Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Leukemia limfoblastik akut (LLA) ialah jenis leukemia dengan
karakteristik proliferasi dan akumulasi sel patologis dari sistem limfopoetik yang
menyebabkan pembesaran dan kegagalan organ. Leukemia limfoblastik akut
merupakan suatu keganasan klonal dari prekursor sel limfoid akibat kerusakan
secara genetik pada sumsum tulang.1
Leukemia akut pada masa anak merupakan 30-40% dari keganasan di
dunia. Insidens 4-4,5 kasus per tahun per 100.000 anak kurang dari 15 tahun.
Angka kejadian LLA di negara berkembang 83% lebih tinggi pada anak kulit
putih.1 Insidens terbanyak di Indonesia terdapat pada usia 2-10 tahun, dan insidens
tertinggi usia 3-5 tahun. Insidens turun bersamaan dengan peningkatan umur.
Leukemia limfoblastik akut lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibanding
anak perempuan.2 Jumlah kasus leukemia pada anak di RS Kanker Dharmais
tahun 2014 didapatkan sebanyak 46 kasus.3 Kasus leukemia anak di Riau, tahun
2013-2014 dari 48 anak didapatkan insidens tertinggi pada usia 5-9 tahun (39,6%)
dan anak lelaki memiliki insidens tertinggi (62,5%) dibanding anak perempuan
(37,5%). Angka tertinggi berdasarkan hasil morfologi sumsum tulang didapatkan
pada LLA (79,2%).4
Angka kejadian LLA pada anak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
cukup tinggi, sehingga penulis tertarik untuk membahas kasus tersebut. Diagnosis
leukemia akut dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) terdapat pada
tingkat kemampuan 2, dimana seorang dokter mampu membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang tepat untuk penanganan
pasien selanjutnya serta mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Leukemia limfoblastik akut merupakan suatu keganasan prekursor sel
limfoid yang mengalami disregulasi proliferasi dan ekspansi klonal sehingga
menyebabkan gangguan ekspresi gen yang memproduksi perkembangan normal
sel B dan sel T. Proliferasi patologis sel limfoid muda di sumsum tulang
mendesak sistem hemopoetik normal seperti eritropoetik, trombopoetik, dan
granulopoetik sehingga pada sumsum tulang ditemukan sel blas yang
menginfiltrasi darah tepi.1,6

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian LLA di negara berkembang sebanyak 83%. Kasus
leukemia baru di RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 terdapat 70 kasus. Leukemia
akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia yang terdiri dari 82% LLA.1
Jumlah kasus leukemia pada anak di RS Kanker Dharmais tahun 2014 didapatkan
sebanyak 46 kasus.3 Kasus leukemia anak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
tahun 2013-2014 ditemukan hasil morfologi sumsum tulang terbanyak yaitu LLA
(79,2%). Leukemia pada anak ditemukan 39,5% terjadi pada usia 5-9 tahun dan
62,5% merupakan anak lelaki.4

2.3 Etiologi
Etiologi LLA hingga saat ini masih belum diketahui penyebabnya. Faktor
yang berkaitan dengan etiologi LLA seperti faktor genetik dan faktor lingkungan.
Terpajan oleh radiasi saat masih didalam kandungan atau masa kanak juga
berkaitan dengan angka kejadian LLA. Selain itu faktor lain yang berkaitan adalah
infeksi Eipstein-Barr virus (EBV). Faktor-faktor lain yang berperan, antara lain:7
1. Faktor eksogen, seperti sinar X, sinar radioaktif, bahan kimia (benzol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen, seperti ras (orang kulit putih memiliki angka yang
tinggi), faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (sindrom down) dan
herediter.

2
3

2.4 Klasifikasi
2.4.1 Klasifikasi menurut World Health Organization
Klasifikasi LLA menurut World Health Organization (WHO) dibagi
berdasarkan pemeriksaan immunophenotyping. Pemeriksaan immunophenotyping
dilakukan dengan mengidentifikasi penanda permukaan sel yang dikenal sebagai
kelompok antigen diferensiasi (Clusters of differentiation antigens, CD)
berdasarkan tahap maturitas sel.1,8
Leukemia limfoblastik akut sel B
Pemeriksaan immunophenotyping LLA jenis ini menunjukkan adanya
penanda permukaan sel berupa CD 19, CD 20, CD 22 dan CD 79 (Tabel 2.4.1).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) jenis ini dimulai dari sel muda yang normalnya
menjadi sel B yang matang atau B-lymphocytes. Leukemia limfoblastik akut sel B
merupakan tipe paling banyak diantara tipe LLA yang lain.
Leukemia limfoblastik akut sel T
Pemeriksaan immunophenotyping LLA jenis ini menunjukkan adanya
penanda permukaan sel berupa CD 7, CD 3, CD 2/CD 5 (Tabel 2.4.1). Leukemia
limfoblastik akut (LLA) jenis ini dimulai dari sel muda yang normalnya menjadi
sel T matang atau T-lymphocytes. Leukemia limfoblastik akut jenis ini jarang
ditemukan tetapi banyak muncul pada dewasa dibanding anak.

Tabel 2.4.1 Klasifikasi leukemia akut berdasarkan immunophenotyping1,8

Surface marker Leukemia limfoblastik akut


limfosit-B Limfosit –T
CD 19 +
CD 20 +
CD 22 +
CD 79 +
CD 3 +
CD 7 +
CD 5/CD 2 +

2.4.2 Klasifikasi menurut French-American-British


Klasifikasi LLA menurut French-American-British (FAB) dibagi menjadi
tiga, yaitu L1, L2 dan L3. Klasifikasi FAB merupakan klasifikasi morfologi
4

berdasarkan diferensiasi dan maturitas sel leukemia yang dominan dalam sumsum
tulang.1,8,9
1. Leukemia limfoblastik akut L-1
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdiri dari sel limfoblas kecil serupa
dengan kromatin, homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma
sempit. Leukemia limfoblastik akut dengan sel limfoblas kecil dan merupakan
84% dari LLA (Gambar 2.4.2.1).
2. Leukemia limfoblastik akut L-2
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdapat sel limfoblas lebih besar
tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti,
merupakan 14% dari LLA (Gambar 2.4.2.2).
3. Leukemia limfoblastik akut L-3
Leukemia limfoblastik akut jenis ini terdiri dari sel limfoblas besar,
homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta
sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi LLA mirip dengan limfoma Burkitt,
hanya merupakan 1% dari LLA (Gambar 2.4.2.3).

Gambar 2.4.2.1 Leukemia limfoblastik akut L-110


5

Gambar 2.4.2.2 . Leukemia limfoblastik akut L-210

Gambar 2.4.2.3 Leukemia limfoblastik akut L-310

2.5 Patofisiologi
Gen yang terlibat dalam perkembangan kanker terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu onkogen dan gen penekan tumor. Onkogen merupakan proto-
onkogen yang mengalami peningkatan aktivitas atau penambahan fungsi. Proto-
onkogen dalam keadaan normal memiliki fungsi dalam transduksi sinyal ke inti
sel untuk mengaktifkan gen. Gen penekan tumor pada leukemia mengalami
penurunan hingga kehilangan fungsi. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada
tempat tertentu atau delesi yang menyebabkan terjadinya transformasi ganas.11
Faktor predisposisi seperti genetik, bahan kimia, radiasi dan virus
menyebabkan sel dalam sumsum tulang atau jaringan limfoid perifer mengalami
perubahan genetik. Keseimbangan kerja antara proto-onkogen dan gen penekan
tumor terganggu menyebabkan terjadinya pembelahan sel yang tidak terkendali
sehingga menekan pertumbuhan sel normal dalam sumsum tulang dan
6

mengakibatkan terjadinya beberapa gejala klinis seperti anemia, neutropenia,


trombositopenia dan menginfiltrasi beberapa organ seperti limfadenopati,
splenomegali, hepatomegali serta sindrom meningeal.8,11
Komponen genetik progenitor sel limfoid pada LLA mengalami perubahan
dan mengalami disregulasi proliferasi dengan ekspansi klonal. Sel limfoid yang
bertransformasi menggambarkan ekspresi gen yang berubah yang terlibat dalam
perkembangan normal sel B dan sel T.12

2.6 Diagnosis
Anamnesis
Gejala khas pada leukemia berupa pucat, demam dan perdarahan disertai
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Gejala yang tidak khas berupa
nyeri tulang dan nyeri sendi. Gejala awal pada LLA tidak spesifik dan
berlangsung singkat. Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan
atas berulang 1-2 bulan sebelumnya. Gejala dan tanda kegagalan sumsum tulang
menjadi lebih jelas dengan tampilan klinis pucat, mudah lelah, memar, mimisan
dan demam dalam perjalanan penyakit LLA.7,8,12
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan pucat, petekie dan purpura pada kulit serta
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pasien anak dengan keluhan nyeri
tulang dan sendi pada palpasi ditemukan pembengkakan sendi. Peningkatan
tekanan intrakranial ditandai dengan papil edema, perdarahan retina dan
kelumpuhan nervus kranial. 7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap dan gambaran darah tepi
Pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukosit yang meningkat,
atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (jumlah leukosit darah tepi
melebihi 100.000/µL) ditemukan pada 9-13% anak dengan LLA. Gejala yang
terlihat pada gambaran darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum
tulang yaitu pansitopenia dan limfositosis yang menyebabkan gambaran darah tepi
terdapat sel blas. Sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk
LLA.1,7,12
Bone marrow puncture
7

Pemeriksaan bone marrow puncture (BMP) merupakan pemeriksaan gold


standard. Indikasi pemeriksaan BMP jika dijumpai pasien dengan keadaan
demam terus-menerus tanpa sebab, dijumpai keadaan trombositopenia dan
neutropenia, dicurigai adanya keganasan hematologi atau adanya anemia
megaloblas dan lain-lain. Pemeriksaan BMP pada anak dilakukan pada
posterosuperior krista iliaka dan anteromedial tibia. Tempat yang dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan BMP pada anak yaitu di posterosuperior krista
iliaka karena lokasi tersebut terdapat sel sumsum tulang yang banyak dan tidak
terdapat organ vital didaerah sekitar serta bukan merupakan jaringan penopang
tubuh. Lokasi anterior krista ilika dianjurkan pada pasien obesitas sedangkan pada
anak kurang dari 18 bulan lokasi yang dianjurkan yaitu di anteromedial tibia tetapi
harus dilakukan oleh seseorang yang berpengalaman untuk menghindari risiko
patah tulang.1,7,12,13
Immunophenotyping
Pemeriksaan immunophenotyping dilakukan dengan mengidentifikasi
penanda permukaan sel yang dikenal sebagai kelompok antigen diferensiasi
(Clusters of differentiation antigens, CD) berdasarkan tahap maturitas sel.1,8
Sitogenetik
Pemeriksaan sitogenik pada 50-70% penderita LLA mempunyai kelainan
berupa:7
a. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a).
b. Kariotip yang pseudodiploid pada jumlah kromosom yang diploid.
c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologi
bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar
sampai sangat kecil.
Analisa sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi
prognostik.
2.7 Penatalaksanaan
8

Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Terapi suportif seperti


pemberian transfusi darah, pemberian antibiotik, nutrisi yang baik serta
pendekatan aspek psikososial. Terapi kuratif/spesifik berupa pemberian
kemoterapi.1
1. Transfusi sel darah merah pekat atau packed red cells (PRC) diindikasikan
pada kadar hemoglobin kurang dari 7,0 g/dL, terutama pada anemia akut.
Dosis yang digunakan untuk transfusi PRC pada anak adalah 10-15
ml/kgBB/hari jika kadar hemoglobin lebih dari 6,0 g/dL, sedangkan pada
kadar hemoglobin kurang dari 5,0 g/dL transfusi dilakukan dengan dosis 5
ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Transfusi thrombocyte concentrate (TC)
diberikan pada pasien dengan trombositopenia, transfusi TC profilaksis
dapat diberikan pada kadar trombosit kurang dari 50.000/µL pada kondisi
tertentu seperti adanya manifestasi perdarahan dan pada pasien dengan
rencana prosedur invasif. Transfusi TC kurang dari 20.000/µL diberikan
pada pasien anak sebagai profilaksis walaupun tanpa adanya manifestasi
perdarahan.14
2. Kortikosteroid seperti prednison dan deksametason, setelah tercapai remisi
(sel kanker sudah tidak ada lagi dalam tubuh dan gejala klinik membaik),
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.7
3. Sitostika digunakan sebagai antikanker. Kemoterapi sitostika merupakan
terapi sistemik yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker
atau untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker. 15 Sitostika lama
berupa 6-Merkaptopurin dan metotreksat. Selain itu terdapat sitostika yang
baru seperti vinkristin, rubidomisin, sitosi, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostika diberikan
secara bersamaan dengan prednison. Pemberian obat sitostika dapat
menyebabkan terjadinya alopesia, stomatitis, leukopenia dan kandidiasis.
Perlu diperhatikan jika leukosit kurang dari 2.000/mm3.6,15
4. Imunoterapi merupakan jenis terapi untuk membantu sistem kekebalan
tubuh untuk mengenali dan menghancurkan sel kanker. 16 Imunoterapi
mulai diberikan setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia rendah
(105-106). Pengobatan spesifik dengan cara dilakukan penyuntikan sel
9

leukemia yang telah diradiasi agar terbentuk antibodi yang spesifik


terhadap sel leukemia sehingga semua sel patologis dihancurkan.7
Pengobatan dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama, untuk mencapai keadaan tersebut
perlu dilakukan:1,7
a. Induksi bertujuan untuk mencapai remisi sehingga perlu diberikan
berbagai macam obat baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
i. Vinkristin: 2 mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali.
ii. Adriamisin: 40 mg/m2/2 minggu, intravena, diberikan 3 kali dimulai
pada hari ketiga pengobatan.
iii. Prednison: Metotreksat 10 mg/m2/hari peroral diberikan selama 5
minggu kemudian tappering off selama 1 minggu.
iv. Metotreksat 10 mg/m2/minggu intratekal diberikan 5 kali dimulai
bersamaan dengan atau setelah vinkristin pertama sebagai profilaksis
di sistem saraf pusat.
v. Radiasi kranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi
terakhir (siklofosfamid).
b. Konsolidasi bertujuan agar sel tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
i. Metotreksat: 15 mg/m2/hari, intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu
minggu setelah vinkristin keenam, kemudian dilanjutkan dengan;
ii. Enam-Merkaptopurin: 500 mg/m2/hari, peroral, diberikan 3 kali.
iii. Siklofosfamid: 800mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu
kedua konsolidasi.
c. Reinduksi bertujuan untuk mencegah relaps.
i. Vinkristin: dosis sama dengan dosis induksi.
ii. Sistem saraf pusat: Metotreksat intratekal, dosis sama dengan dosis
profilaksis.
d. Maintenance biasanya diberikan sitostatika dengan dosis separuh agar
dapat mempertahankan masa remisi. Maintenance dimulai satu minggu
setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid) dengan:
i. Enam-Merkaptopurin: 65 mg/m2/hari peroral.
10

ii. Metotreksat: 20 mg/m2/minggu peroral.


e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Pemberian metotreksat
intratekal pada waktu induksi untuk mencegah terjadinya leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi secara terus
menerus. Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi
pengobatan setelah 6 minggu.

