Raymundus Rikang
Wawancara Ahyudin, pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT). Penjelasan pelbagai soal kasus di
lembaganya.
Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin di Kantor TEMPO Media Grup, Jakarta, 1 Juli 2022.
TEMPO/Subekti.
Ahyudin meyakini bahwa ia didongkel dari ACT oleh sejumlah anak buahnya. “Belakangan saya tahu
ada manuver untuk mengkudeta,” kata Ahyudin di kantor Tempo pada Jumat, 1 Juli lalu. Selama
sekitar tiga jam wawancara, Ahyudin didampingi sejumlah pejabat Global Moeslim Charity, lembaga
filantropi yang ia dirikan setelah keluar dari ACT.
Berbagai persoalan muncul di akhir kepemimpinan Anda, seperti pemotongan gaji dan program
yang macet. Apa tanggapan Anda?
Saya menduga ada fakta yang sengaja disembunyikan dari saya. Misalnya utang program lembaga
kepada Boeing. Saya baru diberi tahu ada utang lembaga sebesar Rp 56 miliar pada September 2021.
Ini tidak pernah disampaikan kepada saya. Kondisi ini lalu disampaikan ke semua grup bahwa donasi
yang masuk akan dialokasikan untuk program Boeing.
Konsekuensinya, ada penyesuaian remunerasi. Saya ambil kebijakan, setiap hari dipotong Rp 250 juta
untuk program Boeing. Terakhir utang itu tinggal Rp 28 miliar kalau tidak salah. Seharusnya yang
disalahkan adalah Presiden ACT yang mengetahui operasional perusahaan. Saya cuma memberi
petunjuk karena posisinya di Global Islamic Philanthropy yang membawahkan ACT.
Mengapa kompensasi Boeing malah menjadi utang?
Penerimaan dana fluktuatif. Tatkala ada program prioritas, kami mengalokasikan dari dana tersebut.
Donasi dan sumbangan di ACT itu diputar dengan sangat intensif.
Saya dikudeta. Saya dipersepsikan seolah-olah memanipulasi keuangan. Di media sosial, saya ditulis
seakan-akan seorang maling besar dan keluarganya makan duit haram. Jika tuduhan itu benar, saya
seharusnya dilaporkan ke penegak hukum. Kasus Boeing itu, misalnya, sengaja diciptakan untuk
mendepak saya. Saya dikambinghitamkan dalam persoalan ini, tapi di hadapan Allah saya akan
dikambingputihkan.
Uang sekolah anak saya, cicilan mobil dan rumah mangkrak. Rumah saya terancam disita bank karena
saya tidak bisa bayar. Jika saya dituduh membawa kabur duit perusahaan sampai miliaran rupiah, di
mana logikanya? Kalau ada penyimpangan, laporkan saja ke polisi.
Kami mendapat informasi bahwa Anda menerima gaji lebih dari Rp 250 juta.
Gaji di ACT tinggi. Saya pasang tinggi gajinya. Saya paksa kerja habis-habisan supaya ACT bisa
mempersembahkan program yang baik. Tapi 25 persen gaji saya kembalikan ke lembaga sebagai
wakaf.
Anda menerima fasilitas mewah, dari mobil hingga perjalanan dinas kelas satu. Anda juga
disinyalir menerima duit dari unit bisnis ACT. Tanggapan Anda?
Itu saya terima dari sumber yang legal karena hak saya sebagai pemimpin organisasi. Rumah saya itu
diperoleh dari pembiayaan bank. Begitupun mobil. Kalau saya tak punya uang, saya boleh meminjam
ke lembaga. Soal perjalanan dinas, perusahaan sudah punya plafon. Ada komite yang mengatur
tunjangan perjalanan dinas. Kalau ada yang mengatakan ACT memberikan fasilitas lembaga untuk
kepentingan pribadi, itu fitnah.
Saya diberi surat yang diteken enam orang setelah mundur. Isinya, memberikan fasilitas kendaraan
Toyota Alphard dan uang Rp 300 juta setiap bulan. Pada Januari lalu, saya menerima Rp 300 juta,
Februari Rp 150 juta, dan Maret Rp 100 juta. Kiriman itu disetop pada April. Saya juga tak tahu alasan
lembaga memberikan fasilitas itu.
Apakah ada peluang Anda kembali ke ACT, organisasi yang Anda dirikan?
Saya tak tertarik untuk kembali. Lembaga amal susah diselamatkan jika sudah ada cedera. Jika saya
kembali, justru akan memelihara keributan. Toh, saya sudah membangun lembaga baru.
https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/166320/pendiri-act-ahyudin-menjawab-tudingan-
penyelewengan