Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN ARTIKEL

KEBUDAYAAN MASS CULTURE : BAGAIMANA SENIMAN PANGGUNG


MEMPERTAHANKAN PANGGUNGNYA ?

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Seminar 1

Dosen pengajar : 1. Yanti Heriyawati, S. Pd., M. Hum

2. Afriwita S.Pd., M.A

Disusun Oleh :

Reni Andriyani

1333230

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG

2015
KEBUDAYAAN MASS CULTURE : BAGAIMANA SENIMAN PANGGUNG
MEMPERTAHANKAN PANGGUNGNYA ?

Oleh : Reni Andriyani

Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG
Tulisan ini, merupakan studi analitik terhadap kebudayaan mass culture,
popular art, dan mass media. Budaya adalah bentuk praktek sosial dimana pemaknaan
terproduksi, tersikulasi dan terganti. Budaya adalah aspek sosial yang berkaitan
dengan pemaknaan. Budaya dalam society, bersanding dengan aspek sosial lainnya
seperti aspek ekonomi, pendidikan, hukum, pemerintah dan lainnya. Masyarakat yang
hidup tanpa aspek ekonomi bisa disebut dengan kemiskinan atau jika masyarakat itu
hidup tanpa aspek pendidikan disebut masyarakat yang akrab dengan kebodohan, tapi
membayangkan sebuah masyarakat tanpa budaya adalahsesuatu yang mustahil.
Hakekat manusia selalu melakukan pemaknaan menjadikan budaya sebagai dasar
kehidupan masyarakat bahkan menyentuh aspek sosial lainnya. Praktik pemaknaan
juga berlangsung di setiap aspek kehidupan sosial masyarakat, oleh karena itu ada
istilah budaya ekonomi atau budaya hukum. Arsyilia, Tiya. (2013) diambil dari
http://tiyaarsyil.blogspot.co.id/2013/05/makalah-budaya-media.html.
Masyarakat modern seperti telah menjadi suatu rantai yang tidak terputus
dengan kebudayaan, budaya terus lahir seiring dengan berkembangnya pola fikir dan
tatanan hidup manusia. Pada kenyataanya kita dihadapkan pada dua kebudayaan yaitu
High culture (tradisional) dan Mass Culture yang pada awalnya merupakan
pemasaran hasil produksi pabrik pada waktu itu (Macdonald, tth). Yang kemudian
mass culture ini dikembangkan dalam bentuk kesenian lewat : novel, cerpen, komik,
dan seni lain yang dikemas dalam majalah, radio, televise, media rupa, yang mereka
sebut dengan istilah popular art. Hal ini juga berlaku pada seni panggung yang pada
tahun 1970-an ditantang oleh seni audio-visual yang lebih menjanjikan (Dharsono,
2007). Seiring dengan merebaknya kebudayaan pabrik tersebut, hal ini jelas sangat
berdampak bagi seni panggung khususnya teater. Penonton teater semakin lama
semakin berkurang akibat arus mass media yang merebak, lama-lama generasi muda
enggan untuk menonton pertunjukan karena saking asiknya dengan segala
kemudahan yang ada youtobe, dvd, aplikasi download, dan lain sebagainya. Lalu
bagaimana nasib para seniman panggung. Ketika tari mudah diakses di youtobe dan
televise, ketika music mulai beralih ke studio rekaman dan berkembang pesat,
akankah teater hidup sementara teater adalah seni panggung seutuhnya. Bagaimana
keberlangsungannya? apakah seniman teater ini harus ikut tergerus aliran mass
culture ini, sehingga seniman teater beralih menjadi seniman film atau lawan arusnya,
berani membuat breaktrough atau terobosan untuk bertahan bahkan mengalahkan
popularitas mass culture. Maka dari itu penulis tertarik untuk menjawab fenomena
tersebut dalam laporan artikel Kebudayaan Mass Culture : Bagaimana Seniman
Panggung Mempertahankan Panggungnya ?

B. RUMUSAN MASALAH
1. apa itu budaya masa?
2. Bagaimana seniman panggung bisa bertahan dengan merebaknya budaya
masa ini ?
C. TEMA
Adapun tema dari tulisan ini yaitu Upaya Kreatif Seniman Panggung untuk
Mempertahankan Panggungnya ditengah Budaya Masa.
D. METODE PENULISAN
Adapun penulis dalam menyusun laporan ini menggunakan metode
kualitatif dengan mengumpukan data dari berbagai sumber diantaranya adalah
perpustakaan, internet, dan lain sebagainya. Dan dalam penulisan laporan ini
penulis mengambil perspektif sosial dan edukasi.
ISI

