Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA POPULER TERHADAP MASYARAKAT URBAN

Nabila Rahmayuni Saharuddin


Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar
E-mail : nabilarahmayuni1968041022@gmail.com

Abstrak
Globalisasi telah menjadi fenomena masyarakat dan akan terus berjalan seiring
dengan evolusi manusia dan dunia. Dengan adanya teknologi informasi dan
komunikasi, percepatan proses vital akan berubah lebih cepat. Globalisasi
merupakan sebuah exit door untuk memasuki dunia yang lebih besar. Interaksi
dengan dunia luar, akan ada dampak positif dan negatifnya. Globalisasi dapat
menumbangkan nilai-nilai budaya dan nasionalisme di Nusantara. Sejarah akan
berbeda jika masih ada perlindungan nilai budaya dan nasionalisme. Budaya
populer merupakan kebalikan dari budaya tinggi (high culture). Budaya pop
sering disalahartikan, yang berdampak diremehkan dan diabaikan.

Kata Kunci : Globalisasi, Budaya populer, Masyarakat urban, Media massa.

Abstract
Globalization has become a societal phenomenon and will continue to go hand in
hand with the evolution of humans and the world. With the existence of
information and communication technology, the acceleration of vital processes
will change faster. Globalization is an exit to enter a bigger world. Interaction
with the outside world, there will be positive and negative impacts. Globalization
can subvert cultural values and nationalism in the archipelago. History will be
different if there is protection of cultural values and nationalism. Popular culture
is the opposite of high culture. Pop culture is often misunderstood, resulting in
being underestimated and ignored.

Keywords : Globalization, Popular culture, Urban society, Mass media.


Pendahuluan
Globalisasi merupakan sebuah exit door untuk memasuki dunia yang lebih
besar. Interaksi dengan dunia luar, akan ada dampak positif dan negatifnya.
Globalisasi telah menjadi fenomena bagi masyarakat dan akan terus bergerak
seiring dengan perkembangan yang terjadi pada manusia dan dunia. Globalisasi
dapat menumbangkan nilai-nilai budaya dan nasionalisme di Nusantara. Sejarah
akan berbeda jika masih ada perlindungan nilai budaya dan nasionalisme. Budaya
populer merupakan kebalikan dari budaya tinggi (high culture). Budaya pop
sering disalahartikan, yang berdampak diremehkan dan diabaikan.
Konsumsi budaya populer di kalangan masyarakat biasa selalu menjadi
masalah bagi orang-orang di sekitar, baik itu dari golongan intelektual, pemimpin
politik maupun pembaharu moral dan sosial (Strinati 1995:41). Budaya pop
seringkali kurang dipahami sehingga menimbulkan efek diremehkan dan
diabaikan. Golongan yang disebutkan diatas seringkali beranggapan bahwa
masyarakat awam seharusnya berurusan dengan sesuatu yang lebih bermanfaat
daripada budaya populer (Strinati 1995:41). Budaya pop tidak hanya
menimbulkan dampak negatif, banyak juga dampak positif yang dapat kita petik
dari budaya pop.

Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Masyarakat Urban


Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urban
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kota, bersifat kekotaan,
atau orang yang pindah dari desa ke kota. Sementara itu, dilihat dari aspek
dinamikanya, maka masyarakat urban adalah masyarakat yang lahir dan
direproduksi oleh proses modernitas dalam dinamika institusi modern.
Anthony Gidden membayangkan masyarakat urban sebagai tipikal
manusia yang hidup pada dekade terakhir abd ke-20 yang memiliki
kesempatan luas untuk menyebar ke berbagai belahan dunia menikmati
eksistensinya. Bahkan ia membayangkan masyarakat urban yang modern
tersebut, memiliki sisi-sisi mengerikan yang menurutnya adalah fenomena
nyata dewasa ini (Ahmadin, 2021).

b. Ciri-ciri Struktur Sosial Masyarakat Urban


Menurut Daldjoeni, ciri-ciri struktur sosial kota terdiri atas
beberapa gejala sebagaimana diuraikan berikut:
1. Heterogenitas Sosial, yakni kepadatan penduduk mendorong
terjadinya persaingan-persaingan dalam pemanfaatan ruang. Orang
dalam bertindak memilih-milih mana yang paling menguntungkan
baginya, sehingga akhirnya tercapai spesialisasi. Kota juga
merupakan melting pot bagi aneka suku maupun ras.
2. Hubungan sekunder, yakni pengenalan dengan orang lain serba
terbatas pada bidang hidup tertentu. Hal ini disebabkan antara lain
karena tempat tinggal orang juga cukup terpencar dan saling
mengenalnya hanya menurut perhatian antar pihak.
3. Kontrol (pengawasan sekunder), yakni di kota orang tidak
mempedulikan perilaku peribadi sesamanya. Meski ada kontrol
sosial, tetapi ini sifatnya non pribadi; asal tidak merugikan bagi
umum, tindakan dapat ditoleransikan.
4. Toleransi sosial, yakni orang-orang kota dapat berdekatan secara
fisik, tetapi secara sosial berjauhan.
5. Mobilitas sosial, yakni perubahan status sosial seseorang. Orang
menginginkan kenaikan dalam jenjang kemasyarakatan (social
climbing). Dalam kehidupan kota segalanya diprofesionalkan, dan
melalui profesi seseorang dapat naik posisinya.
6. Ikatan sukarela (voluntary association), yakni secara sukarela orang
menggabungkan diri ke dalam perkumpulan yang disukainya.
7. Individualisasi, yakni merupakan akibat dari sejenis atomisasi
dimana orang dapat memutuskan sesuatu secara pribadi,
merencanakan kariernya tanpa desakan orang lain.
8. Segragasi keruangan (spatial segragation), yakni akibat kompetisi
ruang yang terjadi pola sosial yang berdasarkan persebaran tempat
tinggal atau sekaligus kegiatan sosio-ekonomis. Segragasi ini
tampak pada munculnya wilayah-wilayah sosial tertentu seperti,
kaum Cina, Arab, kaum elit, gelandangan, pelacuran, dan
sebagainya (Ahmadin, 2011).

Bila mengacu pada uraian mengenai struktur sosial tersebut, maka


beberapa hal menarik dikaitkan dengan kajian mengenai perubahan
struktur sosial masyarakat di kota Makassar. Beberapa realitas yang
akan diamati seperti: (1) heterogenitas sosial yang menyebabkan
terjadinya perebutan pemanfaatan ruang, (2) hubungan sekunder
yang mengaburkan ikatan etnik, (3) kedekatan secara fisik dan
berjauhan secara sosial membutuhkan proses untuk menjadi sebuah
komunitas, (4) ikatan suka rela yang memberi peluang atas
seseorang untuk bergabung dengan kelompok manapun, (5)
Segragasi keruangan (spatial segragation) akibat kompetisi ruang,
melahirkan persebaran tempat tinggal atau sekaligus kegiatan sosio-
ekonomis serta wilayah-wilayah sosial tertentu (Ahmadin, 2010).

c. Budaya Populer
Budaya populer adalah budaya yang berasal dari ‘rakyat’. Budaya
populer ialah budaya otentik ‘rakyat’. Definisi pop pada perihal ini sering
dikaitkan dengan konsep budaya kelas pekerja yang romantis, yang
kemudian dimaknai sebagai sumber utama protes dalam kapitalisme
kontemporer. William mendefinisikan budaya populer sebagai budaya
yang banyak digemari, dan karya yang diciptakan untuk menyenangkan
orang lain (Ardia, 2014)
Budaya populer merupakan lawan dari budaya tinggi (high
culture). Budaya populer merupakan karya kultural yang tidak dapat
masuk dalam kriteria budaya tinggi. Konsep budaya populer tidak lepas
dari terminology hgemoni sebagaimana yang dikonsepkan oleh Antonio
dan Gramsci. Hegemoni ialah suatu fenomena kekuasaan yang selalu
diwarnai oleh berbagai pertarungan yang tidak pernah berhenti (Ardia,
2014).

d. Ciri Budaya Populer


Budaya hasil-cipta, rasa, karsa manusia menjadi budaya populer
ketika memenuhi beberapa ciri, yaitu 1) Tren, sebuah budaya yang
menjadi tendensi dan diikuti atau digemari oleh banyak orang berpotensi
menjadi budaya populer, 2) Keseragaman bentuk, sebuah ciptaan manusia
yang menjadi tendensi yang pada akhirnya diikuti oleh banyak penjiplak.
Karya tersebut sebagai pelopor bagi karya-karya lain yang memiliki ciri
yang sama, misalnya genre musik pop ialah genre music yang notasi
nadanya tidak terlalu kompleks, lirik lagunya sederhana dan mudah
diingat, 3) Adaptabilitas, sebuah budaya populer mudah dinikmati dan
diadopsi oleh khalayak, hal ini mengarah pada tendensi/tren, 4)
Durabilitas, sebuah budaya populer akan dilihat berdasarkan durabilitas
menghadapi waktu, pelopor budaya populer yang dapat mempertahankan
dirinya bila pesaing yang kemudian muncul tidak dapat menyaingi
keunikan dirinya, 5) Profiabilitas, dari sisi ekonomi, budaya populer
memiliki potensi menghasilkan keuntungan yang besar bagi industri yang
mendukungnya. (Vidyarini, 2009)
Pembahasan
 Budaya populer terhadap masyarakat urban
Budaya pop bersifat dinamis yang selalu bergerak ke suatu tempat.
Budaya pop bukanlah suatu budaya yang diturunkan dari generasi ke
generasi tetapi diciptakan atau dimodifikasi dalam setiap transmisi sosial.
Budaya populer umumnya mengacu pada gambar, narasi, dan gagasan
yang beredar dalam budaya mainstream. Budaya ‘populer’ dikenal oleh
kebanyakan massa di masyarakat tertentu yang terpapar dengan aspek
dominan budaya pop yang sama (Istiqomah & Widiyanto, 2020).
Bieniek & Leavy (2014:6) menyatakan bahwa oramg-orang lebih
cenderung melihat budaya pop sebagai hal yang menyenangkan dan
sembrono, dan karena itu mungkin gagal untuk menginterogasi pesan
budaya pop dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat (Istiqomah
& Widiyanto, 2020).
Guins dan Cruz (2005:2-3) mengatakan bahwa budaya populer
membahas kombinasi perubahan ekonomi, teknologi, politik, sosial dan
budaya yang membentuk kemampuan untuk mendefinisikan budaya
populer. Guins dan Cruz (2005:12) juga mengemukakan bahwa guna
mempertimbangkan budaya populer sebagai proses dinamis maka perlu
menekankan satu set prinsio aksiomatik (Istiqomah & Widiyanto, 2020).

 Dampak budaya populer terhadap masyarakat urban


Ada beberapa dampak positif maupun negatif dari terciptanya budaya
populer terhadap masyarakat urban, yaitu:
 Dampak positif
1. Masyarakat bergerak maju
Sejak munculnya budaya populer, masyarakat bergerak
maju. Artinya ialah perihal yang awalnya tradisional menjadi
masyarakat yang modern.
2. Bermacam-macam model pakaian
Dengan hadirnya budaya populer ini, marak menimbulkan
model-model berpakaian yang cukup unik bagi masyarakat
yang menjadi tren sehingga dapat dipilih dan disesuaikan
model pakaiannya sesuai dengan apa yang diinginkan.
3. Mengetahui budaya lain
Seperti dikatakan diatas budaya pop sebagai „budaya
massa‟ maka terdapat juga media massa yang menayangkan
budaya lain, dan sebagai masyarakat Indonesia kita bisa
mendapatkan informasi mengenai bagaimana budaya yang
ada di belahan dunia lain dan bagaimana budaya tersebut
berkembang.
 Dampak negatif
1. Redupnya makna budaya dan pergeseran nilai
Redupnya makna budaya dan pergeseran nilai ini
disebabkan oleh media massa yang dengan sengaja tidak
secara langsung memaparkan budaya tersebut namun mereka
mengelola budaya yang akan disebarkan agar masyarakat
lebih mudah dalam menerima budaya baru yang akan
diterima. Dengan pengolahan tersebut maka masyarakat
secara tidak sadar menerima budaya baru dan diadopsi oleh
masyarakat. Budaya tersebut menjadi populer karena diterima
oleh masyarakat secara luas, yang membuat hal tersebut
meredupkan makna dan melengserkan nilai dari sebuah
budaya yang sesungguhnya.
2. Media massa menciptakan gaya hidup baru sebagai cerminan
budaya populer
Siaran yang disajikan dengan sengaja oleh media massa
membuat gaya hidup baru dalam masyarakat, sehingga
masyarakat menciptakan atau mengalami budaya baru dan
akan membentuk perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan
norma budaya yang ada di Indonesia. Seperti pergaulan
bebas, materialistic, dan individualistis.
3. Menghilangnya jati diri Bangsa Indonesia
Perilaku-perilaku yang ditimbulkan oleh budaya populer ini
tentu saja akan menjadi kebudayaan baru jika masyarakat
memiliki keseriusan dalam mengadopsi budaya populer ini
dengan berlebihan. Budaya baru akan meredupkan atau
melengserkan budaya Indonesia dan local yang
mengutamakan nilai dan norma kesopanan dan budi pekerti
luhur sebagai adat kultur Indonesia.

Penutup
Budaya populer adalah budaya yang berasal dari ‘rakyat’. Budaya populer
ialah budaya otentik ‘rakyat’. Definisi pop pada perihal ini sering dikaitkan
dengan konsep romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan
sebagai sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer
(Ardia, 2014).
Anthony Gidden membayangkan masyarakat urban sebagai tipikal
manusia yang hidup pada dekade terakhir abd ke-20 yang memiliki
kesempatan luas untuk menyebar ke berbagai belahan dunia menikmati
eksistensinya. Bahkan ia membayangkan masyarakat urban yang modern
tersebut, memiliki sisi-sisi mengerikan yang menurutnya adalah fenomena
nyata dewasa ini (Ahmadin, 2021).
Budaya hasil-cipta, rasa, karsa manusia menjadi budaya populer ketika
memenuhi beberapa ciri, yaitu 1) Tren, 2) Keseragaman bentuk, 3)
Adaptabilitas, 4) Durabilitas, 5) Profiabilitas.
Referensi
Ahmadin. (2010). “Lonceng Kematian Komunitas Urban: Telaah Sosiologi Pusat
Pemukiman Etnik di Makassar,.” 3, 153–162.
Ahmadin. (2011). “Dialektika Ruang dan Proses Produksi Sosial: Studi Sosiologi
Pola Pemukiman Etnik di Makassar.”
Ahmadin. (2021). Konstruksi Sosial-Budaya dalam Pembangunan Ruang Publik
di Kota Makassar: Menatap Pantai Losari Dulu, Kini, dan Masa Mendatang.
Jurnal Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar Science, 5, 14–20.
Ardia, V. (2014). Drama Korea dan Budaya Popular. LONTAR: Jurnal Ilmu
Komunikasi, 2(3), 12–18. https://e-
jurnal.lppmunsera.org/index.php/LONTAR/article/view/337
Istiqomah, A., & Widiyanto, D. (2020). Ancaman Budaya Pop (Pop Culture)
Terhadap Penguatan Identitas Nasional Masyarakat Urban. JURNAL
KALACAKRA: Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 1(1), 18.
https://doi.org/10.31002/kalacakra.v1i1.2687
Vidyarini, T. N. (2009). Budaya Populer Dalam Kemasan Program Televisi.
Scriptura, 2(1), 29–37. https://doi.org/10.9744/scriptura.2.1.29-37
https://lenggahanblog.wordpress.com/dampak-dampak-dari-budaya-popular/

Anda mungkin juga menyukai