PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Leukemia limfoblastik akut merupakan suatu keganasan prekursor sel
limfoid yang mengalami disregulasi proliferasi dan ekspansi klonal sehingga
menyebabkan gangguan ekspresi gen yang memproduksi perkembangan normal
sel B dan sel T. Proliferasi patologis sel limfoid muda di sumsum tulang
mendesak sistem hemopoetik normal seperti eritropoetik, trombopoetik, dan
granulopoetik sehingga pada sumsum tulang ditemukan sel blas yang
menginfiltrasi darah tepi.1,6
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian LLA di negara berkembang sebanyak 83%. Kasus
leukemia baru di RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 terdapat 70 kasus. Leukemia
akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia yang terdiri dari 82% LLA.1
Jumlah kasus leukemia pada anak di RS Kanker Dharmais tahun 2014 didapatkan
sebanyak 46 kasus.3 Kasus leukemia anak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
tahun 2013-2014 ditemukan hasil morfologi sumsum tulang terbanyak yaitu LLA
(79,2%). Leukemia pada anak ditemukan 39,5% terjadi pada usia 5-9 tahun dan
62,5% merupakan anak lelaki.4
2.3 Etiologi
Etiologi LLA hingga saat ini masih belum diketahui penyebabnya. Faktor
yang berkaitan dengan etiologi LLA seperti faktor genetik dan faktor lingkungan.
Terpajan oleh radiasi saat masih didalam kandungan atau masa kanak juga
berkaitan dengan angka kejadian LLA. Selain itu faktor lain yang berkaitan adalah
infeksi Eipstein-Barr virus (EBV). Faktor-faktor lain yang berperan, antara lain:7
1. Faktor eksogen, seperti sinar X, sinar radioaktif, bahan kimia (benzol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen, seperti ras (orang kulit putih memiliki angka yang
tinggi), faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (sindrom down) dan
herediter.
2
3
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Klasifikasi menurut World Health Organization
Klasifikasi LLA menurut World Health Organization (WHO) dibagi
berdasarkan pemeriksaan immunophenotyping. Pemeriksaan immunophenotyping
dilakukan dengan mengidentifikasi penanda permukaan sel yang dikenal sebagai
kelompok antigen diferensiasi (Clusters of differentiation antigens, CD)
berdasarkan tahap maturitas sel.1,8
Leukemia limfoblastik akut sel B
Pemeriksaan immunophenotyping LLA jenis ini menunjukkan adanya
penanda permukaan sel berupa CD 19, CD 20, CD 22 dan CD 79 (Tabel 2.4.1).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) jenis ini dimulai dari sel muda yang normalnya
menjadi sel B yang matang atau B-lymphocytes. Leukemia limfoblastik akut sel B
merupakan tipe paling banyak diantara tipe LLA yang lain.
Leukemia limfoblastik akut sel T
Pemeriksaan immunophenotyping LLA jenis ini menunjukkan adanya
penanda permukaan sel berupa CD 7, CD 3, CD 2/CD 5 (Tabel 2.4.1). Leukemia
limfoblastik akut (LLA) jenis ini dimulai dari sel muda yang normalnya menjadi
sel T matang atau T-lymphocytes. Leukemia limfoblastik akut jenis ini jarang
ditemukan tetapi banyak muncul pada dewasa dibanding anak.
berdasarkan diferensiasi dan maturitas sel leukemia yang dominan dalam sumsum
tulang.1,8,9
1. Leukemia limfoblastik akut L-1
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdiri dari sel limfoblas kecil serupa
dengan kromatin, homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma
sempit. Leukemia limfoblastik akut dengan sel limfoblas kecil dan merupakan
84% dari LLA (Gambar 2.4.2.1).
2. Leukemia limfoblastik akut L-2
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdapat sel limfoblas lebih besar
tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti,
merupakan 14% dari LLA (Gambar 2.4.2.2).
3. Leukemia limfoblastik akut L-3
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdiri dari sel limfoblas besar,
homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta
sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi LLA mirip dengan limfoma Burkitt,
hanya merupakan 1% dari LLA (Gambar 2.4.2.3).
2.5 Patofisiologi
Gen yang terlibat dalam perkembangan kanker terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu onkogen dan gen penekan tumor. Onkogen merupakan proto-
onkogen yang mengalami peningkatan aktivitas atau penambahan fungsi. Proto-
onkogen dalam keadaan normal memiliki fungsi dalam transduksi sinyal ke inti
sel untuk mengaktifkan gen. Gen penekan tumor pada leukemia mengalami
penurunan hingga kehilangan fungsi. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada
tempat tertentu atau delesi yang menyebabkan terjadinya transformasi ganas.11
Faktor predisposisi seperti genetik, bahan kimia, radiasi dan virus
menyebabkan sel dalam sumsum tulang atau jaringan limfoid perifer mengalami
perubahan genetik. Keseimbangan kerja antara proto-onkogen dan gen penekan
tumor terganggu menyebabkan terjadinya pembelahan sel yang tidak terkendali
sehingga menekan pertumbuhan sel normal dalam sumsum tulang dan
6
2.6 Diagnosis
Anamnesis
Gejala khas pada leukemia berupa pucat, demam dan perdarahan disertai
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Gejala yang tidak khas berupa
nyeri tulang dan nyeri sendi. Gejala awal pada LLA tidak spesifik dan
berlangsung singkat. Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan
atas berulang 1-2 bulan sebelumnya. Gejala dan tanda kegagalan sumsum tulang
menjadi lebih jelas dengan tampilan klinis pucat, mudah lelah, memar, mimisan
dan demam dalam perjalanan penyakit LLA.7,8,12
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan pucat, petekie dan purpura pada kulit serta
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pasien anak dengan keluhan nyeri
tulang dan sendi pada palpasi ditemukan pembengkakan sendi. Peningkatan
tekanan intrakranial ditandai dengan papil edema, perdarahan retina dan
kelumpuhan nervus kranial. 7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap dan gambaran darah tepi
Pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukosit yang meningkat,
atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (jumlah leukosit darah tepi
melebihi 100.000/µL) ditemukan pada 9-13% anak dengan LLA. Gejala yang
terlihat pada gambaran darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum
tulang yaitu pansitopenia dan limfositosis yang menyebabkan gambaran darah tepi
terdapat sel blas. Sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk
LLA.1,7,12
Bone marrow puncture
7
2.8 Prognosis
Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan
perjalanan pasien LLA, yaitu pasien dengan jumlah leukosit lebih dari 50.000/µL
mempunyai prognosis yang buruk.1
Pasien dengan umur 18 bulan atau diatas 10 tahun memiliki prognosis
buruk dibandingkan dengan pasien dengan umur diantara 18 bulan sampai dengan
di atas 10 tahun. Pasien dengan umur kurang dari 1 tahun atau kurang dari 6 bulan
memiliki prognosis paling buruk karena mempunyai kelainan biomolekuler
tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re–arrangement pada
kromososm 11q23 seperti t(4;11) atau t(11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.1
Leukemia sel B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi “kappa” dan
“lambda” pada permukaan blas diketahui mempunyai prognosis yang buruk. Sel T
leukemia juga mempunyai prognosis buruk.1
Anak perempuan memiliki prognosis yang lebih baik daripada anak lelaki.
Hal ini dikarenakan timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel T yang
tinggi, hiperleukositosis dan organomegali. Penyebab pasti belum diketahui.1
Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi
sesudah 1 minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum
tulang pada induksi lebih dari 7 atau 14 hari menunjukkan prognosis buruk.1
Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. Leukemia
limfoblastik akut hiperploid (lebih dari 50 kromosom) biasanya ditemukan pada
25% kasus mempunyai prognosis yang baik. Leukemia limfoblastik akut (LLA)
hipoploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t(1;19). Translokasi
11
t(9;22) pada 5 % anak atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis
buruk.1
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama / No. MR : An. WA/96 20 54
Umur : 2 tahun 4 bulan
Ayah / Ibu : Tn. Z/Ny. Y
Suku : Melayu
Alamat : Rumbio Jaya-Kampar
Tanggal masuk : 03 Agustus 2017
Tanggal periksa : 05 Agustus 2017
ALLOANAMESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Buang air besar berdarah sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengeluhkan demam berulang pada anak, demam naik turun,
turun dengan obat penurun panas namun naik kembali sejak empat bulan sebelum
masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya mual dan muntah
dengan frekuensi lima kali sehari, sebanyak lebih kurang setengah gelas, muntah
berisi makanan, muntah setiap kali makan, tidak terdapat darah dan lendir. Ibu
pasien juga mengeluhkan anaknya nyeri perut, batuk berdahak dan dahak sulit
dikeluarkan. Keluhan nyeri sendi dan menggigil tidak ada. Pasien dibawa ke
rumah sakit Bangkinang dan didiagnosis demam tifoid lalu dirawat selama satu
minggu.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya tampak pucat satu minggu sebelum
masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengluhkan anaknya nyeri sendi, menggigil,
nyeri perut serta nafsu makan menurun. Ibu pasien sudah membawa anaknya
berobat ke bidan namun keluhan tidak berkurang. Riwayat mimisan, gusi
berdarah, mual dan muntah tidak ada.
12
13
Ibu pasien mengeluhkan anaknya buang air besar cair, berwarna kuning
kehijauan, frekuensi lima kali per hari, sebanyak lebih kurang seperempat gelas
tiap kali buang air besar dan tidak disertai lendir lima hari sebelum masuk rumah
sakit. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya tampak lemas dan demam. Demam
naik turun, turun dengan obat penurun panas. Pasien sudah dibawa ke Puskesmas
dan diberikan oralit.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya buang air besar disertai darah segar,
konsistensi lunak, dengan frekuensi satu kali, sebanyak lebih kurang setengah
gelas, tidak ada lendir dan berbau busuk satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan mual, muntah dan perut membesar tidak ada. Buang air kecil tidak ada
keluhan. Ibu pasien juga mengatakan anaknya semakin pucat dan lemas. Pasien
lalu dibawa ke RSUD Bangkinang dan dirujuk ke RSUD Arifin Achmad untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah dirawat di RS Bangkinang dengan demam tifoid
Tidak pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya
Riwayat kejang tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga lainnya yang menderita keluhan yang sama
Riwayat keluarga menderita penyakit keganasan disangkal
Riwayat orang tua
Ayah bekerja sebagai wiraswasta
Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Pasien lahir cukup bulan
Lahir normal ditolong oleh bidan kampung, langsung menangis
Pasien merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara
Selama hamil ibu pernah demam batuk selama 1 minggu
Berat lahir : 2800 gram
Panjang lahir : 52 cm
14
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
15
Gizi
Tinggi badan : 85 cm
Berat badan : 9 kg
Lingkar lengan atas : 13 cm
Lingkar kepala : 51 cm
Status gizi : 130/160 x 100% = 81,25 % (Gizi kurang)
Kulit
Kulit tampak pucat, perabaan hangat
Kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran
Kepala
Normocephali
Rambut
Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva pucat, sklera tidak kuning, pupil isokor, diameter pupil 2
mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Telinga
Dalam batas normal
Hidung
Dalam batas normal
Mulut
Bibir : basah, pucat
Selaput lendir : basah
Palatum : utuh
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis
16
patologis (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin (03/08/2017)
Hemoglobin : 5,8 g/dL
Hematokrit : 17,3 %
Leukosit : 11.240/µL
Trombosit : 11.000/µL
Eritrosit : 2.590.000/µL
MCV : 66,8 fL
MCH : 22,4 pg
MCHC : 33,5 g/dL
Pemeriksaan Imunoserologi (03/08/2017)
Anti Salmonella IgM : Non Reaktif, skor 2
Dengue
IgG : Non Reaktif
IgM : Non Reaktif
Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (03/08/2017)
Eritrosit : Normositik normokrom, anisositosis ringan
Leukosit : kesan jumlah meningkat, morfologi
normal,
ditemukan blas, limfosit atipik (++)
Trombosit : kesan jumlah minim, morfologi normal,
agregasi (-), giant platetlet (-)
Kesan : Suspek leukemia akut
Anjuran : Bone Marrow Puncture (BMP)
air besar cair disertai darah segar dan semakin pucat sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit.
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Kulit tampak pucat
Konjungtiva pucat
Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dan 1 cm di bawah processus
xyphoideus
Limpa teraba ukuran S II
DIAGNOSIS KERJA
Suspek Leukemia Akut
DIAGNOSIS GIZI
Gizi Kurang
PEMERIKSAAN ANJURAN
Bone Marrow Puncture (BMP)
Immunophenothyping
TERAPI
Medikamentosa
IVFD KAEN 1 B 10 tetes permenit makro
19
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
20
Follow up
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Jum’at, Pasien masih Kesadaran : Suspek IVFD
04/08/201 tampak pucat komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 dan merasa Keadaan umum : akut 10 tetes per
lemas. tampak sakit sedang menit
Keluhan nyeri Laju nadi : makro
perut dan 102x/menit Injeksi
nyeri sendi Laju napas : 22x/menit Ceftriaxone
ada. Nafsu Suhu : 36 0C 3x450 mg
makan intravena
kurang, Konjungtiva anemis
Parasetamo
buang air (+/+)
l infus
besar cair Abdomen:
4x100 mg
berwarna I: datar, simetris
intravena
kehijauan A: bising usus (+) 12
bercampur x/menit
ampas. Per: timpani
Pal: Supel, hepar
Pasien teraba 2 cm di bawah
direncanakan arcus costae dan 1 cm
transfusi PRC di bawah processus
300 ml, xyphoideus, konsistensi
transfusi TC kenyal, tepi tumpul,
300 ml dan tidak bernodul, nyeri
rencana BMP tekan tidak, limpa
teraba ukuran S II
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
perut dan Laju nadi : Injeksi
nyeri sendi 122x/menit Ceftriaxone
ada. Nafsu Laju napas : 3x450 mg
makan 30x/menit intravena
kurang, Suhu : 36,0 0C Parasetamo
buang air l infus
besar cair Konjungtiva anemis 4x100 mg
berwarna (+/+) intravena
kehijauan Abdomen:
bercampur I: datar, simetris
ampas. A: bising usus (+)
Pasien 12x/menit
direncanakan Per: timpani
transfusi PRC Pal: Supel, hepar
300 ml, teraba 2 cm di bawah
transfusi TC arcus costae dan 1 cm
300 ml dan di bawah processus
rencana BMP xyphoideus, konsistensi
kenyal, tepi tumpul,
tidak bernodul, nyeri
tekan tidak ada, limpa
teraba ukuran S II
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
direncanakan Pal: Supel, hepar
untuk teraba 2 cm di bawah
transfusi TC arcus costae dan 1 cm
300 ml dan di bawah processus
rencana BMP xyphoideus,
hari ini konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul,
Cek darah nyeri tekan tidak ada,
rutin ulang limpa teraba ukuran S
hari ini II
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Leukosit : 8.440/µL
Trombosit : 23.000/µL
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Penyelenggar A: bising usus (+)
a Jaminan 9x/menit
Sosial (BPJS) Per: timpani
Pal: Supel, hepar
teraba 2 cm di bawah
arcus costae dan 1 cm
di bawah processus
xyphoideus,
konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul,
nyeri tekan tidak ada,
limpa teraba ukuran S
II
Hasil BMP:
Kesimpulan :
Sesuai dengan
leukemia limfoblastik
akut tipe L1 (LLA L1)
BAB IV
PEMBAHASAN
25
26
Gejala demam dan diare pada pasien ini akibat ketidakmampuan sistem imun
mempertahankan tubuh dari infeksi patogen. Hal ini terjadi karena sebagian besar
leukosit bersifat abnormal dan imatur sehingga tidak mampu melakukan fungsi
imunitas tubuh.6,4,17,18
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, tanda vital
khususnya suhu didapatkan pasien demam dengan suhu 38,3 oC, kulit tampak
pucat, pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva anemis, tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening, pemeriksaan paru serta jantung dalam batas
normal. Pemeriksaan abdomen ditemukan hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae
dan 1 cm di bawah processus xyphoideus, konsistensi kenyal, tepi tumpul, tidak bernodul,
nyeri tekan tidak ada, limpa S II. Pada ekstremitas tidak ditemukan memar pada
tubuh pasien.
Tehuteru ES tahun 2011 melakukan penelitian terhadap 72 anak di RS
Kanker Dharmais dengan hasil penelitian gejala klinis pada pasien anak dengan
LLA didapatkan demam, pucat, hepatomegali dan splenomegali. Temuan klinis
tersebut sesuai dengan keluhan pasien. Demam terjadi karena pada leukemia
ditemukan jumlah leukosit yang tidak normal dan bekerja tidak efektif sehingga
mudah terjadi infeksi dan demam berulang, sedangkan hepatosplenomegali terjadi
karena adanya infiltrasi sel leukemia pada ekstramedular yang mengakibatkan
terjadinya hepatomegali dan splenomegali.7,12,18
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
lengkap. Pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dengan jumlah leukosit
11.240/µL dan trombositopenia dengan jumlah trombosit 11.000/µL. Hasil
laboratorium menunjukkan adanya anemia dengan hemoglobin 5,8 mg/dL.
Pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan eritrosit normositik normokrom,
leukosit jumlah meningkat dan ditemukan sel blas limfosit atipik, trombosit
jumlah menurun dan morfologi normal. Hasil pemeriksaan BMP didapatkan LLA
tipe L1.
Penegakan diagnosis LLA dilakukan pemeriksaan BMP yang merupakan
gold standard dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas 78,3% dan 96,2%.
Tehuteru ES tahun 2011 melakukan penelitian terhadap 72 anak di RS Kanker
Dharmais dengan hasil penelitian klasifikasi berdasarkan FAB lebih banyak
27
dijumpai LLA tipe LI. Rahadiyanto KY, Liana P dan Indriani B tahun 2013
melakukan penelitian terhadap 98 anak di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang dengan hasil penelitian gambaran darah tepi eritrosit normositik
normokrom pada LLA sebanyak 17 anak (63%), leukosit jumlah meningkat dan
terdapat sel blas sebanyak 13 anak (48,1%), trombosit jumlah menurun dan
morfologi normal sebanyak 25 anak (92,6%). Pemeriksaan lain seperti apusan
darah tepi juga dapat dilakukan dimana pemeriksaan menunjukkan adanya sel blas
merupakan gejala patognomonik untuk LLA.1,7,12,18,19,20
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pemberian antibiotik intravena,
yakni ceftriaxone golongan sefalosporin generasi ke-3 dengan dosis pemberian 50
mg/kgBB/hari yaitu 3x450 mg. Pemberian antibiotik pada pasien untuk mengatasi
infeksi, namun sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk
mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi pada pasien. Pasien juga diberikan
transfusi PRC 300 ml dengan koreksi hemoglobin = ΔHemoglobin x berat badan
x 4, yaitu 223 ml. Namun pada pasien ini hanya diberikan transfusi PRC sebanyak
150 ml dan didapatkan hemoglobin pasien meningkat menjadi 10,5 g/dL.
Transfusi TC 300 ml diberikan pada pasien dengan koreksi trombosit = berat
badan x 3-4/13, yaitu 100-150 ml. Pada pasien hanya diberikan transfusi TC
sebanyak 100 ml dan didapatkan trombosit meningkat menjadi 96.000/µL.14,21
DAFTAR PUSTAKA
28
29