BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
reversibel dan pulpitis irreversibel, dan nekrosis pulpa. Respon jaringan keras
adalah kalsifikasi, naiknya pembentukan dentin dan resorpsi.
1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah.
Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa
akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi
servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase
periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus
dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis
reversibel.
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin
dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus
ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.
2. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis
reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang
luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa
akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat
menyebabkan pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan
dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis
irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan
berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus
eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika
inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke
periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam
batas normal.
Secara klinis, pulpitisirreversibel dapat bersifat simtomatik dan
asimtomatik. Pulpitisirreversibelsimtomatik merupakan salah satu
jenispulpitisirreversibel yang ditandai denganrasa nyeri spontan. Spontan
berartibahwa stimulustidakjelas. Nyeri spontan terus menerus dapat
6
2. Kontraindikasi
a) Nyeri spontan dan malam hari
b) Mobilitas berlebihan
c) Pendarahan tidak terkendali
d) Pembengkakan
e) Fistula
f) Peka terhadap perkusi
g) Kegoyangan patologik
h) Resorpsi akar eksterna dan interna
i) Radiolusensi di periapeks dan antar akar
9
j) Kalsifikasi pulpa
k) Peradangan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa
l) Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa
4. Tehnik
a) Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain
yang
b) Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan
c) Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai
kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan
bor pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor
melalui fisur pad permukaan oklusal.
d) Ekskavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies
dengan ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa. Jika
pulpa vital dan bagian dalam terbuka tidak lebih besar diameternya dari
ujung jarum maka dapat dilakukan tahap selanjutnya.
e) Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena
dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
f) Berikan Kalsium Hidroksida. Keringkan kavitas dengan cotton
pellet lalu tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida (Walton &
Torabinejad, 2008)
Hasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi
sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi
keberhasilan sebanyak 75% (Hargreaves, 1969; Jepperson, 1971).
Sedangkan pulpotomi formokresol memperlihatkan presentasi
keberhasilan 90% (Berger, 1965; Redig, 1968).
Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium
menunjukkan gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar
pasta Ca(OH)2 yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa
nekrotik. Setelah 7 hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular
pada hari ke 28 terlihat pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander,
1949). Barier dentin ini akan tampak di radiograf tersebut secara
histologic sebetulnya belum sempurna dan hanya terlihat berbentuk
jembatan yang belum sempurna (Grossman 1995)
Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi
sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves
(1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya
pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan
ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin.
Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya
inflamasi pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang
menghambat kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan
pembentukan jembatan dentin.
2) Semen antibiotikal / Kortikosteroid
Banyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp
capping. Bahan ini terdiri atas :
1. Bubuk merupakan campuran dari dimetilkhlortetrasiklin
hidrokhlorida dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida
kalsium;
2. Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan
minyak terpentin murni.
Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik
daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal
11
4. Prosedur Kerja
Langkah – langkah Pulp Capping :
Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain
yang
1) Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama
perawatan
2) Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies
sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin.
Pertahankan bor pad kedalaman kavitas dan dengan
hentakan intermiten gerakan bor melalui fisur pad permukaan oklusal.
3) Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies
dengan ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa
membuka kamar pulpa.
4) Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol
karena dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
5) Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengan cotton
pellet lalu tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc
Oxide Eugenol di dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat
(tambalan sementara)
6) Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.
7) Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton &
Torabinejad, 2008)
5. Evaluasi
15
2.5.2 Pulpotomi
Pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan
meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian:
1. Pulpotomi vital.
2. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation.
3. Pulpotomi non vital / amputasi mortal.
Keuntungan dari pulpotomi :
1. Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2. Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan
karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan
sempit.
3. Iritasi obat – obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
4. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.
97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap
jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap
dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada
gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada
kamar pulpa.
1. Indikasi
a) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
b) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak
prosedur pulp capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis
selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
c) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung
lebih dari 2/3 panjang akar gigi.
d) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
e) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
2. Kontra indikasi
a) Rasa sakit spontan.
b) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
c) Ada mobiliti yang patologik.
d) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi
akar interna maupun eksterna.
e) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap
infeksi sangat rendah.
f) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
4. Khasiat formokresol :
Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang
kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak
merangsang pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi
jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan
terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang
menuju ke apikal.
2. Kontra indikasi
a) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak
mungkin dilakukan.
b) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
20
4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat
dahulu.
2.5.3 Pulpektomi
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar. Pada
gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak
memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.
1. Indikasi
a) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non
vital.
b) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
c) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
d) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
2. Kontraindikasi
a) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
b) Resorpsi akar gigi yang meluas.
c) Kesehatan umu tidak baik.
d) Pasien tidak koperatif.
