Anda di halaman 1dari 13

TUGAS LEMBAR PRAKTIKUM 14

MENGIDENTIFIKASI NASKAH PUBLIKASI FORMAT MENDELEY


Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Semester VI Prodi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Disusun oleh :

FATIMAH AZ ZAHRAH
NIM. P07134322013

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
2022
HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH TERHADAP PENINGKATAN
KADAR LEMAK DARAH PADA POPULASI STUDI KOHOR
KECAMATAN BOGOR TENGAH 2018

Aya Yuriesta Arifin1*, Fitrah Ernawati1, Mutiara Prihatini1


1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI
*E-mail: ayarifin@gmail.com

ABSTRAK
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko terhadap prevalensi penyakit
tidak menular utama seperti kardiovaskular, diabetes melitus, strok, kanker, dan
penyakit paru obstruktif kronik. Penelitian memiliki desain potong lintang, yang
merupakan bagian dari penelitian Kohor Biomedis Faktor Risiko PTM dan TKA
tahun 2018 dengan subjek responden laki-laki serta perempuan dewasa berusia
lebih dari 30 tahun sebanyak 2092 responden. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui hubungan kadar glukosa darah terhadap profil lemak darah sebagai
salah satu indikator dislipidemia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
11,7% responden menderita diabetes melitus dengan kadar glukosa puasa ≥126
mg/dl dan 12,69% responden mempunyai kadar glukosa darah 2 jam post prandial
≥200 mg/dl. Perempuan lebih cenderung memiliki kadar HDL rendah daripada
laki-laki (34,0% vs 9,3%), Sebanyak 36,0% responden mempunyai kadar
kolesterol tinggi (≥240 mg/dl), sebesar 20,1% responden memiliki kadar LDL
yang sangat tinggi (≥190 mg/dl) dan 12,2% responden mempunyai kadar
trigliserida tinggi (200-449 mg/dl). Analisis data menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara kadar glukosa darah dengan kadar lemak darah (p<0,05)
terutama kadar kolesterol dan trigliserida. Dapat disimpulkan bahwa kadar
glukosa darah memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar
lemak darah.
Kata kunci: diabetes melitus, dislipidemia, penelitian kohor biomedis 2018
A. PENDAHULUAN
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai
dengan peningkatan maupun penurunan kadar lemak dalam plasma.
Kelainan kadar lemak yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar.[1]
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian penyakit
tidak menular. Prevalensi penyakit tidak menular (PTM) seperti
kardiovaskular, diabetes melitus, dan strok di berbagai negara mengalami
peningkatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada
tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% kesakitan di
seluruh dunia.[2]
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi PTM di Indonesia, yaitu strok dari 0,83 persen menjadi 1,2
persen pada tahun 2013, kemudian diabetes melitus dari 5,7 persen pada
tahun 2007 menjadi 6,9 persen pada tahun 2013.3,4 Meningkatnya
prevalensi penyakit diabetus melitus ini seringkali dihubungkan dengan
terjadinya pergeseran gaya hidup seperti penurunan aktivitas fisik dan
konsumsi makanan yang kurang serat dan tidak seimbang.[5]
Dislipidemia akan menimbulkan stres oksidatif, keadaan ini terjadi
akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai lipid
triad meliputi peningkatan konsentrasi very low-density lipoprotein
(VLDL) atau trigliserida, penurunan konsentrasi high-density lipoprotein
(HDL), dan terbentuknya small-dense low-density lipoprotein (LDL) yang
lebih bersifat aterogenik.[6]
Hasil penelitian Sufiati dan Erma (2012) menyatakan terdapat
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar kolesterol,
asupan lemak jenuh dengan kadar trigliserida.[7] Oleh sebab itu
dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk melihat hubungan antara kadar
glukosa darah dengan lemak darah yang merupakan faktor predisposisi
kejadian dislipidemia sebagai baseline studi kohor PTM, terutama pada
usia dewasa lebih dari 30 tahun yang merupakan kelompok usia mulai
berisiko mengalami dislipidemia. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui hubungan kadar glukosa darah dikaitkan dengan kadar lemak
darah pada responden laki-laki dan perempuan dewasa usia lebih dari 30
tahun pada populasi studi kohor.
B. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah analisis potong-lintang dari
sampel kohor 2018. Lokasi penelitian berada di 5 kelurahan (Kebon Klapa,
Babakan Pasar, Babakan, Ciwaringin dan Panaragan) di Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Populasi dalam penelitian
adalah laki-laki dan perempuan usia dewasa lebih dari 30 tahun. Besar
sampel dalam penelitian sebanyak 2092 responden.
Spesimen pemeriksaan adalah serum yang berasal dari darah vena,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah (puasa dan dua jam
post prandial) serta profil lipid. Penelitian dilakukan di Laboratorium Gizi
Terpadu, Badan Litbang Kesehatan di Bogor pada bulan Maret sampai
dengan Desember 2018.
Pemeriksaan kadar glukosa darah, dan lemak darah menggunakan
alat uji kimia klinik otomatis ABX Pentra 400. Validasi internal dilakukan
dengan menggunakan Quality Control (QC) harian dan kontrol normal
serta kontrol patologis, sementara validasi eksternal melalui uji komparasi
ke laboratorium independen. Hasil selanjutnya dianalisis secara statistik
dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dan uji korelasi
Cross Tabulation dengan Chi-square. untuk mengetahui hubungan kadar
glukosa darah dengan kadar lemak darah menggunakan SPSS versi 18.0.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Sebaran sampel berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 1. Secara umum umur responden antara umur 30 tahun
sampai dengan 60 tahun ke atas. Proporsi kelompok umur terbesar adalah
usia 41-50 tahun yakni 32,8 persen, usia 51-60 tahun sebesar 30,8 persen,
usia lebih dari 60 tahun sebanyak 18,4 persen dan usia 30-40 tahun
sebanyak 18,0 persen. Proporsi terbesar untuk jenis kelamin adalah
perempuan yakni 74,4 persen dan sisanya 25,6 persen adalah laki-laki.
Tabel 1. Sebaran sampel menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Profil lemak darah dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar kolesterol total
responden sebagian besar termasuk pada kategori batas tinggi yaitu 200-
239 mg/dl sebanyak 35,7 persen dan kategori tinggi yaitu ≥ 240 mg/dl
sebanyak 36,0 persen. Proporsi responden yang mempunyai kadar
kolesterol normal yaitu <200 mg/dl sebanyak 28,30 persen.
Kadar kolesterol HDL normal laki-laki dan perempuan dewasa
berbeda, yaitu >40 mg/gL dan >50 mg/dL berurutan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden perempuan lebih banyak mengalami kadar
HDL rendah (34,0%) dibandingkan responden laki-laki (9,3%).
Sementara proporsi responden dengan kadar kolesterol LDL normal
(<100 mg/dL) sekitar 12,0%. Proporsi responden yang mempunyai kadar
kolesterol LDL tinggi (160-189 mg/dL) dan sangat tinggi (≥ 190 mg/dL)
masih cukup besar, yakni masing-masing 18,2 persen dan 20,1 persen.
Sebagian besar responden mempunyai kadar trigliserida normal
(<150 mg/dL) yakni sebanyak 71,8 persen, namun masih cukup banyak
responden mempunyai kadar trigliserida tinggi (200- 449 mg/dL) dan
sangat tinggi (>500 mg/dL) yakni masing-masing 12,2 persen dan 1,0
persen.
Tabel 2. Sebaran sampel menurut kadar lemak darah dan glukosa
darah

