Anda di halaman 1dari 10

MEDIA SOSIAL SEBAGAI PLATFORM INTERAKSI

ANTARBUDAYA DAN ANTARETNIS

NAMA : KRISTINA ANASTASIA FETO

NIM : 234111294

KELAS : I (SATU)

FAKULTAS : KESEHATAN

PRODI : FARMASI
PENDAHULUAN

Latar belakang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam beberapa dekade terakhir


telah melahirkan beragam platform media sosial yang kini menjadi sangat populer di
kalangan masyarakat di seluruh dunia. Platform media sosial pertama kali muncul
pada tahun 1997 ketika situs jejaring sosial Six Degrees diluncurkan. Kemudian
diikuti Friendster pada 2002 dan MySpace pada 2003. Namun, popularitas media
sosial baru meledak setelah diluncurkannya Facebook pada 2004 yang kini menjadi
platform media sosial terbesar di dunia dengan lebih dari 2 miliar pengguna aktif
bulanan. Selain Facebook, platform lain seperti Twitter (2006), Instagram (2010),
Snapchat (2011), TikTok (2016) juga turut menjamur dengan jumlah pengguna
ratusan juta bahkan miliaran. Faktor utama di balik popularitas media sosial adalah
perkembangan teknologi mobile dan internet yang pesat. Kemajuan chip prosesor dan
teknologi telekomunikasi telah mendorong munculnya smartphone cerdas dengan
harga terjangkau yang memungkinkan akses internet broadband dimana saja dan
kapan saja. Fitur kamera, GPS, dan beragam sensor juga kian canggih di smartphone,
mendukung beragam aplikasi sosial media yang inovatif. Dengan user interface yang
intuitif dan desain yang atraktif, platform media sosial berhasil menarik perhatian
berbagai lapisan masyarakat mulai dari kalangan remaja hingga dewasa. Media sosial
kini menjadi sarana utama untuk berkomunikasi, mencari informasi, berbagi konten,
jual beli, hingga promosi bagi individu maupun bisnis.
Penggunaan media sosial yang masif telah menjadikannya sebagai medium interaksi
utama masyarakat modern. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, pengguna aktif media sosial telah mencapai jumlah yang sangat besar dan
terus bertambah dari tahun ke tahun. Data statistik menunjukkan, pengguna media
sosial di seluruh dunia diperkirakan mencapai hampir 3,8 miliar pada 2021. Angka ini
melampaui separuh total populasi manusia di bumi. Kedua, rata-rata waktu yang
dihabiskan pengguna per harinya untuk mengakses media sosial juga cukup tinggi,
yaitu sekitar 2,5 jam per hari untuk seluruh platform. Ini menunjukkan bahwa media
sosial telah menjadi aktivitas yang sangat dominan dalam keseharian. Ketiga,
interaksi sosial baik dengan keluarga, teman, kenalan, komunitas, bahkan dengan
orang asing semakin banyak dilakukan lewat media sosial. Fitur obrolan, posting,
komentar dan reaksi di platform media sosial memudahkan terjalinnya interaksi
virtual yang sangat massif dan cepat. Keempat, selain untuk berinteraksi, konten
media sosial juga menjadi sumber informasi dan hiburan utama bagi banyak orang,
menggantikan peran televisi dan media konvensional.
Interaksi antarbudaya dan antaretnis merupakan realitas yang tak terhindarkan di era
globalisasi saat ini. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, perkembangan teknologi transportasi dan digital telah menciptakan dunia
tanpa batas yang memudahkan mobilitas manusia lintas negara dan benua. Interaksi
antarbudaya tak terelakkan karena orang-orang dari latar belakang etnis dan budaya
yang berbeda kini dapat dengan mudah bertemu dan berkomunikasi. Kedua,
urbanisasi yang pesat di negara-negara berkembang menyebabkan masyarakat
multikultural di perkotaan di mana berbagai suku, agama, dan golongan hidup
berdampingan. Hal ini menciptakan interaksi antaretnis dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, arus globalisasi dan keterbukaan di era digital membuat informasi dan nilai-
nilai budaya dengan leluasa melintas batas negara. Ini mendorong integrasi dan
pertukaran budaya lintas bangsa. Misalnya, penyebaran musik, film, gaya hidup,
makanan, dan tren dari satu negara ke negara lain. Keempat, hubungan diplomatik,
perdagangan, pariwisata, dan investasi internasional semakin erat antarnegara. Hal ini
menciptakan gelombang interaksi antarbudaya yang tak terelakkan dalam bidang
ekonomi, politik dan sosial.
Media sosial kini telah menjadi salah satu platform utama terjadinya interaksi
antarbudaya dan antaretnis secara virtual. Hal ini dimungkinkan karena media sosial
memiliki jangkauan global yang memungkinkan pengguna dari berbagai belahan
dunia dan latar belakang yang berbeda terhubung dan berinteraksi tanpa batas ruang
dan waktu. Melalui media sosial, orang-orang dari budaya dan suku bangsa yang
berbeda dapat dengan mudah saling mengenal, berbagi informasi tentang adat istiadat,
nilai-nilai, kepercayaan maupun gaya hidup masing-masing. Fitur-fitur seperti
posting, komentar dan obrolan di platform media sosial memfasilitasi pertukaran
budaya dan wawasan lintas etnis. Kemampuan media sosial untuk membentuk
komunitas virtual juga mendorong terbentuknya kelompok-kelompok yang didasari
identitas etnis dan budaya tertentu. Di komunitas ini, diaspora suatu etnis yang
tersebar secara geografis dapat tetap terhubung dan mempertahankan ikatan budaya
mereka. Selain itu, isu-isu sensitif seputar ras, etnisitas dan kebudayaan kerap ramai
diperbincangkan di media sosial. Walaupun tak jarang menimbulkan friksi, namun
diskusi ini secara positif dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu
keragaman dan inklusi sosial.
KAJIAN PUSTAKA

Teori komunikasi antarbudaya dan antaretnis merupakan bidang kajian yang


penting untuk memahami dinamika interaksi dalam masyarakat multikultural. Kajian
ini berkembang pesat sejak akhir abad ke-20 seiring meningkatnya keragaman budaya
dan etnis akibat globalisasi. Teori komunikasi antarbudaya secara khusus mengkaji
proses interaksi simbolik antara orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang
berbeda. Teori ini berusaha menjelaskan faktor-faktor penghambat dan pendukung
terjadinya pemahaman lintas budaya, seperti perbedaan bahasa, nilai, cara berpikir,
dan prasangka budaya. Beberapa teori komunikasi antarbudaya yang penting antara
lain anxiety/uncertainty management theory, co-cultural theory, cultural literacy
theory, dan face negotiation theory. Sementara itu, teori komunikasi antaretnis
mempelajari pola interaksi antara kelompok etnis yang beragam dalam satu komunitas
atau bangsa. Teori ini mengkaji peran identitas etnis, stereotip, akomodasi bahasa,
diskriminasi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika hubungan
antaretnis. Teori-teori utama dalam bidang ini meliputi social identity theory,
ethnolinguistic identity theory, accommodation theory, intergroup contact theory, dan
critical race theory. Dalam konteks masyarakat multietnis modern, pemahaman
mendalam atas teori-teori komunikasi antarbudaya dan antaretnis ini sangat penting.
Kajian tersebut dapat meningkatkan kesadaran akan dimensional komunikasi lintas
budaya dan etnis, sehingga interaksi sosial berjalan secara positif dan produktif dalam
kerangka saling menghargai keberagaman. Dengan demikian, kohesi sosial tetap
terjaga meskipun banyak perbedaan budaya dan suku hadir dalam satu komunitas.
Penelitian terdahulu tentang media sosial dan interaksi antarbudaya serta antaretnis
telah banyak dilakukan oleh para akademisi dari berbagai bidang ilmu seperti
komunikasi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial. Sejumlah penelitian awal
tentang topik ini berfokus pada peran jejaring sosial dalam memfasilitasi pertukaran
informasi dan pengetahuan antarbudaya, misalnya tentang tradisi, adat istiadat,
makanan, musik, nilai-nilai keagamaan dan pandangan hidup suatu kelompok etnis
tertentu. Penelitian lainnya mengkaji pemanfaatan media sosial oleh diaspora dan
transmigran untuk mempertahankan identitas budaya dan keterhubungan dengan
tanah air mereka.
Kemudian dalam perkembangannya, penelitian mulai menganalisis bagaimana
media sosial menjadi sarana terbentuknya ruang diskusi publik seputar isu-isu sensitif
antaretnis, misalnya rasialisme, konflik antarkelompok, dan masalah minoritas.
Beberapa penelitian juga mengeksplorasi potensi media sosial untuk program
pendidikan antarbudaya dan kampanye anti diskriminasi. Dari sisi psikologis, banyak
penelitian yang mengkaji efek penggunaan media sosial terhadap sikap dan prasangka
antaretnis penggunanya, serta strategi menangkal informasi bohong dan ujaran
kebencian berbasis etnis di media sosial. Dengan berbagai pendekatan teori dan
metodologi, riset di bidang ini terus berkembang guna memahami secara
komprehensif dampak sosiologis media sosial terhadap hubungan antarbudaya dan
antaretnis di era digital. Penelitian terdahulu tentang media sosial dan interaksi
antarbudaya serta antaretnis telah banyak dilakukan dari berbagai perspektif.
Sejumlah penelitian menganalisis peran media sosial dalam memfasilitasi
pertukaran informasi dan pengetahuan antarbudaya. Misalnya, penelitian tentang
bagaimana media sosial digunakan oleh suatu kelompok etnis untuk berbagi informasi
seputar adat istiadat, tradisi, makanan khas, dan elemen budaya lainnya kepada
khalayak global. Sementara itu, beberapa penelitian lain mengkaji pemanfaatan
platform media sosial oleh diaspora dan transmigran untuk mempertahankan jati diri
dan keterhubungan dengan tanah air mereka. Ada pula penelitian yang menganalisis
peran media sosial sebagai wadah diskusi seputar isu-isu sensitif antaretnis, seperti
rasisme, konflik antarkelompok, dan masalah minoritas. Dari sisi psikologis, banyak
pula riset yang mengeksplorasi dampak penggunaan media sosial terhadap sikap dan
perilaku antaretnis, serta strategi menangkal informasi bohong dan ujaran kebencian
berbasis etnis.Dengan beragam pendekatan teori dan metodologi, penelitian di bidang
ini terus berkembang untuk memahami secara komprehensif dampak media sosial
terhadap hubungan antarbudaya dan antaretnis.
PEMBAHASAN

Karakteristik media sosial yang mendukung interaksi antarbudaya dan


antaretnis.
Karakteristik media sosial yang mendukung interaksi antarbudaya dan antaretnis
antara lain:
 Pertama, media sosial memiliki jangkauan global yang memungkinkan orang-
orang dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang etnis dan budaya yang
berbeda-beda untuk terhubung satu sama lain. Tidak ada batasan geografis yang
menghalangi interaksi antarbudaya dan antaretnis di media sosial.
 Kedua, media sosial sangat mudah digunakan untuk berinteraksi. Dengan
menggunakan smartphone, siapa saja dapat dengan cepat berbagi informasi,
melakukan percakapan, berdiskusi, bertukar pesan dan lainnya untuk berinteraksi
antarbudaya maupun antaretnis.
 Ketiga, media sosial memiliki keberagaman pengguna yang sangat kaya. Ini
memungkinkan seseorang untuk mengenal dan berinteraksi dengan orang-orang
dari ratusan suku, agama, bahasa, adat istiadat yang berbeda di platform media
sosial.
 Keempat, fitur media sosial yang multimedia seperti foto, video, emoji dan
lainnya memudahkan orang untuk saling memahami latar belakang budaya
masing-masing secara kontekstual, tidak sekadar teks semata.
 Kelima, banyak fitur di media sosial yang mendorong kolaborasi antarbudaya dan
antaretnis, seperti grup diskusi, ruang obrolan, postingan bersama hingga aplikasi
berbagi video atau live streaming bersama. karakteristik kunci media sosial inilah
yang menciptakan ekosistem digital yang sangat mendukung terjadinya interaksi
lintas budaya dan etnis baik dalam skala kecil maupun besar. Walaupun
tantangan masih ada, media sosial memiliki potensi besar untuk meningkatkan
pemahaman antarbudaya.

Contoh-contoh interaksi antarbudaya dan antaretnis di media sosial.


 Salah satu contohnya adalah ketika anggota suatu kelompok etnis menggunakan
media sosial untuk berbagi informasi tentang tradisi dan adat istiadat budaya
mereka kepada khalayak global. Misalnya, akun media sosial milik organisasi
budaya Tionghoa yang rutin membagikan artikel dan video tentang perayaan
Tahun Baru Imlek, cap go meh, barongsai, dan upacara ritual lainnya untuk
mengenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat luas.
 pemanfaatan platform media sosial oleh anggota suatu komunitas untuk
berdiskusi dan saling belajar tentang elemen-elemen budaya etnis mereka, seperti
bahasa daerah, pakaian adat, tarian tradisional, legenda rakyat, dan lain
sebagainya. Melalui diskusi dan tanya jawab lintas anggota komunitas di media
sosial, pemahaman dan apresiasi mereka terhadap budaya kelompoknya dapat
semakin meningkat.
 percakapan di grup Facebook atau Twitter antara anggota masyarakat mengenai
isu rasisme yang tengah hangat diperbincangkan. Melalui diskusi di platform
media sosial, masyarakat dari berbagai latar belakang ras/etnis turut memberi
opini dan berbagi pengalaman mereka mengenai isu ini.
 percakapan di media sosial antara warga negara Indonesia yang beragam suku
tentang masalah diskriminasi etnis di sejumlah daerah. Melalui diskusi virtual ini,
masyarakat dari berbagai kelompok etnis yang ada di Indonesia dapat saling
berbagi pengalaman dan mencari solusi atas masalah sosial bernuansa SARA
yang masih kerap terjadi.
 proyek kolaborasi virtual antara seniman dan musisi dari berbagai negara melalui
platform media sosial. Mereka berkolaborasi menciptakan karya seni/musik yang
memadukan unsur-unsur artistik khas dari budaya masing-masing negara. Hasil
kolaborasi antarbudaya ini kemudian dibagikan secara terbuka di media sosial
sehingga dapat dinikmati oleh khalayak global. Sebagai contoh, seorang penari
Bali dapat berkolaborasi dengan pemusik gamelan asal Jawa melalui platform
daring untuk membuat pertunjukan seni lintas budaya.
 pemanfaatan fitur media sosial oleh organisasi budaya untuk mengadakan proyek
lintas budaya bersama komunitas etnis lain, misalnya lomba memasak, festival
tarian tradisional, dan kompetisi seni lukis yang melibatkan peserta dari beragam
latar belakang etnis.

Tantangan interaksi antarbudaya dan antaretnis di media sosial.

Berikut ini beberapa tantangan interaksi antarbudaya dan antaretnis di media sosial:
1. Stereotip
Penggunaan media sosial yang anonim berpotensi memicu munculnya stereotip
negatif terhadap kelompok etnis/budaya tertentu berdasarkan informasi yang tidak
lengkap atau hoaks. Stereotip ini dapat memicu prasangka.
2. Prasangka
Informasi dan opini negatif yang beredar di media sosial dapat memengaruhi
pandangan seseorang terhadap kelompok etnis/budaya lain sehingga melahirkan sikap
prasangka yang merugikan hubungan antarbudaya.
3. Kesalahpahaman
Adanya jarak geografis di media sosial dan minimnya konteks budaya dapat
menyebabkan kesalahpahaman dan interpretasi keliru atas maksud dari interaksi
antarbudaya di media sosial.
4. Penyederhanaan budaya
Budaya suatu kelompok etnis kerap digeneralisasi dan disajikan secara sederhana
bahkan karikatural di media sosial tanpa memperlihatkan keragamannya.
5. Konflik virtual
Wadah diskusi di media sosial rawan dimanfaatkan untuk menyebarkan ujaran
kebencian dan propaganda berbau SARA yang justru memperuncing konflik
antaretnis.
Tantangan-tantangan ini perlu disikapi dengan bijaksana agar media sosial dapat
menjadi sarana interaksi antarbudaya dan antaretnis yang konstruktif, bukan
sebaliknya.

Solusi untuk mengatasi tantangan tersebut.

Solusi untuk mengatasi tantangan melalui pendidikan lintas budaya, moderasi


konten, dan kampanye sadar budaya melibatkan berbagai strategi dan program yang
dapat diterapkan oleh pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat. Berikut
adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:
 Pendidikan lintas budaya: Mengembangkan program pendidikan lintas budaya
bertujuan untuk menghasilkan siswa yang mampu berpikir kritis, kolaboratif, dan
inovatif. Ini dapat dilakukan melalui mengintegrasikan pendidikan moral, etik,
dan budaya dalam kurikulum.
 Moderasi konten: Mengembangkan sistem moderasi konten yang efektif untuk
mengelola dan mengontrol konten yang diakses oleh siswa. Hal ini melibatkan
mengembangkan aturan ketatan dan sanksi yang jelas untuk mengatasi tantangan
melalui pendidikan lintas budaya.
 Kampanye sadar budaya: Mengembangkan kampanye sadar budaya yang
berfokus pada meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa tentang isu-isu
penting yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Ini dapat melibatkan
diskusi kelompok, wawancara, dan aktivitas luar ruang kelas.
 Meningkatkan pendidikan kualitas: Meningkatkan kualitas pendidikan dapat
melibatkan meningkatkan standar pembelajaran, mengembangkan kurikulum
yang lebih inklusif, dan meningkatkan keterampilan guru.
 Kolaborasi antara berbagai partai: Mengembangkan kolaborasi antara
pemerintah, pendidikan, dan masyarakat dapat membantu mengatasi tantangan
lintas budaya dengan menciptakan program yang berkelanjutan dan
berkesinambilan.
 Mengembangkan sumber daya manusia: Mengembangkan sumber daya manusia
yang berpengalaman dan berlisensi pendidikan lintas budaya dapat membantu
mengatasi tantangan ini.
 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi: Menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi, seperti internet, smartphone, dan aplikasi pendidikan,
dapat membantu mengatasi tantangan lintas budaya dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
Dalam konteks Indonesia, pemerintah dan institusi pendidikan telah melakukan
langkah-langkah untuk mengatasi tantangan lintas budaya melalui program
pendidikan lintas budaya.
PENUTUP

Simpulan

 Media sosial telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi interaksi


antarbudaya dan antaretnis di seluruh dunia. Dengan adanya platform-platform
seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya, individu dari berbagai latar
belakang budaya dan etnis dapat saling berkomunikasi dan berbagi pengalaman.
 Media sosial telah membantu dalam memecah batasan geografis dan budaya
yang sebelumnya mungkin menghambat interaksi antarbudaya. Orang-orang
dapat dengan mudah terlibat dalam percakapan global, belajar tentang
kebudayaan dan tradisi orang lain, serta memperluas wawasan mereka.
 Namun, penting untuk diingat bahwa media sosial juga dapat menjadi tempat
konflik dan misinformasi. Terkadang, perbedaan budaya dan etnis dapat
memunculkan perdebatan dan kontroversi. Oleh karena itu, penting untuk
mempromosikan dialog yang sehat dan penggunaan media sosial yang
bertanggung jawab.
 Media sosial juga memberikan peluang bagi individu untuk menghormati dan
merayakan keberagaman budaya dan etnis. Mereka dapat membagikan cerita,
seni, dan tradisi mereka sendiri, sehingga memperkaya pengalaman interkultural
bagi semua orang.
 Media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dengan budaya dan etnis
lainnya. Ini adalah alat yang kuat untuk mempromosikan pemahaman, toleransi,
dan kerjasama antarbudaya, asalkan digunakan dengan bijak dan bertanggung
jawab. Dalam era globalisasi, media sosial menjadi jembatan yang
menghubungkan orang dari berbagai latar belakang, dan kita dapat
memanfaatkannya untuk membangun dunia yang lebih inklusif dan saling
mendukung.

Saran

1. Mendorong Pendidikan Multikultural:


Sarankan untuk mengintegrasikan pendidikan multikultural dalam program sekolah
dan pendidikan tinggi. Media sosial dapat digunakan untuk mendukung inisiatif ini
dengan menyebarkan informasi tentang budaya, sejarah, dan tradisi berbagai etnis dan
budaya.
2. Promosikan Kesadaran Sensitivitas Budaya:
Sarankan agar pengguna media sosial meningkatkan kesadaran akan sensitivitas
budaya.
Daftar pustaka

Rahardja, U. (2017). Peran Media Sosial dalam Pembentukan Identitas Budaya di


Era Digital. Jurnal Komunikasi, 9(2), 169-184.

Sari, R. D., & Mardiana, A. (2016). Interaksi Antarbudaya dalam Media Sosial:
Studi Kasus pada Komunitas Pecinta K-Drama. Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(1), 1-15.

Suyanto, B. (2013). Transformasi Budaya dalam Media Sosial: Studi Tentang


Masyarakat Urban di Jakarta. Jurnal Media Sosial, 11(2), 147-164.

Akbar, F., & Ayu, A. (2019). Peran Media Sosial dalam Mempertahankan Tradisi
Budaya Lokal. Jurnal Komunikasi, 12(1), 53-68.

Abdullah, A. (2018). Dampak Media Sosial Terhadap Pemahaman antar Etnis dan
Budaya di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 24(2), 121-134.

Hutabarat, L. D., & Simanjuntak, B. (2016). Media Sosial dan Perubahan Pola
Komunikasi Antarbudaya. Jurnal Komunikasi Massa, 4(1), 11-24.

Raharjo, K. (2015). Dinamika Kebudayaan di Era Digital: Peran Media Sosial


dalam Mempertahankan dan Mengubah Tradisi. Jurnal Kajian Budaya, 5(2), 144-
157.

Mulyani, E. S. (2017). Transformasi Media Sosial dalam Membentuk Kesadaran


Multikultural. Jurnal Ilmu Komunikasi, 14(1), 42-56.

Santoso, S. (2018). Media Sosial dan Keberagaman Budaya: Perspektif


Multikulturalisme dalam Komunikasi. Jurnal Komunikasi, 9(2), 148-160.

Sari, I. R. (2014). Media Sosial dan Pelestarian Budaya: Studi Kasus Komunitas
Duta Wisata Jawa Timur di Facebook. Jurnal Komunikasi Massa, 2(2), 147-156.

Hapsari, R. (2016). Konteks Media Sosial sebagai Agen Perubahan Budaya Lokal.
Jurnal Media Komunikasi, 14(2), 167-178.

Supono, A. (2019). Peran Media Sosial dalam Mempertahankan Tradisi Budaya


Lokal. Jurnal Ilmu Komunikasi, 16(2), 130-144.

Yusuf, R., & Nurul, M. (2017). Media Sosial dan Dinamika Perubahan Budaya: Studi
Kasus pada Komunitas Pecinta Wayang Kulit di Twitter. Jurnal Komunikasi, 10(2),
177-193.

Anda mungkin juga menyukai