23
Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya
telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika
dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan
menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan berkelanjutan. Pulpektomi masih
dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa
bertambah luas. Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor – faktor
lainnya seperti :
a) Berapa lama gigi masih ada di mulut.
b) Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).
c) Apakah gigi masih dapat direstorasi.
d) Kondisi jaringan apikal.
I. Pulpektomi vital
Pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara
vital.
1. Indikasi
a) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.
b) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6
tahun.
c) Tidak ada bukti – bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang
lebih dari 2/3
1. Indikasi
Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami
pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang
tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan
pulpektomi devital ini harus benar – benar dipertimbangkan dengan
melihat indikasi dan kontra indikasinya. Perawatan pulpektomi devital
pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang mengandung
para formaldehid seperti toxavit dan lain – lain.
2. Teknik Perawatan
a) Kunjungan pertama :
1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2) Karies diangkat dengan ekskavitas atau bur dengan kecepatan
rendah.
3) Letakkan para formaldehid sebagai bahan devitalisasi
kemudian ditambalkan sementara.
1. Indikasi
a) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan
estetik.
b) Gigi tidak goyang dan periodontal normal.
c) Belum terlihat adanya fistel.
d) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada
granuloma pada gigi-geligi sulung.
e) Kondisi pasien baik.
f) Keadaan sosial ekonomi pasien baik.
2. Kontra indikasi
a) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.
b) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti
diabetes, TBC dan lain-lain.
c) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang
sukar dibersihkan.
3. Teknik perawatan
a) Kunjungan pertama :
1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2) Buka atap pulpa dan setelah ruang pulpa terbuka, jeringan pulpa
diangkat dengan file Hedstrom.
3) Instrumen saluran akar pada kunjungan pertama tidak
dianjurkan jika ada pembengkakkan, gigi goyang atau ada fistel.
4) Irigasi saluran akar dengan H2O2 3% keringkan dengan
gulungan kapas kecil.
5) Obat anti bakteri diletakkan pada kamar pulpa formokresol atau
CHKM dan diberi tambalan sementara.
2) Jika saluran akar sudah kering dapat diisi dengan ZnO dan
eugenol formokresol (1:1) atau ZnO dan formokresol.
3) Kemudian tambal sementara atau tambal tetap. Jumlah
kunjungan, waktu pelaksanaannya dan sejauh mana instrumen
dilakukan ditentukan oleh tanda dan gejala pada tiap kunjungan.
Artinya saluran sakar diisi setelah kering dan semua tanda dan
gejala telah hilang
b.5 Faktor Kegagalan Perawatan Endodontik
1. Faktor Patologis
Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah:
a) Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan
jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain menemukan
bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik
bila tidak terdapat lesi periapikal.
b) Keadaan patologis periapikal
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil
perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis
menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan lesi
granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan
pemeriksaan histologi kista periapikal sulit dilakukan.
c) Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan
antara rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket
periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan
lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial
dapat menambah bertahannya reaksi inflamasi.
29
2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:
a) Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan
melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk.
Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama perawatan akan
menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi
b) Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih
tua usianya mengalami penyembuhan yang sama cepatnya dengan pasien
yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit
dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami
kalsifikasi. Hali ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat
perawatan bergantung pada kasusnya
c) Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki
risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap
infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit sistemik,
misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.
30
d) Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar bergantung kepada :
1) Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi
ilmu biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam
manipulasi dan menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang
khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi
kewajiban bagi dokter gigi untuk menganalisa pengetahuan serta
kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif
2) Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia
bagi dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual dari masing-
masing ukuran keberhasilan secara umum belum dapat ditetapkan. Suatu
penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan penutupan
apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.
3) Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar
yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau
1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis dan disesuaikan dengan usia
penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya berhubungan
dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-
bahan dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan
pengisian saluran akar yang lebih pendek dari apeks radiografis, akan
mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal yang lebih jauh.
e) Faktor Anatomi Gigi
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
suatu perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :
1) Bentuk saluran akar
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit,
atau bentuk abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap derajat
31
BAB III
KONSEP MAPPING
Pasien
Diagnosa
Penyakit Pulpa
3.2 Hipotesa
BAB IV
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Diagnosa yang di berikan pada kasus ini yaitu pulpitis reversible yang tidak
dirawat maka akan berlanjut menjadi pulpitis irreversible.
2. Perawatan untuk kasus ini adalah pulpotomi. Pulpotomi adalah pengambilan
seluruh jaringan pulpa koronal dan meninggalkan pulpa di saluran akar
dalam keadaan vital. Pulpotomi diindikasikan pada gigi susu dan gigi
permanen muda dengan pulpa terbuka karena karies atau trauma (inflamasi
hanya daerah koronal) dimana apeks masih terbuka.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA