Nurfajriyanti Haeruddin
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar
E-mail: nurfajrianti104@gmail.com
Abstract
Urban communities are often culturally distinguished from rural communities.
Urban society is considered more advanced, modern and more receptive to
change. From a cultural perspective, people in urban areas are more diverse.
The ethnic diversity living causes cultural acculturation to be unavoidable. As
a result, cultural clashes become a form of competing interests between
cultures that attract each other. Which culture emerges and is claimed to be a
new culture becomes a dilemma for owners of the old cultural identity. The
value of benefits for the old culture and the new culture is a consideration for
winning one of these cultures.
Abstrak
Masyarakat perkotaan secara kultur sering dibedakan dari masyarakat
pedesaan. Masyarakat kota dianggap lebih maju, modern dan lebih mudah
menerima perubahan. Dari sisi budaya, masyarakat di perkotaan lebih
majemuk. Keberagaman etnis yang tinggal menyebabkan akulturasi budaya
tidak terhindarkan lagi. Akibatnya benturan budaya menjadi wujud persaingan
kepentingan antarbudaya yang saling tarik. Budaya mana yang muncul dan
diklaim sebagai budaya baru menjadi dilema bagi pemilik identitas budaya
lama. Nilai manfaat bagi budaya lama dan budaya baru menjadi pertimbangan
pemenangan salah satu budaya tersebut.
Pendahuluan
Masyarakat kota atau urban community sering menyandang predikat sebagai
innovator dan dicirikan dalam beberap kriteria antara lain (1) dalam bentuk
hubungan sosial orientasi kepentingan pribadi lebih dominan, (2) hubungan
dengan masyarakat luar lebih terbuka baik secara teritorial maupun secara
kultural, (3) mementingkan teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas
kehidupan, dan (5) aturanaturan yang berlaku berorientasi pada aturan atau hukum
yang formal dan bersifat kompleks (Susilawati, 2010).
Dari beberapa tipe kriteria masyarakat urban itu dapat terlihat dan dipahami
bagaimana majemuknya budaya yang ada di tengah masyarakat perkotaan.
Budaya yang begitu mudah masuk menyebabkan percampuran budaya antara
budaya asli dan budaya datangan tak terbendung lagi. Dengan demikian, bahkan
dianggap wajar jika kemudian masyarakat kota kadang tidak dapat lagi terlihat jati
diri kebudayaannya yang asli. Begitu halnya, bahasa yang menjadi pendukung
kebudayaan. Dengan derasnya aliran budaya yang masuk beserta dengan bahasa
yang dianggap memiliki nilai gengsi dan manfaat yang lebih dibandingkan dengan
bahasa asli atau daerah menyebabkan bahasa asli menjadi tak mudah lagiuntuk
bertahan(Susilawati, 2010).
Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Masyarakat Urban
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urban diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kota, bersifat kekotaan, atau orang yang
pindah dari desa ke kota. Sementara itu, dilihat dari asoek dinamikanya, maka
masyarakat urban adalah masyarakat yang lahir dan direproduksi oleh proses
modernitas dalam dinamika institusi modern. Anthony Gidden membayangkan
masyarakat urban sebagai tipikal manusia yang hidup pada dekade terakhir abd
ke-20 yang memiliki kesempatan luas untuk menyebar ke berbagai belahan dunia
menikmati eksistensinya. Bahkan ia membayangkan masyarakat urban yang
modern tersebut, memiliki sisi-sisi mengerikan yang menurutnya adalah
fenomena nyata dewasa ini (A. Ahmadin, 2021).
Menurut Daldjoeni, ciri-ciri struktur sosial kota terdiri atas beberapa gejala
sebagaimana diuraikan berikut:
Pembahasan
Penutup
Budaya merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil kerja
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia
dengan belajar. Dalam sebuah rangkaian budaya, terdapat serangkaian
komunikasi. Komunikasi digunakan untuk menyatakan dan mendukung identitas
diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitarnya, dan untuk
mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berprilaku seperti yang
diinginkan. Komunikasi sebagai proses budaya tak bisa dipungkiri menjadi
obyektif. Proses ini meliputi peran dan pengaruh komunikasi dalam proses
budaya.
Kota adalah suatu himpunan penduduk massal yang tidak agraris, yang
bertempat tinggal di dalam dan di sekitar suatu pusat kegiatan ekonomi,
pemerintahan, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Kota memiliki ciri khas tersendiri
dalam cara berkomunikasi. Sistem komunikasi yang terbentuk pada masyarakat
perkotaan adalah dilihat dari mata pencaharian, pendidikan, kepercayaan, cara
berinteraksi, dan media yang digunakan dalam berkomunikasi.
Referensi
Ahmadin, A. (2010). Lonceng Kematian Komunitas Urban: Telaah Sosiologi
Pusat Pemukiman Etnik di Makassar. Predestinasi: Jurnal Penelitian,
Gagasan, Sosiologi, Dan Pengajaran, 3(2), 153–162.
Ahmadin, A. (2013). DIALEKTIKA RUANG DAN PROSES PRODUKSI SOSIAL
(Studi Sosiologi Pola Pemukiman Etnik di Makassar). Universitas
Hasanuddin.
Ahmadin, A. (2021). Konstruksi Sosial-Budaya dalam Pembangunan Ruang
Publik di Kota Makassar: Menatap Pantai Losari Dulu, Kini, dan Masa
Mendatang. Jurnal Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar Science, 5(1), 14–20.
Ahmadin, M. (2021). Sociology of Bugis Society: An Introduction. Jurnal Kajian
Sosial Dan Budaya: Tebar Science, 5(3), 20–27.
Ilmu, F., Universitas, H., & Makassar, N. (n.d.). AKULTURASI BUDAYA
MASYARAKAT PERKOTAAN Pendahuluan Tinjauan Pustaka.
Muhammad, N. (2017). Resistensi Masyarakat Urban dan Masyarakat Tradisional
dalam Menyikapi Perubahan Sosial. Substantia, 19(2), 149–168.
Rohmah, N. (2019). Dinamika Sosial dan Budaya. Www.Kompasiana.Com, 1–3.
https://www.kompasiana.com/nur.ar-
rohmah/54f75a32a33311d2358b45df/dinamika-sosial-dan-budaya
Susilawati, D. (2010). Bahasa Masyarakat Perkotaan: Tantangan Pemerintahan
Bahasa Palembang. Seminar Nasional Pertahanan Bahasa Nusantara, 36–
42.