N total untuk kelompok trigliserida 2087. Ada selisih 5 dari N total


awal yang disebutkan sebanyak 2092. Hal ini disebabkan ada responden
yang tidak diambil darah 2JPP. Tabel 2 juga menyajikan data hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah. Kategori diabetes melitus ditentukan
berdasarkan kadar glukosa darah puasa yaitu ≥126 mg/dl, sementara
berdasarkan kadar glukosa darah 2JPP yaitu ≥200 mg/dL. Responden yang
dikategorikan menderita diabetes melitus berdasarkan glukosa darah puasa
dan glukosa darah 2 JPP adalah sebanyak 10,6 persen. Proporsi responden
dengan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) berdasarkan glukosa darah
puasa 100-125 mg/dL cukup besar yakni 37,9 persen, sementara proporsi
responden dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) berdasarkan glukosa
darah 2 JPP antara 140-199 mg/dL adalah sebesar 14,3 persen.
Hubungan kadar glukosa darah dengan kadar lemak darah dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa
darah memiliki pengaruh yang signifikan (p<0,001) terhadap semua
parameter kadar lemak darah yaitu kolesterol total, kolesterol HDL,
kolesterol LDL, dan trigliserida. Hubungan yang paling erat terlihat antara
glukosa darah dengan kolesterol total berdasarkan nilai Chisquare
terendah.
Tabel 3. Hubungan kadar glukosa darah dengan kadar lemak
darah