A. BUDAYA MASA ( MASS CULTURE )


Secara sederhana budaya massa (mass culture) serupa dengan
budaya popular dalam basis penggunanya: Masyarakat kebanyakan.
Namun, berbeda dengan budaya popular yang tumbuh dari masyarakat
sendiri dan digunakan tanpa niatan profit, budaya massa diproduksi lewat
teknik-teknik produksi massal industri. Budaya tersebut dipasarkan kepada
massa (konsumen) secara komersial. Budaya ini kemudian dikenal pula
sebagai budaya komersial yang menyingkirkan budaya-budaya lain yang
tidak mampu mencetak uang seperti budaya elit (high culture), budaya
rakyat (folk culture) dan budaya popular (popular culture) yang dianggap
ketinggalan zaman. Jika budaya elit (high culture), folk culture, dan
budaya popular tidak mampu mencetak uang, untuk apa ia dikembangkan
dan dipelihara? Demikian retorika kasar para produsen mass culture.
Budaya massa adalah suatu budaya yang terus menerus
direproduksi dan dikonsumsi oleh suatu kelompok yang mempunyai
akibat secara menyeluruh. Produsen budaya massa melihat para penerima
budaya sebagai pasif, lembek, mudah dimanipulasi, mudah dieksploitasi,
dan sentimentil. Bertindak selaku agen dari budaya massa ini media
massa. Televisi, radio, majalah, surat kabar, dan internet menempati posisi
penting selaku agen budaya. Sementara produsen dari budaya massa
adalah para pemilik pabrik barang (pakaian, kosmetika, kendaraan) dan
jasa (konsultan marketing, event organizer, manajer artis).
Partner utama mass culture adalah mass media. Kemampuan mass
media menjangkau khalayak (audiens potensial) secara luas, membuat
mass culture sangat mudah dipasarkan. Mass media di masa kini emoh
menayangkan high culture, folk culture atau popular culture karena
dianggap sudah kurang diminati dan memiliki daya jual yang rendah.
Lihatlah konten acara televisi Indonesia lalu hitung berapa banyak yang
menampilkan budaya-budaya lokal atau daerah secara periodik.
Hal yang menarik untuk terus ditelusuri adalah bagaimana manifestasi
budaya massa dalam keseharian masyarakat Indonesia kini. Diyakini
bahwa budaya massa ini telah berkembang jauh dan pesat, menjangkau
seluruh wilayah dan lapisan suku-suku bangsa yang mengalami
persentuhan dengan teknologi informasi dan pusat perputaran barang dan
jasa. Arsyilia, Tiya. (2013) diambil dari
http://tiyaarsyil.blogspot.co.id/2013/05/makalah-budaya-media.html.
Melihat penjabaran diatas kita dapat menarik kesimpulan betapa
budaya masa ini telah menjadi fenomena yang mengerikan untuk seniman
panggung, ketika akses begitu mudah didapat youtobe, dvd bajakan,
aplikasi download dan lain sebagainya yang membuat masyarakat kita
mulai beralih dari panggungnya,penonton teater semakin berkurang.
Ketika generasi seniman panggung mulai meragukan dunia panggung
maka kita sebagai seniman teater dituntut membuka mata atas fenomena
tersebut. Kenapa Teater masih ada? Karena masyarakatnya masih ada.
Lantas ketika masyarakat mulai beralih dari panggung pada media
bagaimana nasib para senimannya. Apakah mengikuti arusnya (beralih)
atau justru melawan arusnya (be creative).

B. TUNTUTAN KREATIF KETIKA SENIMAN PANGGUNG TIDAK


TAKUT KEHILANGAN PANGGUNG.

Seni panggung atau pada masyarakat modern ini lebih dikenal


dengan seni pertunjukan yang pada dasarnya terikat dengan dimensi ruang
dan waktu jelas menjadikan dunia panggung tidak akan sama dengan
budaya massa. Saling keterikatan ini ternyata berdampak pada beberapa
seni pertunjukan kita. Seni panggung terdiri dari beberapa jenis tari, teater,
musik dan lain sebagainya. Seperti kita ketahui tidak perlu menonton ke
gedung kesenian untuk melihat tarian dan musik membuka youtobe sudah
dapat merasakan sensasi menoton di dalam gedung pertunjukan, namun
berbeda dengan teater. Membuka youtobe, menonton dvd atau menonton
di televise beberapa pertunjukan teater tidak akan sama dengan menonton
pertunjukannya di gedung kesenian. Secara tekhnis hal ini cukup
menguntungkan pasalnya penonton teater seharusnya tetap bahkan
bertambah banyak. Namun pada kenyataannya penonton teater malah
berkurang dan mulai beralih menjadi penonton media. Kenapa hal ini bisa
terjadi. Menurut penulis Ada beberapa analisis terhadap hal tersebut :

1. Sensasi menonton teater di youtobe, di televise bahkan di dvd


tidak sama dengan menonton teater di gedung pertunjukan hal
ini menyebabkan calon penonton teater menganggap sama saja.
Bahkan beberapa menganggap di televisi saja seperti itu
apalagi di gedung. Anggapan ini jelas salah dan akan
mematikan teater cepat atau lambat.
2. Tari dan musik lebih banyak diunggah dan dipublikasikan
dibandingkan teater. Hal ini jelas akan membuat para generasi
muda tidak bangga menjadi seniman teater.
3. Merebaknya film yang sama-sama seni peran membuat
penonton teater terbagi lagi. “ Hal ini juga berlaku pada seni
panggung yang pada tahun 1970-an ditantang oleh seni audio-
visual yang lebih menjanjikan (Dharsono, 2007). “

Dari uraian tersebut lantas bagaimana seniman panggung khususnya teater


bisa jauh berkembang dengan merebaknya budaya massa ini. Menurut
Bapak Dr. Ipit S Dimyati M.Sn. Masyarakat modern adalah masyarakat
yang menuntut kebaruan, dimana yang dimaksudkan disini adalah
masyarakat yang menuntut suatu norma secara intersubyektif. Masyarakat
modern adalah masyarakat yang bersifat organic sehingga memiliki
ketergantungan yang kuat namun masyarakat modern juga masyarakat
yang memiliki individualitas yang tinggi, karena dididik oleh filsafat barat
bahwa pusat dari semesta adalah manusia. Dari penjabaran diatas kita
tahu bahwa masyarakat modern adalah masyarakat yang menuntut sebuah
terobosan secara berkelanjutan. Maka dari itu bukanlah suatu
kemustahilan bagi teater untuk malawan arus mass culture yaitu para
seniman teater juga harus memiliki obsesi kebaruan, baru secara bentuk,
baru secara otentik, dan memiliki kualitas yang tinggi. Jawabannya sangat
sederhana yaitu seniman panggung jadilah manusia kreatif. Kreatifitas
adalah permasalahan mau dan tidak mau, bukan permasalahan mampu dan
tidak mampu. Menurut Dr. Benny Yohanes T, S.Sn., M.Hum Kreatifitas
itu adalah Finding new Ideas atau menemukan gagasan baru yang segar,
berkualitas dan mampu berdaya saing tinggi, Finding Solution atau
menemukan solusi atas segala permasalahan yang ada. Moment of insight,
yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu diatas rata-rata orang melihat,
Eureka experience , dan produce values. Maka dari itu selama seniman
teater mau untuk bertahan dan mau untuk menggunakan kemajuan yang
ada untuk keberlangsungan teater kita, maka tidak menutup kemungkinan
kita mampu untuk menjadi manusia yang lebih kreatif dan inovatif dan
teater akan terus mendapat sumbangan kemajuan untuk semakin maju dan
menarik banyak kalangan. Sesuatu yang baru bisa apa saja bahkan kita
bisa keluar dari panggung yang membesarkan namanya. Teater tradisional
yang jauh dari panggung mampu bertahan pada masanya. Mengapa tidak
dengan seniman modern ini. Keluar dari panggung, berkarya tanpa batas
dan buat terobosan maka teater akan terus bertahan.
PENUTUP

KESIMPULAN

Media adalah alat komunikasi massa yang terbagi ke dalam dua


bagian besar yaitu media cetak (statis) dan media audio-visual (dinamis).
Yang termasuk ke dalam kelompok media statis adalah bahan-bahan cetak
(print) seperti buku, poster, selebaran dan sebagainya. Sedangkan media
audio-visual yang bersifatdinamis dilengkapi dengan teknologi canggih,
seperti televisi dan film. Namun media audio-visual tidak selalu harus
berteknologi seperti teater, sirkus, tari-tarian, wayang dan sebagainya.
Budaya tersajikan lewat Budaya Media. Budaya media bisa ditemukan
dalam bentuk images, suara dan tontonan yang memproduksi struktur
kehidupan sehari-hari, mendominasi waktu luang seseorang, membentuk
pandangan politik dan prilaku sosial juga menyediakan material bagi
bahan pembentukan identitas. Budaya media merupakan sarana konstruksi
seseorang akan kesadaran kelas,etnik, ras, kebangsaan seksuality juga
istilah kita dan mereka. Budaya mediaadalah industri kebudayaan,
diorganisasikan dalam model produksi massa yang digolongkan kepada
type-type atau genre, dengan formula, kode-kode dan aturantertentu
(Kellner, 2003:1). Budaya media terkandung dalam film, tiap tontonan
yang disajikan tv nasional maupun tv berbayar internasional, radio, musik
juga bentuk-bentuk budaya media lainnya. . Arsyilia, Tiya. (2013) diambil
dari http://tiyaarsyil.blogspot.co.id/2013/05/makalah-budaya-media.html.

seniman panggung jadilah manusia kreatif. Kreatifitas adalah


permasalahan mau dan tidak mau, bukan permasalahan mampu dan tidak
mampu. Kreatifitas itu adalah Finding new Ideas atau menemukan
gagasan baru yang segar, berkualitas dan mampu berdaya saing tinggi,
Finding Solution atau menemukan solusi atas segala permasalahan yang
ada. Moment of insight, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu diatas
rata-rata orang melihat, Eureka experience , dan produce values.Dengan
menjadi kreatif maka seniman modern akan memiliki obsesi kebaruan.
Dengan demikian maka teater akan selalu mendapat sumbangan demi
keberlangsungannya.
SUMBER

Kartika, Dharsono Sony. 2007. Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sains.

Catatan kuliah Senin, 4 April 2016 mata kuliah kritik seni oleh Bapak Dr. Ipit S
Dimyati, M.Sn.

http://tiyaarsyil.blogspot.co.id/2013/05/makalah-budaya-media.html, diakses pada


hari Senin, 4 April 2016 pukul 19.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai