).
Indikasi:
- Trauma pada gigi permanen dimana akar belum terbentuk sempurna
- Tidak ada riwayat nyeri spontan
- Tes perkusi tidak nyeri
- Tidak ada perdarahan
- Gambaran radiografi jaringan sekitar tidak ada kelainan
Kontraindikasi:
- Terdapat pus, riwayat nyeri berkepanjangan
- Terdapat debris-debris nekrotik di saluran akar
- Radiolusen pada periapikal
Prosedur perawatan apeksogenesis:
1. Lokal anestesi dan aplikasi rubber dam
2. Buka ruang pulpa
3. Jaringan pulpa bagian korona dihilangkan menggunakn ekskavator,
dilakukan secara hati-hati untuk mencegah kerusakan pada pulpa radikular
4. Debris dihilangkan, kontrol perdarahan dengan mengaplikasikan cotton
pellet moist diatas pulpa yang yang telah diamputasi
5. Aplikasikan kalsium hidroksida, diikuti dengan tumpatan sementara
6. Follow up gambaran radiografi secara berkala untuk memantau
perkembangan akar gigi hingga sempurna

Gambar 4:a) Trauma pada gigi permanen muda, b) Pengaplikasian pasta kalsium
hidroksida. C) Akar gigi telah berkembang (Marwah, 2014).

17
BAB 3
LAPORAN KASUS
Kasus: Indirect Pulp Treatment pada gigi molar permanen: Laporan kasus
dengan evaluasi selama 4 tahun.
Seorang anak usia laki-laki usia 16 tahun datang dengan keluhan muncul
rasa tidak nyaman pada gigi molar pertama permanen kiri bawah saat terkena
rangsangan fisik. Tidak terdapat riwayat nyeri spontan. Pada pemeriksaan klinis,
terdapat karies enamel berukuran kecil dengan sedikit perubahan warna pada
oklusal gigi 36. Hasil dari pemeriksaan termal menunjukkan sesnitivitas pulpa
kompatibel dengan inflamasi tahap reversibel.

Pada pemeriksaan radiografis, didapati gambaran karies yang dalam pada


sisi distal gigi 36, tanpa adanya gambaran radiolusen pada daerah periapikal,
maupun penebalan ligamen periodontal

 Prosedur perawatan
Tahap pertama:
1. Isolasi daerah kerja menggunakan rubber dam
2. Kavitas dibuka menggunakan round bur dan ekskavator, buang infected
dentin dan tinggalkan affected dentin

18
3. Kavitas dibilas dengan larutan kalsium hidroksida dan distilled water pada
pH 12 dan dikeringkan
4. Aplikasi dressing menggunakan kalsium hidroksida dan distilled water
paste yang diletakkan pada dasar kavitas

5. Tumpat sementara dengan resin modified glass ionomer cement

Tahap Kedua:
6. Setelah 60 hari, tidak terdapat nyeri spontan, dan pulpa dalam kondisi
normal atau vital. Pada pemeriksaan radiografi, tidak terdapat tanda-tanda
gambaran radiolusen pada periapikal dan tidak ada resorpsi pada dentin

7. Kavitas dibuka dan dibersihkan kembali

19
8. Bilas dengan larutan kalsium hidroksida, dan dikeringkan
9. Aplikasi pasta kalsium hidroksida diikuti aplikasi basis menggunakan
RMGIC

10. Restorasi permanen menggunakan komposit

Follow up selama 4 tahun:


11. Hasil pemeriksaan klinis dan radiografi menunjukkan pulpa gigi vital dan
normal

Pembahasan:
Beberapa studi retrospektif dan prospektif menunjukkan bahwa presentase
keberhasilan indirect pulp treatment baik pada gigi sulung maupun gigi permanen
berkisar antara 73-95%. Infected dentin merupakan lapisan lunak superfisial fibril
kolagen yang terdegradasi sebagian dan tidak dapat mengalami remineralisasi.
Affected dentin adalah lapisan yang mengalami demineralisasi dengan fibril
kolagen utuh namun dapat mengalami remineralisasi. Usia pasien merupakan

20
faktor yang harus dipertimbangkan karena perawatan konservatif lebih
diindikasikan terhadap pasien usia muda. Rata-rata kesuksesan penggunaan
kalsium hidroksida pada indirect pulp treatment berkisar antara 92%-97%.
Kalsium hidroksida memiliki marginal seal yang baik sehingga mengurangi
perlekatan bakteri, mengurangi progres lesi dan memicu reaksi fisiologis antara
pulpa dan dentin
Kesimpulan:
Pada kasus ini indirect pulp treatment dapat menjaga vitalitas pulpa dan fungsi
dari gigi molar permanen.

21
BAB 4
KESIMPULAN
Terapi pulpa pada gigi vital harus didasari oleh diagnosa yang sesuai
berdasarkan riwayat rasa nyeri, tanda dan gejala klinis, interpretasi radiografi, tes
vitalitas pulpa, dan kondisi fisik pasien. Selain itu, diperlukan pula kerjasama dan
motivasi pasien dengan orang tua dalam menerima perawatan, tingkat keinginan
dan motivasi pasien dengan orang tua dalam menjaga kesehatan dan kebersihan
mulut, aktivitas karies pada pasien, tahap perkembangan gigi pasien, serta
mengetahui tingkat kesulitan yang dapat diantisipasi dari terapi pulpa pada kasus
tertentu.

22
DAFTAR PUSTAKA
McDonald RE, Avery DR, Dean JA. 2011. McDonald and Avery’s Dentistry for
The Child and Adolescent, 9th edition. Missouri: Mosby Inc.
Marwah, N. 2014. Textbook of Pediatric Dentistry, 3rd edition. India: Jaypee
Brothers Medical Pub.
Rao, A. 2012. A. Principles and Practices of Pedodontics. 3rd ed., New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Pub.

23

Anda mungkin juga menyukai