Penyakit kardiovaskuler yang salah satunya disebabkan oleh


kelainan metabolisme lemak (dislipidemia)[1] merupakan penyebab
kematian utama baik di negara maju maupun berkembang. Orang dewasa
dengan usia lebih dari 40 tahun merupakan kelompok usia yang paling
berisiko mengalami dislipidemia.[8] Pada usia dewasa 20 sampai dengan
30 tahun, fatty streaks (bercak sel busa berisi lemak) mulai terlihat. Seiring
berjalannya waktu, streaks akan mengalami penebalan mencapai 2-3%
dalam satu tahun yang disebabkan karena adanya sel radang dan jaringan
ikat yang tertimbun pada streaks. Sehingga, pada usia 50-60 tahun, akan
terjadi plaque atherosclerosis yang menyebabkan peyumbatan pembuluh
darah hingga 30% dimana aterosklerosis tersebut merupakan penyebab
utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).[9] Faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit
jantung koroner (PJK) antara lain umur, sosial ekonomi, hiperkolesterol,
hipertensi, diabetes, obesitas, kurang aktifitas, diet, merokok, stres, dan
keturunan.[10,11]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa glukosa darah memiliki
peranan terhadap kenaikan kadar lemak darah. Peningkatan kadar glukosa
darah berbanding lurus dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL,
HDL dan trigliserida (Tabel 3).
Parhofer (2015) menyebutkan, glukosa dan lipid merupakan kedua
komponen penting dari metabolism energi. Oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa metabolisme glukosa dan metabolisme lemak terkait
erat satu sama lain, sehingga memiliki implikasi klinis yang penting.
Dengan demikian, pasien diabetes dapat dicirikan berdasarkan
dislipidemia khas yang erat hubungannya dengan penyakit kardiovaskular.
Namun, kadar trigliserida di atas batas normal dan kadar HDL rendah juga
dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa sehingga
mengakibatkan kemungkinan terjadinya hiperglikemi (kadar glukosa darah
di atas batas normal).[12]
Studi yang dilakukan oleh Singh et al (2015),[13] pada pasien
dengan sindroma metabolik menyebutkan bahwa lipoprotein lipase
merupakan enzim utama yang bertanggung jawab terhadap pembersihan
lipoprotein yang mengandung trigliserida dari sirkulasi, dimana aktivitas
lipoprotein lipase sangat dipengaruhi oleh resistensi insulin. Lipase hati
juga bertanggung jawab terhadap pembersihan partikel HDL dari sirkulasi,
akan menunjukkan peningkatan aktivitas ketika terjadi resistensi insulin
dan menyebabkan kadar HDL menurun. Karena itu, pasien dengan
diabetes melitus akibat resistensi insulin akan mengalami peningkatan
kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL. Kadar HDL yang rendah
adalah faktor risiko penting pada kejadian penyakit kardiovaskular.[14]
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar
glukosa darah dengan kadar lemak darah, yaitu kolesterol total, kolesterol
HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida. Temuan ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Daboul MW (2010)[15] yang menyebutkan
kenaikan kadar trigliserida dan kolestrol berkaitan erat dengan peningkatan
kadar glukosa darah. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa untuk
mencegah penyakit kardiovaskuler dapat dilakukan dengan mengontrol
kenaikan kadar glukosa darah. Pencegahan satu parameter faktor risiko
seperti kadar glukosa darah dapat menekan kejadian dislipidemia.[16]
Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa kejadian diabetes melitus naik
dari 6,9 persen (2013) menjadi 8,5 persen (2018), dan berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 persen (2013) menjadi
34,1 persen (2018), prevalensi kanker naik dari 1,4% (2013) menjadi 1,8
persen (2018), prevalensi strok naik dari 7 persen (2013) menjadi 10,9
persen (2018), dan prevalensi penyakit ginjal kronik naik dari 2 persen
(2013) menjadi 3,8 persen (2018).[17] Apabila hal tersebut dikaitkan,
maka kadar glukosa darah yang merupakan salah satu faktor risiko
kejadian dislipidemia, memiliki peranan terhadap serangkaian kenaikan
prevalensi penyakit tidak menular (kanker, strok, penyakit ginjal kronik,
dan PJK).[18]
Kenaikan prevalensi penyakit tersebut berhubungan dengan pola
hidup, antara lain rendahnya aktivitas fisik, serta kurangnya konsumsi
buah dan sayur. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan, bila dibiarkan negara
akan mengalami kerugian baik kualitas sumber daya manusia maupun
tingginya beban negara untuk pengobatan.

D. KESIMPULAN
Kadar glukosa darah memiliki hubungan yang signifikan terhadap
peningkatan kadar lemak darah. Hasil ini perlu diinterpretasikan secara
hati-hati dengan mempertimbangkan keterbatasan pada studi yakni desain
potong lintang dengan uji baru sebatas cross-tabulation chi-square
sehingga diperlukan studi lanjutan dengan memasukkan variabel atau
determinan lainnya untuk melihat peranan glukosa darah pada kejadian
dislipidemia secara lebih mendalam dengan jumlah sampel yang lebih
besar dan representatif untuk semua daerah baik urban maupun rural.

E. SARAN
Dibutuhkan edukasi kepada masyarakat bahwa penyakit tidak
menular dapat dicegah dengan menjaga kadar glukosa darah dan kadar
lemak darah dalam batas normal dengan cara menghindari pola makan
tinggi gula dan lemak, serta meningkatkan aktivitas fisik.

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari, D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Jakarta:
Interna Publishing; 2010.
2. WHO/SEARO. Surveillance of Major Noncommunicable Diseases in
South – East Asia Region, Report of an Inter-country
Consultation, 2005.
3. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.
Badan Litbangkes. Kementerian Kesehatan RI. 2007; Jakarta
4. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013.
Badan Litbangkes. Kementerian Kesehatan RI. 2013; Jakarta
5. Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi (Basic Principles of
nutrition). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 333.
6. Gibson RS. 2005. Principles Of Nutritional Assessment, New York,
Oxford University Press.
7. Bintanah S, Handarsari E. Asupan serat dengan kadar gula darah, kadar
kolesterol total dan status gizi pada pasien diabetus mellitus tipe 2
di Rumah Sakit Roemani Semarang. Seminar Hasil-Hasil
Penelitian – LPPM UNIMUS; 2012. http:// jurnal.unimus.ac.id.
8. Syah B. Non-communicable Disease Surveillance and Prevention in
South-East Asia Region; 2002.
9. Ratna DH. Lipid profile among diverse ethnic group in Indonesia. Acta
Med Indones -Indones J Intern Med. 2011: 43(1): 10.
10. Hayudanti D, Kusumastuty I, Permaningtyas TK. Pengaruh Pemberian
Jus Jambu Biji Merah (Psidium guajava) dan Jeruk Siam (Citrus
nobilis) terhadap Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada
Pasien Dislipidemia. Indonesian Journal of Human Nutrition.
2016: 3(1):41-48.
11. WHO/SEARO. Surveillance of Major Noncommunicable Diseases in
South – East Asia Region, Report of an Inter-country
Consultation; 2005.
12. Parhofer KG. Interaction between Glucose and Lipid Metabolism:
More than Diabetic Dyslipidemia. Diabetes Metab J. 2015: 39
(5): 353-362. doi: 10.4093/dmj.2015.39.5.353
13. Singh O, Gupta M, Khajuria V. Lipid profile and its relationship with
blood glucose levels in metabolic syndrome. National Journal of
Physiology, Pharmacy & Pharmacology. 2015: 5(2): 134 – 137.
14. Cetin I, Beytullah Y, Semsetting S, Idris S, Ilker E. Serum lipid and
lipoprotein levels, dyslipidemia, prevalence, and the factor that
influence these parameters in a Turkish population living in the
Province of Tokat, Tubitak. Turk J Med Sci. 2010: 40(5):771-
782.
15. Daboul MW. Study Measuring the Effect of High Serum Triglyceride
and Cholesterol on Glucose Elevation in Human Serum. Oman
Medical Journal. 2011: 26(2):109-113. doi 10. 5001/omj.2011.27
16. Fodor G. Primary prevention of CVD: Treating dyslipidemia. Clinical
Evidence Handbook A Publication o of BMJ Publishing Group.
2011; 83(10): 1
17. Balitbangkes. Kemenkes RI. Laporan Riskesdas 2018. Badan Litbang
Kesehatan Kemenkes RI, Jakarta 2018.
18. Budiman, Sihombing R, Pradina P. Hubungan dislipidemia, hipertensi
dan diabetes melitus dengan kejadian infark miokard akut. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas. 2015:10(1):32-37

Anda mungkin juga menyukai