Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah pulpa.
Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi utama
pulpa adalah formatif, yaitu membentuk odontoblast yang akan membentuk dentin
pada tahap awal perkembangan gigi. Selain itu, odontoblast juga berinteraksi
dengan sel-sel dari epitel dentin dan membentuk email. Setelah gigi terbentuk,
pulpa menyelenggarakan sejumlah fungsi sekundernya yang berkaitan dengan
sensivitas gigi, hidrasi, dan pertahanan.
Pulpa mempunyai hubungan dengan jaringan periradikuler gigi dan dengan
keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa,
jaringan periodontium juga akan terlibat. Demikian juga perawatan pulpa yang
dilakukan, akan dapat mempengaruhi jaringan disekitar gigi. Dalam kedokteran
gigi restorative, kedalaman kavitas yang harus dibuat ditentukan oleh ukuran dan
bentuk jaringan pulpanya. Ukuran dan bentuk ini, kelak akan dipengaruhi pula
oleh usia pasien dan tahap perkembangan gigi.
Pulpa gigi sulung dan gigi permanen muda dengan apeks yang belum
menutup sempurna, sangat kaya akan persediaan darah. Oleh sebab itu, salah satu
tujuan perawatan kesehatan gigi anak adalah melindungi dan mempertahankan
pulpa gigi dalam keadaan sehat, paling sedikit sampai tahap perkembangan gigi
selesai. Perawatan pulpa pada gigi sulung dapat dianggap sebagai upaya preventif
karena gigi yang telah dirawat dapat dipertahankan dalam keadaan nonpatologis
sampai saat tanggalnya yang normal. Dengan demikian, lengkung geligi dapat
dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi kunyah dipertahankan, infeksi dan
peradangan kronis dapat dipertahankan. Selain itu, mempertahankan gigi anterior
dapat memperbaiki fungsi estetik, mencegah timbulnya kebiasaan buruk pada
lidah, membantu fungsi bicara, dan mencegah timbulnya efek psikologis.
Endodontik gigi mempunyai karakteritis sendiri dan dalam perawatannya
harus selalu dilihat dalam satu kontak gigi geligi dan pasien. Rencana perawatan
termasuk tujuan jangka pendek dan prgram jangka panjang dan dapat ditentukan
2

sebelum perawatan endodontik gigi desidui gigi permanen muda dilaksanakan.


Beberapa hal yang diperlukan dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit pulpa
baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen muda adalah mengetahui
keadaan urnum penderita termasuk keadaan fisik anak. Kondisi ini dapat dilihat
dari status gizi, penyakit sistemik yang diderita. Pada anamnesa juga ditanyakan
latar belakang rasa sakit. Perjalanan rasa sakit yang dimulai dari awalnya rasa
sakit yang timbul, penyebab rasa sakit, lamanya, lokasi dan penyebaran rasa sakit
perlu ditanyakan pada penderita. Selain itu pada pemeriksaan ektra oral dilihat ada
tidaknya pembengkaan baik internal, eksternal maupun lokasi infeksi.

1.2 Rumusan masalah

Apakah diagnosa pada pasien anak mempengaruhi jenis perawatan yang


akan dilakukan.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Pulpa


Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah suatu
gigi. Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi
utama pulpa adalah formatif, yakni membentuk odontoblast yang akan
membentuk dentin. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga
berinteraksi dengan sel-sel dari epitel dentis dan membentuk email. Setelah gigi
terbentuk, pulpa menyelenggarakan sejumlah fungsi sekundernya yakni yang
berkaitan dengan sensitivitas gigi, hidrasi, dan pertahanan.
Cedera terhadap pulpa akan mengakibatkan ketidaknyamanan dan penyakit.
Oleh karena itu, keberadaan pulpa yang sehat merupakan pertimbangan penting
dalam menentukan rencana perawatan pada gigi. Dalam kedokteran gigi restoratif
misalnya, kedalam kavitas yang harus dibuat ditentukan oleh ukuran dan bentuk
jaringan pulpanya. Ukuran dan bentuk ini kelak akan dipengaruhi pula olah usia
pasien dan mungkin yang lebih pasti adalah oleh tahap perkembangan gigi. Tahap
perkembangan gigi bisa juga mempengaruhi perawatan saluran akar yang
adakalanya harus dilakukan. Prosedur yang biasa dilakukan terhadap gigi yang
telah selesai perkembangannya tidak selalu dapat diterapkan pada gigi yang
apeksnya belum berkembang sempurna (Walton dan Torabinejad. 2001; Ingle’s,
2008).
Radiografi dan tanda-tanda klinis selain gejala penyakit pulpa tidak selalu
mudah dibedakan dari tanda-tanda dan gejala penyakit dental dan nondental yang
lain. Misalnya, lesi periodontium yang penyebabnya dari gigi kadang tampak
sama dengan lesi yang terjadi oleh penyakit primer periodontium atau lesi yang
bukan disebabkan gigi. Mengingat hal ini dan sebab-sebab lainnya, pengetahuan
mengenai biologi pulpa memegang peran penting bagi pengembangan pendekatan
yang rasional pada terapi jaringan pulpa dan jaringan lain yang terkait. ( Harty &
R.ogston, 1995)
4

