ABSTRACT
Culture is people’s way of life, views and values. Talking about culture means
talking about language, communication and elements of culture, but more than
that culture in our world today deals with what are the trends and act as popular
items. This paper will discuss representation of media on popular culture,
examine the relationships between media and popular culture. Popular culture is
what we eat, drink, sleep with, watch, and act with. The writer trids to read the
reality built in popular culture and otherwise popular culture as a reality. How
important mass media is in producing popular culture. How fads and trends
address particular needs in our society.
Pendahuluan
koran, dan lain-lain telah menjadi bagian dari aktivitas keseharian kita. Dalam
budaya populer, unsur-unsur dinamis dari budaya terlihat secara jelas. Budaya
budaya populer perlu dipahami secara dinamis, yakni sebagai serangkaian ide,
reaksi dan ekspektasi yang berubah secara konstan saat orang-orang atau
dengan istilah “populer” itu sendiri yang kompleks. Ada yang menyoroti pada
aspek produksi budaya pop, ada pula yang pada aspek pemasaran dan penyebaran
budaya pop, dan ada yang pada aspek konsumsi budaya pop dan lain-lain
(Ibrahim. 2007:xxi).
Budaya populer adalah budaya yang lahir atas keterkaitan dengan media.
Artinya, media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan
yang dibicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi
media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen. (Strinati. 2007:
40). Dengan kata lain, budaya populer lahir atas kehendak media (ideologi
diproduksi oleh media akan diterima oleh publik sebagai suatu nilai (budaya)
nuansa ideologis dan kekuasaan melalui berbagai tanda. Juga bagaimana media
budaya dan budaya pop. Kajian budaya populer tidak bisa dilepaskan dari
dan estetis. budaya juga berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat ,
Ibrahim, 2007:xxv).
mengalami pergeseran. Seperangkat nilai berupa kearifan lokal dari budaya yang
diwariskan secara turun temurun atau sering disebut sebagai budaya tinggi
budaya yang bisa dikatakan lahir karena faktor diluar sistem kebudayaan yang
batasan kuno, tradisi, selera dan mengaburkan segala macam perbedaan. Budaya
populer adalah gaya, gagasan atau ide maupun perspektif, dan sikap yang benar-
massa yang telah menjadi budaya populer . Budaya pop dengan demikian bisa
Istilah budaya populer (biasa disingkat sebagai budaya pop, atau dalam
berdebatan oleh para kritikus dan teoretisi budaya. Istilah budaya populer sendiri
dalam bahasa Latin merujuk secara harfiah pada “culture of the people” (budaya
menjadikan semua artifak budaya sebagai produk industri dan menjadi komoditas.
popularitas dan kedangkalan makna atau nilai-nilai. Budaya populer lahir karena
hegemoni media massa dalam ruang-ruang budaya publik. Ide-ide budaya populer
lahir dari segala lini budaya, baik dari budaya tinggi maupun rendah. Ideologi
pengertian sempit melainkan dalam artian yang lebih luas. Kebudayaan popular
berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau
rumah, perawatan tubuh, dan sebagainya. Budaya populer juga muncul dalam
berbagai bentuk, dari apa yang kita konsumsi untuk kebutuhan tubuh kita; apa
yang kita tonton; kita dengarkan; kita pakai, dan sebagainya. Budaya populer
tidak ada begitu saja, budaya populer ada karena suatu hal yang awalnya biasa
saja menjadi sebuah fenomena populer, dan media turut andil dalam fenomena
tersebut.
Menurut Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia hiburan maka
Bungin (2009:92) lebih lanjut menjelaskan tentang gagasan budaya populer oleh
Ben Agger, yang mana budaya dapat dikelompokkan menjadi empat aliran, yaitu:
kapitalis
Kuasa Media
keseharian kita tanpa disadari sarat dengan tanda dan artefak budaya yang
seperti film, drama, musik dan pernak-pernik lainnya. Penyebaran budaya popular
dari negeri gingseng ini dilihat sekitar tahun 2002 dengan tayangnya drama seri
berjudul ‘Autumn in My Heart’ atau ‘Autumn Tale’ yang lebih popular dengan
judul ‘Endless Love’. Keberhasilan drama seri Korea tersebut yang dikenal
dengan Korean drama (K-drama) diikuti oleh Korean drama lainnya. Terinspirasi
dengan boys band dan girls band Korea, lahirlah banyak boys band dan girls band
Pada sisi lain, telah terjadi pergeseran fungsi media. Media tidak dilihat
manusia, namun media justru mengatur gagasan dan perasaan manusia, sehingga
kita mengalami kemanusiaan kita lewat realitas media (Strinati, 2007: 43).
Media telah menjelma menjadi “agama” dan “tuhan” baru dalam budaya
pop. Perilaku masyarakat tidak lagi ditentukan oleh agama-agama yang ada, tetapi
tanpa disadari telah “diatur” oleh media. Media memiliki seperangkat nilai dan
Pada saat yang sama media telah memperkenalkan generasi baru, generasi
Coba kita fokuskan perhatian kita pada produksi media. Perhatikan secara
tentang seseorang yang sukses, yang ternyata hasil “muja” siluman harimau,
memimpin perusahaan besar, dengan mobil mewah yang lebih dari satu, itulah
fenomena media yang mengajak kita untuk “bermimpi” dan sejenak melupakan
realitas sehari-hari kita yang jauh dari apa yang digambarkan. Lihatlah sinetron-
sinetron mistik mengajarkan bahwa cukup dengan berdoa atau bantuan jin
masalah akan selesai dan kebenaran akan tampak. Betapa sederhananya hidup ini.
menaburkan mimpi sekaligus pola pikir ‘instan’ generasi muda kita, melupakan
realitas bahwa jalan menuju sukses harus ditempuh dengan kerja keras, tidak
keluarga yang tidak pernah ada persoalan ekonomi dan ceritanya hanya berkutat
pada persoalan percintaan semata. Realitas lain yang patut diperhatikan adalah
gaya pacaran seperti orang dewasa, sesuatu yang biasa, tidak lagi tabu. Bukankah
karena realitas tontonan kita yang menggambarkan seperti itu. Konsep pacaran
seperti itu mengambil rujukan pada apa yang ditampilkan di televisi dengan
sinetron, dan secara sadar tak sadar akan terinternalisasi dalam struktur kognitif
yang seolah-olah alamiah dan tidak bertentangan dengan budaya yang ada.
Gaya hidup hedonistic dan materialistic juga dengan mudah kita temui.
Film dan sinetron juga novel yang melulu mengeksploitasi plot seks dan gaya
Kehidupan remaja dalam media menjadi lebih indah dari aslinya. Belum lagi
tayangan yang sarat dengan nuansa kekerasan. Sudah tidak perlu dipertanyakan
lagi. Film-film yang kita tonton mengajarkan kita bahwa kekerasan adalah biasa.
Serbuan nilai-nilai dan gaya hidup baru tersebut yang belum tentu cocok dengan
reality show yang dibungkus “kepedulian sosial” seperti Tolong dan Bedah
meminta.
Masih banyak hal lain yang bisa diungkap. Setiap hari pagi siang dan sore
kita disuguhi tayangan Infotaintment. Tayangan yang tidak jelas antara fakta dan
luar nikah, konflik rumah tangga, bahkan acara makan siangpun diliput. Dan si
tokoh pun hadir di televisi selama beberapa pekan bahkan berbulan-bulan. Jika
ditarik lebih jauh, apakah manfaat dari tanyangan tersebut, kecuali hanya untuk
dan model tertentu serta produk dan merk apa saja yang mereka gunakan
selanjutnya ditiru oleh penonton. Logika ini kemudian dimanfaatkan oleh
kedalam; batas-batas tradisi, geografi, bangsa, ideologi dan kelas cair begitu saja.
Hanya satu yang tinggal, massa dengan ketidakpastian muncul, setelah batas-batas
identitas yang selama ini memberikan rasa aman luluh. Kemudian yang ada
adalah nilai-nilai baru yang sangat bergantung pada bagaimana suatu kelompok
Bentuk lain dari pengaruh televisi yakni pada bentuk relasi sosial yang
tercermin dari penggunaan bahasa sebagai bentuk gaya hidup. Contoh sederhana
masa ya iya dong”, “so what gitu loh”, “aku nggak punya pulsai”, “ga segitunya
ungkapan lainnya. Sebagian besar ungkapan tersebut terambil dari media populer
lebih rumit. Lebih jauh, ungkapan-ungkapan tersebut bukan tidak memiliki nilai
tapi mengandung nilai ideologis yang disadari dan tidak disadari ketika
digunakan.
Ciri lain masyarakat pop adalah juga masyarakat konsumer. Perhatikan
iklan-iklan yang ada pada media. Spot iklan yang semula menginformasikan
produk ternyata dalam prosesnya telah berubah menjadi alat pencitraan. Bahkan
tubuh-tubuh seksi yang menjadi pemuas mata lelaki atau sekedar ibu rumah
oleh iklan bila mereka memiliki wajah yang anggun namun atraktif, bibirnya
sensual, tubuh langsing, rambut lurus dan berkulit putih. Inilah yang disebut anak
muda sekarang sebagai “cewek keren” sebagai padanan “cowok macho”. Padahal
tanpa disadari, diarahkan oleh pesan-pesan media massa melalui iklan tersebut.
bentuk rubrik di media massa bekerja pada sistem yang serupa. Rubrik gaya
hidup, fashion, berita tentang gadget terbaru, pada hakikatnya memiliki peran
yang sama sebagaimana konsumsi melalui iklan. Iklan menjadi metode yang
ini ke dalam masyarakat. Senada seperti apa yang diungkapkan oleh Herbert
menciptakan kesadaran palsu dan juga bekerja sebagai kontrol sosial. Selain itu,
barang tertentu, dan sejenisnya. (Storey, 2007: 145). Lebih lanjut James Lull
(2000:115) apa yang dijual oleh para pemasang iklan bukan sekedar produk, jasa
atau ide-ide yang berdiri sendiri., mereka menjual sistem pembentukan ide yang
meraup untung dari penjualan produk dan yang terpenting struktur politik
ekonomi budaya yang melngkupinya serta nilai-nilai dan aktivitas sosial yang
Penutup
Budaya pop telah menjadi bagian dari hidup kita. Mengisi kehidupan kita.
budaya baru yang sarat dengan nuansa konsumerisme yang simbolik. Melalui
DAFTAR PUSTAKA
Storey, John. 2007. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Pengantar
Komprehensif Teori dan Metode, Yogyakarta: Jalasutra.