2.8 Prognosis
Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan
perjalanan pasien LLA, yaitu pasien dengan jumlah leukosit lebih dari 50.000/µL
mempunyai prognosis yang buruk.1
Pasien dengan umur 18 bulan atau diatas 10 tahun memiliki prognosis
buruk dibandingkan dengan pasien dengan umur diantara 18 bulan sampai dengan
di atas 10 tahun. Pasien dengan umur kurang dari 1 tahun atau kurang dari 6 bulan
memiliki prognosis paling buruk karena mempunyai kelainan biomolekuler
tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re–arrangement pada
kromososm 11q23 seperti t(4;11) atau t(11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.1
Leukemia sel B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi “kappa” dan
“lambda” pada permukaan blas diketahui mempunyai prognosis yang buruk. Sel T
leukemia juga mempunyai prognosis buruk.1
Anak perempuan memiliki prognosis yang lebih baik daripada anak lelaki.
Hal ini dikarenakan timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel T yang
tinggi, hiperleukositosis dan organomegali. Penyebab pasti belum diketahui.1
Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi
sesudah 1 minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum
tulang pada induksi lebih dari 7 atau 14 hari menunjukkan prognosis buruk.1
Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. Leukemia
limfoblastik akut hiperploid (lebih dari 50 kromosom) biasanya ditemukan pada
25% kasus mempunyai prognosis yang baik. Leukemia limfoblastik akut (LLA)
hipoploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t(1;19). Translokasi
11

t(9;22) pada 5 % anak atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis
buruk.1
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama / No. MR : An. WA/96 20 54
Umur : 2 tahun 4 bulan
Ayah / Ibu : Tn. Z/Ny. Y
Suku : Melayu
Alamat : Rumbio Jaya-Kampar
Tanggal masuk : 03 Agustus 2017
Tanggal periksa : 05 Agustus 2017

ALLOANAMESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Buang air besar berdarah sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengeluhkan demam berulang pada anak, demam naik turun,
turun dengan obat penurun panas namun naik kembali sejak empat bulan sebelum
masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya mual dan muntah
dengan frekuensi lima kali sehari, sebanyak lebih kurang setengah gelas, muntah
berisi makanan, muntah setiap kali makan, tidak terdapat darah dan lendir. Ibu
pasien juga mengeluhkan anaknya nyeri perut, batuk berdahak dan dahak sulit
dikeluarkan. Keluhan nyeri sendi dan menggigil tidak ada. Pasien dibawa ke
rumah sakit Bangkinang dan didiagnosis demam tifoid lalu dirawat selama satu
minggu.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya tampak pucat satu minggu sebelum
masuk rumah sakit. Ibu pasien juga mengluhkan anaknya nyeri sendi, menggigil,
nyeri perut serta nafsu makan menurun. Ibu pasien sudah membawa anaknya
berobat ke bidan namun keluhan tidak berkurang. Riwayat mimisan, gusi
berdarah, mual dan muntah tidak ada.

12
13

Ibu pasien mengeluhkan anaknya buang air besar cair, berwarna kuning
kehijauan, frekuensi lima kali per hari, sebanyak lebih kurang seperempat gelas
tiap kali buang air besar dan tidak disertai lendir lima hari sebelum masuk rumah
sakit. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya tampak lemas dan demam. Demam
naik turun, turun dengan obat penurun panas. Pasien sudah dibawa ke Puskesmas
dan diberikan oralit.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya buang air besar disertai darah segar,
konsistensi lunak, dengan frekuensi satu kali, sebanyak lebih kurang setengah
gelas, tidak ada lendir dan berbau busuk satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan mual, muntah dan perut membesar tidak ada. Buang air kecil tidak ada
keluhan. Ibu pasien juga mengatakan anaknya semakin pucat dan lemas. Pasien
lalu dibawa ke RSUD Bangkinang dan dirujuk ke RSUD Arifin Achmad untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Riwayat penyakit dahulu
 Pasien pernah dirawat di RS Bangkinang dengan demam tifoid
 Tidak pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya
 Riwayat kejang tidak ada
 Riwayat transfusi darah tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
 Tidak ada keluarga lainnya yang menderita keluhan yang sama
 Riwayat keluarga menderita penyakit keganasan disangkal
Riwayat orang tua
 Ayah bekerja sebagai wiraswasta
 Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga
Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Pasien lahir cukup bulan
 Lahir normal ditolong oleh bidan kampung, langsung menangis
 Pasien merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara
 Selama hamil ibu pernah demam batuk selama 1 minggu
 Berat lahir : 2800 gram
 Panjang lahir : 52 cm
14

Riwayat makan dan minum


 Air susu ibu+susu formula : 0 - 18 bulan
 Makanan pendamping : 18 bulan – sekarang
air susu ibu + makanan biasa
Riwayat Imunisasi
 Lengkap sesuai umur
Riwayat Pertumbuhan Fisik
 Sesuai dengan usia anak
 Berat lahir : 2800 gram
 Berat badan sekarang : 9 kg
 Panjang lahir : 52 cm
 Panjang badan sekarang : 85 cm
Riwayat perkembangan
 Telungkup : Umur 0-3 bulan
 Merangkak : Umur 3-6 bulan
 Duduk : Umur 6-9 bulan
 Berjalan : Umur 9-12 bulan
 Bicara : Umur 12-24 bulan
Keadaan perumahan dan tempat tinggal
 Pasien tinggal di rumah permanen yang dihuni oleh 4 orang
 Ventilasi dan pencahayaan cukup
 Lingkungan bersih
 Sumber air minum : air galon dimasak
 Sumber mandi cuci kakus : air sumur galian

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
15

 Laju nadi : 120x/menit


 Laju napas : 24x/menit
 Suhu : 38,3 oC

Gizi
 Tinggi badan : 85 cm
 Berat badan : 9 kg
 Lingkar lengan atas : 13 cm
 Lingkar kepala : 51 cm
 Status gizi : 130/160 x 100% = 81,25 % (Gizi kurang)

Kulit
 Kulit tampak pucat, perabaan hangat
Kelenjar getah bening
 Tidak ada pembesaran
Kepala
 Normocephali
Rambut
 Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata
 Konjungtiva pucat, sklera tidak kuning, pupil isokor, diameter pupil 2
mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Telinga
 Dalam batas normal
Hidung
 Dalam batas normal
Mulut
 Bibir : basah, pucat
 Selaput lendir : basah
 Palatum : utuh
 Lidah : tidak kotor, tidak hiperemis
16

 Gigi : tidak ada karies


Kaku kuduk : tidak ditemukan
DADA
Inspeksi : Gerakan dada simetris, tidak ada retraksi,
ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Vokal fremitus simetris kiri dan kanan,
iktus kordis teraba di spasi interkostal V
linea midklavikula sinistra
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas
jantung kanan di linea parasternal dekstra
dan batas jantung kiri di linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : Vesikuler(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-),
bunyi jantung I dan II reguler, murmur
tidak ada, gallop tidak ada
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, simetris, venektasi tidak ada, scar
tidak ada
Auskultasi : Bising usus 15x/menit
Palpasi : Supel, hepar teraba 2 cm di bawah arcus
costae dan 1 cm di bawah processus
xyphoideus, konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul, nyeri tekan tidak
ada, limpa teraba ukuran S II. Nyeri tekan
tidak ada, nyeri lepas tidak ada
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal, tidak
ditemukan kelainan kongenital
Ekstremitas : Ekstremitas tampak pucat, akral hangat,
capillary refill time (CRT) kurang dari 2
detik, edema tidak ada
Status neurologis : Reflek fisiologis (+/+) normal, reflek
17

patologis (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin (03/08/2017)
 Hemoglobin : 5,8 g/dL
 Hematokrit : 17,3 %
 Leukosit : 11.240/µL
 Trombosit : 11.000/µL
 Eritrosit : 2.590.000/µL
 MCV : 66,8 fL
 MCH : 22,4 pg
 MCHC : 33,5 g/dL
Pemeriksaan Imunoserologi (03/08/2017)
 Anti Salmonella IgM : Non Reaktif, skor 2
 Dengue
 IgG : Non Reaktif
 IgM : Non Reaktif
Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (03/08/2017)
 Eritrosit : Normositik normokrom, anisositosis ringan
 Leukosit : kesan jumlah meningkat, morfologi
normal,
ditemukan blas, limfosit atipik (++)
 Trombosit : kesan jumlah minim, morfologi normal,
agregasi (-), giant platetlet (-)
 Kesan : Suspek leukemia akut
 Anjuran : Bone Marrow Puncture (BMP)

HAL-HAL PENTING DARI ANAMNESIS


Demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sendi tidak
berkurang dengan istirahat. Nafsu makan berkurang. Batuk berdahak dan pilek
ada. Anak tampak pucat sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit. Buang air
besar cair sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit. Badan terasa lemas. Buang
18

air besar cair disertai darah segar dan semakin pucat sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit.
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Kulit tampak pucat
Konjungtiva pucat
Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dan 1 cm di bawah processus
xyphoideus
Limpa teraba ukuran S II

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Hemoglobin : 5,8 g/dL ()
 Hematokrit : 17,3 % ()
 Leukosit : 11.240/µL (N)
 Trombosit : 11.000/µL ()
 MCV : 66,8 fL()
 MCH : 22,4 pg()
 Pemeriksaan GDT
 Kesan : Suspek leukemia akut

DIAGNOSIS KERJA
Suspek Leukemia Akut

DIAGNOSIS GIZI
Gizi Kurang

PEMERIKSAAN ANJURAN
 Bone Marrow Puncture (BMP)
 Immunophenothyping

TERAPI
Medikamentosa
 IVFD KAEN 1 B 10 tetes permenit makro
19

 Injeksi Ceftriaxone 3x450 mg intravena


 Parasetamol infus 4x100 mg intravena
 Transfusi thrombocyte concentrate (TC) 300 ml, diberikan secara bertahap
100 ml per hari
 Transfusi packed red cells (PRC) 300 ml, diberikan secara bertahap 100 ml
per hari

Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
20

Follow up
Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Jum’at, Pasien masih Kesadaran : Suspek  IVFD
04/08/201 tampak pucat komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 dan merasa Keadaan umum : akut 10 tetes per
lemas. tampak sakit sedang menit
Keluhan nyeri Laju nadi : makro
perut dan 102x/menit  Injeksi
nyeri sendi Laju napas : 22x/menit Ceftriaxone
ada. Nafsu Suhu : 36 0C 3x450 mg
makan intravena
kurang, Konjungtiva anemis
 Parasetamo
buang air (+/+)
l infus
besar cair Abdomen:
4x100 mg
berwarna I: datar, simetris
intravena
kehijauan A: bising usus (+) 12
bercampur x/menit
ampas. Per: timpani
Pal: Supel, hepar
Pasien teraba 2 cm di bawah
direncanakan arcus costae dan 1 cm
transfusi PRC di bawah processus
300 ml, xyphoideus, konsistensi
transfusi TC kenyal, tepi tumpul,
300 ml dan tidak bernodul, nyeri
rencana BMP tekan tidak, limpa
teraba ukuran S II

Akral hangat, pucat,


capillary refill time
(CRT) kurang dari 2
detik

Hasil gambaran darah


tepi : Susp. Leukemia
akut

Hasil darah rutin:


(03/08/2017)
Hb : 5,8 g/dL
Hematokrit : 17,3 %
Leukosit :
11.240/µL
Trombosit :
11.000/µL
Sabtu, Pasien masih Kesadaran : Suspek  IVFD
05/08/201 tampak pucat komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 dan merasa Keadaan umum : akut 10 tetes per
lemas. tampak sakit sedang menit
Keluhan nyeri makro
21

Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
perut dan Laju nadi :  Injeksi
nyeri sendi 122x/menit Ceftriaxone
ada. Nafsu Laju napas : 3x450 mg
makan 30x/menit intravena
kurang, Suhu : 36,0 0C  Parasetamo
buang air l infus
besar cair Konjungtiva anemis 4x100 mg
berwarna (+/+) intravena
kehijauan Abdomen:
bercampur I: datar, simetris
ampas. A: bising usus (+)
Pasien 12x/menit
direncanakan Per: timpani
transfusi PRC Pal: Supel, hepar
300 ml, teraba 2 cm di bawah
transfusi TC arcus costae dan 1 cm
300 ml dan di bawah processus
rencana BMP xyphoideus, konsistensi
kenyal, tepi tumpul,
tidak bernodul, nyeri
tekan tidak ada, limpa
teraba ukuran S II

Akral hangat, pucat,


CRT kurang dari 2
detik

Hasil darah rutin:


(04/08/2017)
Hb : 5,2 g/dL
Hematokrit : 16,0 %
Leukosit : 7.300/µL
Trombosit : 9.000/µL
Minggu, Pasien masih Kesadaran : Suspek  IVFD
06/08/201 tampak pucat komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 dan merasa Keadaan umum : akut 10 tetes per
lemas, nafsu tampak sakit sedang menit
makan makro
kurang, Laju nadi : 99x/menit  Injeksi
buang air Laju napas : 24x/menit Ceftriaxone
besar cair Suhu : 36,3 0C 3x450 mg
sudah intravena
berkurang. Konjungtiva anemis
 Parasetamo
Pasien sudah (+/+)
l infus
mendapatkan Abdomen:
4x100 mg
transfusi PRC I: datar, simetris
intravena
100 ml A: bising usus (+)
10x/menit
Pasien Per: timpani
22

Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
direncanakan Pal: Supel, hepar
untuk teraba 2 cm di bawah
transfusi TC arcus costae dan 1 cm
300 ml dan di bawah processus
rencana BMP xyphoideus,
hari ini konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul,
Cek darah nyeri tekan tidak ada,
rutin ulang limpa teraba ukuran S
hari ini II

Akral hangat, pucat,


CRT kurang dari 2
detik

Senin, Ibu pasien Kesadaran : Suspek  IVFD


07/08/201 mengeluhkan komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 nafsu makan Keadaan umum : akut 10 tetes per
anaknya tampak sakit sedang menit
masih makro
berkurang. Laju nadi : 112x/menit  Injeksi
Buang air Laju napas: 26x/menit Ceftriaxone
besar cair Suhu : 36,3 0C 3x450 mg
berkurang. intravena
Konjungtiva anemis
Pasien sudah (-/-)
mendapatkan Abdomen:
transfusi TC I: datar, simetris
100 ml dan A: bising usus (+)
rencana 10x/menit
transfusi TC Per: timpani
200 ml Pal: Supel, hepar
teraba 2 cm di bawah
Bone Marrow arcus costae dan 1 cm
Puncture di bawah processus
(BMP) sudah xyphoideus,
dilakukan, konsistensi kenyal, tepi
menunggu tumpul, tidak bernodul,
hasil nyeri tekan tidak ada,
limpa teraba ukuran S
II

Akral hangat, CRT


kurang dari 2 detik

Hasil darah rutin:


(06/08/2017)
Hb : 10,5 g/dL
Hematokrit: 32,3 %
23

Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Leukosit : 8.440/µL
Trombosit : 23.000/µL

Selasa, Keluhan Kesadaran : Suspek  IVFD


08/08/201 buang air komposmentis leukemia KAEN 1 B
7 besar cair Keadaan umum : akut 10 tetes per
tidak ada tampak sakit sedang menit
makro
Cek darah Laju nadi :  Injeksi
rutin ulang 100x/menit Ceftriaxone
hari ini Laju napas : 25x/menit 3x450 mg
Suhu : 37,2 0C intravena
Konjungtiva anemis
(-/-)
Abdomen:
I: datar, simetris
A: bising usus (+)
10x/menit
Per: timpani
Pal: Supel, hepar
teraba 2 cm di bawah
arcus costae dan 1 cm
di bawah processus
xyphoideus,
konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul,
nyeri tekan tidak ada,
limpa teraba ukuran S
II

Akral hangat, CRT


kurang dari 2 detik

Rabu, Pasien masih Kesadaran : Leukemia  IVFD


09/08/201 mengeluhkan komposmentis Limfoblasti KAEN 1 B
7 buang air Keadaan umum : k Akut 10 tetes per
besar cair tampak sakit sedang (LLA) L1 menit
tidak ada. makro
Laju nadi :  Injeksi
Hasil BMP 100x/menit Ceftriaxone
sudah keluar, Laju napas : 24x/menit 3x450 mg
keluarga Suhu : 36,0 0C intravena
pasien
meminta Konjungtiva anemis
pulang untuk (-/-)
mengurus Abdomen:
Badan I: datar, simetris
24

Terapi &
Hari/
Subjektif Objektif Assessment Rencana
Tanggal
Tindakan
Penyelenggar A: bising usus (+)
a Jaminan 9x/menit
Sosial (BPJS) Per: timpani
Pal: Supel, hepar
teraba 2 cm di bawah
arcus costae dan 1 cm
di bawah processus
xyphoideus,
konsistensi kenyal, tepi
tumpul, tidak bernodul,
nyeri tekan tidak ada,
limpa teraba ukuran S
II

Akral hangat, CRT


kurang dari 2 detik

Hasil darah rutin:


(08/08/2017)
Hb : 10,0
g/dL
Hematokrit : 30,2 %
Leukosit : 3.520/µL
Trombosit :
96.000/µL

Hasil BMP:
Kesimpulan :
Sesuai dengan
leukemia limfoblastik
akut tipe L1 (LLA L1)
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien anak perempuan berusia dua tahun empat bulan


terdiagnosis leukemia limfoblastik akut. Anamnesis didapatkan pasien datang
dengan keluhan buang air besar cair terdapat darah sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit, darah segar, konsistensi lunak, dengan frekuensi satu kali, sebanyak
kurang lebih setengah gelas, anak semakin pucat dan lemas dan terdapat demam.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan buang air besar cair.
Buang air besar cair berwarna kuning kehijauan, frekuensi lima kali dalam sehari
sebanyak kurang lebih seperempat gelas tiap kali buang air besar cair. Pasien juga
mengeluhkan badan terasa lemas, nafsu makan berkurang. Seminggu sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengalami demam mendadak tinggi dan tampak pucat
serta terdapat keluhan nyeri sendi dan batuk berdahak. Empat bulan sebelum
masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluhkan anaknya demam, demam naik turun,
demam turun dengan obat penurun panas namun naik kembali. Pasien juga
mengeluhkan mual, muntah dan batuk berdahak. Pasien didiagnosis demam tifoid
dan dirawat selama satu minggu RS Bangkinang. Pasien sering mengeluhkan
demam dua kali dalam seminggu serta batuk dan pilek.
Leukemia merupakan kanker yang paling sering terjadi pada anak. Latamu
F, Manoppo JI dan Mantik MFJ tahun 2015 melakukan penelitian terhadap 60
anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan hasil penelitian angka
tertinggi didapatkan pada usia 1-5 tahun (60%). Fridayenti, Masdar H dan Asriani
S tahun 2015 melakukan penelitian terhadap 48 anak di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau dengan hasil penelitian angka tertinggi didapatkan pada anak lelaki
dibanding anak perempuan. Angka tertinggi pada anak lelaki dikarenakan
timbulnya relaps testis dan angka kejadian leukemia sel T yang tinggi. 1,4 Gejala
yang dialami pasien sering terjadi pada awal perjalanan penyakit LLA. Gejala
awal pada LLA tidak spesifik dan berlangsung singkat. Pasien biasanya memiliki
riwayat infeksi saluran pernapasan atas berulang dua bulan sebelumnya. Gejala
dan tanda kegagalan sumsum tulang dalam perjalanan penyakitnya menjadi lebih
jelas dengan tampilan klinis pucat, mudah lelah, memar, mimisan dan demam.

25
26

Gejala demam dan diare pada pasien ini akibat ketidakmampuan sistem imun
mempertahankan tubuh dari infeksi patogen. Hal ini terjadi karena sebagian besar
leukosit bersifat abnormal dan imatur sehingga tidak mampu melakukan fungsi
imunitas tubuh.6,4,17,18
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, tanda vital
khususnya suhu didapatkan pasien demam dengan suhu 38,3 oC, kulit tampak
pucat, pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva anemis, tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening, pemeriksaan paru serta jantung dalam batas
normal. Pemeriksaan abdomen ditemukan hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae
dan 1 cm di bawah processus xyphoideus, konsistensi kenyal, tepi tumpul, tidak bernodul,
nyeri tekan tidak ada, limpa S II. Pada ekstremitas tidak ditemukan memar pada
tubuh pasien.
Tehuteru ES tahun 2011 melakukan penelitian terhadap 72 anak di RS
Kanker Dharmais dengan hasil penelitian gejala klinis pada pasien anak dengan
LLA didapatkan demam, pucat, hepatomegali dan splenomegali. Temuan klinis
tersebut sesuai dengan keluhan pasien. Demam terjadi karena pada leukemia
ditemukan jumlah leukosit yang tidak normal dan bekerja tidak efektif sehingga
mudah terjadi infeksi dan demam berulang, sedangkan hepatosplenomegali terjadi
karena adanya infiltrasi sel leukemia pada ekstramedular yang mengakibatkan
terjadinya hepatomegali dan splenomegali.7,12,18
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
lengkap. Pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dengan jumlah leukosit
11.240/µL dan trombositopenia dengan jumlah trombosit 11.000/µL. Hasil
laboratorium menunjukkan adanya anemia dengan hemoglobin 5,8 mg/dL.
Pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan eritrosit normositik normokrom,
leukosit jumlah meningkat dan ditemukan sel blas limfosit atipik, trombosit
jumlah menurun dan morfologi normal. Hasil pemeriksaan BMP didapatkan LLA
tipe L1.
Penegakan diagnosis LLA dilakukan pemeriksaan BMP yang merupakan
gold standard dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas 78,3% dan 96,2%.
Tehuteru ES tahun 2011 melakukan penelitian terhadap 72 anak di RS Kanker
Dharmais dengan hasil penelitian klasifikasi berdasarkan FAB lebih banyak
27

dijumpai LLA tipe LI. Rahadiyanto KY, Liana P dan Indriani B tahun 2013
melakukan penelitian terhadap 98 anak di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang dengan hasil penelitian gambaran darah tepi eritrosit normositik
normokrom pada LLA sebanyak 17 anak (63%), leukosit jumlah meningkat dan
terdapat sel blas sebanyak 13 anak (48,1%), trombosit jumlah menurun dan
morfologi normal sebanyak 25 anak (92,6%). Pemeriksaan lain seperti apusan
darah tepi juga dapat dilakukan dimana pemeriksaan menunjukkan adanya sel blas
merupakan gejala patognomonik untuk LLA.1,7,12,18,19,20
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pemberian antibiotik intravena,
yakni ceftriaxone golongan sefalosporin generasi ke-3 dengan dosis pemberian 50
mg/kgBB/hari yaitu 3x450 mg. Pemberian antibiotik pada pasien untuk mengatasi
infeksi, namun sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk
mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi pada pasien. Pasien juga diberikan
transfusi PRC 300 ml dengan koreksi hemoglobin = ΔHemoglobin x berat badan
x 4, yaitu 223 ml. Namun pada pasien ini hanya diberikan transfusi PRC sebanyak
150 ml dan didapatkan hemoglobin pasien meningkat menjadi 10,5 g/dL.
Transfusi TC 300 ml diberikan pada pasien dengan koreksi trombosit = berat
badan x 3-4/13, yaitu 100-150 ml. Pada pasien hanya diberikan transfusi TC
sebanyak 100 ml dan didapatkan trombosit meningkat menjadi 96.000/µL.14,21
DAFTAR PUSTAKA

1. Permono B, Ugrasena ID. Leukemia akut. Dalam: Permono B, Sutaryo,


Ugrasena ID, Windastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.
h. 236–45.
2. Guyton AC, Hall JE. Pertahanan tubuh terhadap infeksi:leukosit. Dalam:
Rachman LY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, penyunting. Buku
ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. h. 458-9.
3. Tehuteru ES. Mewaspadai gejala kanker pada anak. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta; 2015. h. 25-6.
4. Fridayenti, Masdar H, Asriani S. Profil pasien leukemia di RSUD Arifin
Ahcmad Provinsi Riau periode tahun 2013-2014. JIK. 2015;9:78–86.
5. Standar kompetensi dokter Indonesia. Konsil kedokteran Indonesia. Des
2012. [diakses tanggal 23 September 2017]. Tersedia di:
http://pd.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/KKI-SKDI-2012.pdf
6. Leukemia Foundation. Acute lymphoblastic leukemia in children. 2015
July. [diakses tanggal 23 September 2017]. Tersedia di:
http://www.leukaemia.org.au/1download.cfm?downloadfile=f647e600-
c5d1-11e2-ae0800155d285803&typename=dmFile&fieldname=filename
7. Hassan R, Alatas H. Leukemia limfoblastik akut. Dalam: Hassan R, Alatas
H, penyunting. Buku kuliah 1 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta; 1985. h. 471-7.
8. Mehta AB, Victor A. At Glance hematologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2006. h. 52-5.
9. Price SA,Wilson LM. Gangguan sel darah putih dan sel plasma. Dalam:
Baldy CM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. h. 271.
10. The portal for rare diseases and orphan drugs journal. Acute lymphoblastic
leukemia. 2004 Dec. [diakses tanggal 18 September 2017]. Tersedia di:
https://www.orpha.net/data/patho/Pro/en/AcuteLymphoblasticLeukemiaF
RenPro3732.pdf

28
29

11. Price SA,Wilson LM. Gangguan pertumbuhan, proliferasi, dan diferensiasi


sel. Dalam: Wilson LM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. h. 151-2.
12. Tanto C, Liwang F, Hanifati S. Leukemia akut. Dalam: C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA, penyunting. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
EGC; 2014. h. 55-8.
13. Abla O, Friedman J, Doyle J. Performing bone marrow aspiration and
biopsy in children: Recommended guidelines. Pediatrics Child Health.
2008;13:499-501.
14. Wahidiyat PA, Adnani NB. Transfusi rasional pada anak. Sari Pediatri.
2016;18:325-31.
15. Nafrialdi, Gan s. Antikanker. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Jakarta: FKUI; 2017. h.
762-6.
16. American Cancer Society. Immunotherapy for childhood leukemia. 2017
Sept 11 [diakses tanggal 23 September 2017]. Tersedia di:
https://www.cancer.org/content/dam/CRC/PDF/Public/8693.00.pdf
17. Latamu M, Manoppo JI, Mantik MFJ. Angka kejadian diare pada anak
dengan leukemia limfoblastik akutdi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode tahun 2011-2015. ECL. 2016;2:1-8.
18. Tehuteru ES. Gambaran tingkat remisi pada leukemia limfoblastik akut
setelah fase induksi di bangsal kanker anak RS Kanker Dharmais. IJoC.
2011;5:159-62.
19. Rahadiyanto KY, Liana P, Indriani B. Pola gambaran darah tepi pada
penderita leukemia di laboratorium klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. MKS. 2014;4:259-65.
20. Aljadayeh MH, Saidat AD, Kamal N, et al. Compatarive evaluation
between bone marrow aspirate and biopsy morphologic findings,
experiance at King Hussein Medical Center. JMRS. 2015;22:18-22.
21. Istiantoro YH, Gan S. Penisilin, sefalosporin dan antibiotik betalaktam
lainnya. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, penyunting.
Farmakologi dan terapi. Jakarta: FKUI; 2017. h. 686.

Anda mungkin juga menyukai