Anda di halaman 1dari 37

PERPAJAKAN

PADA GEREJA
D R D AYA N H N S I PA H U TA R , S E . A K . M M . C A .
PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksan berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 1 UU No 28 Tahun 2007)
Ciri pajak adalah:
• Pajak adalah kontribusi wajib
• Pengenaan pajak dapat dipaksakan
• Dipungut oleh negara berdasarkan Undang-undang
• Tidak ada kontraprestasi langsung
• Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara bagi kemakmuran rakyat
FUNGSI PAJAK
• Fungsi Budgetair (Sumber keuangan negara): Pajak sebagai sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan)
• Fungsi Regulerend (fungsi mengatur/fungsi non-budgetair): Pajak sebagai
instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan (kebijakan) tertentu yang telah
ditetapkan oleh pemerintah
PENERIMAAN BELANJA
Pajak & Cukai dan Non Pajak

Hibah Belanja Non K/L Transfer ke Daerah


1,4T 763,6 dan Dana Desa
PNBP
0,1% 26,5% 764,9
250T
14,3% 36,8%

Belanja
Penerimaan K/L
Perpajakan 763,6
36,7%
Rp 1.750,3T 1.498,9T Rp 2.080,5T
85,6%
MANFAAT PAJAK

• Pajak berguna untuk pemberian pelayanan umum dan penegakkan hukum dalam
bernegara dan bermasyarakat
• Pajak berguna untuk penyediaan fasilitas
– Fasilitas umum
– Fasilitas sosial
– Fasilitas ekonomi
• Pajak berguna untuk penyediaan infrastruktur seperti jalan raya, transportasi
GEREJA & PAJAK
PAJAK DALAM PERJANJIAN LAMA
• Perubahan/perkembangan Israel menjadi kerajaan (1 Sam 8:22) mengandung
konsenkuensi-konsekuensi hukum tertentu (1 Sam 8:14-15)
• Sebagai sebuah kerajaan, ada kontrak sosial antara raja dengan rakyatnya: raja
melindungi rakyat dan rakyat memenuhi kewajiban kepada raja
• Pajak digunakan untuk membangun bangsa seperti:
– Kesejahteraan rakyat pada jaman Raja Daud (1 Taw 27:25-31)
– Pembangunan Bait Suci pada jaman Raja Salomo (1 Raj 4:1-9; 5:13-18)
– Pembangunan Bait Suci dan Tembok Yerusalem (Ez 5:1-17)
• Ketika raja menyalahgunakan haknya, rakyat pun memberontak
– Pemberontakan Yerobeam (1 Raj 12:4)
– Nabi Amos menentang pajak yang memberatkan rakyat (Am 5:11; Yes 3:14; Mi 3:1-4)
PAJAK DALAM PERJANJIAN BARU
Pertama, Alkitab memberikan penjelasan mengenai kedudukan Pemerintahan
• Pemerintahan berasal dari Allah dan ditetapkan oleh Allah (Rom 13:1)
• Melawan Pemerintah berarti melawan Allah dan mendatangkan hukuman atas dirinya (Rom 13:2)
• Pemerintah adalah hamba Allah (Rom 13:4)
• Paulus berpesan supaya tunduk pada pemerintah yang sah (Tit 3:1)
• Petrus berpesan supaya tunduk kepada Allah, kepada Raja dan wakilnya (1 Ptr 2:13-15)
Kedua, Alkitab mengajarkan soal kewajiban untuk membayar pajak
• Yesus berkata, ”Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah
apa yang wajib kamu berikan kepada Allah (Mat 22:21)
• Paulus berpesan, ”Itulah juga sebabnya kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu
adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar, pajak kepada
orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai” (Rom 13:6-7)
PAJAK DALAM PERJANJIAN BARU (2)
Ketiga, siapa saja yang berhak membayar pajak
• Teladan Yesus: ”Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah
memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah
mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah
itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga” (Mat 17:27)
• Palus menekankan supaya orang Kristen taat pajak (Rom 13:7)
Keempat, perpajakan yang ideal
• Pajak yang tidak membebani rakyat sehingga tidak menimbulkan pemberontakan (1 Raj
12:4; Am 5:11)
• Pajak yang dijalankan dengan jujur: ”Jangan menagih lebih banyak daripada yang telah
ditentukan bagimu” (Luk 3:12)
ASPEK PAJAK
1. GEREJA

2. PENDETA

3. JEMAAT
1 TERKAIT
GEREJA
GEREJA ADALAH WAJIB PAJAK
Subjek Pajak (Pasal 2 UU 36/2008)
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuanmenggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap
Penjelasan atas Pasal 1 UU 36/2008
• Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, ormas, orgsospol, atau organisasi lainnya, lembaga,
dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
?
HARUSKAH GEREJA
BER-NPWP
KEWAJIBAN NPWP GEREJA
• Gereja mempunyai penerimaan, misalnya dari (1) kolekte, (2) persembahan perpuluhan,
(3) persembahan jemaat, (4) sumbangan dan hibah. Penerimaan-penerimaan tersebut
bukan merupakan obyek PPh (pasal 4 ayat (3) UU PPh).
• Adapun Gereja kemudian membayarkan penghasilan kepada Pendeta/Pastor, Majelis,
Pegawai Gereja dan pihak lainnya yang terutang PPh. Untuk ini Gereja diwajibkan
memotong/memungut PPh dari pembayaran tersebut.
• Oleh karena itu Gereja wajib memiliki NPWP sebagai Wajib Pajak
Pemotong/Pemungut PPh
KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA
Objek Pajak PPh (Pasal 4 UU 36/2008)
• (1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
• d.4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA (2)
• Melakukan pemotongan/pemungutan PPH
– Memotong PPh Psl 21 atas pembayaran gaji/upah/honorarium dan sejenisnya kepada orang
pribadi (pendeta/pastor, majelis, pegawai gereja, dan lainnya)
– Memotong PPh Psl 23 jika menggunakan jasa pihak ketiga
– Memberikan bukti potong PPh
• Membayar atau menyetor PPh yang dipungut ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
Persepsi
• Melaporkan kewajiban pemotongan pajak tersebut melalui SPT ke KPP
• Membayar PPN setiap pembelian BKP/JKP
• Melunasi bea meterai atas setiap dokumen yang merupakan Objek bea meterai
KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA (3)
• Pendeta/pastor, majelis dan pegawai gereja yang telah memperoleh penghasilan yang
merupakan obyek pajak dan jumlahnya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
dari gereja maupun sumber lainnya telah termasuk sebagai Wajib Pajak
• Melaksanakan kewajiban perpajakan self assesment:
– Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
– Menghitung dan memperhitungkan Pajak Penghasilannya
– Membayar PPh Psl 25/29 dan penghasilan yang belum/kurang dipotong
– Meminta bukti potong pajak, dan
– Menyampaikan laporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ke KPP dimana terdaftar
3 KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA

Memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan


1 yang diberikan oleh gereja, kepada:
Pegawai
• Menerima penghasilan secara rutin/
berkesinambungan
• Dihitung dengan ketentuan umum PPh
• Misal: Pendeta tetap, pegawai TU gereja, dsb
Bukan Pegawai
• Penghasilan yang diterima tidak rutin
• PPh = Tarif PPh Pasal 17 x 50% x Penghasilan Bruto
• Misal: Pendeta/pembicara tamu, dsb
3 KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA

Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21


2 pada pihak yang dipotong penghasilannya
3 KEWAJIBAN PERPAJAKAN GEREJA

Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)


3 ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar
SPT Masa PPh Pasal 21
Untuk melaporkan pajak yang telah
dipotong dan disetor
SSP PPh Pasal 25
Untuk pelaporan Angsuran PPh (Nihil)

SPT Tahunan PPh Badan


Untuk melaporkan Penghasilan dan Pajak
tahunan. Penghasilan yang diterima
gereja masuk ke tabel penghasilan yang
bukan objek pajak. (Nihil)
BUKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
GEREJA

Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh (Pasal 3 UU 20/2000):
• e. orang pribadi atau badan karena wakaf;
• f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Simpulan: Gedung Gereja tidak dikenakan pajak BPHTB
BUKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
GEREJA (2)
Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB (UU 12/1985 diubah UU 12/1994), yaitu:
• Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi.
• Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
• Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak.
Simpulan: Gedung Gereja tidak kena Pajak PBB
BUKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
GEREJA (3)
Retribusi IMB Gedung Gereja (Pasal 23 Permendagri 32/2010):
(1) Bupati/Walikota dapat memberikan pengurangan dan/atau keringanan penarikan
retribusi IMB berdasarkan kriteria:
a. bangunan fungsi sosial dan budaya; dan
b. bangunan fungsi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
(2) Bupati/Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi IMB berdasarkan kriteria:
a. bangunan fungsi keagamaan; dan
b. bangunan bukan gedung sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial.
Simpulan: Retribusi IMB Gedung Gereja (termasuk perkantoran badan gereja) dapat
dibebaskan atas keputusan keputusan Bupati/Walikota. Pengurus/Badan Gereja perlu
mengajukan permohonan pembebasan retribusi IMB.
BUKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
GEREJA (4)
• Jasa Tidak kena Pajak (Pasal 4A angka 3 UU 18/2000, PPN Barang/Jasa)
• Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut. :
• b. jasa di bidang pelayanan sosial;
• e. jasa di bidang keagamaan;
• f. jasa di bidang pendidikan;
Simpulan: jasa di bidang kegerejaan tidak dikenakan PPN/PPnBM
BILA GEREJA MEMILIKI YAYASAN/UNIT
USAHA
• banyak gereja memiliki yayasan (untuk pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya)
dan unit usaha (aset atau ruangan yang disewakan).
• Pengertian Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
• Pasal 1 UU 16/2001 tentang Yayasan adalah
• Yayasan merupakan badan terpisah dari Gereja, sehingga menjadi Wajib Pajak
tersendiri dan wajib NPWP
• Yayasan wajib melaksanakan kewajiban perpajakannya.
KEWAJIBAN PERPAJAKAN YAYASAN
• Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP
• Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan
penyerahan BKP/JKP
• Menyelenggarakan perbukuan
• Menghitung dan memperhitungkan pajak
• Memotong/memungut pajak dan penghasilan atau obyek yang wajib dipotong atau
dipungut
• Membayar dan menyetor pajak, dan
• Melaporkan SPT masa dan tahunan
OBYEK PAJAK YAYASAN
• Semua penghasilan yang diterima/diperoleh Yayasan sesuai pasal 4 ayat (1) UU PPh a.l.

 Penghasilan yang diterima/diperoleh dari usaja, pekerjaan, kegiatan atau jasa

 Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya

 Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta

 Keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal
dari bantuan, sumbangan atau hibah

 Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha


PERHITUNGAN PPH YAYASAN
• Penghasilan Kena Pajak Yayasan dilaporkan dalam SPT tahunan adalah gunggungan
penghasilan (kecuali penghasilan yang dikenakan PPh Final) dikurangi dengan Biaya,
yang hasilnyabisa berupa selisih lebih atau selisih negatif
• Atas selisih lebih dikenakan PPh dengan Tarif Umum (Pasal 17 UU PPh)
• Bila menunjukkan selisih negatif, tidak terutang PPh
• Khusus yayasan di bidang pendidikan selisih lebih yang diinvestasikan kembali dalam
masa 4 tahun tidak dikenakan pajak penghasilan
2 TERKAIT
PENDETA
PENGHASILAN PENDETA
MERUPAKAN
OBJEK PAJAK
Wajib memiliki NPWP dan dipotong pajak jika melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Wajib melaporkan seluruh penghasilan (baik dari


gereja sendiri maupun dari pihak lain) dalam SPT
Tahunan PPh dan melunasi pajak yang kurang
dibayar (jika ada)
PEMOTONGAN PENGHASILAN PENDETA

OLEH GEREJA SENDIRI


Dipotong rutin PPh Pasal 21 tiap bulan dengan tarif umum
PPh jika melebihi PTKP dan diberikan bukti potong
1721A2 setiap tahun

OLEH GEREJA/ PIHAK LAIN (KEGIATAN CERAMAH)


Jika pemberi penghasilan ber-NPWP, maka penceramah akan
dipotong PPh Pasal 21 (Tarif Pasal 17 x 50% x Bruto).
Jika pemberi penghasilan tidak memotong, maka peneramah
melaporkan dalam SPT Tahunan PPh

Seluruh pajak yang dipotong akan menjadi pengurang pajak terutang


(Kredit Pajak) dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan
3 TERKAIT
JEMAAT
PP 60 Tahun 2010
SUMBANGAN
WAJIB KEAGAMAAN
DAPAT DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN
BRUTO WAJIB PAJAK
LEMSAKTI Peraturan Dirjen Pajak 15/PJ/2012
Sumbangan diberikan
kepada lembaga yang
disahkan oleh disahkan
oleh Pemerintah.
LEMBAGA SUMBANGAN AGAMA
KRISTEN INDONESIA (LEMSAKTI)
*Selain ke Lemsakti, sumbagan keagamaan
tidak dapat dikurangkan
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN HARTA BENDA GEREJA
Dalam upaya mengawasi pengelolaan dan pengurusan keuangan dan harta benda
gereja pada tingkat Sinode perlu dibentuk Badan Pengawas Keuangan dan Harta
Benda (BPKHB)
Tugas dan Wewenang BPKHB:
a. Mengawasi dan memeriksa pengelolaan dan pengurusan keuangan dan harta
benda Sinode Gereja yang dilaksanakan oleh Pimpinan Sinode, Badan/Lembaga
Pelayanan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, di
lingkungan Gereja, secara berkala ataupun untuk kasus tertentu yang mendesak
atas permintaan Majelis Sinode.
b.Atas persetujuan Majelis Sinode, bila diperlukan dapat menugaskan auditor
eksternal (Kantor Akuntan Publik) untuk melakukan audit terhadap pengelolaan dan
pengurusan keuangan dan harta benda, Pimpinan Sinode, badan/lembaga pelayanan,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, di lingkungan
Sinode atas beban gereja.
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN HARTA BENDA GEREJA (2)
c.Menyusun SOP pengawasan dan pemeriksaan keuangan dan harta benda gereja.
d. Menyusun pedoman teknis pengelolaan dan pengurusan keuangan dan harta
benda gereja.
e. Menyusun pedoman teknis pengadaan barang dan jasa di seluruh tingkatan
gereja.
g.Melihat dan memeriksa kas, pembukuan, surat-surat dan dokumen-dokumen
lainnya serta memeriksa keuangan gereja dan harta benda untuk keperluan
verifikasi surat-surat dan dokumen-dokumen lainnya.
h.Memberikan nasihat kepada Pimpinan Sinode, Kordinator Wilayah, dan
Pengurus Badan/Lembaga/Yayasan di lingkungan Gereja dalam menjalankan
pengelolaan dan pengurusan keuangan dan harta benda gereja.
i.Memberikan bantuan kepada Pimpinan Sinode dan pengurus Badan/Lembaga/
Yayasan di lingkungan Gereja dalam penyusunan laporan keuangan tahunan
j.Membuat Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan PKHB.
k.Menyampaikan laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan kepada Sinode
DISKUSI / TANYA JAWAB

Anda mungkin juga menyukai