2.2 Penyebab Kelainan Pulpa Gigi Sulung


Kelainan pulpa pada gigi sulung disebabkan oleh bebebrapa faktor berikut :
1. Bakteri
Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan dalam
waktu yang lama maka hal ini merupakan media bakteri untuk
berkumpul sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel (karies) yang
nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa sehingga
terjadi radang pulpa yang disebut pulpitis.
2. Mekanis
Gigi yang mengalami atrisi, abrasi, dan trauma akibat preparasi misalnya,
dapat mengiritasi bagian pulpa sehingga menyebabkan inflamasi pulpa.
3. Termal
Suhu panas yang dapat mengiritasi pulpa biasanya timbul karena semen
tertentu yang mempunya reaksi eksotermis, saat memulas restorasi logam
sehingga panas makin meningkat, saat preparasi dilakukan proses
pendinginan yang kurang, dan sebagainya.
4. Kimia
Iritasi dari bahan kimia biasanya berasal dari bahan-bahan kedokteran
gigi itu sendiri seperti semen ZnPO4 yang bersifat asam sehingga
penggunaannya dapat mengiritasi pulpa.
5. Elektrik
Apabila terdapat tumpatan dengan logam berbeda dan bergesekan
langsung maka akan menimbulkan arus galvanik dan mengakibatkan
syok galvanic.

2.3 Jenis Penyakit Pulpa


Karena korelasi antara temuan histologis dan penyakit pulpa serta gejalanya
hanya sedikit, penegakan diagnosis dan klasifikasi penyakit pulpa lebih
didasarkan atas gejala dan temuan klinis daripada hanya atas temuan
histopatologis. Yang dimasukkan ke dalam penyakit pulpa adalah pulpitis
5

reversibel dan pulpitis irreversibel, dan nekrosis pulpa. Respon jaringan keras
adalah kalsifikasi, naiknya pembentukan dentin dan resorpsi.

1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah.
Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa
akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi
servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase
periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus
dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis
reversibel.
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin
dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus
ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.
2. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis
reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang
luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa
akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat
menyebabkan pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan
dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis
irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan
berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus
eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika
inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke
periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam
batas normal.
Secara klinis, pulpitisirreversibel dapat bersifat simtomatik dan
asimtomatik. Pulpitisirreversibelsimtomatik merupakan salah satu
jenispulpitisirreversibel yang ditandai denganrasa nyeri spontan. Spontan
berartibahwa stimulustidakjelas. Nyeri spontan terus menerus dapat
6

dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik


yang tidak diobatidapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuatuntuk
eksudat inflamasi.
Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain
dari pulpitis irreversible dimanaeksudat inflamasi yang dengan cepat
dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya
disebabkan oleh paparan karies yang besaratau oleh trauma sebelumnya
yang mengakibatkan rasa sakitdalam durasi yang lama.
Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk
pulpitis irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga
timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien muda
oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh
darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang
merupakan drainase.
Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat
jaringan ikat dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa
biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan ikat yang
berwarna merah mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip pulpa
disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri yang menetap
terhadap stimulus termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan
juga terjadi ketika pengunyahan.
3. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh
pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat
mengganggu suplai darah ke pulpa. Jaringan pulpa tertutup oleh email
dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral.
Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan
kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi.
Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase
melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis
akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka
7

waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses


nekrosis pulpa yang cepat dan total.
Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial)
dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis
irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak
menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes
listrik. Jika tidak dirawat, akan menyebabkan abses periapikal jika
pertahanan tubuh lemah. Jika pertahanan tubuh kuat akan membentuk
granuloma (Andlaw, 2008).

2.4 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa


Banyak hal yang dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Iritasi sedang sampai
parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel inflamasi dalam
konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam
sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin,
metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid.
Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit
pulpa.
Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel
imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik.
Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk
mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi
mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan
pada inflamasi pulpa (Mohan, dkk., 2008).
Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi
tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan
sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat
mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan
tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya
venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh
memiliki dinding yang kaku.
8

Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan


tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul
sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini
bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan
tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis
pulpa (Grossman 1995).

2.5 Perawatan Pulpa Anak


2.5.1 Pulp Capping
2.5.1.1 Pulp Capping Direk
Perawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka karena
karies atau trauma tapi kecil diyakini keadaan jaringan di sekitar tempat terbuka
itu tidak dalam keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat tetap sehat dan
bahkan mampu melakukan upaya perbaikan sebagai respon terhadap medikamen
yang dipakai dalam perawatan pulp capping (Kennedy, 1993).
1. Indikasi
a) Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar
tidak melebihi dari 1 mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta
tidak ada gejala.
b) Gigi tetap dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena karies
dan lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.

2. Kontraindikasi
a) Nyeri spontan dan malam hari
b) Mobilitas berlebihan
c) Pendarahan tidak terkendali
d) Pembengkakan
e) Fistula
f) Peka terhadap perkusi
g) Kegoyangan patologik
h) Resorpsi akar eksterna dan interna
i) Radiolusensi di periapeks dan antar akar
9

j) Kalsifikasi pulpa
k) Peradangan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa
l) Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa

3. Keberhasilan perawatan tergantung pada :


a) Diagnosis yang tepat sebelum perawatan
b) Tidak ada bakteri yang mencapai pulpa
c) Tidak ada tekanan pada daerah pulpa yang terbuka

4. Tehnik
a) Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain
yang
b) Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan
c) Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai
kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan
bor pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor
melalui fisur pad permukaan oklusal.
d) Ekskavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies
dengan ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa. Jika
pulpa vital dan bagian dalam terbuka tidak lebih besar diameternya dari
ujung jarum maka dapat dilakukan tahap selanjutnya.
e) Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena
dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
f) Berikan Kalsium Hidroksida. Keringkan kavitas dengan cotton
pellet lalu tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida (Walton &
Torabinejad, 2008)

5. Pemilihan Bahan Pulp Capping Direk


1) Hidroksida Kalsium
10

Hasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi
sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi
keberhasilan sebanyak 75% (Hargreaves, 1969; Jepperson, 1971).
Sedangkan pulpotomi formokresol memperlihatkan presentasi
keberhasilan 90% (Berger, 1965; Redig, 1968).
Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium
menunjukkan gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar
pasta Ca(OH)2 yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa
nekrotik. Setelah 7 hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular
pada hari ke 28 terlihat pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander,
1949). Barier dentin ini akan tampak di radiograf tersebut secara
histologic sebetulnya belum sempurna dan hanya terlihat berbentuk
jembatan yang belum sempurna (Grossman 1995)
Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi
sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves
(1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya
pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan
ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin.
Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya
inflamasi pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang
menghambat kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan
pembentukan jembatan dentin.
2) Semen antibiotikal / Kortikosteroid
Banyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp
capping. Bahan ini terdiri atas :
1. Bubuk merupakan campuran dari dimetilkhlortetrasiklin
hidrokhlorida dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida
kalsium;
2. Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan
minyak terpentin murni.
Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik
daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal
11

ini disebabkan oleh karena kortikosteroid dan antibiotika menekan


respon inflamasi dalam pulpa dan mengembalikan kondisi yang
memungkinkkan bagi berlangsungnya perbaikan (Berg 2013).

2.5.1.2 Pulp Capping Indirek


Indirek Pulp Capping merupakan prosedur indirek yang digunakan dalam
menajemen lesi karies yang dalam namun tidak sampai mengenai pulpa. Indirek
Pulp Capping hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak
ada tanda-tanda pulpitis irreversible (Walton & Torabinejad, 2008)
1. Indikasi
a) Riwayat
1) Ketidaknyamanan yang ringan karena rangsangan kimia dan
termal.
2) Tidak ada nyeri spontan.
b) Pemeriksaan Klinis
1) Lesi karies besar.
2) Tidak ada lymphadenopathy.
3) Gingiva yang berdekatan normal.
4) Warna gigi normal.
5) Pemeriksaan Radiografik
6) Lesi karies besar didekat pulpa.
7) Lamina dura normal.
8) Ruang ligamen periodontal normal.
9) Tidak ada interradicular atau radiolusensi periapikal (Ingle &
Backland, 2002).
2. Kontraindikasi
a) Riwayat
1) Nyeri yang tajam, penetrasi sakit bertahan setelah penarikan
stimulus.
2) Nyeri spontan yang berkepanjangan, terutama malam hari.
b) Pemeriksaan Klinis
1) Mobilitas gigi yang berlebihan.
12

2) Paruks pada gingiva mendekati akar gigi.


3) Perubahan warna gigi.
4) Pada pengujian pulpa tidak ada respon.
c) Pemeriksaan Radiografik
1) Lesi karies besar dengan paparan jelas pada pulpa.
2) Terganggunya atau rusaknya lamina dura.
3) Ruang ligamen periodontal melebar.
4) Radiolusensi di daerah apeks akar atau didaerah furkasi (Ingle &
Backland, 2002).

3. Bahan Pulp Capping


a) Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2.
Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk
putih. Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium
oksida (CaO) dengan air.
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat
dengan pH 12-13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp
capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini
dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi
radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan
termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa.
Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan
pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah
menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil.
Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion
kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis.
Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas
akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan
dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah
kalsium fosfat kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan
13

mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk


diatap pulpa.
Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion
hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak
lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi
lisis, baik dari bakteri maupun produknya.
b) Zinc Oxide Eugenol
ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai
kemampuan dalam pembentukan odontoblas (Karitna, 2005)
Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari
bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas
serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian
nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls
saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis
setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan
odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton &
Torabinejad, 2008)
ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan
persentasi yang tinggi terhadap resorpsi internal dan tingkat
kesuksesannya hanya 55-57% (Bargenholtz, 2010)
c) Resin Adhesive
Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti
dapat digunakan sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah
bahan resin adhesive yang mengandung kombinasi utama
Polyethylene Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5%
dan Bisphenol-Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4-
Methacrylate Trimmellitate anhydride (4-META), Hydroxyethyl
Methacrylate (HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate (PMMA), serta
kombinasi Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-
P), N-Methacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS,
HEMA dan Methacryloxydcl Dehydrogen Phospate (MDP).
14

Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa,


larutan primer, dan komponen adhesive yang dikemas dan digunakan
sesuai dengan generasi sistem adhesive bahan itu sendiri (Dewi, Julita,
2003)
Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan
dycal, untuk indirect pulp capping, material ini menunjukkan tingkat
kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal (Bargenholtz, 2010)

4. Prosedur Kerja
Langkah – langkah Pulp Capping :
Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain
yang
1) Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama
perawatan
2) Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies
sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin.
Pertahankan bor pad kedalaman kavitas dan dengan
hentakan intermiten gerakan bor melalui fisur pad permukaan oklusal.
3) Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies
dengan ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa
membuka kamar pulpa.
4) Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol
karena dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
5) Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengan cotton
pellet lalu tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc
Oxide Eugenol di dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat
(tambalan sementara)
6) Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.
7) Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton &
Torabinejad, 2008)
5. Evaluasi
15

Keberhasilan perawatan Indirek Pulp Capping, ditandai dengan


hilangnya rasa sakit serta reaksi sensitiv terhadap rangsangan panas atau
dingin, selain itu ditandai dengan pulpa yang ada tetap vital,
terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambar radiografi
pulpa yang terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah
pulpa yang terbuka, berlanjut pertumbuhan akar dan penutupan apikal
pada gigi yang pertumbuhannya belum sempurna.

2.5.2 Pulpotomi
Pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan
meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian:
1. Pulpotomi vital.
2. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation.
3. Pulpotomi non vital / amputasi mortal.
Keuntungan dari pulpotomi :
1. Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2. Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan
karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan
sempit.
3. Iritasi obat – obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
4. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.

2.5.2.1 Pulpotomi Vital


Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan
pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi,
kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa
bagian radikular tetap vital.
Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen
muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau
glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium
hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna.
Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol
16

97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap
jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap
dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada
gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada
kamar pulpa.
1. Indikasi
a) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
b) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak
prosedur pulp capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis
selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
c) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung
lebih dari 2/3 panjang akar gigi.
d) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
e) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.

2. Kontra indikasi
a) Rasa sakit spontan.
b) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
c) Ada mobiliti yang patologik.
d) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi
akar interna maupun eksterna.
e) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap
infeksi sangat rendah.
f) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.

3. Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley :


a) Formaldehid 19%
b) Kresol 35%
c) Gliserin 15%
d) Aquadest 100
17

4. Khasiat formokresol :
Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang
kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak
merangsang pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi
jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan
terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang
menuju ke apikal.

5. Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :


1. Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang
mengalami peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan
akan berhenti dalam 3 – 5 menit setelah diletakkan formokresol.
2. Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya
persoalan kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan.
Pulpotomi gigi tetap muda dengan Ca(OH)2 lebih berhasil karena apeks
masih relatif terbuka dan vaskularisasi pulpa cukup membantu. Pulpotomi
Ca(OH)2 pada gigi sulung merupakan kontra indikasi karena terjadinya resorpsi
interna akibat stimulasi yang berlebihan dari Ca(OH)2 yang mengaktifkan sel
odontoklas. Keberhasilan yang dilaporkan secara klinis 94% dan secara
radiografis 64%. Resorpsi akan lebih cepat terjadi pada gigi sulung yang telah
dirawat pulpotomi.

6. Teknik pulpotomi vital :


a) Kunjungan pertama
1) Ro-foto.
2) Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
3) Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan,
kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium.
4) Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril
dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian
pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa
18

sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur


kecepatan rendah.
5) Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan
mencegah masuknya sisa – sisa dentin ke dalam jaringan pulpa
bagian radikular. Hindarkan penggunaan semprotan udara.
6) Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil
yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin
atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 – 5
menit.
7) Sesudah itu, kapas diambil dengan hati – hati. Hindari pekerjaan
kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan
perdarahan kembali.
8) Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian
orifis saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa
kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah,
dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar
formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap.
9) Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan
terlihat warna coklat tua atau kehitam – hitaman akibat proses
fiksasi oleh formokresol.
10) Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa
pasta dari ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1,
di atasnya tempatkan tambalan tetap.
b) Kunjungan kedua
Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa
berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh
karena itu diperlukan 2 kali kunjungan.
I. Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :
1. Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan
kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan
ditutup dengan tambalan sementara.
19

2. Hindarkan pemakaian obat – obatan untuk penghentian perdarahan,


seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini
dapat membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.
II. Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
1. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung
formokresol diambil dari kamar pulpa.
2. Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol
dengan perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.
3. Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan
tambalan tetap.

2.5.2.2 Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)


Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian
dengan pemberian pasta anti septik (mencegah terjadinya infeksi dgn menghambat
atau menghancurkan tumbuhnya dalam desinfektan) , jaringan dalam saluran akar
ditinggalkan dalam keadaan aseptik (mencegah terjadinya kontaminasi oleh
mikroorganisme pada jaringan bahan dan alat steril). Untuk bahan devital gigi
sulung dipakai pasta para formaldehid.
1. Indikasi :
a) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
b) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
c) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
d) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior.
e) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

2. Kontra indikasi
a) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak
mungkin dilakukan.
b) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
20

c) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.

3. Teknik pulpotomi devital :


a) Kunjungan pertama
a) Ro-foto, isolasi daerah kerja.
b) Karies disingkirkan kemudian pasta devital para formaldehid dengan
kapas kecil diletakkan di atas pulpa.
c) Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa.
d) Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu – waktu
jika timbul rasa sakit pada malamnya.

b) Kunjungan kedua (setelah 7 – 10 hari)


1) Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan.
2) Diperiksa apakah gigi goyang.
3) Gigi diisolasi.
4) Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.
5) Buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam
kavum pulpa.
6) Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta
atau ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1.
7) Tutup ruang pulpa dengan semen kemudian restorasi.

2.5.2.3 Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)


Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan
medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan
aseptik. Tujuannya adalah untuk mempertahankan gigi sulung non vital untuk
space maintainer
1. Indikasi
1. Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2. Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi
masih diperlukan sebagai space maintainer.
3. Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
21

4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat
dahulu.

2. Obat yang dipakai :


1. Formokresol
2. CHKM

3. Teknik non vital pulpotomi :


a) Kunjungan pertama
1) Ro-foto daerah kerja.
2) Buka atap pulpa / ruang pulpa
3) Singkirkan isi ruang pulpa dengan ekskavator atau bur bulat yang
besar sejauh mungkin dalam saluran akar.
4) Bersihkan dari debris dengan aquadest kemudian keringkan dengan
kapas.
5) Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan dengan
kapas kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal sementara.

b) Kunjungan kedua (setelah 2 – 10 hari)


1) Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda – tanda infeksi.
2) Buka tumpatan sementara, bersihkan kavitas dan keringkan.
3) Letakkan pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1) dalam
kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin masuk dalam
saluran akar.
4. Evaluasi Setelah Perawatan
Pasien dan orang tuanya perlu diberitahu bahwa mungkin gigi terasa
kurang enak dalam beberapa hari, dan untuk itu dianjurkan untuk memberikan
analgetik yang tepat kepada anak. Bila gejala tersebut menetap dalam jangka
waktu yang lebih lama, dianjurkan kepada pasien untuk devitalisasi pulpa, dan
selanjutnya perawatan pulpa yang lebih radikal atau pencabutan gigi (Tarigan,
2006).
22

Evaluasi selanjutnya dilakukan setiap 6 bulan secara klinis dan setiap


tahun secara radiografis untuk melihat keadaan gigi yang dirawat dan keadaan
gigi pengganti. Kegagalan pulpotomi formokresol biasanya dapat dideteksi
secara radiografis. Tanda pertama kegagalan perawatan adalah terjadinya
resorbsi internal pada akar yang berdekatan dengan tempat pemberian
formokresol. Pada keadaan lanjut akan diikuti dengan terjadinya resorbsi
eksternal. Pada molar sulung, radiolusensi berkembang di daerah bifurkasi atau
trifurkasi, sedangkan pada gigi anterior di daerah apeks atau sebelah lateral
akar. Pada kerusakan yang parah, gigi akan goyang dan biasanya timbul fistel.
Perawatan pulpotomi formokresol yang gagal jaeang menimbulkan rasa sakit.
Oleh karena itu, kegagalan baru terdeteksi setelah pasien datang pada
pemeriksaan ulang (Budiyanti, 2012).
Bila infeksi pulpa meluas sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau
gigi mengalami resorpsi internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya
dicabut (Budiyanti, 2012).

2.5.3 Pulpektomi
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar. Pada
gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak
memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.
1. Indikasi
a) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non
vital.
b) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
c) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
d) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.

2. Kontraindikasi
a) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
b) Resorpsi akar gigi yang meluas.
c) Kesehatan umu tidak baik.
d) Pasien tidak koperatif.
23

e) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis

Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya
telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika
dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan
menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan berkelanjutan. Pulpektomi masih
dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa
bertambah luas. Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor – faktor
lainnya seperti :
a) Berapa lama gigi masih ada di mulut.
b) Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).
c) Apakah gigi masih dapat direstorasi.
d) Kondisi jaringan apikal.

3. Pulpektomi dilakukan dengan beberapa prosedur :


a) Untuk gigi sulung vital 1 kali kunjungan.
b) Untuk gigi sulung non vital beberapa kali kunjungan.
c) Teknik pulpektomi disebut partial atau total tergantung penetrasi
d) instrumen saluran akar.
4.Bahan pengisi saluran akar :
1. ZnO eugenol
2. Kalsium hidroksid
Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung :
1. Dapat diresorpsi sesuai kecepatan resorpsi akar.
2. Tidak merusak jaringan periapikal.
3. Dapat diresorpsi bila overfilling.
4. Bersifat antiseptik.
5. Bersifat hermetis dan radiopak.
6. Mengeras dalam waktu yang lama.
7. Tidak menyebabkan diskolorasi.
24

5. Hal – hal yang harus diperhatikan pada perawatan pulpektomi :


a) Diutamakan memakai file daripada reamer.
b) Memakai tekanan yang ringan untuk menghindari pengisian saluran akar
yang berlebihan (overfilling).
c) Diutamakan sterilisasi dengan obat – obatan daripada secara mekanis.
d) Pemakaian alat – alat tidak sampai melewati bagian apikal gigi.

6. Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :


a) Pulpektomi vital.
b) Pulpektomi devital.
c) Pulpektomi non vital.

I. Pulpektomi vital
Pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara
vital.
1. Indikasi
a) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.
b) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6
tahun.
c) Tidak ada bukti – bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang
lebih dari 2/3

2. Teknik pulpektomi vital pada gigi molar sulung :


a) Ro-foto.
b) Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
c) Preparasi kavitas sesuai dengan lesi karies
d) Untuk mengangkat sisa –sisa karies dan debris pada ruang pulpa
dipakai bur besar dan bulat. Periksa apakah semua jaringan pulpa
koronal telah terangkat.
e) Setelah ruang pulpa terbuka, perdarahan dievaluasikan dan
eksudasi purulent.
25

f) Jaringan pulpa diangkat dengan file endodonti.Mulai dengan file


ukuran no. 15 dan diakhiri dengan no. 35. Pada gigi sulung,
preparasi dilakukan hanya untuk mengangkat jeringan pulpa, bukan
untuk memperluas saluran akar. Irigasi saluran akar dengan bahan
H2O2 3%.
g) Keringkan dengan gulungan kapas kecil dan paper point. Jangan
sekali – kali mengalirkan udara langsung ke saluran akar
h) Apabila perdarahan terkontrol dan saluran akar sudah kering maka
saluran akar diisi dngan semen zink oksid eugenol. Campur pada
pad, angkat dengan amalgam carrier dan masukkan ke dalam ruang
pulpa
i) Gunakan amalgam plugger dan berikan tekanan secara konstan
untuk memadatkan semen zink oksid eugenol.
j) Metode alternatif lainnya adalah menggunakan campuran tipis zink
oksid eugenol pada file atau paper point dan menempatkannya pada
saluran akar. Bentuklah campuran tebal zink oksid eugenol seperti
cone dan padatkan pada saluran akar dengan menggunakan
gulungan kapas lembab sebagai kondensor.
k) Roentgen foto untuk memastikan bahwa saluran akar sudah terisi
dengan zink oksid eugenol. Karena kalsifikasi saluran akar, zink
oksid eugenol tidak mencapai apeks gigi, tetapi gigi - geligi ini
sering tetap berfungsi sebelum molar permanen pertama erupsi.
l) Pasien diminta datang lagi dalam satu atau dua minggu untuk
mengevaluasi keberhasilan perawatan. Gigi – geligi yang
menunjukkan gejala bebas penyakit secara klinis dan radiografis
dengan eksfolisasi dalam batas – batas waktu normal dianggap
sukses.

II. Pulpektomi devital


Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar
yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.
26

1. Indikasi
Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami
pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang
tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan
pulpektomi devital ini harus benar – benar dipertimbangkan dengan
melihat indikasi dan kontra indikasinya. Perawatan pulpektomi devital
pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang mengandung
para formaldehid seperti toxavit dan lain – lain.
2. Teknik Perawatan
a) Kunjungan pertama :
1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2) Karies diangkat dengan ekskavitas atau bur dengan kecepatan
rendah.
3) Letakkan para formaldehid sebagai bahan devitalisasi
kemudian ditambalkan sementara.

b) Kunjungan kedua (setelah 7 – 10 hari) :


1) Tambalan sementara dibuka dilanjutkan dengan instrumen
saluran akar dengan file Hedstrom pemakaian Reamer tidak
dianjurkan.
2) Irigasi dengan H2O2 3% keringkan dengan kapas.
3) Beri bahan obat antibakteri formokresol atau CHKM dan
ditambal sementara.

c) Kunjungan ketiga (setelah 2-10 hari) :


Buka tambalan sementara jika tidak ada tanda – tanda dapat
dilakukan pengisian saluran akar dengan salah satu bahan
sebagai berikut : ZnO dan formokresol eugenol (1:1) atau
ZnO formokresol, atau pasta ZnO eugenol.
III. Pulpektomi non vital
Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan
diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.
27

1. Indikasi
a) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan
estetik.
b) Gigi tidak goyang dan periodontal normal.
c) Belum terlihat adanya fistel.
d) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada
granuloma pada gigi-geligi sulung.
e) Kondisi pasien baik.
f) Keadaan sosial ekonomi pasien baik.

2. Kontra indikasi
a) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.
b) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti
diabetes, TBC dan lain-lain.
c) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang
sukar dibersihkan.

3. Teknik perawatan
a) Kunjungan pertama :
1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2) Buka atap pulpa dan setelah ruang pulpa terbuka, jeringan pulpa
diangkat dengan file Hedstrom.
3) Instrumen saluran akar pada kunjungan pertama tidak
dianjurkan jika ada pembengkakkan, gigi goyang atau ada fistel.
4) Irigasi saluran akar dengan H2O2 3% keringkan dengan
gulungan kapas kecil.
5) Obat anti bakteri diletakkan pada kamar pulpa formokresol atau
CHKM dan diberi tambalan sementara.

b) Kunjungan kedua (setelah 2 – 10 hari ) :


1) Buka tambaln sementara.
28

2) Jika saluran akar sudah kering dapat diisi dengan ZnO dan
eugenol formokresol (1:1) atau ZnO dan formokresol.
3) Kemudian tambal sementara atau tambal tetap. Jumlah
kunjungan, waktu pelaksanaannya dan sejauh mana instrumen
dilakukan ditentukan oleh tanda dan gejala pada tiap kunjungan.
Artinya saluran sakar diisi setelah kering dan semua tanda dan
gejala telah hilang
b.5 Faktor Kegagalan Perawatan Endodontik
1. Faktor Patologis
Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah:
a) Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan
jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain menemukan
bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik
bila tidak terdapat lesi periapikal.
b) Keadaan patologis periapikal
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil
perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis
menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan lesi
granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan
pemeriksaan histologi kista periapikal sulit dilakukan.
c) Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan
antara rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket
periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan
lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial
dapat menambah bertahannya reaksi inflamasi.
29

d) Resorpsi internal dan eksternal


Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan
menghentikan perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar
prognosisnya buruk karena sulit menentukan gambaran radiografis,
apakah resorpsi internal telah menyebabkan perforasi. Bermacam-macam
cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian
yang hermetis.

2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:
a) Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan
melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk.
Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama perawatan akan
menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi
b) Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih
tua usianya mengalami penyembuhan yang sama cepatnya dengan pasien
yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit
dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami
kalsifikasi. Hali ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat
perawatan bergantung pada kasusnya
c) Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki
risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap
infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit sistemik,
misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.
30

d) Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar bergantung kepada :
1) Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi
ilmu biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam
manipulasi dan menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang
khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi
kewajiban bagi dokter gigi untuk menganalisa pengetahuan serta
kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif
2) Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia
bagi dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual dari masing-
masing ukuran keberhasilan secara umum belum dapat ditetapkan. Suatu
penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan penutupan
apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.
3) Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar
yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau
1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis dan disesuaikan dengan usia
penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya berhubungan
dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-
bahan dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan
pengisian saluran akar yang lebih pendek dari apeks radiografis, akan
mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal yang lebih jauh.
e) Faktor Anatomi Gigi
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
suatu perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :
1) Bentuk saluran akar
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit,
atau bentuk abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap derajat
31

kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan yang memberi efek


langsung terhadap prognosis
2) Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi
tunggal mempunyai hasil yang lebih baik dari pada yang berakar jamak.
Hal ini disebabkan karena ada hubungannya dengan interpretasi dan
visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-
gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga
lesi resorpsi pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu,
superimposisi struktur radioopak daerah periapikal untuk gigi-gigi
anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah
dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior,
sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan
dengan gambaran radiologi gigi posterior
3) Saluran lateral atau saluran tambahan
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui
bagian apikal saja, tetapi juga melalui saluran tambahan yang dapat
ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian besar ditemukan pada
setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal.
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya
saluran tambahan, sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah
perawatan dan menjurus ke arah kegagalan perawatan akhir
32

BAB III

KONSEP MAPPING

3.1 Konsep Mapping

Pasien

Diagnosa

Penyakit Pulpa

Pulpitis Pulpitis Nekrosis


Reversibel Irreversibel Pulpa

Indikasi & Kontraindikasi


Perawatan

Pulp Pulpotomi Pulpektomi


Capping

3.2 Hipotesa

Diagnosa pada pasien mempengaruhi jenis perawatan yang akan dilakukan.

BAB IV
33

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Diagnosa yang di berikan pada kasus ini yaitu pulpitis reversible yang tidak
dirawat maka akan berlanjut menjadi pulpitis irreversible.
2. Perawatan untuk kasus ini adalah pulpotomi. Pulpotomi adalah pengambilan
seluruh jaringan pulpa koronal dan meninggalkan pulpa di saluran akar
dalam keadaan vital. Pulpotomi diindikasikan pada gigi susu dan gigi
permanen muda dengan pulpa terbuka karena karies atau trauma (inflamasi
hanya daerah koronal) dimana apeks masih terbuka.
5.2 Saran

Diharapkan bagi dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi dalam


melakukan pemeriksaan di bidang konservasi gigi dapat menegakkan diagnosa
dan melakukan perawatan yang tepat.
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Andlaw, R. J.1992. Perawatan Gigi Anak .Jakarta : Widya medika


2. Bergenholt, R. 2010. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: EGC.
3. Berg , J.H. 2013. Pediatrik Dentistry, An Issue Of Dental Clinics.
USA: Elsevier.
4. Harty dan R.ogston .1995 .Kamus kedokteran Gigi. Jakarta EGC
5. Louis I. Grossman, dkk .1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek.
Jakarta: EGC
6. Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodontik), Jakarta :
EGC
7. Walton RE, Torabinejad M.2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endododnsia.
Alih Bahasa Sumawinata N. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai