Abstrak
Globalisasi telah menjadi fenomena masyarakat dan akan terus berjalan seiring
dengan evolusi manusia dan dunia. Dengan adanya teknologi informasi dan
komunikasi, percepatan proses vital akan berubah lebih cepat. Globalisasi
merupakan sebuah exit door untuk memasuki dunia yang lebih besar. Interaksi
dengan dunia luar, akan ada dampak positif dan negatifnya. Globalisasi dapat
menumbangkan nilai-nilai budaya dan nasionalisme di Nusantara. Sejarah akan
berbeda jika masih ada perlindungan nilai budaya dan nasionalisme. Budaya
populer merupakan kebalikan dari budaya tinggi (high culture). Budaya pop
sering disalahartikan, yang berdampak diremehkan dan diabaikan.
Abstract
Globalization has become a societal phenomenon and will continue to go hand in
hand with the evolution of humans and the world. With the existence of
information and communication technology, the acceleration of vital processes
will change faster. Globalization is an exit to enter a bigger world. Interaction
with the outside world, there will be positive and negative impacts. Globalization
can subvert cultural values and nationalism in the archipelago. History will be
different if there is protection of cultural values and nationalism. Popular culture
is the opposite of high culture. Pop culture is often misunderstood, resulting in
being underestimated and ignored.
Tinjauan Pustaka
c. Budaya Populer
Budaya populer adalah budaya yang berasal dari ‘rakyat’. Budaya
populer ialah budaya otentik ‘rakyat’. Definisi pop pada perihal ini sering
dikaitkan dengan konsep budaya kelas pekerja yang romantis, yang
kemudian dimaknai sebagai sumber utama protes dalam kapitalisme
kontemporer. William mendefinisikan budaya populer sebagai budaya
yang banyak digemari, dan karya yang diciptakan untuk menyenangkan
orang lain (Ardia, 2014)
Budaya populer merupakan lawan dari budaya tinggi (high
culture). Budaya populer merupakan karya kultural yang tidak dapat
masuk dalam kriteria budaya tinggi. Konsep budaya populer tidak lepas
dari terminology hgemoni sebagaimana yang dikonsepkan oleh Antonio
dan Gramsci. Hegemoni ialah suatu fenomena kekuasaan yang selalu
diwarnai oleh berbagai pertarungan yang tidak pernah berhenti (Ardia,
2014).
Penutup
Budaya populer adalah budaya yang berasal dari ‘rakyat’. Budaya populer
ialah budaya otentik ‘rakyat’. Definisi pop pada perihal ini sering dikaitkan
dengan konsep romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan
sebagai sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer
(Ardia, 2014).
Anthony Gidden membayangkan masyarakat urban sebagai tipikal
manusia yang hidup pada dekade terakhir abd ke-20 yang memiliki
kesempatan luas untuk menyebar ke berbagai belahan dunia menikmati
eksistensinya. Bahkan ia membayangkan masyarakat urban yang modern
tersebut, memiliki sisi-sisi mengerikan yang menurutnya adalah fenomena
nyata dewasa ini (Ahmadin, 2021).
Budaya hasil-cipta, rasa, karsa manusia menjadi budaya populer ketika
memenuhi beberapa ciri, yaitu 1) Tren, 2) Keseragaman bentuk, 3)
Adaptabilitas, 4) Durabilitas, 5) Profiabilitas.
Referensi
Ahmadin. (2010). “Lonceng Kematian Komunitas Urban: Telaah Sosiologi Pusat
Pemukiman Etnik di Makassar,.” 3, 153–162.
Ahmadin. (2011). “Dialektika Ruang dan Proses Produksi Sosial: Studi Sosiologi
Pola Pemukiman Etnik di Makassar.”
Ahmadin. (2021). Konstruksi Sosial-Budaya dalam Pembangunan Ruang Publik
di Kota Makassar: Menatap Pantai Losari Dulu, Kini, dan Masa Mendatang.
Jurnal Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar Science, 5, 14–20.
Ardia, V. (2014). Drama Korea dan Budaya Popular. LONTAR: Jurnal Ilmu
Komunikasi, 2(3), 12–18. https://e-
jurnal.lppmunsera.org/index.php/LONTAR/article/view/337
Istiqomah, A., & Widiyanto, D. (2020). Ancaman Budaya Pop (Pop Culture)
Terhadap Penguatan Identitas Nasional Masyarakat Urban. JURNAL
KALACAKRA: Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 1(1), 18.
https://doi.org/10.31002/kalacakra.v1i1.2687
Vidyarini, T. N. (2009). Budaya Populer Dalam Kemasan Program Televisi.
Scriptura, 2(1), 29–37. https://doi.org/10.9744/scriptura.2.1.29-37
https://lenggahanblog.wordpress.com/dampak-dampak-dari-budaya-popular/