Anda di halaman 1dari 17

BENTURAN IM PERIALISM E BUDAYA BARAT DAN BUDAYA TIM UR

DALAM M EDIA SOSIAL

Okeu Yudipratomo
Universit as Indonesia
okeuyudiprat omo@gmail.com

Abstrak
M edia sosial di era saat ini melebur menjadi sebuah kebut uhan primer untuk
aktualisasi diri, dengan pengguna t anpa bat as dan dapat diakses kapanpun
dimanapun di seluruh dunia m enjadikan kont en dalam m edia sosial menjadi
sebuah isu yang menarik terkait imperialisme. Pengakuan akan budaya dan
norma masing-masing yang ada di dalam media sosial membuat sebuah t ekanan
yang dapat memicu benturan budaya. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor
kemudahan akses dalam berselancar di media sosial. Hal yang m enarik dalam
fenomena ini adalah sebuah konsumsi dari produk-produk budaya yang
ditampilkan secara ringkas namun sarat akan makna yang disebarkan melalui
media sosial. Fokus kajian ini adalah mengkaji benturan ant ara budaya barat dan
budaya t imur di dalam kont en media sosial melalui paham imperialisme,
orientalism e dan oksidentalisme secara konseptual. Kedua paham budaya
t ersebut mew akili budaya dan harfiahnya masing-masing dalam menunjukkan
kualit as dalam kehidupan. Penyerapan informasi dari kont en yang t ersedia di
media sosial diant ara kedua budaya t ersebut dapat menjadi subjekt if dan
mempengaruhi sikap. Dalam kajian konsept ual ini menggambarkan pengguna
media sosial yang t erlibat dengan narasi sosial yang panjang at au kont en media
sosial yang kompleks m enjadikan cult ural crossfit at au persilangan budaya
menjadi salah satu aspek dalam t erjadinya benturan.

Kata Kunci: M edia Sosial, Imperialisme Budaya, Orient alisme, Oksident alisme,
Kont en M edia Sosial

Abstract
In t he current era, social media has merged int o a primary need for self-
act ualizat ion, wit h unlimit ed users and can be accessed anyt ime anywhere in t he
w orld, making cont ent on social media an int erest ing issue relat ed t o
imperialism. The recognit ion of each ot her's cult ure and norms in social media
creat es a pressure t hat can t rigger a clash of cult ures. The pressure comes due t o
t he ease of access fact or in surfing on social media. The excit ing t hing in t his
phenomenon is t he consumpt ion of cult ural product s present ed briefly but full of
meaning spread t hrough social media. This st udy focuses on examining t he clash
bet ween west ern and east ern cult ures in social media cont ent t hrough

170
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

concept ual imperialism, orient alism and occident alism. The t w o cult ural
underst andings represent a cult ure and t heir lit eral each ot her in showing qualit y
in life. The absorpt ion of informat ion from cont ent available on social media
bet w een t he t wo cult ures can be subject ive and affect at t it udes. This concept ual
st udy describes social media users w ho are involved w it h long social narrat ives or
complex social media cont ent , making cult ural crossfit one of the aspect s in t he
occurrence of a collision.

Keywords: Cult ural Imperialism, Occident alism, Orient alism, Social M edia, Social
M edia Cont ent

1. Pendahuluan

Kehidupan manusia abad ini t idak t erlepas dari media dan segala bentuk

informasi yang membaur didalamnya. M edia menjadi sebuah komodit as primer

informasi serta hiburan bagi semua kalangan masyarakat di seluruh penjuru

dunia dengan one st ops ent ert ainment yang dim ilikinya. Kecepatan akses

informasi yang didukung banyak sekali t eknologi canggih melalui gaw ai dan

perant i pendukung lainnya yang m embuat seluruh dunia t erhubung t anpa ada

batasan, terlebih hadirnya berbagai jenis media sosial. Setiap harinya,

masyarakat dunia mengakses media sosial melalui gaw ai pintar untuk sekadar

mengisi wakt u senggang maupun mencari informasi yang sedang dibutuhkan.

Penetrasi inform asi dan budaya dari seluruh penjuru dunia ke m edia

sosial bagi masyarakat dunia t idak dapat terbendung karena efek dari luasnya

cakupan media sosial. Hal yang menarik dalam fenomena ini adalah sebuah

konsumsi dari produk-produk budaya yang ditampilkan secara ringkas namun

sarat akan makna yang disebarkan melalui media sosial. M ark Poster (Lit tlejohn

& Foss, 2011) m engungkapkan periode baru dimana teknologi int eraktif dan

komunikasi jaringan khususnya dunia maya akan mengubah masyarakat dan

kekuatan media menjadi fokus utama dalam penyebaran konten. Berdasarkan

hasil riset yang dikemukakan oleh We Are Social dalam Global Digit al Report

2018 (We Are Social & Hoot suit e, 2018), dunia saat ini memiliki tiga besar

171
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

aplikasi sosial media yang frekuensi pemakaiannya sangat sering digunakan

dalam penyebarluasan kont en yait u Facebook, Yout ube, Instagram. Kont en-

kont en dalam media sosial t ersebut m emiliki kat egori yang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut: (1) kategori inform asi berupa iklan, berit a, tips dan trik (2)

kategori hiburan berupa olahraga, otom otif, humor, video musik, drama, web

series, vlog, infot ainment dan realit y show (3) kat egori pendidikan berupa

dakw ah agama, pengetahuan umum, film dokument er dan penelit ian ilmiah.

Cara penyampaian kont en dapat dibagi menjadi t eks, fot o dan video. M elalui

kategori tersebut, masyarakat dunia mencari dan memilih konten secara bebas

sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Seiring w akt u penggunaan int ernet

dan media sosial, di t ahun 2020, aplikasi TikTok yang merupakan aplikasi berfit ur

kont en video kreat if kini menjadi plat form media sosial yang secara signif ikan

digunakan (Hoot suit e, 2020) dan menjadi bagian pent ing dalam pert ukaran

informasi melalui kont en.

M asyarakat dunia yang het erogen membent uk sebuah peradaban budaya

yang berbeda sat u sama lain, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang

meliput i penget ahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat

ist iadat , dan kemampuan yang lain sert a kebiasaan yang didapat oleh manusia

sebagai anggot a masyarakat (Set iadi, 2012). Dengan budaya yang dimiliki, pola

budaya yang dibangun oleh masyarakat dunia menjadi perbedaan yang sangat

kuat dan dapat menjadi alat propaganda yang efekt if dan dapat menimbulkan

efek perang maya. M eningkat nya perluasan cakupan media saat ini memberikan

kesadaran kepada publik bahw a dunia maya bisa menjadi arena peperangan

budaya baik ant ar individu maupun ant ar kelompok. Bent rok yang t erjadi di

media sosial akan berkembang ket ika masing-masing budaya yang berbeda t idak

dapat menerima perbedaan sikap dan beranggapan bahw a budaya luar

merupakan hal yang t idak pant as unt uk dit iru dan diadapt asi.

172
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

2. M asyarakat Kelompok Barat dan Kelompok Timur

Klust er m asyarakat dunia dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian

barat dan bagian timur. M asyarakat barat dan t imur secara fakt ual m em ang

dipisahkan oleh benua yang berbeda, namun, pem bagian masyarakat kelompok

barat dan kelom pok t imur bukan didasari oleh letak geografis, namun penetapan

kluster ini ditandai oleh faktor-faktor fisiologis, psikologis, budaya dan sejarah

yang melatarbelakangi. Kesamaan yang t erbentuk dari masing-m asing individu

hingga menjadi suatu kelompok budaya menjadikan asosiasi budaya semakin

rekat dan erat, tidak dapat dipisahkan karena stat usnya menjadi seragam.

M asyarakat kelompok barat menekankan ilmu dan logika serta cenderung aktif

dan beranalisis (Sulaeman, 2015). Pikiran m asyarakat kelompok barat cenderung

objekt if dibandingkan dengan m enggunakan rasa, penget ahuan m enjadi dasar

empiris yang kuat yang m engesampingkan cara pandang hidup t radisional dan

agam is.

Cara berpikir masyarakat kelom pok barat lebih t erpikat kepada kemajuan

mat erial, sehingga t idak begit u cocok dengan cara berpikir untuk melihat makna

hidup dan makna dunia. Filsafat t radisional dan agama bagi masyarakat

kelompok barat hanya muncul sebagai sistem ik ide-ide abst rak tanpa ada

hubungannya dengan kenyat aan dan prakt ek hidup. Ada tiga ciri dominan yang

dimiliki oleh masyarakat kelompok barat (1) penghargaan terhadap martabat

manusia seperti demokrasi dan kesejahteraan (2) kebebasan seperti

mengungkapkan pendapat dan kebebasan dalam berpakaian (3) pencipt aan dan

pemanfaat an t eknologi.

Wilayah residensial masyarakat kelom pok barat secara geografis terletak

di bagian barat dunia, yaitu benua Amerika dan Eropa, namun secara kultural

lebih dari itu, kolonialisme at au wilayah jajahan juga mempengaruhi

kecondongan masyarakat yang terjajah mengikuti sifat dan kebudayaan yang

dibawa oleh penjajah atau pendatang. Secara letak geografis Afrika berada di

t engah-t engah bagian dunia, secara sejarah, Afrika bagian t engah hingga selat an

173
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

pernah dijajah oleh bangsa Eropa dan Amerika, sehingga terjadi pembentukan

hegemoni budaya yang kental pascakolonialisme (Friedman, 2009). Begitu pula

Australia, negara yang term asuk ke dalam commonw ealt h secara sejarah lebih

mengikuti kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat kelompok barat.

M asyarakat kelompok t imur bermukim di bagian timur dunia, yaitu benua

Asia dan sebagian Afrika bagian utara dilihat dari sejarah yang

melat arbelakanginya. Dalam budayanya, masyarakat kelompok t imur memiliki

perspektif yang berbeda dari masyarakat kelompok barat, menjunjung tinggi

t erhadap norma bersumber dari ajaran agama yang lahir di dunia timur.

Kepribadian masyarakat kelompok timur terlet ak pada rasa, bukan kepada

int elekt ualnya. Nilai budaya t imur t erbentuk melalui cara berpikir kont emplatif

sebagai puncak dari perkembangan intuisi manusia. Kebudayaan masyarakat

kelompok timur t idak hanya bersumber dari agama t etapi ide abstrak dan simbol

menjadi hal yang konkret dalam prakt ek kehidupananya. Dalam kenyat aannya,

masyarakat kelom pok timur t idak hanya m enambah pengetahuan kognitif saja,

t et api juga mencari sebuah kebijaksanaan yang t erdapat didalamnya.

M emadukan penget ahuan, intuisi, pemikiran konkret , simbolik dan

kebijaksanaan yang nampak pada keharmonisan ant ara norma perilaku.

Pandangan secara garis besar m asyarakat kelompok barat dan kelom pok

t imur menyisakan hal yang penting untuk dibahas lebih lanjut, klasifikasi

kelompok masyarakat yang m emiliki percam puran budaya barat dan timur atau

terjadinya transmigrasi kelom pok barat ke timur maupun sebaliknya masuk ke

dalam sub-kelompok dan sub-budaya. Sub-sub ini menjadi salah sat u fakt or

bagaim ana high cult ure cont ext dan low cult ure cont ext yang t erjadi di kelompok

barat dan timur t idak banyak memiliki pengaruh dalam int eraksi sosial di t at anan

komunikasi masyarakat dunia. Sub-budaya (M ulyana & Rakhmat, 2006)

merupakan kom unitas rasial, etnik, regional, ekonomi atau sosial yang

memperlihat kan pola-pola perilaku yang membedakannya dari budaya mayorit as

yang melingkupinya.

174
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

3. Imperialisme Budaya antara Barat dan Timur

Imperialisme budaya merupakan upaya untuk menguasai negara lain melalui

budaya-budaya yang dit ampilkan agar t ercipt anya pengagungan (superior) dan

penguasaan budaya ke seluruh dunia melalui berbagai cara, dimulai dari perang,

jajahan dan media. Imperialisme t idak t erlepas dari sejarah kolonialism e budaya

barat . Kolonialisme di dunia dilakukan oleh bangsa barat kala it u untuk

menguasai t anah negara yang berada di w ilayah timur pada awalnya untuk

menguasai rempah-rempahnya dalam mot if kepentingan ekonomi, namun hal ini

just ru bergeser m enjadi penguasaan dan penjajahan polit ik semat a-mat a unt uk

menjaga kepent ingan perdagangan t erhadap gejolak politik lokal yang dapat

mengganggu kelancaran perdagangan bangsa barat .

Kolonialisme berlangsung t iga t ahap yang dimulai dari era Vasco da Gama

pada t ahun 1498 hingga revolusi indust ri di Inggris pada t ahun 1763 yang

memperlihatkan kemunculan kuasa Eropa seperti Spanyol dan Portugis,

kemudian pasca-revolusi indust ri hingga tahun 1870 dan yang t erakhir t ahun

1914 ketika terjadinya puncak Perang Dunia I. Imperialisme dalam penguasaan

at as daerah jajahan menguasai negara-negara yang dianggap miskin dan

terbelakang dengan tujuan mengeksploit asi sumber-sumber yang ada di negara

tersebut untuk menambah kekayaan dan kekuasaan negara penjajahnya.

Im perialisme sendiri berdasar untuk menyebarkan ide-ide dan

kebudayaan barat ke seluruh dunia sebagai fakt or pendorong pembaharuan yang

t ert uju kepada pembinaan sebuah bangsa melalui pendidikan, kesehat an,

undang-undang hukum dan sist em pemerint ahan. Imperialisme dan kolonialisme

masyarakat kelom pok barat menyisakan banyak budaya art efak dan non art efak,

sepert i bahasa, budaya hingga jauh ke dalam sikap individu dan kelompok.

Terlihat jelas dari pemaparan t ersebut bahw a barat ’seakan’ menjajah t imur

demi kepentingannya. Alasan terkuat adalah peran im perialism e orientalism e

(ideologi ket imuran) dalam masyarakat kelompok barat . Hal ini menjadikan

175
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

persilangan budaya (crossfit ) secara langsung dalam konteks interaksi dan

pemahaman ant arbudaya. Dalam imperialisme, pandangan at as perist iw a-

perist iw a, gagasan m aupun orang tert entu yang terjadi dapat berbeda sat u sama

lain yang menimbulkan prasangka terhadap objek menjadi tidak netral.

Interpretasi sikap yang dikemukakan secara berbeda menjadi pemicu persaingan

hingga diskriminasi antaretnik, ras maupun budaya. Berkenaan dengan ekspansi

kolonial, t erdapat keminatan khusus t erhadap sebuah wilayah dan populasi.

Kelompok barat menyirat kan pandangan t ent ang ident it as orang barat dengan

kekuatan dan kekuasaan serta memandang kelompok timur sebagai bagian yang

lemah sehingga kelompok barat memiliki otorit as penuh kepada populasi

kelompok t imur (M achart et al., 2016). Imperialisme barat t erhadap timur

melint asi lit erat ur, arsit ekt ur, hubungan int ernasional, bisnis dan perdagangan.

4. Oksidentalisme dan Orientalisme

Oksident alisme merupakan pandangan oleh Hassan Hanafi seorang filsuf muslim

yang menit ikberat kan kepada gaya dunia barat , dalam kajian oksident alisme

membawa budaya paham-paham seperti marxisme, kapit alism e, sosialisme dan

pengaruh budaya m elalui musik, sastra dan budaya-budaya populer sebagai

gerakan penyeimbang kajian timur dan barat dari berbagai aspeknya dengan

prinsip relasi yang egalit er, t ransformat if, dan ilmiah (Kasdi & Umma, 2013).

Aw al mula paham ini bermula pada saat terjadinya kolonialisme barat ke

budaya t imur unt uk memet akan w ilayah kekuasaan unt uk menguasai wilayah

timur. Bermula dari konsep pemetaan wilayah kekuasaan, superioritas dari

budaya yang akan ditonjolkan merupakan bagian-bagian yang paling

mendominasi dari budaya barat seperti teknologi dan kebebasan yang dimiliki

oleh masyarakat kelompok barat untuk mencapai sebuah puncak t at anan

im perialisme. Berbanding t erbalik dengan budaya timur yang bersumber agamis,

bernilai t radisional dan berusaha mengembalikan kodrat manusia dengan alam

dan t akdir Tuhan m elalui agama dan kebudayaan m asyarakat kelompok t imur.

176
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

Namun t erkadang apa yang t ersembunyi ant ara label t imur dan barat seringkali

t idak jelas. Paham oksident al dalam usungan Hanafi t idak dapat dilepaskan dari

t iga pilar pemikirannya yait u sikap krit is t erhadap t radisi lama yang dimiliki timur,

sikap krit is terhadap barat serta sikap krit is terhadap realitas. Oksident alism e

sering berarti Am erika Serikat dan negara-n egara penting secara sim bolis di

Eropa at au Uni Eropa. M engenai t imur, sering kali hanya China dan dunia muslim

at au penggabungan imajinasi negara-negara yang t erlet ak di w ilayah timur

(Carrier, 1995; M achart et al., 2016). Paham oriental bermula dari puncak

kolonial yang dilakukan kelompok barat ke kelompok dengan budaya lain

(budaya timur) yang menjadi sebuah akar kajian akademis dari pemahaman para

kelompok barat .

Orientalisme pada awalnya bergerak mengkaji tentang geografis yang

dimiliki w ilayah t imur, agam a, sejarah, bahasa hingga mengenai budaya

t radisional yang dilakukan oleh kelompok t imur, namun menjadi tidak t erkendali

ketika orient alisme menjadi pusat dominasi kekuasaan dan politik sehingga

memunculkan topik-t opik diskriminasi atas kelompok timur dan melemahkan

kebudayaan timur oleh kelompok barat. Sehingga terjadi perlaw anan oleh

kelompok t imur unt uk mengembalikan nama baik t imur dengan cara

mengkot akkan secara sist emat is menyalahkan barat untuk memberdayakan

kembali budaya tim ur. misalnya mengasosiasikan orang-orang kelom pok t imur

denga nilai at au minat yang lebih filosofis dan religius dibandingkan kelompok

barat, atau penggam baran kelompok t imur lebih pekerja keras dan berdedikasi.

Sebaliknya, kelompok barat digambarkan lebih condong ke kegiatan rekreasi dan

t unduk pada nilai-nilai individualist is. Kondisi ini juga membent uk upaya bagi

kelompok timur untuk melakukan im perialisme budaya timur ke masyarakat

kelompok barat dengan sudut pandang west ophobia sebagai suat u sikap yang

melanggengkan dan memperkuat ketidakseim bangan ant ara dua entitas barat

dan timur serta gaya berpikir yang mengkritik dan melawan semua bentuk

177
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

kekerasan dan ketidakadilan yang diakibatkan oleh adanya dominasi kekuasaan

barat .

Dalam perkembangan globalisasi yang kini pesat , menjadikan barat

seolah menguasai dunia dan ingin menjadikan budaya barat sebagai hegemoni

budaya, sehingga budaya t imur seakan menjadi budaya t erbelakang. Hal ini

dikrit isi oleh Said seorang cendikiawan dan sast raw an (Lary, 2007; Said, 2005),

yang mengungkapkan bahw a baik sudut pandang oksident al dan orient al

cenderung dalam satu arah, menuju cara superioritas, menyam pingkan

kemanusiaan dengan mengecualikan dan merendahkan orang lain sehingga

menjadi sebuah konot asi. Ambiguitas antara oksidentalisme dan orientalisme ini

t erjadi karena cara pandang kelompok yang t erjajah dan dijajah pada masa

kolonial sehingga m enim bulkan prasangka dan konflik sentimental yang t ersisa

hingga saat ini. Konflik pemahaman at as budaya barat dan t imur berakar dari

sejarah yang melatarbelakangi.

5. Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi ant arbudaya t erjadi apabila pesan yang disampaikan oleh suat u

anggot a budaya dit erima pesannya oleh anggot a suat u budaya lainnya. Dalam

keadaan ini, akan menjadi sebuah masalah sit uasi pesan komunikasi akan

diint erpret asikan dan dimaknai secara individu maupun kelompok dalam suat u

budaya dan diinterpret asikan kembali ke dalam bentuk budaya lain yang lebih

luas dan kompleks. Budaya dalam komunikasi sangat mempengaruhi dan

bertanggung jaw ab atas perbendaharaan makna komunikasi yang dimiliki oleh

anggota budaya yang berinteraksi. Konsekuensinya, perbendaharaan-

perbendaharaan (persepsi) yang dimiliki individu dan kelompok yang berbeda

budaya akan mengalami kesulit an bahkan konflik karena perbedaan yang

dialami. Persepsi sosial adalah proses pemberian makna kepada objek-objek

sosial dan perist iw a (M ulyana & Rakhmat , 2006). Dalam komunikasi budaya juga

terdapat unsur-unsur sosio budaya, unsur tersebut t erdiri atas tiga bent uk, yait u

178
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

(1) sistem-sist em kepercayaan ( belief ) (2) nilai (value) (3) sikap (at t it ude);

pandangan dunia (w orld view ), dan organisasi sosial (social organizat ion ). Unsur-

unsur t ersebut mempengaruhi persepsi yang dibangun secara individu dan

bersifat pribadi serta subjekt if. Ketiga unsur ini dapat masuk ke dalam etika

komunikasi yang terbangun melalui proses panjang dari intrapersonal menuju

int erper sonal dan memiliki pengaruh terhadap persepsi sosial dalam media.

Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan subjekt if yang

diyakini individu bahwa suatu objek at au perist iw a memiliki karat erist ik t ert ent u,

sedangkan nilai-nilai budaya berasal dari isu-isu yang filosofis yang menjadi

rujukan anggot a budaya t ent ang baik buruk, posit if negat if dan salah benar.

Kepercayaan dan nilai mempengaruhi sikap, sebagai bentuk kecenderungan

perilaku yang diperoleh dari respon yang dipelajari dalam suatu kont eks budaya

yang dapat menimbulkan bias.

6. Interaksi Sosial

Dalam kesehariannya, setiap manusia tidak terlepas dari komunikasi, manusia

berinteraksi untuk menghasilkan pergaulan sosial baik interpersonal maupun

kelompok dan organisasi dalam sosial. Pergaulan hidup akan terjadi ketika

individu at au kelompok bekerja sama, saling berbicara untuk mencapai tujuan

bersama, mengadakan persaingan, pert ikaian dan lain-lain (Set iadi, 2012) m aka

dapat diartikan bahwa interaksi sosial adalah proses-proses komunikasi yang

berlangsung dalam sosial yang m enunjuk kepada hubungan yang dinamis.

Perkembangan era teknologi ini sangat memudahkan setiap orang untuk

berinteraksi, jarak yang jauh tidak m enjadi penghalang. Pert ukaran inform asi

yang t erjadi di m edia sosial m enjadi sangat massive namun mengandung banyak

perbedaan makna yang diinterpretasikan. Interaksi sosial antara masyarakat

budaya barat dan masyarakat budaya t imur seringkali berbent uran akibat

int eraksi yang salah pemaknaan dan malah berujung pert engkaran individu dan

kelompok yang berbeda budaya.

179
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

Dam pak dari globalisasi interaksi yang m erubuhkan tembok batas ruang

jarak dan sudut pandang manusia adalah t idak terkendalinya miss informat ion

dan miss percept ion yang t erbent uk. Sebenarnya, int eraksi sosial hanya sebuah

proses komunikasi yang merupakan syarat utama dari beragamnya aktivitas-

akt ivit as komunikasi ant ar individu dan kelompok yang t erbangun, namun

int eraksi t ersebut menjadi lebih mencolok apabila t imbul pert ent angan ant ara

kepent ingan-kepent ingan pribadi dan kelompok. M enurut Gillin dan Gillin

(Setiadi, 2012) bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama

(cooperat ion ), persaingan (compet ition ) dan pert ent angan (conflict ) secara lebih

luas lagi dijabarkan menjadi dua m acam proses interaksi sosial yait u (a) Proses

Asosiatif yang t erdiri dalam tiga bentuk khusus yait u akomodasi, asim ilasi dan

akulturasi (b) Proses Disosiatif mencakup persaingan yang meliputi contravent ion

dan pert ent angan pert ikaian. Perbedaan yang mencolok ant ara kelompok

masyarakat barat dan kelompok masyarakat timur muncul dari segi sikap dan

pandangan t erhadap sebuah perist iw a. Benturan kepent ingan imperialisme

budaya dari t erpaan pesan-pesan m edia yang dilakukan oleh kedua belah pihak

dapat menimbulkan pertentangan. Jenis-jenis dari pertentangan masyarakat

kelompok budaya ini dimulai dari pert ent angan pribadi, pert ent angan rasional

(ras), pertentangan kelas sosial hingga pertentangan politik.

7. Studi Kasus

Bagi masyarakat kelom pok barat, konten yang dibuat berdasarkan kebebasan,

hasil seni yang t idak berpat okan dengan nilai-nilai agamis, dan menjunjung t inggi

nilai demokrasi seperti kampanye-kampanye dan propaganda universal misalnya

pluralisme, hal-hal sensit if yang m enyinggung seperti isu polit ik, propaganda,

konspirasi dan lain sebagainya (Flew & Iosifidis, 2020). Kont en media budaya

barat seperti realit y show , ajang pencarian bakat , t erpaan berit a menjadi

konsumsi media yang layak untuk dit ayangkan. Imperialisme budaya yang

dit onjolkan oleh budaya barat melalui penyebaran informasi adalah cara

180
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

pandang mereka yang mengusung kebebasan t anpa harus bersinggungan dengan

agam a dan norm a-norm a yang dianggap t abu, kelom pok budaya barat sangat

ingin menunjukkan superioritas at as budaya yang dim ilikinya, karena kelompok

masyarakat t im ur yang hampir sebagian besar m enjadi negara jajahan

kolonialisme bangsa budaya barat t elah memiliki fakt or sugest i dari int eraksi

sosial yang t elah dibangun pada masa penjajahan.

Pert ent angan dan bent uran at as imperialism e budaya barat dan budaya

timur terjadi sangat agresif. Contohnya seperti ajang beaut y pageant s M iss

World, M iss Universe dan lainnya yang sempat menjadi polemik di media sosial

masyarakat Indonesia karena adanya sesi sw imsuit yang bert olak belakang dari

segi norma budaya timur yang m engharuskan perempuan berpakaian tertutup

dan sopan. Norm a ini dipengaruhi oleh agama khas t im ur seperti Islam salah

sat unya. Hal ini disebabkan karena pada umumnya t idak semua anggot a

masyarakat mampu mengadopsi dan beradapt asi t erhadap perubahan-

perubahan budaya yang diperlihat kan (inferior ), sehingga menimbulkan gesekan

at au konflik baik kebudayaan yang ditimbulkan secara alami maupun direkayasa

melalui media massa dan media sosial (Ridho, 2013). Terlebih lagi, imperialisme

budaya barat semakin gencar diperlihat kan melalui t iga besar indust ri media

sosial (Facebook, Youtube, Inst agram) yang menunjukkan propaganda

#PrideM ont h yaitu dukungan t erhadap LGBT yang dit andai dengan banyaknya

komunit as LGBT di negara barat yang menyuarakan kesetaraan yang secara

t eorit is dapat memicu pert ent angan sosial dan polit ik, namun melalui media

sosial, kompleksit as tersebut tersampingkan dengan perlaw anan yang

terkonvergensi di media sosial menggunakan hasht ag at au t agar (t anda pagar)

unt uk menyuarakan aksi (de Ridder, 2012; M arst on, 2019) dengan adanya

propaganda tersebut, kelompok m asyarakat budaya timur yang m emiliki akun

tersebut banyak yang bereaksi akibat benturan imperialisme budaya ini akibat

fakt or konflik at as dasar pert ent angan polit ik (Rahman, 2010).

181
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

M asyarakat kelom pok timur yang memiliki akun media sosial tersebut

mau t idak mau mengikut i imperialisme budaya ini karena banyak fakt or yang

melatarbelakangi. Salah sat u m asyarakat kelom pok t imur yang memproduksi dan

mengadapt asi dengan baik produk imperialisme budaya barat sebagai bagian

dari asimilasi budaya adalah negara maju sepert i Korea Selat an, kehadiran musik

K-Pop sebagai kultur baru di era perkembangan musik modern di negaranya,

Korea Selatan selalu mengadapt asi hal-hal imperialisme budaya barat m elalui

pesan-pesan semiot ika, gaya bahasa dan t ingkah laku at au sikap, untuk

menyeimbangkan budaya ket imuran Korea Selat an menyebarkan kebudayaan

melalui bahasa, kuliner dan kebudayaan t radisional (Jin, 2007). Negara yang

berada di timur seperti Jepang juga membaw a kebudayaan populer dalam acara

t elevisi, anime, manga , Japan Pop, berbagai informasi kuliner dan pariw isat a

Jepang sebagai imperialism e budaya (Lukacs, 2010). Negara-n egara lainnya yang

di w ilayah t imur memberikan ruang bagi imperialisme budaya tim ur ke budaya

barat dikembangkan melalui media dakw ah, musik t radisional, bent uk promosi

pariwisata dan film dokumenter m engenai etnis dan budaya khas ketimuran

yang dim asukkan ke dalam media sosial sebagai konten yang ’m enyerang’

im perialisme dari kelompok budaya barat.

M elalui t ent angan t ersebut , budaya barat yang t erkesan glamour seakan

mampu t ergerus oleh budaya timur yang menerapkan keramahan t erhadap

alam, yang pada saat ini budaya barat t idak memilikinya akibat perkembangan

dari era revolusi industri maka cara m emikat masyarakat kelompok budaya tim ur

melalui media promosi lebih menekankan budaya-budaya asli yang masih

dipert ahankan, melalui musik t radisional, masyarakat kelompok barat selalu

mengadaptasi musik-musik pop kulturnya dengan iringan-iringan musik khas

ketimuran, namun berbenturan dengan budaya ekonomi barat yang memiliki

kendali besar dalam pangsa pasar dunia, jika dikait kan, hal m aka akan

menghilangkan sedikit demi sedikit keaslian dan kehebat an barat , namun dalam

182
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

prinsip ekonomi, perput aran uang kapit alisme dan fanat isme t erhadap barat

harus t etap dilanjutkan untuk ’m enjajah’ masyarakat kelompok timur.

Benturan yang dit imbulkan oleh imperialisme budaya t imur ke budaya barat

juga menekankan dari segi agama (Parker Gumucio, 2008), agama sangat penting

dalam memahami individu dan budaya, dan agama secara inheren bersifat

budaya (Cohen et al., 2016) hal ini vokal sekali dilakukan oleh budaya masyarakat

t imur yang harus hidup selaras dengan agama, ajaran Islam, Hindu, Budha,

Konghucu dan kepercayaan t imur lainnya yang berpat okan dengan alam dan

dewa maupun nabi sebagai gambaran jelas bahw a penent angan akan budaya

barat yang seakan anti-agama atau anti-Tuhan karena kebebasan yang mereka

miliki. Budaya timur dengan ciri khasnya mulai merasuki masyarakat kelompok

barat dengan tujuan mengimbangi dan mengungguli budaya barat dan

mengembalikan masyarakat kelompok timur untuk tidak lepas dari ajaran

budaya t imur yang diluhurkan sert a menunjukkan bahw a dengan pengaruh

agam a, banyak budaya t imur bersifat kolekt ivis dibandingkan banyak budaya

barat yang bersifat individualist is (Cohen et al., 2016).

8. Simpulan

Konten media sosial yang beragam dan memiliki akses tidak terbatas bagi

masyarakat di seluruh dunia. M edia pada aw alnya hanya sebat as ret orika, radio,

surat kabar dan media cetak m aupun media audio visual seperti televisi. Di era

perkembangan digit al, konvergensi media turut serta m emberikan pot ensi besar

bagi media-media law as unt uk t et ap t erhubung dengan konsumennya.

Peleburan media-media seperti surat kabar, t elevisi dan radio menunjukkan

bahw a ruang dari individu menerima akses inform asi terus berkembang

mengikut i era yang dinamis. Dalam pendahuluan t elah dijelaskan kont en m edia

sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa (1) kategori inform asi berupa

iklan, berit a, t ips dan t rik (2) kat egori hiburan berupa olahraga, otomot if, humor,

video musik, drama, w eb series, vlog, infot ainment dan realit y show (3) kat egori

183
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

pendidikan berupa dakw ah agama, penget ahuan umum, film dokument er dan

penelitian ilmiah. Cara penyampaian kont en dapat dibagi menjadi t eks, fot o dan

video. M edia sebagai komponen kebudayaan populer diiringi dengan konsumsi

media menimbulkan efek yang luas t erhadap propaganda yang dilekat kan pada

ikon kultural sepert i selebrit i, tokoh politik, penyanyi hingga cendikiawan

(At madja & Aryani, 2018; Weare, 2016). Imperialisme set elah pascakolonial

bukan lagi menggam barkan dalam artian kekuasaan secara m enaklukan sebuah

daerah at au negara tert ent u, dengan seiring kemajuan informasi dan t eknologi,

derajat kebaruan imperialisme saat ini menuju kepada imperialism informasi dan

media (Fuchs, 2010). Dalam rangkaian produksi, kont en media sosial memiliki

pesan yang t idak netral namun berdim ensi secara ideologis dan memperkuat

kekuasaan kelas atas terhadap bawah. Kekuasaan dapat bersifat mendefinisikan

sebuah kebudayaan yang kuat dan memiliki pengaruh. Posisi m edia dalam

kebudayaan dapat menggambarkan berbagai konsepsi t ent ang perbedaan dari

kelompok-kelompok lain dan mencakup esensi terkait ideologi dominan yang

berbentuk gagasan sebagai sumber pemaknaan legit imasi bagi struktur sosial

t ermasuk dominasi dan hegemoni baik budaya barat dan budaya timur.

Keduanya dapat melakukan perlaw anan at au pembalikkan subjekt ivit as t erhadap

budaya lainnya (At madja & Aryani, 2018; Nasrullah, 2018).

M elalui t erpaan kont en m edia sosial, imperialisme masing-masing budaya

menunjukkan superiorit asnya dengan t ujuan yang sama, mengungguli t at anan

hidup dunia dengan budaya yang dit ampilkan unt uk mencapai kepent ingan

individu dan kelompok yang berada di dalam budaya t ersebut. Imperialisme

budaya dalam media sosial di dalam masyarakat budaya barat dan budaya t imur

menunjukkan bahw a benturan ant ar budaya akan selalu ada dan selalu

menunjukkan superiorit asnya. Level kom unikasi yang semakin meningkat dan

dinamis dari segi t eknologi membuat siapa saja dapat membuat kont en media

sosial dengan kampanye dan propaganda yang dimaknai didalamnya. Kebut uhan

masyarakat akan informasi yang terdapat di media sosial manapun seakan

184
Okeu Yudipratomo, Benturan Imperialisme Barat..170-186

memaksa set iap individu menyerap makna yang ada di kont en yang dilihat .

Im perialisme budaya dengan segala bentuk benturan dan konfliknya memiliki

ruang adapt asi bagi set iap kelompok masyarakat budaya yang berbeda, hal ini

menunjukkan bahwa asim ilasi dan akulturasi budaya juga m asuk ke dalam faktor

int eraksi sosial yang menjadi proses utama aktivitas kom unikasi masyarakat

majemuk di seluruh dunia. Perbedaan yang t erjadi dapat diredam dengan

penyesuaian antara budaya barat dan t imur agar berjalan secara kesinam bungan

dan menimbulkan dampak posit if bagi kepent ingan individu dan kelompok.

Daftar Pustaka

Buku
At madja, N. B., & Aryani, L. P. S. (2018). Sosiologi M edia Perspekt if Teori Kritis
(1st ed.). Rajaw ali Press.
Carrier, J. G. (Ed.). (1995). Occident alism: Images of t he W est . Clarendon Press;
Oxford University Press.
Lit tlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2011). Theories of Human Communicat ion. In
Theories of Human Communicat ion (9th ed.). Salemba Humanika.
M achart , R., Dervin, F., & Gao, M . (Eds.). (2016). Int ercult ural M asquerade.
Springer Berlin Heidelberg. htt ps:/ / doi.org/ 10.1007/ 978-3-662-47056-5
M ulyana, D., & Rakhmat, J. (2006). Komunikasi Ant arbudaya (X). Rem aja
Rosdakarya.
Nasrullah, R. (2018). Et nografi Virt ual Riset Komunikasi, Budaya dan
Sosiot eknologi di Int ernet (2nd ed.). Simbiosa Rekat ama M edia.
Said, E. W. (2005). Orient alism (3rd ed.). Pantheon Books, a Division of Random
House Inc.
Set iadi, E. M . (2012). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (2nd ed.). Kencana Prenada
M edia Group.
Sulaeman, M . M . (2015). Ilmu Budaya Dasar. In Ilmu Budaya Dasar (XIII, pp. 50–
51). Refika Adit ama.

Jurnal
Cohen, A. B., Wu, M . S., & M iller, J. (2016). Religion and Culture: Individualism
and Collect ivism in the East and W est . Journal of Cross-Cult ural
Psychology, 47 (9), 1236–1249.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0022022116667895
de Ridder, S. (2012). Book Review : Christ opher Pullen and M argaret Cooper,
LGBT Identit y and Online New M edia. New M edia & Societ y, 14 (2), 354–
356. ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 1461444811429927b

185
Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi
Vol 03 No. 02 Tahun 2020

Flew , T., & Iosifidis, P. (2020). Populism, globalisation and social media.
Int ernat ional Communicat ion Gazet t e, 82 (1), 7–25.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 1748048519880721
Friedman, J. (2009). Occident alism and the Cat egories of Hegemonic Rule.
Theory, Cult ure & Societ y, 26 (7–8), 85–102.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0263276409348081
Fuchs, C. (2010). New im perialism : Inform ation and media imperialism? Global
M edia and Communicat ion, 6 (1), 33–60.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 1742766510362018
Jin, D. Y. (2007). Reinterpret at ion of cultural imperialism: Emerging domest ic
market vs cont inuing US dominance. M edia, Cult ure and Societ y , 29 (5),
753–771. ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0163443707080535
Kasdi, A., & Umma, F. (2013). Oksident alisme Sebagai Pilar Pembaharuan. Fikrah ,
1 (2), 231–252.
Lary, D. (2007). Edw ard Said: Orient alism and Occident alism. Journal of the
Canadian Hist orical Association, 17 (2), 3–15.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.7202/ 016587ar
M arst on, K. (2019). Researching LGBT+ Youth Intimacies and Social M edia: The
St rengt hs and Limit ations of Part icipant -Led Visual M et hods. Qualitat ive
Inquiry, 25 (3), 278–288. ht tps:/ / doi.org/ 10.1177/ 1077800418806598
Parker Gumucio, C. (2008). Int ercult uralit y, Conflict s and Religion: Theoret ical
Perspect ives. Social Compass, 55 (3), 316–329.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0037768608093694
Rahm an, M . (2010). Queer as Intersectionalit y: Theorizing Gay M uslim Identities.
Sociology, 44 (5), 944–961. ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0038038510375733
Ridho, K. (2013). Konflik Dan Tant angan Budaya Baru . Informasi , 18 (02), 8.
Weare, A. M . (2016). Book Review : Fabienne Darling-Wolf, Imagining t he global:
Transnat ional media and popular cult ure beyond East and West. Journal
of Communicat ion Inquiry , 40 (2), 196–198.
ht t ps:/ / doi.org/ 10.1177/ 0196859916630474

Artikel Daring
Hoot suit e. (2020). Social M edia Trend 2020. Social M edia Trend 2020.
https:/ / hoot suite.com/ research/ social-t rends?utm_campaign=all-
unlocking_the_value_of _social-digit al_in_2020-glo-none-report -
q1_2020&ut m_source=w hit e_paper& ut m_medium=owned_cont ent &ut
m_content=
We Are Social, & Hoot suit e. (2018, January 30). Global Digit al Report 2018 .
Digit al in 2018: World’s Int ernet Users Pass t he 4 Billion M ark.
https:/ / w earesocial.com / blog/ 2018/ 01/ global-digit al-report -2018

186

Anda mungkin juga menyukai